Kebijakan Pengembangan Peternakan Sapi Perah

6 7 masih rendahnya kualitas susu yang dihasilkan; 8 kondisi infrastruktur transportasi yang kurang memadai, yang juga berpengaruh pada tingginya biaya transportasi; dan 9 masalah dalam pemasaran susu yang dihasilkan, dimana tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia masih rendah dan juga tingginya persaingan dengan susu impor.

2.2 Kebijakan Pengembangan Peternakan Sapi Perah

Hasil kajian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian dan Fakultas Peternakan IPB tahun 1990 menetapkan bahwa area pengembangan peternakan sapi perah dibagi atas tiga area. Area pertama adalah area yang berada di atas ketinggian 700 mdpl dijadikan sebagai pusat produksi susu dan di tempat ini dikembangkan sapi perah FH murni sebagai bibit utama grand parent stockGPS atau parent stockPS. Area kedua dengan ketinggian antara 300- 700 mdpl ditujukan untuk pengembangan sapi perah hasil budidaya, baik yang berasal dari parent stock PS atau final stock FS. Sedangkan pada area yang berada di bawah 300 mdpl dikembangkan sapi perah hasil persilangan dengan sapi lokal. Kebijakan penyediaan bibit sapi perah terus dikembangkan oleh pemerintah Indonesia melalui pemberian Kredit Pengembangan Usaha Sapi Perah KPUSP, Kredit Pola Model KUD, Program Kredit Sapi Perah Swadaya, Kredit Kotrak Sumba dan PIR Persusuan. Kebijakan penyerapan susu sapi perah rakyat oleh industri pengolah susu dari tahun 1985 hingga tahun 1998 dan pengembangan program jangka panjang oleh Departemen Pertanian yang meliputi: 1 penyediaan bibit yang bermutu; 2 perbaikan mutu pakan; 3 peningkatan pelayanan kesehatan ternak; 4 perbaikan pemeliharaan; 5penanganan reproduksi; 6 pembinaan pasca panen dan 7 pembinaan pemasaran Pambudy, 2003. Strategi pengembangan industri pedesaan berbasis susu sapi menurut Deptan 2009 adalah: 1 fokus pada pemberdayaan usaha sapi perah skala kecil dan menengah; 2 pengembangan industri pengolahan susu dan pemasaran; 3 penguatan pada akses permodalan, infrastruktur, teknologi dan peningkatan mutu bersamaan dengan pemberdayaan kelembagaan peternak sapi perah; 4 peningkatan konsumsi susu sapi segar; 5 pengembangan kondisi kondusif bagi industri susu. Kondisi yang diinginkan pada saat ini adalah 7 1 kerjasama inti plasma antara kelompok peternak dengan swasta; 2 pemasaran susu segar yang diolah oleh inti langsung ke konsumen; 3 jumlah minimum ternak sapi perah 10 ekorplasma dan 500 ekorklaster; 4 breeding oleh inti; 5 good farming practice GFP dan good manufacturing practice oleh plasma; dan 6 integrasi yang baik dengan industri pakan dan manajemen limbah terpadu. Pengembangan peternakan sapi perah ke depan harus didasarkan pada prioritas perbaikan kelembagaan pasar yang lebih adil Talib et al, 2007. Hal ini untuk menjawab sistem pemasaran susu di Indonesia yang dalam penentuan harganya masih didominasi oleh IPS, demikian pula dengan jaringan pemasarannya yang juga dikuasai IPS Bappenas, 2007. Daryanto 2009 merekomendasikan lima arah kebijakan dalam merevitalisasi industri persusuan nasional yaitu 1 pemerintah perlu memberikan dukungan nyata untuk meningkatkan produktivitas dan mutu hasil ternak susu kepada para peternak; 2 perlu dibentuk wadah kemitraan yang jujur dan memperhatikan kepentingan bersama antara peternak, koperasi susu dan industri pengolahan susu; 3 koperasi susu perlu didorong dan difasilitasi agar dapat melakukan pengolahan sederhana susu segar antara lain pasteurisasi dan pengemasan susu segar, pengolahan menjadi yoghurt, keju dan lain-lain; 4 pemerintah pusat dan daerah seyogyanya mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mampu memperkuat posisi tawar peternak sapi perah khususnya dan pengembangan agribisnis berbasis peternakan pada umumnya; dan 5 pemerintah pusat dan daerah seyogyanya membiayai pelaksanaan program minum susu untuk anak-anak sekolah. Berdasarkan Blue Print Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing Produk dengan Pemberian Insentif bagi Tumbuhnya Industri Pedesaan Kementan 2010, orientasi pengembangan komoditas susu nasional diarahkan pada peningkatan produksi dan mutu susu untuk pengurangan impor melalui peningkatan produktivitas, peningkatan kemampuan koperasi dan menumbuhkembangkan industri pedesaan pengolah susu pasteurisasi dengan menerapkan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan.

2.3 Peruntukan Ruang Kawasan Puncak Bogor