43 aerob, nitrogen amonia akan dioksidasi menjadi nitrit oleh bakteri autotrof seperti
Nitrosomonas, Nitrospira dan Nitrococcus selanjutnya nitrit diubah menjadi nitrat oleh bakteri Nitrobacter, Nitrospira dan Nitrococcus. Nitrat merupakan senyawa
alihan dalam proses perubahan zat organik ke dalam bentuk yang tetap sehingga konsentrasi nitrit dalam air sangat rendah.
Secara umum keseluruhan nilai faktor kimia air mengalami penurunan ketika sudah memasuki DAS Ciliwung. Ini mengindikasikan bahwa kondisi
Sungai Ciliwung masih mampu mengurai dan menurunkan konsentrasi cemaran yang berasal dari sumber pencemar di hulunya. Keadaan sebaliknya terjadi
dengan nilai faktor biologi air. Cemaran E.Coli meningkat hingga 3200 MPN100ml, yang mengindikasikan meningkatnya jumlah kotoran ternak ataupun
manusia yang dibuang ke DAS Ciliwung. Menurut Ridwan 2006, pengelolaan limbah merupakan faktor penting
dalam menunjang keberlanjutan agribisnis sapi perah sehingga dorongan terhadap pengelolaannya oleh peternak harus ditingkatkan. Kebijakan
pengelolaan limbah ini sangat terkait dengan luas lahan pertanian, semakin besar lahan pertanian yang membutuhkan kompos maka akan semakin besar
upaya peternak dalam mengelola limbahnya.
5.2.2 Keberlanjutan dari Dimensi Sosial
Keberlanjutan usaha peternakan sapi perah ditinjau dari dimensi sosial adalah mengenai bagaimana usaha peternakan sapi perah rakyat dapat tetap
memberikan peluang pekerjaan bagi masyarakat namun tidak menimbulkan konflik karena keberadaannya. Berkaitan dengan hal ini, Pemerintah Kabupaten
Bogor sedikitnya
telah memberikan
jaminan bagi
peternak akan
keberlangsungan usahanya dengan diterbitkannya Peraturan Bupati Bogor No.84 Tahun 2009 tentang Revitalisasi Pertanian dan Pembangunan Perdesaan.
Revitalisasi pertanian dan pembangunan perdesaan yang dicanangkan oleh Bupati Bogor dimaksudkan agar pelaksanaan pembangunan pertanian dan
perdesaan dalam jangka menengah dapat lebih tertata, terarah dan tepat sasaran. Berdasarkan komoditas, ternak sapi perah merupakan salah satu
komoditas unggulan peternakan yang masuk dalam ruang lingkup peraturan bupati ini. Kegiatan yang terkait dengan komoditas sapi perah adalah usaha
peternakan sapi perah, pengelolaan susu dan pembibitan sapi perah. Daerah
44 pengembangan sentra agribisnis sapi perah yang dicanangkan dalam peraturan
bupati ini adalah Kecamatan Cisarua, Megamendung, Cibungbulang dan Cijeruk. Pokok-pokok kebijakan dari revitalisasi pertanian dan perdesaan ini yang
terkait dengan pengembangan peternakan sapi perah adalah kebijakan pengembangan kelembagaan, penguatan manajemen, penguatan kapasitas
masyarakat dan peningkatan mutu sumberdaya manusia. Pengembangan kelembagaan meliputi pengembangan kelembagaan penyuluhan, lembaga kredit
kecil modal kerja, lembaga keuangan mikro dan pasar. Kebijakan penguatan manajemen
meliputi pengembangan
jejaring kerjasama
agribisnis, pengembangan
jejaring kerjasama
penyuluh pemerintah-swasta-LSM,
pengembangan akses peternak terhadap pengusahaan lahan bekerjasama dengan perusahaan swasta, pengembangan jejaring dan penataan program
CSR berbasis usaha produktif on farm, off farm dan non farm. Penguatan kapasitas masyarakat dan peningkatan sumberdaya manusia yang dilakukan
melalui sekolah lapang dan pelatihan pengolahan produk pertanian. Selain dalam tataran kebijakan, keberadaan usaha peternakan sapi perah
rakyat ini tidak terlepas dari perilaku masyarakat di sekitar peternakan. Perilaku masyarakat disini adalah perilaku penerimaan masyarakat individulembaga
terhadap keberadaan dan aktivitas peternakan sapi perah maupun perilaku masyarakat individulembaga yang mengancam keberadaan dan aktivitas
peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua. Berdasarkan pantauan di lapangan, sejauh ini belum ada keluhan masyarakat yang dampaknya berakibat
fatal terhadap keberadaan peternakan sapi perah di Cisarua. Keluhan masyarakat terutama pendatangpemilik villa utamanya terkait dengan bau dan
limbah yang dihasilkan peternakan. Sejauh ini persoalan tersebut dapat diselesaikan secara baik dan belum mengancam bagi keberadaan peternakan
yang ada. Sedangkan bagi masyarakat setempat, penerimaannya terhadap keberadaan peternakan cukup baik. Hal ini dimungkinkan karena peternakan
sapi perah di Cisarua telah membudaya lebih dari 20 tahun sehingga masyarakat sudah terbiasa dengan hal tersebut. Menurut Ridwan 2006, agar agribisnis sapi
perah di Kecamatan Cisarua dapat berkelanjutan maka protes masyarakat terhadap keberadaan peternakan sapi perah harus dapat diredam melalui
pengelolaan limbah ternak yang baik.
45 Mengenai aktivitas peternak dalam mencari hijauan hingga ke wilayah
perkebunan PTPN VIII Gunung Mas dan PT. Sumber Sari Bumi Pakuan pun sejauh ini tidak ada keberatan dari pihak perusahaan. Bahkan saat ini peternak
melalui Gapoknak Bale Arminah sedang berupaya untuk menjalin kerjasama dengan perusahaan perkebunan dalam pemanfaatan lahan yang tidak digarap
untuk difungsikan bagi kegiatan peternakan. Perilaku sosial yang menjadi ancaman bagi peternak adalah perilaku
masyarakat yang melakukan pembangunan pemukiman yang tidak sesuai dengan RTRW dan tidak memiliki IMB yang mengakibatkan berkurangnya lahan
pertanian produktif sebagaimana yang dilaporkan oleh Camat Cisarua dalam Laporan Tahun Kinerja 2009. Pertumbuhan pemukiman yang pesat ini
dikhawatirkan akan mengganggu keberadaan usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua. Penertiban bangunan tanpa IMB dan pengembalian fungsi
lahan sesuai dengan RTRW diharapkan dapat mencegah dan mengurangi alih fungsi lahan kepada yang tidak semestinya. Penyuluhan kepada peternak untuk
menjaga dan mengawasi lahan konservasi juga diperlukan agar lahan tersebut tidak diserobot dan dialih fungsikan oleh orang lain Ridwan, 2006.
5.2.3 Keberlanjutan dari Dimensi Ekonomi