Bobot Basah Gelidium latifolium

34

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Bobot Basah Gelidium latifolium

Penelitian menunjukkan bahwa pertambahan bobot basah rata-rata setiap ulangan pada kultivasi Gelidium latifolium dari perlakuan yang berbeda memiliki hasil beragam. Pertambahan bobot basah paling tinggi ditunjukkan oleh kultivasi P2 yaitu injeksi sebanyak 3.000 cc 200 cc x 15 menit per 3 hari dan aerasi, sedangkan yang paling rendah adalah kultivasi P4 yaitu injeksi sebanyak 3.000 cc 200 cc x 15 menit per 3 hari tanpa aerasi Lampiran 1. Pertambahan bobot basah rata-rata memengaruhi bobot basah pada akhir periode kultivasi. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Bobot basah rata-rata dan simpangan baku pada akhir kultivasi Gelidium latifolium Keterangan : K = kontrol yaitu dengan hanya diberikan aerasi terus-menerus. P1 = injeksi 2.000 cc 200 cc x 10 menit per 3 hari dan aerasi. P2 = injeksi 3.000 cc 200 cc x 15 menit per 3 hari dan aerasi. P3 = injeksi 2.000 cc 200 cc x 10 menit per 3 hari tanpa aerasi. P4 = injeksi 3.000 cc 200 cc x 15 menit per 3 hari tanpa aerasi. 35 Bobot basah rata-rata di akhir kultivasi yang dari paling tinggi adalah pada P2 sebesar 4,16±0,14 gram, P1 sebesar 4,03±0,12 gram, P3 sebesar 3,66±0,23 gram, K sebesar 3,54±0,06 gram, dan P4 sebesar 3,26±0,23 gram Lampiran 2. Makroalga memerlukan sinar matahari untuk melakukan fotosintesis. Fotosintesis yang berlangsung tidak hanya dibantu dengan sinar matahari, tetapi juga zat hara sebagai makanan. Zat hara didapatkan dari nutrien terlarut yang diberikan, yaitu TSP, ZA, dan urea. Penyerapan zat hara dilakukan oleh seluruh bagian tubuh dibantu oleh sirkulasi yang baik yaitu gerakan air. Sistem sirkulasi perlakuan K, P1, dan P2 menjadikan pertumbuhan Gelidium latifolium lebih baik daripada P3 dan P4. Hal ini sesuai dengan pernyataan Indriani dan Sumiarsih 1991 bahwa gerakan air berfungsi untuk memudahkan penyerapan zat hara, membersihkan kotoran yang ada, dan melangsungkan pertukaran dan dalam air. Injeksi ditambah aerasi lebih efektif meningkatkan pertambahan bobot basah Gelidium latifolium yang dikultivasi. Besar kecepatan yang diinjeksikan seragam sebesar 200 ccmenit didasarkan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Barat 2011 dengan menggunakan kecepatan 500 ccmenit. Kecepatan yang digunakan pada penelitian ini diturunkan dari kecepatan penelitian sebelumnya, hal ini bertujuan untuk tetap menjaga derajat keasaman dari media air laut, karena volume air yang digunakan lebih sedikit. Aerasi menimbulkan gelembung-gelembung udara di dalam air dan menyebabkan pergerakan serta sistem sirkulasi di dalamnya. Penggunaan batu aerasi membantu memecah gelembung udara agar difusi di dalam air berlangsung lebih cepat dan terserap sempurna oleh makroalga. Lama injeksi pun berpengaruh pada pertambahan bobot, perlakuan yang diaerasi dan injeksi 36 sebanyak 200 ccmenit selama 15 menit P2 hari lebih efektif daripada injeksi sebanyak 200 ccmenit selama 10 menit P1. Namun terjadi sebaliknya pada perlakuan yang tidak diaerasi, injeksi sebanyak 200 ccmenit selama 10 menit P3 lebih efektif daripada injeksi sebanyak 200 ccmenit selama 15 menit P4. Perlakuan K sebagai kontrol hanya mendapatkan aerasi saja, sehingga pertambahan bobotnya lebih lambat daripada perlakuan yang ditambahkan injeksi P1, P2 dan P3. Hal ini tidak berlaku untuk P4 karena mengalami penurunan selisih bobot basah rata-rata pada awal kultivasi. Selisih pertambahan bobot basah rata-rata Gelidium latifolium tersaji pada Gambar 11. Gambar 11. Selisih pertambahan bobot basah rata-rata dan simpangan baku Gelidium latifolium Keterangan : K = kontrol yaitu dengan hanya diberikan aerasi terus-menerus. P1 = injeksi 2.000 cc 200 cc x 10 menit per 3 hari dan aerasi. P2 = injeksi 3.000 cc 200 cc x 15 menit per 3 hari dan diaerasi. P3 = injeksi 2.000 cc 200 cc x 10 menit per 3 hari tanpa aerasi. P4 = injeksi 3.000 cc 200 cc x 15 menit per 3 hari tanpa aerasi . 37 Perlakuan P4 yakni injeksi sebanyak 3.000 cc 200 cc x 15 menit per 3 hari tanpa aerasi mengalami penurunan bobot basah rata-rata pada minggu ke-2 pemeliharaan, namun di minggu selanjutnya pertambahan bobot meningkat kembali. Secara keseluruhan selisih pertumbuhan bobot basah rata-rata menunjukkan peningkatan di awal pemeliharaan, setelah beberapa minggu pemeliharaan mengalami penurunan. Perlakuan P3 yaitu injeksi sebanyak 2.000 cc 200 cc x 10 menit per 3 hari tanpa aerasi mengalami penurunan yang signifikan di akhir pemeliharaan yaitu setelah minggu ke-4. Hal ini berbeda dengan perlakuan P4 yang mengalami penurunan sejak minggu ke-2. Penurunan ini diakibatkan oleh pelunakan bagian thallus sehingga mengurangi bobot basah Gelidium latifolium yang dikultivasi. Bagian thallus yang melunak dipotong agar tidak memengaruhi pertumbuhan bagian yang lainnya. Selisih tertinggi terjadi pada kultivasi P2 di minggu ke-4 sebesar 0,2383±0,11gram, sedangkan selisih pertumbuhan negatif terjadi pada kultivasi P4 di minggu ke-2 sebesar -0,0933±0,37 gram dan kultivasi P3 di minggu ke-6 sebesar 0,0017±0,08 gram Lampiran 3.

4.2 Laju Pertumbuhan Gelidium latifolium