7
2.4 Metode Budidaya
Menurut Aslan 1998, secara umum di Indonesia budidaya makroalga dilakukan dalam tiga metode penanaman berdasarkan posisi tanaman terhadap
dasar perairan. Ketiga metode tersebut dijelaskan sebagai berikut: a.
Metode dasar bottom method Penanaman dengan metode ini dilakukan dengan mengikat bibit tanaman
yang telah dipotong pada karang atau balok semen kemudian disebar pada dasar perairan. Metode dasar merupakan metode pembudidayaan
makroalga dengan menggunakan bibit dengan berat tertentu. b.
Metode lepas dasar off-bottom method Metode ini dapat dilakukan pada dasar perairan yang terdiri dari pasir,
sehingga mudah untuk menancapkan pancang. Metode ini sulit dilakukan pada dasar perairan yang berkarang. Bibit diikat dengan tali rafia yang
kemudian diikatkan pada tali plastik yang direntangkan pada pokok kayu atau bambu. Jarak antara dasar perairan dengan bibit yang akan dilakukan
berkisar antara 20-30 cm. Bibit yang akan ditanam berukuran 100-150 gram, dengan jarak tanam 20-25 cm. Penanaman dapat pula dilakukan
dengan jaring yang berukuran 2,5x5 m² dengan lebar mata jaring 25-30 cm dan direntangkan pada patok kemudian bibit rumput laut diikatkan pada
simpul-simpulnya. c.
Metode apung floating methodlongline Metode ini cocok untuk perairan dengan dasar yang berkarang dan
pergerakan airnya didominasi oleh ombak. Penanaman menggunakan rakit-rakit dari bambu dengan ukuran tiap rakit bervariasi tergantung dari
8
ketersediaan material, umumnya 2,5x5 m² untuk memudahkan pemeliharaan.
Aslan 1998 menyatakan pemanenan makroalga dilakukan bila telah mencapai bobot empat kali dari bobot awalnya yaitu dalam lama pemeliharaan
sekitar 1,5-4 bulan. Indriani dan Sumiarsih 1999 menyatakan makroalga bisa dipanen dalam waktu tanam 6-8 minggu. Menurut Kadi dan Atmadja 1988
pemanenan makroalga dapat dilakukan setelah 1-3 bulan.
2.5 Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Makroalga
Beberapa faktor yang memengaruhi pertumbuhan dari makroalga diantaranya sebagai berikut:
2.4.1 Temperatur
Temperatur merupakan faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme di lautan, karena temperatur memengaruhi aktivitas metabolisme
ataupun perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut Hutabarat dan Evans, 2008. Toleransi temperatur dianggap sebagai faktor penting dalam
menjelaskan biogeografi makroalga. Kenaikan temperatur yang tinggi mengakibatkan thallus menjadi pucat kekuning-kuningan yang menjadikan
makroalga tidak dapat tumbuh dengan baik. Oleh karena itu, temperatur perairan yang baik untuk budidaya makroalga adalah 20-28 °C dengan fluktuasi harian
maksimum 4 °C Puslitbangkan, 1991. Temperatur merupakan faktor sekunder bagi kehidupan makroalga dan fluktuasi yang tinggi akan menghindarkan proses
water mixing pertumbuhan dan reproduksi.
9
Menurut Luning 1990 makroalga mempunyai temperatur kisaran spesifik karena adanya enzim pada tubuhnya. Di daerah tropis makroalga masih dapat
tumbuh pada kisaran temperatur 20-30 ⁰C dan hidup optimal pada 28 ⁰C.
2.4.2 Salinitas
Makroalga tumbuh dengan baik pada salinitas yang tinggi. Penurunan salinitas akibat air tawar yang masuk akan menyebabkan pertumbuhan makroalga
menjadi tidak normal. Salinitas yang dianjurkan untuk budidaya makroalga adalah salinitas pada kisaran 28-34 ppt Zatnika dan Angkasa, 1994. Menurut
Dawes 1981 kisaran salinitas yang baik untuk budidaya makroalga berkisar 30- 35 ppt. Soegiarto et al. 1978 pun menuturkan bahwa salinitas yang cocok untuk
budidaya makroalga adalah 32-35 ppt.
2.4.3 Nutrien
Unsur hara atau nutrien berperan untuk pertumbuhan, terdiri dari mikro nutrien dan makro nutrien. Mikro nutrien merupakan unsur hara yang diperlukan
dalam jumlah yang sedikit sedangkan makro nutrien merupakan unsur hara yang diperlukan dalam jumlah yang banyak. Unsur Nitrogen dan Fosfor merupakan
makro nutrien yang menjadi pembatas pertumbuhan dan perkembangan makroalga. Nitrogen diserap dalam bentuk Nitrat dan unsut Fosfor diserap dalam
bentuk Fosfat Nybakken, 1988. Menurut Indriani dan Sumiarsih 1999 penyerapan unsur hara oleh
makroalga dilakukan oleh seluruh bagian thallus. Akan tetepi harus waspada terhadap unsur-unsur berbahaya seperti Pb dan Hg karena dapat diserap oleh
makroalga yang dapat membahayakan bila dikonsumsi oleh manusia.
10
2.4.4 Derajat keasaman pH
Makroalga cenderung membutuhkan pH yang basa untuk pertumbuhannya. Derajat keasaman yang ideal untuk pertumbuhan makroalga
yaitu 8-9. Apabila perairan terlalu asam maupun basa maka akan menghambat pertumbuhan makroalga Puslitbangkan, 1991. Menurut Zatnika dan Angkasa
1994 derajat derajat keasaman yang baik untuk pertumbuhan makroalga adalah 7-9 dengan kisaran derajat derajat keasaman optimum sebesar 7,3-8,2.
2.4.5 Oksigen Terlarut DO
Oksigen terlarut DO umumnya banyak dijumpai di lapisan permukaan
karena proses difusi dan fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton. Oksigen
terlarut penting dalam mempengaruhi kesetimbangan kimia air laut dan
mempengaruhi kehidupan organisme laut. Baku mutu DO untuk
makroalga
adalah lebih dari 5 mgL Soegiarto et al., 1978.
2.4.6 Kecerahan dan Cahaya
Kecerahan perairan menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Pada perairan alami kecerahan penting
karena erat kaitannya dengan proses fotosintesis. Kebutuhan cahaya yang tinggi bagi makroalga untuk kepentingan fotosintesis terlihat dari sebarannya yang
terbatas pada daerah yang masih menerima cahaya matahari Hutabarat dan
Evans, 2008.
Cahaya yang mencapai permukaan bumi dan perairan terdiri atas cahaya langsung yang berasal dari matahari dan cahaya yang disebarkan oleh awan.
Pigmen klorofil menyerap cahaya biru dan merah, karoten menyerap cahaya biru
11
dan hijau, fikoeretin menyerap cahaya hijau, dan fikosianin menyerap cahaya kuning Cole, 1988.
2.4.7 Hama dan Penyakit
Penyakit yang menyerang makroalga dapat menyebabkan penurunan kualitas baik secara anatomi maupun struktur bagian dalam thallus makroalga,
gejala ini dapat dilihat dengan adanya perubahan warna dan bentuk sehingga laju pertumbuhan makroalga menurun. Ciri-ciri makroalga yang terkena penyakit ais-
ais ditandai dengan timbulnya bintik-bintik pada bagian thallus yang dapat
mengakibatkan thallus menjadi patah apabila dibiarkan dalam waktu relatif lama. Penyebab timbulnya penyakit ini adalah karena adanya mikroba yang menyerang
makroalga yang lemah. Penyakit ais-ais biasanya menyerang 11 makroalga jenis
Eucheuma spp. Gejala yang dapat dilihat adalah perubahan warna menjadi pucat dan pada beberapa thallus menjadi putih dan akhirnya membusuk Direktorat
Jenderal Perikanan Budidaya, 2004. Penyakit white spot merupakan penyakit yang menyerang makroalga jenis
Laminaria japonica di Cina. Penyakit ini menimbulkan gejala terjadinya perubahan warna thallus dari coklat kekuningan menjadi putih kemudian
menyebar keseluruh thallus dan bagian makroalga membusuk dan rontok
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2004.
2.5 Siklus Karbondioksida
Pembakaran bahan bakar fosil batu bara dan minyak bumi oleh kendaraan bermotor dan kegiatan industri meningkatkan kadar
di atmosfer. Karbondioksida merupakan salah satu gas yang memiliki efek rumah kaca green
12
house effect yaitu gas yang menyerap panas yang dilepaskan oleh cahaya matahari. Oleh karena itu, peningkatan kadar
berkorelasi positif dengan peningkatan temperatur bumi yang biasa disebut dengan pemanasan global
Effendi, 2003. Meskipun persentasi
di atmosfer relatif kecil tetapi keberadaannya di perairan relatif tinggi karena
memiliki kelarutan yang tinggi Jeffries dan Mills,1996. Karbondioksida yang terdapat di atmosfer larut ke dalam badan air
akan menghasilkan asam karbonat Cole et al., 1988. Cole et al. 1988 juga mengemukakan bahwa keberadaan
di perairan terdapat dalam bentuk gas karbondioksida bebas
, ion bikarbonat ,
ion karbonat , dan asam karbonat
. Proporsi dari keempat bentuk karbon tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Hubungan antara dengan pH Willoughby, 1978
Karbondioksida yang terlarut di dalam air membentuk beberapa kesetimbangan yang secara terperinci ditunjukkan dalam persamaan
kesetimbangan karbondioksida Mackereth et al., 1989:
13
gas aq
……………………... 1 +
O ……………………… 2
+ ……………………… 3
H +
……………………… 4 +
……………………… 5 O
+ ……………………… 6
Kelarutan dalam air dipengaruhi oleh temperatur. Proses fotosintesis
di perairan dapat memanfaatkan ataupun ion bikarbonat sebagai sumber
karbon Jeffries dan Mills,1996. Namun tumbuhan akuatik misalnya alga lebih menyukai
sebagai sumber karbonnya dibandingkan ion bikarbonat dan karbonat. Bikarbonat sebenarnya dapat digunakan sebagai sumber karbon tetapi
di dalam kloroplas bikarbonat harus dikonversi terlebih dahulu menjadi dengan bantuan enzim karbonik anhidrase Boney, 1989.
2.6 Kegunaan Makroalga
Makroalga dimanfaatkan secara luas baik dalam raw material maupun dalam bentuk hasil olahan. Di Indonesia makroalga digunakan sebagai lalapan,
obat, manisan, dan sayuran. Sedangkan di Jepang digunakan sebagai sayuran, minuman teh, dan campuran pada nasi. Selain itu, pemanfaatan makroalga adalah
sebagai pupuk, makanan ternak, dan sumber energi Atmadja et al., 1996. Salah satu hasil olahan makroalga yang paling potensial dan bernilai
ekonomi adalah polisakarida. Polisakarida yang sangat komersil dari alga yaitu agar, karaginan, dan alginat. Agar merupakan senyawa polisakarida yang
14
memiliki sifat-sifat koloid sehingga banyak dimanfaatkan untuk formulasi berbagai produk. Polisakarida agar dapat diperoleh dari berbagai jenis alga merah
diantaranya Gracilaria sp. dan Gelidium sp. Rachmaniar, 1996b. Menurut John 2010 beberapa spesies alga dengan kandungan pati yang
tinggi dapat dijadikan etanol. Perusahaan penerbangan dan minyak telah mulai menginvestasikan modalnya untuk mengembangkan biofuel dari alga misalnya
US Air Force dan Federal Aviation Administration.
2.7 Karbohidrat