37
Perlakuan P4 yakni injeksi sebanyak 3.000 cc 200 cc x 15 menit per
3 hari tanpa aerasi mengalami penurunan bobot basah rata-rata pada minggu ke-2 pemeliharaan, namun di minggu selanjutnya pertambahan bobot meningkat
kembali. Secara keseluruhan selisih pertumbuhan bobot basah rata-rata menunjukkan peningkatan di awal pemeliharaan, setelah beberapa minggu
pemeliharaan mengalami penurunan. Perlakuan P3 yaitu injeksi sebanyak
2.000 cc 200 cc x 10 menit per 3 hari tanpa aerasi mengalami penurunan yang signifikan di akhir pemeliharaan yaitu setelah minggu ke-4. Hal ini berbeda
dengan perlakuan P4 yang mengalami penurunan sejak minggu ke-2. Penurunan ini diakibatkan oleh pelunakan bagian thallus sehingga mengurangi bobot basah
Gelidium latifolium yang dikultivasi. Bagian thallus yang melunak dipotong agar tidak memengaruhi pertumbuhan bagian yang lainnya.
Selisih tertinggi terjadi pada kultivasi P2 di minggu ke-4 sebesar 0,2383±0,11gram, sedangkan selisih pertumbuhan negatif terjadi pada kultivasi
P4 di minggu ke-2 sebesar -0,0933±0,37 gram dan kultivasi P3 di minggu ke-6 sebesar 0,0017±0,08 gram Lampiran 3.
4.2 Laju Pertumbuhan Gelidium latifolium
Laju pertumbuhan Gelidium latifolium untuk setiap perlakuan bervariasi baik laju pertumbuhan hariannya maupun laju pertumbuhan relatifnya, ekuivalen
dengan pertambahan bobot rata-ratanya. Kultivasi berlangsung selama 42 hari dan pengukuran laju pertumbuhan dilakukan setiap satu minggu sekali.
Pemeliharaan makroalga selama 42 pada penelitian ini didasarkan pada kisaran waktu yang dibutuhkan untuk kultivasi makroalga antara 6-8 minggu Indriani dan
38
Sumiarsih 1999 dan pemanenan dapat dilakukan setelah 6 minggu yaitu saat tanaman dianggap cukup matang dengan kandungan polisakarida maksimum
Mukti 1987. Besarnya nilai laju pertumbuhan harian Gelidium latifolium selama
penelitian berkisar antara 0,02-1,06. Perbedaan laju pertumbuhan harian ini disebabkan oleh perbedaan respon makroalga terhadap perlakuan yang diberikan.
Pemberian karbondioksida atau injeksi pada jumlah yang berbeda
memberikan pengaruh yang berbeda pada lingkungan hidupnya. Berikut adalah grafik laju pertumbuhan harian Gelidium latifolium selama kultivasi 42 hari pada
perlakuan yang berbeda hari tersaji pada Gambar 12.
Gambar 12. Laju pertumbuhan harian dan simpangan baku Gelidium latifolium
Keterangan : K = kontrol yaitu dengan hanya diberikan aerasi terus-menerus.
P1 = injeksi 2.000 cc 200 cc x 10 menit per 3 hari dan aerasi.
P2 = injeksi 3.000 cc 200 cc x 15 menit per 3 hari dan diaerasi.
P3 = injeksi 2.000 cc 200 cc x 10 menit per 3 hari tanpa aerasi.
P4 = injeksi 3.000 cc 200 cc x 15 menit per 3 hari tanpa aerasi.
39
Laju pertumbuhan harian perlakuan P4 yaitu injeksi sebanyak 3.000
cc 200 cc x 15 menit per 3 hari tanpa aerasi sangat fluktuatif , dilihat pada minggu ke-2 terjadi penurunan dari 0,54±0,15 menjadi 0,02±0,85, namun
pada minggu ke-3 mengalami kenaikan menjadi 0,12±0,58 Lampiran 4. Bila melihat perlakuan P4, besarnya injeksi
sebanyak 3.000 cc menyebabkan lingkungan menjadi lebih asam sehingga nilai pH menurun. Penurunan pH juga
terjadi pada P3 dengan besarnya injeksi sebanyak 2.000 cc, namun tidak
sebesar penurunan pH pada P4. Hal ini berbeda dengan P1 dan P2, penurunan pH dapat dinormalkan kembali oleh proses aerasi yang memicu terjadinya resirkulasi
Lampiran 10. Laju pertumbuhan harian selama kultivasi 42 hari dapat diregresikan untuk mengetahui pertumbuhan pada hari-hari selanjutnya. Berikut
adalah persamaaan regresi laju pertumbuhan harian control dan perlakuan yang berbeda Gelidium latifolium.
Tabel 6. Persamaan regresi linear laju pertumbuhan harian Gelidium latifoloum Kontrol
x = 0.463 - 0.000659 t Perlakuan 1
x = 0.913 - 0.00401 t Perlakuan 2
x = 1.02 - 0.00486 t Perlakuan 3
x = 0.698 - 0.00404 t Perlakuan 4
x = 0.322 - 0.00502 t Nilai x adalah besarnya laju pertumbuhan sedangkan t adalah lamanya
waktu kultivasi. Persamaan regresi kontrol dan beberapa perlakuan menunjukan nilai yang berbeda-beda. Laju pertumbuhan harian tertinggi dari semua perlakuan
terjadi pada P2 yaitu 1,06±0,14 di minggu ke-4, sedangkan laju pertumbuhan harian terendah dari semua perlakuan terjadi pada P4 yaitu 0,02±0,85 di minggu
ke-2. Kondisi laju pertumbuhan harian pada akhir pertumbuhan setiap perlakuan
40
juga mengalami penurunan karena pada minggu tersebut pertumbuhan telah mengalami fase stasioner Lampiran 4. Laju pertumbuhan harian menunjukkan
persentase perbandingan antara bobot saat akhir kultivasi dan bobot saat awal penanaman per satuan waktu.
Selain faktor derajat keasaman, salinitas pun memengaruhi laju pertumbuhan Gelidium latifolium. Nilai salinitas tidak hanya berpengaruh pada
pertumbuhan makroalga, tapi juga memicu organisme lain untuk tumbuh baik pada lingkungan tersebut. Salah satunya adalah fungi Rhizopus sp. yang
menempel pada thallus Gelidium latifolium. Fungi ini menyebabkan penurunan laju pertumbuhan harian kulivasi P4 pada minggu ke-2 dan P3 pada minggu ke-6.
Organisme mikro lainnya seperti mikroalga, tumbuh pada akuarium sehingga tampak seperti warna hijau di dinding-dinding akuarim.
Metode kultivasi monoline floating efektif untuk pemeliharaan Gelidium latifolium selama penelitian. Hal ini sesuai dengan pernyataan Aslan 1998
bahwa tingkat pertumbuhan makroalga dengan metode apung adalah sekitar 2,00-3,00, metode lepas dasar sekitar 1,66-1,75, dan metode dasar sekitar
0,30-0,53. Menurut Soegiarto et al. 1978 kisaran laju pertumbuhan makroalga yang baik adalah antara 2-3. Kultivasi pada setiap perlakuan dalam penelitian
belum termasuk pada kategori baik karena laju pertumbuhannya kurang dari 2 sampai akhir pemeliharaannya.
Selain laju pertumbuhan harian, Gelidium latifolium juga memiliki pertumbuhan relatif. Berikut adalah diagram laju pertumbuhan relatif Gelidium
latifolium selama 42 hari pada setiap perlakuan tersaji pada Gambar 13.
41
Gambar 13. Laju pertumbuhan relatif Gelidium latifolium
Keterangan : K = kontrol yaitu dengan hanya diberikan aerasi terus-menerus.
P1 = injeksi 2.000 cc 200 cc x 10 menit per 3 hari dan aerasi.
P2 = injeksi 3.000 cc 200 cc x 15 menit per 3 hari dan diaerasi.
P3 = injeksi 2.000 cc 200 cc x 10 menit per 3 hari tanpa aerasi.
P4 = injeksi 3.000 cc 200 cc x 15 menit per 3 hari tanpa aerasi.
Besar laju pertumbuhan relatif Gelidium latifolium di akhir kultivasi pada setiap perlakuan yang berbeda dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah
adalah P2 sebesar 32,66, P1 sebesar 29,43, P3 sebesar 19,82, K sebesar 16,64, dan P4 sebesar 7,91 Lampiran 5. Laju pertumbuhan relatif
menunjukkan hubungan presentase bobot saat akhir kultivasi dan bobot saat awal penanaman.
Hasil analisis secara statistik dengan selang kepercayaan 95, menghasilkan bahwa perlakuan K yaitu kontrol memiliki nilai variasi ragam b.
Perlakuan P1 yaitu injeksi sebanyak 2.000 cc 200 cc x 10 menit per 3 hari
dan aerasi, P2 yaitu injeksi sebanyak 3.000 cc 200 cc x 15 menit per 3 hari
dan aerasi, serta P3 yaitu injeksi sebanyak 2.000 cc 200 cc x 10 menit per 3
hari tanpa aerasi berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan Gelidium
42
latifolium, ketiganya masing-masing memiliki variasi ragam d, e, dan c. Perlakuan P4 yaitu injeksi
sebanyak 3.000 cc 200 cc x 15 menit per 3 hari tanpa aerasi memiliki nilai variasi ragam a Lampiran 8.
Nilai variasi ragam c sampai e merupakam jarak peringkat antara satu nilai rata-rata dengan rata-rata lainnya setelah diurutkan. Nilai variasi ragam e
memiliki nilai rata-rata laju pertumbuhan bobot yang paling tinggi, sedangkan nilai variasi ragam a memiliki nilai rata-rata laju pertumbuhan bobot yang paling
rendah. Perlakuan K sebagai kontrol berada pada peringkat b artinya perlakuan P1, P2, dan P3 memiliki besar nilai rata-rata laju pertumbuhan bobot lebih tinggi
dari perlakuan kontrol sedangkan perlakuan P4 memiliki besar nilai rata-rata laju pertumbuhan bobot lebih rendah.
Selain pengujian berdasarkan perlakuan, dilakukan juga analisis statistik berdasarkan waktu kultivasi makroalga. Hasilnya menunjukkan bahwa pengaruh
lamanya hari tidak berbeda nyata terhadap laju perlumbuhan Gelidium latifolium
sehingga tidak diperlukan uji lanjut untuk melihat variasi nilai ragamnya.
4.3 Pemanfaatan Karbondioksida pada Kultivasi Gelidium latifolium