54
thallus. Thallus mengalami perubahan fisik terutama tekstur yang semakin lunak karena terjadi degradasi kadar selulosa Hidayat et al., 2006.
4.6 Kadar Karbohidrat Gelidium latifolium
Berbagai jenis Gelidium di Indonesia dan negara lain dimanfaatkan sebagai bahan baku pabrik agar-agar. Kandungan agarnya berkisar antara 12-48
tergantung jenisnya, sedangkan kandungan agarnya di Indonesia Sulawesi mencapai 30 Aslan, 1998. Menurut Rasyid et al. 1999 Gelidium sp.
memiliki kandungan agar 26,5. Hasil uji kadar karbohidrat yang dilakukan dalam penelitian berkisar antara 16,40-20,40.
Kadar karbohidrat yang diuji adalah jenis monosakarida yaitu glukosa dan dihasilkan dari hidrolisis pati amilum. Penentuan kadar karbohidrat kuantitatif
dilakukan melaui metode Luff Schrool dengan prinsip dasarnya adalah hidrolisis karbohidrat dalam Gelidium latifolium kering menjadi monosakarida yang dapat
mereduksi menjadi
SNI 01-2891-1992. Tahapan reaksi yang terjadi adalah :
R-COH +
CuO
Cu +
R-COOH +
CuO
Cu +
O Cu
+ 2KI
Cu
+ 2Cu
+
+
NaI Uji kadar karbohidrat dilakukan sebelum dan sesudah kultivasi. Kadar
karbohidrat sebelum kultivasi nilainya sebesar 18,23, sedangkan setelah kultivasi bervariasi sesuai perlakuannya. Kadar karbohidrat kontrol nilainya
55
sebesar 19,40, P1 sebesar 20,40, P2 sebesar 19,40, P3 sebesar 16,87, dan P4 sebesar 16,40. Besar kelima nilai kadar karbohidrat setelah kultivasi
tersebut tidak terlalu berbeda dengan nilai kadar karbohidrat sebelum kultivasi. Kadar karbohidrat Gelidium latifolium sebelum dan sesudah kultivasi tersaji pada
Tabel 7.
Tabel 7. Kadar karbohidrat Gelidium latifolium sebelum dan sesudah kultivasi
Kadar karbohidrat pada perlakuan P3 dan P4 merupakan kadar paling kecil dibandingkan yang lainnya. Nilai ini terjadi diperkirakan karena pada P3 dan P4
tumbuh fungi yang memfermentasi sakarida dari bagian thallus makroalga. Menurut Sudarmaji dan Markakis 1977, selama proses fermentasi akan terjadi
perubahan pada kadar air setelah 24 jam fermentasi, kadar air akan mengalami penurunan menjadi sekitar 61 dan setelah 40 jam fermentasi akan meningkat
lagi menjadi 64. Perubahan-perubahan lain yang terjadi selama fermentasi adalah berkurangnya kandungan oligosakarida penyebab flatulence. Penurunan
tersebut akan terus berlangsung sampai fermentasi 72 jam. Kadar karbohidrat sebelum kultivasi lebih rendah dari K, P1, dan P2,
setelah kultivasi dikarenakan sampel yang uji sebelum kultivasi adalah bibit yang memiliki karakteristik thallus lebih muda daripada sampel yang telah dikultivasi.
Setelah dikultivasi Gelidium latifolium telah mengalami proses metabolisme dan
Waktu Uji Perlakuan
Kadar Karbohidrat
Sebelum kultivasi -
18.23 Sesudah kultivasi
K 19.40
P1 20.40
P2 19.40
P3 16.87
P4 16.40
56
katabolisme sehingga biomassa thallus lebih banyak mengandung karbohidrat hasil pemanfaatan energi cahaya melalui fotosintesis menjadi biomassa.
Pengaruh penambahan injeksi pada kultivasi terhadap jumlah C
karbon organik adalah kaitannya dengan biomassa thallus yang dihasilkan. Karbondioksida merupakan sumber karbon anorganik yang dikonversi ke dalam
karbon organik berupa karbohidrat. Apabila bahan baku karbon tersedia di lingkungan secara mudah makan kegiatan fotosintesis yang memanfaatkan karbon
anorganik akan berjalan dengan mudah, namun harus didukung dengan ketersediaan faktor lainnya seperti cahaya, nutrien, dan parameter fisik lainnya.
57
5. KESIMPULAN DAN SARAN