Wacana Pesan Moral Novel Faith and The City Dilihat dari Analisis
Novel fiksi ini dibuat pengarang sebagai lanjutan dari novel sebelumnya yang mengangkat tentang Islamophobia, bedanya dinovel ini pengarang
menceritakan bagaimana peran media yang ikut serta memutarbalikan image Islam dimata dunia dibalut dengan kisah yang berasal dari kehidupan nyata
sang pengarang. Yang mana Hanum Rais merupakan mantan reporter di Indonesia dan
Mancanegara, tidak heran lagi Hanum menceritakannya di novel ini, ia menceritakan bagaimana sisi gelap media yang selalu menuntut share and
rating yang tinggi, tekanan dari atasan dan jam kerja yang tidak beraturan diungkapkan secara gamblang dinovel ini.
Begitu pula partner hidupnya Rangga Almahendra yang mengajak Hanum untuk berkeliling ke Eropa dan Amerika yang sekaligus menemani Rangga
untuk menyelesaikan studi S3nya di Eropa, disela-sela tersebut Hanumpun mengisi waktunya untuk menjadi reporter disana.
Novel ini pun sekaligus menceritakan pengalaman pengarang yang kala itu dihadapkan pada dilema, apakah akan memilih karir di dunia media yang
selama ini dicita-citakan dan juga pilihan untuk tetap mendampingi suami sebagai ibu rumah tangga biasa.
99
Maka dari itu tokoh utama dan alur ceritanya dibuat sesuai dengan pengalaman pengarang, walaupun cerita ini fiksi namun
masih ada balutan kisah nyata didalamnya yang dituangkan dalam novel ini. Dalam novel tersebut diceritakan bagaimana ambisi tokoh utama untuk
dapat mewujudkan cita-citanya selama ini yaitu menjadi wartawan internasional distasiun televisi terkenal, namun ambisi harus selalu dibarengi
99
Wawancara Pribadi dengan Hanum Rais Salsabiela dan Rangga Almahendra. Jakarta, 22 April 2016
dengan keimanan agar kita selalu ingat bahwa Allah selalu mengawasi kita dimana pun kita berada. Apabila keimanan itu hilang, maka kita akan
menghalalkan segala cara untuk mencapai keinginan tersebut. Selain itu pengarang juga menceritakan problematika dalam hubungan
suami-istri yang sudah lumrah dikalangan masyarakat kita tentang impian seorang sitri, tentang restu seorang suami dan tentang suatu impian yang
mungkin mampu dicapai namun malah mampu menghancurkan keluarga yang telah terbina dengan baik.
Selain itu novel inipun mengingatkan kepada kita bahwa didunia ini tidak ada yang abadi. Impian yang telah menjadi kenyataan, tetaplah menjadi sebuah
ilusi yang bisa saja melupakan iman dan keyakinan yang selama ini dipercayai. Maka dari kejarlah dunia namun jangan melupakan akhirat.
Pengarang mencoba memasukan pesan-pesan moral yang baik lewat kisah- kisah yang digambarkan dalam novelnya tersebut secara eksplisit, jadi sebagai
pembaca kita pun dapat menikmatinya dengan mudah dan sekaligus mendapatkan pengetahuan dan pembelajaran. Selain itu dinovel ini pun
menyisipkan beberapa moment humor yang biasa terjadi pada masyarakat, walupun novel Islam tetapi novel ini tidak terlalu kaku, masih santai seperti
membaca novel pada umumnya. Covernyapun dibuat cerah terang di sertai ilustrasi yang meraik. Memang pengarang menargetakan kalangan muda untuk
membaca Novel ini. Diharapkan pembaca dapat menikmati membacanya sekaligus mendapatkan siraman rohani.
Memang dari awal sang pengarang membuat karya tulisnya dari mulai
Menapak Jejak Amien Rais, 99 Cahaya Di Langit Eropa, Berjalan Di Atas
Cahaya, Bulan Terbelah Di Langit Amerika, serta Faith and The City itu memiliki latar belakang yang sama, yaitu ajakan untuk menjadi agen muslim
yang baik.
100
Agen muslim yang baik adalah agen muslim yang bisa memberi manfaat bagi sesama, untuk sekitarnya. Agen muslim yang bukan hanya
mempunyai iman, tapi juga yang mempunyai amal sholeh yang bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya.
Kredibiltas tulisan dan isinya pun sudah tidak perlu diragukan lagi apabila kita melihat latar belakang sang pengarang yang seorang jurnalis yang
melalang buana ke daratan Eropa dan Amerika, pengarangpun tercatat sebagai anak kedua dari tokoh yang terkenal di Indonesia yaitu Amin Rais.
Jadi menurut penulis, tujuan pengarang membuat novel ini adalah untuk mengingatkan kepada kita jangan sampai kita tenggelam digemerlapnya dunia
yang membuat kita lupa bahwa hidup di dunia ini hanya sementara dan akhirat itu kekal selama-lamanya. Maka dari itu Ambisi yang besar harus diimbangi
dengan keimanan dan ketaqwaan yang kuat agar kita tidak lupa bahwasanya hidup ini hanya sementara.
Selain itu buku ini mengingatkan pada kita bahwa hidup didunia ini tidak sendiri, beragam macam suku, ras dan agama sama-sama menginjakan kaki
pada tempat yang sama. Sudah sepapatutnya kita harus bisa saling menghargai dan saling tolong menolong. Dengan adanya perdamain tersebut diharapkan
tidak ada lagi manusia yang saling berkonflik dan menggadu domba, sayangnya pasca kejadian tragis 911 di Tower Menara WTC New York
Amerika Serikat, Ketakutan terhadap agama Islam atau yang dikenal dengan
100
Wawancara Pribadi dengan Hanum Rais Salsabiela dan Rangga Almahendra. Jakarta, 22 April 2016
istilah Islamophobia, muncul di tengah-tengah masyarakat dunia khususnya warga Amerika Serikat. Namun trend Islamophobia tersebut justru
dimanfaatkan media-media besar untuk meraup keuntungan, walaupun berita tersebut menyakitkan bagi kaum muslim, tetapi demi sebuah keuntungan, share
and rating itu semua bisa terjadi, bad news is a good news maka dari itu buku ini membuka sisi gelap dari media yang mana bertujuan agar para pembacanya
jangan pernah menelan mentah-mentah informasi yang di dapatkan, cek dahulu kebenaran dari berita tersebut, barulah kita dapat menyimpulkan isi dari berita
tersebut. Dengan kompetensi dan pengalaman pengarang diharapkan buku ini selain
dibaca untuk hiburan tetapi juga bisa sebagai sarana untuk mendekatan diri kepada Tuhan dan sekaligus untuk mengintropeksi diri kita menuju lebih baik
lagi dikemudian hari.
C.
Wacana Pesan Moral Novel Faith and The City Dilihat dari Konteks
Sosial.
Konteks sosial merupakan dimensi terakhir dari analisis wacana yang
diungkapkan oleh Van Dijk. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa konteks sosial adalah faktor eksternal yang mempengaruhi cerita atau teks,
sehingga menjadi salah satu alasan bagi pengarang dalam menulis novelnya. Menurut penulis salah satu faktor pengarang menulis bukunya ini adalah
untuk melawan isu Islamophobia yang terjadi dinegara barat, pengarang ingin munjukan bahwa agama Islam dan masyarakat Islam tidak seperti yang
dibayangkan, bahwa agama Islam adalah agama yang suci, indah dan sesungguhnya cinta dengan yang namanya perdamaian demikan pula dengan
masyarakatnya, dan tidak ada satupun hal yang harus ditakuti dari Agama tersebut yang mengakibatkan munculnya isu Islamophobia atau ketakutan
terhadap agama Islam. Pada dasarnya isu Islamophobia disebabkan banyak hal. Namun situasi
yang tidak mengenakan bagi umat Islam terebut, justru dimanfaatkan oleh pengaruh media dan ketidaktahuan akan Islam dikebanyakan orang barat.
Ketidaktahuan orang-orang tersebut lah yang memperparah akan isu Islamophobia ditambah peran media yang terkadang suka memputar balikan
fakta, tidak tahu itu benar apa tidak yang penting berita yang ia tayangkan disenangi oleh masyarakat luas dan yang pasti berita-berita tersebut semakin
menyudutkan Islam dimata orang barat. Pengarang pun mengakui bahwa terdapat ketidakwajaran atau ketidak sehatan dunia media kita saat ini. Dimana
sistem rating itu membuat media berlomba-lomba memberitakan hal-hal untuk dicari sensasinya, mencari hal-hal yang ujung-ujungnya adalah untuk menarik
iklan. Di mana akhirnya banyak perusahaan- perusahaan media ini yang melupakan etika. Contoh yang paling nyata adalah maraknya pemberitaan
terkait ISIS, Bom Bunuh diri di Timur tengah. Hal ini mengindikasikan bahwa media hanya mengejar rating, mengejar iklan dan tentu saja image umat Islam
banyak yang dikorbankan dengan cara berpikir yang seperti ini.
101
Dari situlah pengarang menggambarkan sosok Hanum yang bekerja disalah satu media terbesar di New York Amerika dimana pengarang mencoba
membuka sisi gelap dari media dimana share and rating begitu didewakan demi sebuah keuntungan yang sangat besar tanpa mempedulikan perasaan
101
Wawancara Pribadi dengan Hanum Rais Salsabiela dan Rangga Almahendra. Jakarta, 22 April 2016
disekelilingnya. Tapi pengarang memasukan unsur pesan-pesan yang bisa kita petik dari buku tersebut semperti ambisi dengan keimanan, taat terhadap suami,
professional dalam bekerja, toleransi dan keberhati-hatian dalam menerima informasi.
Untunglah dengan ambisi yang besar yang dimiliki Hanum, Hanum masih memiliki keimanan dan ketaqwaan, disaat ia disuruh oleh bosnya untuk
mencari berita yang harus mendapatkan share and rating tinggi bagaimanapun caranya walupun berita itu dapat melukai perasaan orang lain, yang penting
target tercapai dan dapat mendapatkan keuntungan. Namun Hanum memilih untuk mencoba untuk tidak melukai perasaan orang yang ia wawancarai dan
terus berkreasi agar program yang ia komandoi masih sesuai dengan visi misinya dan tidak melukai perasaan siapapun, hasil kreasi atas programnya pun
berhasil dan menginspirasi banyak orang. Namun pencapaian-pencapai yang sudah Hanum terima nampaknya tidak akan puas bagi Bosnya. Hanumpun
terus ditekan agar dapat selalu mencapai target tersebut. Keluarga yang ia bina bersama suaminyapun lambat laun semakin Renggang. Pada akhirnya
Hanumpun sadar bahwa ia telah dimanfaatkan oleh dunia yang sama sekali tidak mencintainya, bahwa ambisinya tersebut justru dapat merusak hubungan
baik yang telah ia pupuk sedari dulu. Pada akhirnya penulis melihat, dalam menulis pengarang memasukan
thema paket lengkap, dalam artian pesan-pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang seperti isu Islamophobia, sisi gelap media, keluarga, cinta, ambisi,
semangat beragama, dan toleransi dapat disajikan dengan apik melalui skema tulisan dan alur cerita dalam novel tersebut. Dengan begitu harapan pengarang
sebagai Agen Muslim yang baik yang bisa memberi manfaat bagi sesama,
untuk sekitarnya. Agen muslim yang bukan hanya mempunyai iman, tapi juga yang mempunyai amal sholeh yang bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya,
dapat tercapai. Semoga penulis dan pembaca novel tersebut dapat mendapatkan manfaat yang besar dari membaca novel Faith and the City ini.
93
BAB V PENUTUP