Photostimulable Luminesence Fuji Film Bio _Imaging Analyzer BAS_1800II

35 berukuran sekitar 5µm. Eu 2+ merupakan pusat luminesensi dan kristal senyawa BaFBr:Eu 2+ dilapiskan pada bahan polyster polymer. Kristal ini yang termasuk masih dalam family BaFX:Eu 2+ X dapat berupa Cl, Br atau I yang termasuk dalam unsur halogen merupakan kristal ionik dengan stuktur tetragonal dengan Eu 2+ didopingkan dan Ba akan terlepas. Bila diradiasi maka elektron terjebak pada kisi F dan ion X menghasilkan 2 macam warna photostimulable luminesensi PSL. Pusat warna tergantung pada kesenjangan gap antara komposisi stokiometri F dan X. Tipe warna ditentukan dengan membandingkan nilai teoritis dan yang terukur dengan asumsi kisi kosong adalah anion. Intensitas luminesensi yang dihasilkan sebagai energi yang dibebaskan pada pusat wana secara relatif berubah antara intensitas luminesense biru dengan ion Eu 2+ dan luminesense merah dengan ion Eu 3+ yang dideteksi dalam suatu jumlah jejak. www.fujifilm.comproductsscienceip-3k

2.4.3.2. Photostimulable Luminesence

Mekanisme luminesensi menyangkut kristal BaFBr:Eu 2+ dalam pembentukan photostimulable luminesensi PSL. Bagian dari ion Eu 2+ menjadi ion Eu 3+ melalui eksitasi utama ketika disinari sinar X dengan elektron yang sedang dilepaskan ke dalam pita konduksi. Elektron ini terjerat ke dalam kisi-kisi kosong ion Br pada kisi defek dan pusat warna terbentuk dalam keadaan metastabil. Ketika sinar eksitasi PSL teradiasi diserap oleh pusat warna, elektron yang terjerat dibebaskan lagi ke dalam pita konduksi. Dengan kata lain ion Eu 3+ berstatus eksitasi ion Eu 2+ untuk melepaskan PSL. Elektron yang tereksitasi terjerat ke dalam kisi-kisi kosong ion halogen Br di dalam kristal akan 36 membuat pusat warna menjadi metastabil dan memancarkan energi radiasi. Iradiasi oleh sinar laser yang diserap oleh pusat warna menghasilkan elektron lagi dan penggabungan ulang energi pada lubang dipindahkan ke ion Eu 2+ . Sehingga pada pusat luminesense menghasilkan luminesense. Mekanisme PSL diperlihatkan pada gambar 2.16. Gambar 2.16 Mekanisme pembentukan PSL www.fujifilm.comproductsscienceip-3k Luminesense ini akan dibaca oleh raster scanning yang tak lain adalah sinar laser untuk membebaskan luminesense. Selanjutnya luminesense akan dikumpulkan dan dideteksi oleh tabung photomultiplier yang signal outputnya akan diubah menjadi data digital untuk membentuk citra yang telah direkam. Pembentukkan citra ini juga dikarenakan interaksi sinar X dengan materi yang mempunyai koefisien atenuasi yang berbeda-beda sehingga terbentuk citra. Signal sinar X yang tersimpan pada digital IP akan meluruh secara eksponensial bila tersinari oleh cahaya tampak. Dengan kata lain pada proses ini terjadi secara reversible, sehingga IP dapat digunakan kembali kapan pun. Oleh karena itu IP yang telah 37 digunakan untuk merekam citra sinar X harus dilindungi dari cahaya tampak yang dapat menembusnya. Proses perekaman, pembacaan dan penghapusan film Imaging Plate dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 2.17 Proses perekaman, pembacaan dan penghapusan film Imaging Plate www.fujifilm.comproductsscienceip-3k Proses exposing atau erasing pada gambar di atas yaitu pembebasan luminisence agar dapat digunakan lagi oleh cahaya tampak akan berlangsung kurang lebih 10 sampai 15 menit sampai proses eksitasi berhenti secara berlahan – lahan dan IP siap untuk diekspos kembali. Sebenarnya proses penyerapan sinar X dengan phospor identik dengan proses penyerapan pada film Roentgen biasa. Perbedaannya terletak pada proses yang terjadi setelah sinar X berinteraksi dengan kristal phospor. Proses yang terjadi yaitu elektron yang tereksitasi atau terionisasi dan hole yang dihasilkan akan terperangkap dalam kristal phospor itu sendiri. Tetapi ketika distimulasi dengan radiasi sinar infra merah, elektron akan berpindah ke pita konduksi dan 38 akan kembali ke posisi semula sambil melepaskan foton berwarna biru liminisence. Kristal phospor yang terdapat pada IP merupakan bahan yang dapat memancarkan cahaya ketika terkena radiasi, sinar UV, berkas elektron atau ketika dipanaskan yang disebut sebagai fluoresensi. Sedangkan yang dimaksud fluoresensi merupakan peristiwa memancarnya cahaya pada phospor karena terstimulasi, dan cahaya yang mengenainya menghilang secara spontan. Sedangkan ketika sebagian phospor tetap memancarkan cahaya untuk beberapa saat setelah stimulasi berhenti disebut phosporesence.Untuk membaca fenomena pada phospor yaitu intensitas yang dihasilkan dari perekaman citra menggunakan PSL photostimulable luminisence. Fenomena PSL ini merupakan konsep dasar IP sebagai sensor citra sinar X yang menyimpan informasi radiasi pertama dan melepaskan informasi tersebut dalam bentuk cahaya. Ciri yang menjadikan detektor IP lebih ideal dan mudah pengoperasiannya dibandingkan dengan citra yang lain yaitu : 1. Sensitivitasnya sangat tinggi. Bisa mencapai 10 kali lebih sensitif dibandingkan film Roengten biasa, dan sekitar seribu kali terhadap sample. 2. Jangkauan fotografinya lebih luas. Penambahan jangkauan mencapai 10 4 sampai 10 5 melebihi jangkauan dari metode fotografi film Roengten. 3. Mempunyai sifat linearitas yang tinggi. Emisi fluoresensi sesuai pada dosis di dalam jangkauan. 39 4. Signal listrik digital secara otomatis ada pada saat pembacaan. Proses digitalisasi atau kombinasi dengan system lainnya sangat mudah 5. Resolusi ruang per bagian yang lebih tinggi. Jika dibandingkan dengan alat elektronik lainnya, kerapatan piksel yang lebih tinggi dapat diatur untuk tujuan tetentu lebih bebas sesuai keinginan dibandingkan film Roengten biasa. 6. Dapat digunakan secara berulang-ulang. Radiasi yang tersisa dapat dihapus dengan cahaya tampak sampai hampir habis. 7. Karena detektor Film Imaging Plate bertipe integral, metode IP hanya menghasilkan sedikit kesalahan perhitungan pada kerapatan fluks yang tinggi, bahkan kadang-kadang terjadi pada detektor bertipe pulsa seperti tabung penghitung proporsional dan penghitung sintilasi. www.fujifilm.comproductsscienceip-3k Dari penjelasan di atas menggambarkan bahwa metode menggunakan detektor film Imaging Plate sebagai pengganti sensor citra radiasi secara konvensional, tidak hanya menampilkan citra radiasi yang nyata dengan sensitivitas yang tinggi tetapi juga memungkinkan menentukan letak dan intensitas sinar X dari citra radiasi.

2.5. Kualitas Citra