APLIKASI ANALISIS CITRA DETAIL PHANTOM DENGAN METODE KONVERSI DATA DIGITAL KE DATA MATRIK UNTUK MENINGKATKAN KONTRAS CITRA MENGGUNAKAN FILM IMAGING PLATE
i
KONVERSI DATA DIGITAL KE DATA MATRIK UNTUK MENINGKATKAN KONTRAS CITRA MENGGUNAKAN FILM
IMAGING PLATE
UMI PRATIWI M0201049
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh derajat Sarjana Sains pada jurusan Fisika
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2006
(2)
ii
APLIKASI ANALISIS CITRA DETAIL PHANTOM DENGAN METODE KONVERSI DATA DIGITAL KE DATA MATRIK UNTUK
MENINGKATKAN KONTRAS CITRA MENGGUNAKAN FILM IMAGING PLATE
UMI PRATIWI M0201049
Dinyatakan lulus ujian skripsi oleh tim penguji Pada hari Sabtu, 29 Juli 2006
Tim Penguji
Dra. Suparmi, M.A.,Ph.D (ketua) ………
Drs. Cari, M.A.,Ph.D (sekretaris) ………
Khairuddin, S.Si.,M.Phil ………
Viska Inda Variani, S.Si., M.Si ………
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana sains
Dekan Fakultas Matematika Ketua Jurusan Fisika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Drs. H. Marsusi, M.S Drs. Harjana, M.Si.,Ph.D NIP. 130906776 NIP. 131570309
(3)
iii
APLIKASI ANALISIS CITRA DETAIL PHANTOM DENGAN METODE KONVERSI DATA DIGITAL KE DATA MATRIK UNTUK
MENINGKATKAN KONTRAS CITRA MENGGUNAKAN FILM IMAGING PLATE
UMI PRATIWI M0201049
Dengan ini saya menyatakan bahwa isi intelektual dari skripsi saya adalah hasil kerja saya dan sepengetahuan saya hingga saat ini isi skripsi tidak berisi materi yang telah dipublikasikan atau ditulis oleh orang lain atau materi yang telah diajukan untuk mendapatkan gelar kesarjanaan di Universitas Sebelas Maret Surakarta atau di perguruan tinggi lainnya kecuali yang telah ditulis dalam daftar pustaka skripsi ini dan segala bentuk bantuan dari semua pihak telah ditulis di bagian ucapan terimakasih.
Surakarta, 1 Agustus 2006 Penulis
(4)
iv
“Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit dan semua makhluk yang melata di Bumi dan juga para malaikat, sedang mereka (malaikat) tidak
menyombongkan diri”
“M ereka takut kepada Tuhan mereka yang berkuasa di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan kepada mereka”
(5)
v
Dengan ucapan syukur alhamdulillah, atas segala rahmat dan inayahNya K arya kecilku ini kupersembahkan untuk… …
Abah dan I bu tercinta, yang sudah mendidik dan membimbing ku selama ini. L impahan kasih sayang yang selalu tercurah, untaian doa yang tak terhenti… … .
Takkan pernah bisa tergantikan oleh apapun… …
K akak-kakakku YuHani-M asAgus, YuChotim-M asArif, M asBus-M baYuni, YuNila-M asBudi, yang sangat aku sayangi… …
(6)
vi
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT Sang Penguasa alam yang selalu menaungi kita dalam limpahan rahmat dan kasih sayang Nya. Menjaga hati-hati kita agar istiqomah hingga tak lekang dimakan waktu serta tak redup dibawa berlari. Kepada-Nya lah diri ini berserah diri dan mengharap ridho-Nya. Sholawat dan salam semoga tercurah kepada Rasullullah Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, para tabiin dan mujahid-mujahidah sampai titik perjuangan terakhir.
Rasa syukur tak terkira kepada Allah SWT penulis panjatkan atas kesempatan dan pertolongan yang telah diberikan untuk dapat menyusun dan menyelesaikan karya ini. Dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1. Bapak Drs. Marsusi,M.S., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Drs. Harjana, M.Si., Ph.D., selaku Ketua Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Ibu Dra. Suparmi, M.A.,Ph.D.,selaku Pembimbing Skripsi. Terimakasih atas
segala bimbingan, motivasi dan nasehat yang telah diberikan
4. Bapak Drs. Cari, M.A.,Ph.D., selaku Pembimbing Skripsi. Terimakasih atas bimbingannya selama ini.
5. Ibu Utari, S.Si,M.Si., selaku Pembimbing akademik. Terimakasih atas bimbingan, motivasi dan bantuan yang telah diberikan.
6. Ibu Kartika, S.Si., M.Si., terimakasih atas nasehat, masukan dan bimbingannnya.
7. Seluruh Staf Sub. Lab. Fisika Laboratorium Pusat MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta (Pak Eko, Mas Ari, Mas Johan, Mas Mul). Terimakasih atas bantuannya selama ini.
8. Kakak-kakaku (YuHani-MasAgus, YuChotim-MasArif, MasBus-MbaYuni, YuNila-MasBudi), terimakasih tak terkira atas doa, wejangan, perhatian dan kasih sayang yang diberikan.
(7)
vii
kalian…semoga dipertemukan di Syurga kelak…Amin
10.Teman-teman Fisika 2001 (Budi, Farida UmiK, Rahima, Anis, Achi, Wahyu, Aulia, Ustadi, Triyono, Ahmad, Pandoyo, Eni, Hani, Heni, Satuti, Widya, Eryanto, Arifin, Supri, Eko…..pokoke semuanya) Aku senang belajar bersama kalian…..Susie terimakasih atas bantuan dan perhatiannya selama ini….cepet nyusul wisudanya ya…juga buat Siwi, Uswah…Trims atas bantuannya
11.Teman-teman kost Alquds (mbaCha, mbaSofi, mbaFitri, mbaDesah, Erlina, Deasy, Nanik) terimaksih atas bantuan dan kebersamaannya dan Kost di Petoran (mba Estonk, mbaEko, Dwifa, Rani, Hanum, Luki) terimaksih atas canda dan tawanya….aku senang bersama kalian.
12.Mbak Wiks, mba Izzah, mba Cha, mba Yana, mba Nurma, mba Idho, mba Ihda….kusumawati’s crew.Terimaksih atas nasehatnya, karena kalian aku jadi dewasa…
13.Adek-adekku (IdaZ, Anis, Isnu, TriS, Triwin, Huma,….) yang ada di BSI’s ‘05 Crew.Tetap semangat ya…walaupun onak dan duri terus menghadang. 14.Seluruh keluarga di Panisihan, Kroya dan Bumiayu terimaksih atas dukungan
moral maupun materiil. Dan buat keponakanku (Syaeful, fibri, Idzni, Hirzi, Hanan…) kalian selalu mewarnai hari-hari indah dan ceriaku selama ini. 15.Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga segala bantuan dan keikhlasan yang telah diberikan kepada penulis, mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis sadar sepenuhnya, karya ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi perbaikan karya ini, semoga bermanfaat dan dapat menambah referensi dan wawasan untuk penelitian selanjutnya.Amin.
Surakarta, 1 Agustus 2006 Penulis
(8)
viii
Halaman
Halaman Judul... i
Halaman Pengesahan ... ii
Lembar Pernyataan Keaslian... iii
Percikan... iv
Persembahan ... v
Kata Pengantar ... vi
Daftar Isi... viii
Daftar Tabel ... xi
Daftar Gambar... xiii
Abstract/ Intisari... xvi
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan Penelitian ... 4
1.3. Perumusan Masalah ... 4
1.4. Batasan Masalah... 5
1.5. Manfaat Penelitian ... 6
1.6. Sistematika Penelitian ... 6
BAB II LANDASAN TEORI ... 8
2.1. Pengantar... 8
2.2. Sinar X ... 9
2.2.1. Produksi dan Prinsip Dasar Sinar X... 9
2.2.2. Sifat-sifat Sinar X... 10
2.2.3. Jenis-jenis Sinar X ... 12
2.2.4. Interaksi Sinar X dengan Materi ... 16
2.3. Koefisien Atenuasi ... 25
2.4. Detektor Sinar X ... 29
2.4.1. Pengantar... 29
(9)
ix
2.7. Aluminium ... 47
2.8. Metode Konversi data Digital ke Data Matrik untuk Detail Region of Interest (ROI) ……….49
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 53
3.1. Waktu dan Tempat penelitian ... 53
3.1.1. Waktu Penelitian ... 53
3.1.2. Tempat Penelitian... 53
3.2. Peralatan... 53
3.2.1. Plastik Aklirik Phantom A dan B... 53
3.2.2. Material Tulang dan Aluminium... 56
3.2.3. Jangka Sorong Digital ... 57
3.2.4. Pesawat Roentgen ... 57
3.2.5. BAS_1800II Storage Phospor Imaging Plate ...58
3.3. Metode Eksperimen ... 60
3.3.1. Mendesain Phantom dengan Model Phantom Rose ...60
3.3.2. Pembuatan dan Pengukuran Phantom, Material Tulang, dan Aluminium ... 61
3.3.3. Pengambilan Citra Phantom dan Metode Pengukuran Radiasi Hambur dengan Beam Stopper...62
3.3.4. Proses Pengolahan Citra dan Metode Konversi Data Digital ke Data Matrik... 63
3.4. Prosedur Eksperimen ... 67
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 68
4.1. PHANTOM A DAN PHANTOM B ... 68
4.1.1. Kontras Citra ... 69
4.1.2. Koefisien Atenuasi ... 73
(10)
x
(ROI) dengan Metode Konversi Data Digital ke Data
Matrik... 79
4.2. Material Tulang dan Aluminium (Al) ... 98
4.2.1. Tulang ... 98
4.2.2. Aluminium (Al)... 101
BAB V PENUTUP... 103
5.1. KESIMPULAN ... 103
5.2. SARAN ... 105
DAFTAR PUSTAKA ... 106
LAMPIRAN... 108
Lampiran 1 Data Hasil Pengukuran dan Perhitungan ... 108
Lampiran 2 Citra Phantom ... 112
Lampiran 3 Data Matrik... 114
(11)
xi
Tabel 2.1 Mekanisme koefisien atenuasi terhadap besarnya energi dan nomor atom ... 27 Tabel 4.1 Karakteristik phantom A dan B secara konvensional ... 69 Tabel 4.2 Nilai kontras phantom A dengan berbagai variasi diameter dan
kedalaman menggunakan persamaan (25) ... 71 Tabel 4.3 Nilai kontras phantom B dengan berbagai variasi diameter dan
kedalaman menggunakan persamaan (25) ... 71 Tabel 4.4 Nilai koefisien atenuasi pada beberapa tegangan... 74 Tabel 4.5 Nilai intensitas hambur dan fraksi hambur pada tegangan
85 kVp secara konvensional phantom A dan B menggunakan persamaan (32) ... 75 Tabel 4.6 Nilai fraksi hambur untuk berbagai tegangan pada X = 0 ... 78 Tabel 4.7 Nilai parameter untuk menentuan kualitas citra pada tegangan
85 kVp secara konvensional... 79 Tabel 4.8 Deskripsi citra lubang data matrik sebelum dikurangi scatter
pada phantom A ... 87 Tabel 4.9 Deskripsi citra lubang data matrik sebelum dikurangi scatter
pada phantom B... 87 Tabel 4.10 Nilai kontras phantom A untuk berbagai variasi diameter dan
kedalaman lubang citra data matrik dengan menggunakan persamaan (26) ... 90 Tabel 4.11 Nilai intensitas sebelum dan sesudah dikurangi scatter
lubang ke-4 dan ke-8 pada phantom A ... 92 Tabel 4.12 Nilai intensitas sebelum dan sesudah dikurangi scatter
lubang ke-9 dan ke-13 pada phantom A ... 94 Tabel 4.13 Nilai kontras untuk berbagai variasi diameter dan kedalaman
pada phantom B menggunakan persamaan (26) ... 95 Tabel 4.14 Nilai intensitas sebelum dan sesudah dikurangi scatter
(12)
xii
Tabel 4.15 Nilai koefisien atenuasi linear secara teori untuk Hidroksiopatit
Ca10(PO4)6(OH)2 untuk ρ = 0,82 g/mm3... 100 Tabel 4.16 Nilai koefisien atenuasi logam aluminium (Al) dengan
menggunakan persamaan (22) dan (23) ... 102 Tabel 4.17 Nilai koefisien atenuasi linear secara teori aluminium (Al)... 102
(13)
xiii
Gambar 2.1 Tabung sinar X... 9
Gambar 2.2 Sinar X karakteristik ... 12
Gambar 2.3 Deret sinar X ... 14
Gambar 2.4 Sinar X bremsstrahlung... 15
Gambar 2.5 Spektrum radiasi sinar X karakteristik dan bremsstrahlung. 16 Gambar 2.6 Efek fotolistrik ... 18
Gambar 2.7 Hamburan Compton... 20
Gambar 2.8 Skema hamburan Compton... 20
Gambar 2.9 Produksi pasangan... 24
Gambar 2.10 Koefisien atenuasi massa untuk soft tissue berbagai range Energi ... 27
Gambar 2.11 Koefisien atenuasi massa untuk tulang, otot, dan lemak terhadap energi foton sinar X... 28
Gambar 2.12 Koefisien atenuasi massa beberapa material (Sn, Al, dan C) terhadap energi sinar X ... 29
Gambar 2.13 Lapisan film Roentgen ... 30
Gambar 2.14 Perbandingan karakteristik Imaging Plate dengan metode fotografi... 32
Gambar 2.15 Lapisan active layer Imaging Plate... 34
Gambar 2.16 Mekanisme pembentukkan PSL... 36
Gambar 2.17 Proses perekaman, pembacaan, dan penghapusan film Imaging Plate... 37
Gambar 2.18 Sketsa transmisi intensitas primer dan intensitas hambur yang melalui obyek ... 40
Gambar 2.19 Metode konversi data Digital ke data Matrik... 52
Gambar 3.1 Dimensi sketsa phantom A... 54
Gambar 3.2 Sketsa permukaan atas phantom A dengan diameter dan kedalaman yang bervariasi... 54
(14)
xiv
Gambar 3.4 Sketsa permukaan atas phantom B dengan diameter dan
kedalaman yang bervariasi... 55
Gambar 3.5 Sketsa material tulang dan aluminium (Al) ... 56
Gambar 3.6 Set alat pencitraan secara konvensional ... 62
Gambar 3.7 Timbal atau lead sebagai beam stopper... 63
Gambar 3.8 Data squaring per kotak dengan nilai intensitasnya pada unit Image Gauge ... 65
Gambar 3.9 Data intensitas dan perbesaran kotak dengan pengkotakan bujur sangkar pada unit Image gauge... 66
Gambar 3.10 Konversi data Digital ke data matrik untuk pembentukkan Citra... 66
Gambar 3.11 Bagan prosedur kerja... 67
Gambar 4.1 Citra asli phantom pada unit Image Gauge... 70
Gambar 4.2 Grafik hubungan antara kontras citra dengan kedalaman lubang pada diameter 4mm ... 72
Gambar 4.3 Grafik hubungan antara Intensitas Hambur dengan lebar timbal (Pb) pada phantom A ... 76
Gambar 4.4 Grafik hubungan antara Fraksi Hambur dengan lebar timbal (Pb) pada phantom A ... 76
Gambar 4.5 Grafik hubungan antara Intensitas Hambur dengan lebar timbal (Pb) pada phantom B ... 76
Gambar 4.6 Grafik hubungan antara Fraksi Hambur dengan lebar timbal (Pb) pada phantom B ... 77
Gambar 4.7 Nilai fraksi hambur pada phantom A dan phantom B ... 77
Gambar 4.8 Nilai fraksi hambur pada berbagai tegangan... 78
Gambar 4.9 Interval intensitas warna grafik citra data matrik pada Origin 50 sebelum dan sesudah dikurangi scatter... 81
Gambar 4.10 Citra asli phantom, citra sebelum dikurangi scatter, dan citra sesudah dikurangi scatter pada phantom A ... 81
(15)
xv
kedalaman bervariasi pada phantom A ... 88 Gambar 4.13 Grafik hubungan nilai kontras dan diameter dengan
kedalaman bervariasi pada phantom B ... 88 Gambar 4.14 Citra data matrik lubang ke-4 dan ke-8 pada phantom A ... 91 Gambar 4.15 Citra data matrik lubang ke-9 dan ke-13 pada phantom A ... 93 Gambar 4.16 Citra data matrik lubang ke-11 dan ke-12pada phantom B... 97 Gambar 4.17 Citra asli dan citra data matrik material tulang ... 99 Gambar 4.18 Citra asli dan citra data matrik logam aluminium ... 101
(16)
xvi ABSTRACT
THE APLICATION ANALYSIS OF PHANTOM DETAIL IMAGE APPLYING THE CONVERSION DIGITAL DATA TO MATRIX METHOD INCREASING THE IMAGE CONTRAST THROUGH
IMAGING PLATE FILM By
UMI PRATIWI M0201049
The research aims to determine the attenuation coefficient, the scatter fraction and phantom image contrast of acrylic PMMA (polymethil methacrylate) from phantom rese. Determining attenuation coefficient of bone material (Ca10(PO4)6(OH)2) and aluminium metal. The image quality can be increased by
the conversion method from digital data to matrix data so that it can make image contrast analyzing quantitatively and qualitatively. The appearance of lession image achieved locally by Region of Interest (ROI) method. The scattered radiation is measured using beam stopper employing timbel strip (Pb) with wide variation of discharge 85 kVp. Phantom A is installed in current 3,25 mAs and phantom B is installed in current 1,25 mAs. Phantom image is recorded using the Imaging Plate Film BAS_ 1800II Storage Phospor Imaging.
The value of phantom image contrast ROI on the smallest diameter and depth at the the 16th lesion have increases 98 % is before reduced by scatter 0,042 ± 0,004 and after reduced by scatter 0,088 ± 0,009 for phantom A. Meanwhile, for phantom B the value is before reduced by scatter 0,069 ± 0,002 and after scatter 0,117 ± 0,003 reduction. The coefficient attenuation value for bone material is 0,028 ± 0,002 mm-1 and 0,121 ± 0,005 mm-1 for aluminium metal.
(17)
xvii
APLIKASI ANALISIS CITRA DETAIL PHANTOM DENGAN METODE KONVERSI DATA DIGITAL KE DATA MATRIK UNTUK
MENINGKATKAN KONTRAS CITRA MENGGUNAKAN FILM IMAGING PLATE
Oleh Umi Pratiwi
M0201049
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan koefisien atenuasi dan fraksi hambur phantom acrylic PMMA (polymethil methacrylate) dan kontras citra phantom dari phantom rose. Menentukan koefisien atenuasi dan kontras citra material tulang ( Ca10(PO4)6(OH)2) dan logam aluminium (Al). Kualitas citra
dapat ditingkatkan dengan metode konversi data digital ke data matrik mampu meningkatkan kontras yang dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Penampakkan lesi citra yang diperoleh secara lokalisasi dengan metode Region of Interest (ROI). Radiasi hambur diukur dengan metode penyetopan radiasi yang menggunakan strip timbal (Pb) dengan variasi lebar pada tegangan 85 kVp. Phantom A dengan arus 3,25 mAs dan phantom B dipasang pada arus 1,25 mAs. Citra phantom direkam menggunakan film Imaging plate BAS-1800II Storage Phosphor Imaging.
Nilai kontras citra phantom metode ROI pada diameter dan kedalaman terkecil pada lesi ke-16 yaitu untuk phantom A peningkatan sebesar 98 % kontras citra sebelum pengurangan scatter 0,042 ± 0,004 dan kontras citra sesudah pengurangan scatter 0,088 ± 0,009.Untuk phantom B peningkatan sebesar 66 % kontras citra sebelum pengurangan scatter 0,069 ± 0,002 dan kontras citra sesudah pengurangan scatter 0,117 ± 0,003. Nilai koefisien atenuasi material tulang sebesar 0,028 ± 0,002 mm-1 dan logam aluminium sebesar 0,121 ± 0,005 mm-1.
(18)
1
PENDAHULUAN
I.I. Latar Belakang
Medical Imaging (MI) adalah suatu teknik yang digunakan untuk pencitraan organ dalam atau suatu jaringan sel (tissue) tubuh manusia (Sjahriar Rasad, 2001). Pencitraan medis ini merupakan pencitraan yang menghasilkan citra tubuh manusia untuk tujuan diagnostik. Teknologi pencitraan telah mengalami revolusi dimulai dari penemuan sinar X oleh Wilhem C. Roentgen pada tahun 1895 di dalam dunia medis untuk mendiagnosis bagian dalam tubuh manusia yang sebelumnya tidak dapat dijangkau oleh pengamatan manusia. Teknologi pencitraan ini berkembang sangat pesat sampai saat ini, citra yang dihasilkan dapat ditingkatkan kualitasnya untuk mendiagnosis kondisi abnormal dan sebagai prosedur terapi suatu kalainan tubuh manusia. Perkembangan pencitraan ini berdasarkan perbedaan fenomena fisik sinar X yang berinteraksi dengan jaringan tubuh manusia. Radiasi sinar X yang melewati organ dalam tubuh manusia ini akan mengalami atenuasi intensitas atau pelemahan radiasi sinar X yang akan dideteksi oleh detektor dan menghasilkan citra organ dalam tubuh. Bahkan teknologi baru pencitraan saat ini merupakan prosedur yang sangat penting sebagai bagian pencitraan medis, sehingga prosedur proyeksi sinar X klasik telah mengalami banyak perubahan yang cukup besar. Pencitraan sinar X secara luas paling banyak digunakan di dalam dunia medis karena kemampuan yang dimiliki sinar X didalam menembus organ-organ tubuh manusia yang disebabkan sinar X
(19)
mempunyai panjang gelombang yang sangat pendek sekitar 10
1
panjang gelombang cahaya tampak. Disamping itu pencitraan sinar X memerlukan alat yang sederhana dan biayanya yang cukup murah.
Medical Imaging ini juga merupakan suatu teknik untuk mendeteksi dan mendiagnosis kelainan yang terdapat pada tubuh manusia, seperti adanya kanker, keretakkan tulang dan lain-lain. Pendiagnosaan kelainan pada tubuh manusia harus dilakukan secara dini, cepat dan akurat agar kelainan tersebut mudah ditangani dan diterapi secara afektif. Sampai saat ini ukuran sel jaringan pada tubuh manusia yang menunjukkan kelainan yang masih dapat dideteksi dengan film Roentgen biasa dalam ukuran skala cm (sentimeter) yang masih dapat diamati oleh mata manusia.
Pencitraan medis biasanya dideskripsikan oleh tiga prinsip dasar yaitu kekontrasan citra, resolusi detektor, dan faktor pengganggu (noise). Sedangkan kualitas sebuah citra bergantung pada beberapa faktor yaitu peralatan pencitraan yang terdiri dari produksi sinar X yang menghasilkan sinar X, detektor atau film yang digunakan, alat anti hambur, kemampuan operator radiologi, obyek yang di- radiasi sinar X, dan interval waktu pencitraan. Dari faktor-faktor yang memepengaruhi pencitraan medis tersebut hanya detektor dan alat anti hambur yang dapat dioptimalisasikan untuk meningkatkan kualitas citra yang dihasilkan. Dengan optimalisasi penggunaan detektor dan alat anti hambur, maka citra yang dihasilkan dapat dioptimalisasikan juga dalam penganalisaannya. Alat anti hambur yang biasa digunakan antara lain alat anti hambur grid, air gap, dan metode kolimasi, sehingga kuantitas radiasi hambur dalam pencitraan yang
(20)
menyebabkan kualitas citra yang dihasilkan menjadi kabur dapat dikurangi. Selain optimalisasi alat anti hambur, untuk mendeteksi kalainan yang ukurannya sangat kecil (tidak dapat diamati oleh mata) maka diperlukan detektor sinar X yang mempunyai resolusi tinggi dan juga data yang diperoleh dapat dimanipulasi secara kuantitatif dan kualitatif. Kondisi tersebut hanya dapat dicapai bila dalam pencitraan medis menggunakan detektor digital. Pencitraan menggunakan film
Imaging Plate sebagai film digital teknologi terbaru pengganti film konvensional yang sudah dirintis untuk dipakai di rumah sakit. Film digital ini mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh film Roentgen biasa yaitu dapat digunakan secara berulang kali dan pengolahan citranya menggunakan digitalisasi. Data digital yang diperoleh dari film Imaging Plate data dapat dikonversi menjadi data matrik dan dengan software Origin 50 citra dapat direkonstruksi kembali. Citra dapat direkonstruksi secara keseluruhan atau sebagian. Rekonstruksi secara sebagian adalah rekonstruksi data untuk detail citra yang disebut Region of Interest (ROI) dan analisis kualitatif dan kuantitatif dapat dilakukan untuk ROI tersebut. Bahan yang digunakan untuk penelitian ini ada dua jenis material, material pertama terdiri dari dua buah phantom yaitu phantom A dan phantom B yang terbuat dari bahan yang sama, tetapi mempunyai ukuran lesi dan ketebalan phantom yang berbeda Material kedua terbuat dari material tulang dan logam aluminium dengan ketebalan dan ukuran tertentu. Pencitraan pada phantom menggunakan pesawat Roentgen VMX plus (45296500/E) yang dilakukan di Rumah sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta pada tegangan 85 kVp. Untuk phantom pertama dengan arus 3,25 mAs sedangkan phantom kedua
(21)
dipasang pada arus 1,25 mAs Dengan demikian jika telah ditentukan bagian citra phantom, material tulang dan logam aluminium yang menjadi Region of Interest (ROI) dengan data matrik intensitas daerah tersebut dapat dilakukan studi lebih detail secara kualitatif dengan visualisasi citra dan kuantitatif dengan kontras citranya.
1.2. Tujuan Penelitian
1. Menentukan besarnya kontras yang dihasilkan oleh citra phantom A dan phantom B
2. Menentukan besarnya intensitas hamburan dan fraksi hambur (SF) pada phantom aklirik yang disinari dengan sinar X menggunakan Imaging Plate (IP) pada tegangan 85 kVp secara konvensional.
3. Menentukan koefisien atenuasi pada phantom A, Phantom B, material tulang dan logam aluminium
4. Menentukan detail observasi Region Of Interest (ROI) phantom untuk rekonstruksi data dengan metode konversi data digital ke data matrik 5. Menentukan besarnya kontras pada lesi yang tidak nampak jelas atau
tidak dapat diamati pada citra secara langsung dengan menggunakan detail citra Region Of Interest (ROI) dengan metode konversi data digital ke data matrik
1.3. Perumusan Masalah
Radiasi Hambur yang terjadi dalam proses pencitraan sinar X diagnosis phantom dapat mengurangi kualitas citra yang diperoleh. Radiasi hambur tersebut sangat mempengaruhi kualitas citra yang dihasilkan. Sehingga citra yang
(22)
dihasilkan sebagai daerah observasi pada phantom menjadi kurang jelas, kabur bahkan tidak dapat diamati atau dideteksi keberadaan lesi phantom. Oleh karena itu untuk memvisualisasikannya digunakan teknik ROI. Pokok perhatian dan persoalan dalam analisis ini adalah :
1. Berapakah nilai intensitas hamburan, kontras fraksi hamburan, dan koefisien atenuasi dari phantom aklirik yang disinari dengan menggunakan sinar X pada tegangan 85 kVp ?
2. Bagaimanakah pengaruh ketebalan phantom, kedalaman lesi, dan diameter lesi phantom terhadap kekontrasan citra yang dihasilkan? 3. Bagaimana pengaruh kerapatan (densitas) dan nomor atom dari materi
penyusun tulang dan logam aluminium terhadap nilai koefisien atenuasi? 4. Bagaimanakah pengaruh penggunaan rekonstruksi data Region Of Interest (ROI) dengan metode konversi dari data digital ke data matrik
dengan observasi lebih detail untuk mendeteksi lesi pada phantom agar nampak jelas atau dapat diamati secara langsung dan dapat dianalisa.? 5. Berapakah besarnya kontras pada lesi yang terlihat jalas/dapat diamati
secara langsung dan nilai intensitas hambur pada lesi yang tidak nampak jelas dari observasi lebih detail dengan teknik ROI ?
1.4. Batasan Masalah.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan phantom aklirik, tulang dan aluminium. Jenis phantom pertama terbuat dari kaca aklirik dengan kerapatan massa 0.994 gr/cm3 dengan jumlah lesi/lubang 16 lubang dan ukuran (diameter dan kedalaman) lubang bervariasi. Kaca aklirik berbentuk kubus tidak berongga
(23)
berukuran 10 x 10 x 10 cm untuk phantom A dan berukuran 10 x 10 x 6,29 cm. phantom jenis kedua, berupa tulang dan aluminium. Aluminium mempunyai ukuran lebar sama tetapi mempunyai panjang sama. Metode yang digunakan adalah konvensional tanpa menggunakan anti hambur grid maupun air gap untuk kedua phantom bertegangan 85 kVp. Sedangkan film yang digunakan adalah BAS. 1800II dari Fujifilm Co. Ltd. Penelitian dilakukan di instalasi Radiologi Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta. Proses scan dan analisa citra film dilakukan di Sub. Laboratorium Fisika Laboratorium Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut 1. Menambah pengetahuan mahasiswa maupun pembaca yang tertarik pada
bidang Fisika khususnya Fisika Kedokteran.
2. Sebagai bahan masukan bagi Rumah Sakit untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan dalam hal diagnosis secara lebih dini dan maksimal terhadap penyakit – penyakit tertentu seperti penyakit kanker yang memerlukan pendeteksian secara dini.
3. Sebagai bahan masukan bagi Rumah Sakit dalam penggunaan Digital Imaging Plate yang lebih efektif dibandingkan film konvensional. 1.6. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran pembahasan, berikut ini adalah urutan sistem penulisan :
(24)
BAB I Menjelaskan latar belakang, tujuan, perumusan masalah, batasan masalah, manfaat dam sistematika penulisan.
BAB II Menjelaskan tentang produksi dan prinsip dasar sinar X, sifat-sifat sinar X, jenis-jenis sinar X, interaksi sinar X dengan materi, detektor sinar X, radiografi, film Roentgen, film Imaging Plate, kontras, radiasi hambur, koefisien atenuasi, tulang, dan logam aluminium.
BAB III Menjelaskan tentang metodologi penelitian meliputi tempat dan waktu penelitian, alat dan bahan, metode eksperimen yang terdiri dari desain phantom rose pembuatan dan pengukuran diameter, kedalaman dan dimensi (panjang dan lebar phantom), pengambilan citra phantom, proses pengolahan citra digital dan konversi data digital ke data matrik, dan bagan prosedur eksperimen.
BAB IV Membahas dari pengolahan citra phantom A, phantom B, dan material tulang dan logam Al. Pembahasan phantom A dan phantom B meliputi kontras citra, koefisien atenuasi intensitas hambur dan fraksi hambur, dan metode dengan rekonstruksi konversi data digital ke data matrik metode Region Of Interest
(ROI) yang dikonversi dari data digital ke data matrik dengan
observasi lebih detail untuk mendeteksi lesi pada phantom Dan membahas tentang material tulang dan logam aluminium.
BAB V Berisi tentang kesimpulan dan saran-saran yang diperlukan dalam percobaan berikutnya agar diperoleh hasil yang lebih baik.
(25)
(26)
8
DASAR TEORI
2.1. Pengantar
Sinar X ditemukan oleh Wilhem Conrad Roentgen seorang ahli fisika di Universitas Wurzburg Jerman, pada tahun 1895 sewaktu melakukan eksperimen dengan menggunakan sinar katoda. Dan mendapati bahwa radiasi akan ditimbulkan jika elektron tepat menumbuk materi yang dapat menyebabkan bahan fosforesen berkilau dan perubahan plat fotografik. Semakin cepat elektron menumbuk materi maka kemampuan tembus sinar X akan semakin besar dan bertambah banyak jumlah elektron, maka bertambah besar pula intensitas berkas sinar X. Setelah penemuan ini, sinar X mulai banyak digunakan dalam berbagai aplikasi medis terutama dalam bidang radiologi untuk mengetahui struktur internal atau struktur molekuler dari selaput sel dan jaringan tubuh manusia dalam foto Roentgen yaitu di bidang imaging. Selain digunakan dalam bidang medis, sinar X diaplikasikan untuk menyelidiki struktur molekuler suatu bahan, padat atau cair dengan menggunakan prinsip gejala difraksi kristal, absorbsi dan flourensensi. Beberapa bulan setelah penemuan sinar X tersebut, ternyata pada penggunaan sinar X dapat menimbulkan kerusakan biologi akut dan kasus – kasus kerusakan somatik atau kerusakan biologi pada tubuh manusia yang terkena radiasi dipublikasikan pada tahun 1896, satu tahun setelah penemuan sinar X. Radiasi sinar X akan membentuk partikel bermuatan listrik dengan cara mengeluarkan elektron dari orbitnya dalam atom dan berinteraksi dengan objek
(27)
yang dilaluinya. Proses ini disebut ionisasi. Interaksi radiasi yang merusak pada tingkat atom akan menimbulkan perubahan molekul, yang menimbulkan kerusakan selular., serta menimbulkan fungsi sel abnormal atau hilangnya fungsi sel (Lilian Yuwono dkk, 1990). Bila timbul kerusakan selular dari radiasi ionisasi, organisme hidup akan menunjukan tanda kerusakan organ, yaitu perubahan somatik atau genetik pada organisme seperti mutasi, katarak dam leukemia. Oleh karena itu radiasi sinar X harus dibatasi untuk mencegah terjadinya efek biologi yang berbahaya dengan dosis maksimal yang masih diperbolehkan.
2.2. Sinar X
2.2.1. Produksi dan prinsip Dasar Sinar X
Sinar X merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang sangat pendek sekitar 10-1 panjang gelombang cahaya tampak atau berkisar anata 0.01nm sampai 10 nm (Krane, 1992). Sinar X dihasilkan oleh interakasi elektron yang berkecepatan tinggi yang menumbuk material target di dalam tabung hampa udara. Secara skematis dapat digambarkan seperti di bawah ini :
(28)
Di dalam tabung hampa udara yang dihubungkan oleh dua logam elektroda yaitu anoda dan katoda terdapat elektron-elektron yang diarahkan dengan kecepatan tinggi pada suatu sasaran target yang berfungsi sebagai anoda. Elektron – elektron tersebut dihasilkan dengan memanaskan biasanya terbuat dari tungsten sebagai katoda dan dihubungkan dengan potensial negatif yang bertegangan tinggi. Energi yang dibebaskan oleh elektron selama bertumbukan dengan target atau anoda sebagian besar diubah menjadi panas (99%) dan hanya sebagian kecil saja (1%) diubah menjadi sinar X (Sjahriar Rasad dkk, 2001).
Dalam radiografi diagnostik medis digunakan rentang tegangan antara 40-150 kVP untuk pencitraan bagian-bagian yang lunak. Nilai–nilai kVp yang lebih tinggi diperlukan untuk bagian – bagian yang tebal atau padat (Simon, 1986). 2.2.2. Sifat – sifat Sinar X
Sinar X mempunyai beberapa sifat fisik, yaitu : 2.2.2.1Daya tembus
Sinar X dapat menembus bahan, dengan daya tembus sangat besar sehingga digunakan dalam radiografi. Semakin tinggi tegangan yang diberikan, semakin besar daya tembusnya.
2.2.2.2 Penghamburan
Sinar X dapat mengalami penghamburan yang menyebabkan radiasi sekunder (radiasi hambur) pada material yang dilaluinya. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya citra radiografi pada film akan tampak gelap atau kabur/tidak jelas.
(29)
2.2.2.3. Penyerapan
Sinar X yang melewati material sebagian akan diserap oleh material sesuai dengan berat atom atau kepadatan material tersebut. Sehingga intensitas sinar X yang ditransmisikan ke dalam material akan mengalami pelemahan atau intensitasnya berkurang. Semakin tinggi berat atomnya, semakin besar penyerapannya.
2.2.2.4. Efek Fotografik
Sinar X mempengaruhi efek fotografik yaitu dapat menghitamkan plat film. Bagian film yang terkena sinar X , maka film setelah proses pencucian akan menjadi gelap. Sedangkan bagian film yang sedikit terkena sinar X setelah proses pencucian akan menjadi terang.
2.2.2.5Pendar Fluor (Fluoresensi)
Sinar X menyebabkan bahan – bahan tertentu seperti Kalsium –Tungstat atau Zink-Sulfida memendarkan cahaya (luminisensi), bila bahan tersebut dikenai radiasi sinar X. Luminisensi akan terjadi fluoresensi apabila memendarkan cahaya sewaktu ada radiasi sinar X, cahaya tampak, dll, maka akan terjadi fosforisensi apabila pemendaran cahaya akan berlangsung beberapa saat walaupun penyinaran sudah dimatikan/dihentikan (after glow).
2.2.2.6Efek Ionisasi
Sinar X dengan energi tertentu yang melewati bahan atau material yang dikenainya (apabila berinteraksi dengan obyek yang dilaluinya) akan menimbulkan efek ionisasi partikel-partikel material tersebut dengan mengeluarkan elektron dari orbitnya.(Sjahriar Rasad, 2001)
(30)
2.2.3. Jenis – jenis Sinar X
Berdasarkan proses terjadinya, sinar X dibagi menjadi dua jenis yaitu 2.2.3.1. Sinar X Karakteristik
Spektrum sinar X terjadi bila suatu atom target ditembak dengan elektron cepat yang mempunyai energi kinetik sama atau lebih tinggi dari energi atom target, maka akan terjadi interaksi antara elektron cepat dengan atom target, yaitu elektron yang terikat kuat dalam atom yang terletak dekat dengan inti atom. Elektron yang terikat kuat akan menyerap energi kinetik elektron cepat sehingga mempunyai energi yang cukup untuk terlepas dari atom target. Atom target akan memberikan respon dengan mengeluarkan elektron target yang disebut
photoelectron. Atom yang terionisasi tersebut dalam keadaan tereksitasi dan menimbulkan ruang kosong yang disebut hole. Proses di atas diilustrasikan pada gambar 2.2.
Gambar 2. 2 Sinar X Karakteristik
Untuk mengisi kekosongan tersebut elektron dari kulit lebih luar atau elektron pada level energi yang lebih tinggi akan bertransisi ke hole dengan memancarkan radiasi sinar X dalam bentuk photon karakteristik. Kekosongan baru pada hole berikutnya, elektron lain dari level energi yang lebih tinggi akan
(31)
mengisinya dan mengeluarkan photon karakteristik kembali, seterusnya sampai atom mencapai keadaan keseimbangan listrik. P
Energi total elektron (En) pada kulit ke-n dinyatakan dengan :
2 2 4 2 2 n me Z En h −
= ... (1) Misalkan elektron berpindah dari kulit L (n = 2) ke kulit K (n = 1) besar energi foton sinar X yang terpancar yaitu :
1
2 E
E
hν = − ... (2) Dimana
E1 = energi kinetik pada kulit K, eV E2 = energi kinetik pada kulit L, eV h = konstanta Planck (6.626×10−34J.s) ν = frekuensi foton sinar X
Z = nomor atom
m = massa elektron (9.1 10 31 )
kg −
×
e = muatan elektron (1.6×10−19C)
n = bilangan kuantum utama (orde kulit atom) = 1,2,… h = h2 (1.054 10 34J.s)
−
×
π
Jenis sinar X karakteristik yang muncul pada spektrum sinar X bergantung pada kulit mana terdapat hole dan dari kulit mana elektron yang mengisi hole tersebut. Bila kulit yang kosong adalah kulit K, L, M, … maka spektrum karakteristik akan berindeks α,β,γ,... . Jika elektron kosong (hole) pada kulit K diisi elektron dari kulit L menghasilkan spektrum karakteristik Kα, sedangkan
(32)
bila diisi dari kulit M maka menghasilkan spektrum karakteristik Kβ. Jika kulit L yang kosong diisi elektron dari kulit N maka spektrum karakteristik yang diperoleh adalah Lβ. Demikian untuk kulit – kulit yang lainnya. (Culity, 2001). Gambar 2.3 di bawah ini menunjukan terjadinya perpindahan elektron dari kulit yang lebih tinggi ke kulit yang lebih rendah dan sinar X karakteristik yang dihasilkan.
Kβ
Lα Lβ
Kα
Gambar 2. 3 Deret Sinar X (Krane, 1992)
2.2.3.2Sinar X Bremsstrahlung (Kontinu)
Pada seberkas elektron berkecepatan tinggi menumbuk atom target melalui lintasan dekat inti atom target, maka elektron tersebut mengalami perlambatan (kecepatannya berkuranag) secara tiba – tiba, sehingga menyimpang dari arah semula. Dalam proses ini terjadi pentransferan momentum dari elektron berkecepatan tinggi ke atom target, maka elektron akan memencarkan radiasi sinar X yang disebut sinar X Bremsstrahlung. Secara skematik ditunjukan pada gambar 2.4
(33)
.Mekanisme spektrum Bremsstrahlung diilustrasikan sebagai berikut :
Gambar 2. 4 Sinar X Bremsstrahlung
Jika energi kinetik elektron sebelum tumbukan adalah Ek(awal) dan setelah tumbukan menurun menjadi Ek'(akhir), maka energi foton adalah
' ) ( )
(awal k akhir
k E
E
nhν = − ... (3) Panjang gelombang foton sinar X minimum yang dipancarkan ditentukan oleh jumlah energi yang hilang maksimum yang terjadi yaitu jika semua energi elektron ditransfer (Krane, 1992).
k
E hc =
min
λ ... (4)
Dimana λ = panjang gelombang, m
c = kecepatan cahaya (3×10−8ms−1) Ek = energi kinetic electron, eV
(34)
Tabung sinar X tidak menghasilkan berkas sinar X monokromatik tetapi menghasilkan spektrum energi sinar X dengan rentang energi tertentu. Spektrum radiasi sinar X karakteristik dan Bremsstrahlung diilustrasikan pada grafik 2.5 sebagai berikut :
α
β
0 50 100 150 200
Gambar 2. 5 Spektrum radiasi sinar X Karakteristik dan Bremstrahlung
(Curry dkk, 1990)
2.2.4. Interaksi sinar X dengan Materi
Sinar X yang diradiasikan pada suatu materi akan terjadi interaksi antara sinar X dengan materi tersebut yang meliputi efek fotolistrik, efek Compton, dan produksi pasangan. Karena interaksi tersebut maka intensitas sinar X setelah melewati material menjadi berkurang. Hubungan antara intensitas radiasi yang datang dan yang keluar setelah melewati material dinyatakan :
I = I0 e-µx... (5) dimana : I = intensitas radiasi setelah melewati material setebal x
Intensitas Radiasi
Energi Foton (keV) Hampa Udara
Karakteristik
Energi Foton Maksimum Bremsstrahlung
(35)
I0 = intensitas radiasi yang jatuh pada permukaan material µ = koefisien atenuasi linear
Berikut ini penjelasan masing-masing hasil interaksi sinar X dengan material, yaitu :
2.2.4.1. Efek Fotolistrik (Photoelectric Effect)
Efek fotolistrik adalah interaksi antara foton sinar X dengan sebuah elektron yang terikat kuat dalam atom yaitu elektron pada kulit bagian dalam suatu atom biasanya kulit K atau L. Foton sinar X akan menumbuk elektron tersebut dengan kecepatan tertentu yang akan terjadi efek fotolistrik untuk energi dibawah 60 kVp. Elektron yang terikat kuat akan menyerap seluruh energi kinetik foton sinar X. Akibatnya elektron akan terlepas dari atom dengan energi kinetik hν . Elektron yang dipancarkan itu disebut fotoelektron. Elektron dapat telepas dari atom apabila energi kinetik foton datang sama dengan atau lebih besar dari energi ikat elektron dalam atom. Energi kinetik elektron sebesar selisih antara energi foton sinar X datang (En) dan energi ikat elektron dalam atom (E0). Persamaan dari proses efek fotolistrik adalah :
0
ν
ν h
h
Ek = − ... (6) dimana Ek = energi kinetik elektron,eV
ν
h = En = energi foton sinar X datang, eV
0
ν
(36)
Efek fotolistrik secara skematis dilukiskan pada gambar 2.6.
Gambar 2. 6 Efek Fotolistrik (Wisnu Susetyo, 1988)
Efek fotolistrik merupakan interaksi antara foton sinar X dengan atom tubuh yang menyebabkan sebagian foton sinar X diserap olek elektron, karena sinar X melewati tubuh yang terdiri dari beberapa bagian dengan komposisi kimia zat penyusunnya berbeda, maka intensitas sinar X yang diserap pun juga berbeda ini digunakan sebagai dasar pembentukan citra film. Efek fotolistrik ini dominan pada energi rendah. Jaringan lunak pada tubuh manusia dapat dikatakan setara dengan air, maka untuk pencitraannya hanya diperlukan energi rendah, berbeda jika energinya tinggi maka semua energi sinar X akan menembusnya. Pada tubuh manusia daya tembus sinar X untuk berbagai struktur bagian tubuh berbeda – beda tergantung kepadatannya (densitas) dalam hal ini densitas
ditentukan oleh nomor atom dari atom penyusun objek yang diradiasi dan besarnya energi foton sinar X yang melewatinya. Kebolehjadian foton sinar X yang berenergi kinetik tertentu berinteraksi melalui mekanisme efek fotolistrik dinyatakan dalam suatu besaran yang disebut tampang efek fotolistrik, biasanya diberi lambang τ dan besarnya adalah : (Wisnu Susetya, 1988).
2 7 5
f
E Z C =
(37)
dimana C = konstanta
Z = nomor atom materi target
Ef = energi foton sinar X yang melewati
Makin padat struktur materi dalam tubuh manusia atau semakin besar nomor atomnya maka semakin besar dosis absorbsi fotolistriknya. Pada batas energi radiologi diagnosa dengan nomor atom efektif 13,8, tulang akan mengalami absorbsi lebih besar daripada massa jaringan lunak atau jaringan otot yang sebanding dengan nomor atom efektif 7,4. Tulang (bone) mempunyai kadar kalsium tinggi dan densitas tinggi sehingga dapat menyerap banyak radiasi sinar X. Akibatnya sedikit sekali radiasi sinar X yang mencapai film, maka film menjadi terang. Jaringan otot (soft tissue) mempunyai kadar kalsium rendah dan
densitas rendah sehingga akan menyerap radiasi sinar X lebih sedikit dibandingkan tulang. Akibatnya banyak radiasi sinar X yang mencapai film dan film menjadi gelap. Perbedaan dosis absorbsi radiasi sinar X yang melewati struktur tubuh akan mempengaruhi kualitas kontras pada citra yang dihasilkan yang secara umum akan mempengaruhi kualitas radiografi. (Lilian Yuwono, 1990)
2.2.4.2. Hamburan Compton (Compton Scattering)
Hamburan Compton merupakan interaksi antara foton dan sebuah elektron bebas atau elektron yang terikat lemah (berada pada kulit terluar suatu atom). Hamburan Compton terjadi pada rentang energi diatas 60 kVp. Foton akan menyerahkan sebagian tenaganya kepada elektron dan terhambur menurut sudut
(38)
sebagai radiasi elektromagnetik dan membentuk sudut θ terhadap arah foton mula-mula (Wisnu Susetyo, 1998). Menurut gambaran gelombang radiasi yang dipancarkan itu lebih kecil daripada energi radiasi yang datang (selisihnya berubah menjadi energi kinetik elektron) dengan panjang gelombang yang tetap. Secara skematik efek Compton diilistrasikan pada gambar 2.7 dan gambar 2.8.
Gambar 2.7 Hamburan Compton
Proses hamburan merupakan suatu interaksi tumbukan (menurut pengertian secara klasik) antara sebuah foton dan sebuah electron yang dianggap dalam keadaan diam (stasioner). Peristiwa tumbukan diperlihatkan dalam gambar di bawah ini :
θ
φ
Gambar 2. 8 Skema Hamburan Compton
Energi foton hambur setelah tumbukan merupakan fungsi energi foton mula-mula dan sudut hamburan (θ), dapat dilihat pada persamaan 10 :
(39)
) cos 1 )( (
1 0 0 2
0 θ − + = c m E E
Ef ... (10) dimana Ef = energi foton terhambur, eV
0
E = energi foton mula-mula, eV
0
m = massa diam electron, kg c = kecepatan cahaya (3 108 / )
s m ×
θ = sudut hamburan ( 0
)
Berdasarkan hukum kekekalan energi, energi elektron Compton Ee adalah selisih antara energi foton mula-mula dan energi foton terhambur
f
e E E
E = 0 − ... (11) Pada keadaan awal, foton memiliki energi E yang diberikan oleh :
λ
ν hc
h
E = = ... (12) Dan momentumnya adalah
c E
p= ...….(13) Elektron pada keadaan diam, memiliki energi diam 2
0c
m . Setelah hamburan foton memiliki energi E' dan momentum P' dan bergerak pada arah sudut θ terhadap arah foton datang. Elektron memiliki energi total Ee dan momentum Pe dan bergerak pada arah yang membuat sudut φ terhadap foton datang (Gambar 2.9). Menurut hukum kekekalan energi dan momentum, yaitu :
akhir akhir
awal
awal P E P
(40)
Sehingga dari penjabaran persamaan 11-14 dengan perhitungan aljabar, akan didapati : ) cos 1 ( 1 1 1 2
' − = − θ
c m E
E e ... …..(15)
Substitusi persamaan (12) ke persamaan (15) dapat pula dituliskan sebagai berikut :
) cos 1 (
' λ θ
λ − = −
c m
h
e
... …(16) Pada persamaan (16), λ dan λ' merupakan panjang gelombang sinar datang dan sinar hambur. Besaran
c m
h
e
disebut panjang gelombang Compton, λe. Persamaan (16) dapat ditulis menjadi :
) cos 1 (
' λ λ θ
λ − = e − ... …(17) Dari persamaan (17), kita lihat bahwa perubahan λ terbesar yang terjadi adalah pada θ =1800. Ketika itu perubahan λ menjadi dua kali λe. Karena λe untuk elektron adalah 2,426 Pm dan lebih kecil lagi untuk partikel lain (karena massanya lebih besar), maka perubahan λmax Compton adalah 4,852 Pm. Perubahan sebesar ini atau lebih kecil lagi hanya bisa teramati untuk sinar X. (Krane, 1992). Sebagian besar efek Compton berperan selama proses radiology. Namun pada radiologi diagnostik, kemungkinan interaksi Compton sedikit berkurang apabila energi foton sinar X bertambah. Radiasi hambur ini dapat menyebabkan citra pada film menjadi kurang jelas atau menjadi kabur.
(41)
2.2.4.3. Hamburan Koheren
Hamburan koheren terjadi bila foton berinteraksi dengan sekelompok elektron dalam atom. Foton yang berinteraksi dengan elektron menyebabkan elektron vibrasi dan setelah bervibrasi energi foton dipancarkan kembali seperti semula. Atom akan mengeluarkan energi dalam bentuk foton hambur dengan panjang gelombang yang sama dengan foton semula. Foton hambur ini terlepas dari atom dan bergerak sedikit menyimpang dari arah foton semula tetapi energinya tetap. Pada interakasi ini, tidak terjadi perpindahan energi dan tidak terjadi ionisasi, tetapi hanya tejadi perubahan arah. Hamburan Koheren terdiri dari dua jenis, yaitu hamburan Thompson dan hamburan Rayleigh (Curry dkk, 1990). Hamburan Thompson melibatkan elektron tunggal, sedangkan hamburan Rayleigh melibatkan semua elektron dalam atom. Hamburan Rayleigh yang dihasilkan kuantitasnya sangat sedikit dan tidak terjadi interferensi konstruktif sehingga tidak menimbulkan adanya difraksi sinar. Hamburan ini sangat lemah dan tidak berpengaruh terhadap kualitas citra. Karena menggunakan energi rendah, maka interaksi ini tidak diperhitungkan dalam pencitraan diagnostic medis.
2.2.4.4. Produksi Pasangan (pair production)
Produksi pasangan tidak terjadi dalam range energi yang digunakan dalam radiologi diagnostik karena melibatkan foton dengan energi yang sangat tinggi. Dalam produksi pasangan, foton energi tinggi berinteraksi dengan inti atom. Selanjutnya foton akan lenyap dan sebagai gantinya akan muncul pasangan electron dan positron, seperti diilustrasikan pada gambar 2.7. Positron adalah
(42)
partikel yang mempunyai masa sama dengan elektron tetapi bermuatan positif. Karena massa elektron sebanding dengan 0,51 MeV, dan produksi pasangan menghasilkan 2 massa elektron, maka interaksi ini tidak dapat terjadi untuk foton dengan energi kurang dari 1,02 MeV (Curry dkk, 1990). Persamaan proses produksi pasangan sebagai berikut :
− + +
+
= m c K K
E0 2 0 2 ... (18)
(
+ +) (
+ + −)
= m c K m c k
E0 0 2 0 2 ... (19) dimana E0 = energi foton datang, eV
K+ = energi kinetik positron (e+), eV K- = enegi kinetik elektron (e-), eV m0c2 = massa partikel
Gambar 2. 9 Produksi Pasangan
(Wisnu Susetyo, 1998) 2.2.4.5. Fotodisintegrasi
Fotodisintegrasi merupakan proses sinar X yang ditangkap oleh inti atom dengan memancarkan sebuah neutron dari inti ketika semua energi sinar X
(43)
diberikan ke inti. Karena melibatkan energi yang sangat tinggi maka proses ini dapat diabaikan untuk energi sinar X yang digunakan dalam radiografi.
Suatu citra yang bagus dapat diperoleh jika hamburan sinar X-nya minimum. Koefisien atenuasi linear, µ, merupakan fraksi dari interaksi foton per satuan tebal bahan dan merupakan jumlahan dari kontribusi proses-proses di atas. Nilai koefisien atenuasi ini mengindikasikan rata-rata interaksi foton ketika melalui bahan yang ditentukan oleh energi dari foton-foton individual, nomor atom serta kerapatan bahan. Ketika sebuah berkas sempit dari foton monoenergik dengan interaksi mula-mula N0, menembus suatu lapisan bahan dengan ketebalan t secara eksponensial ditunjukan oleh persamaan :
) ( 0
t
e N
N = −α
... (20) 2.3. Koefisien Atenuasi
Koefisien atenuasi merupakan parameter pengukur kuantitas radiasi sinar X monokromatik yang teratenuasi saat menembus ketebalan suatu material, melalui absorpsi dan atau deflasi (hamburan) foton dari berkas sinar X primer. Sehingga kontras citra tergantung pada perbedaan koefisien atenuasi linearµ(linear attenuation coefficient), antara bagian-bagian material yang disinari
Koefisien atenuasi linear untuk semua material bergantung pada energi foton sinar X dan nomor atom elemen-elemen dalam material. Koefisien atenuasi linear suatu material akan berubah bila energi foton sinar X berubah. Foton sinar X energi rendah akan teratenuasi lebih banyak dibandingkan foton sinar X energi tinggi. Penambahan energi sinar X akan meningkatkan jumlah foton yang
(44)
ditransmisikan, sehingga dapat mengurangi kuantitas radiasi yang teratenuasi. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan besarnya intensitas sinar X yang menembus materi. Intensitas sinar X akan mengalami pelemahan setelah menembus ketebalan material tertentu. Semakin tinggi perbandingan nilai intensitas yang menembus material, IP dan intensitas yang menembus sekeliling material,I0, maka nilai µ juga semakin tinggi. Interaksi antara sinar X dengan materi yang mendominasi adanya atenuasi adalah absorpsi fotolistrik, hamburan Compton dan hamburan koheren (Rayleigh). Besarnya koefisien atenuasi linear total yaitu : (Wisnu Susetya, 1998).
Koheren Compton
k fotolistri
Total µ µ µ
µ = + + ... (21) Koefisien atenuasi bahan yang merupakan fraksi foton yang terserap pada ketebalan t dari bahan diberikan sebagai : (Cari, 2001).
p
I I t
0
ln 1 =
µ ... ……(22)
Persamaan (22) di atas dapat juga dinyatakan : IP I e t
µ −
= 0 ... (23)
dimana :
µ= koefisien atenuasi linear, mm−1
t = ketebalan material, mm P
I = intensitas sinar X yang menembus bidang phantom, PSL/mm2
0
(45)
Koefisien atenuasi massa (mass attenuation coefficient) didefinisikan sebagai perbandingan antara koefisien atenuasi linear terhadap kepadatannya
(densitas), ρµ . Koefisien atenuasi massa menyatakan probabilitas interaksi per gram cm-2 setelah suatu material ditembus oleh foton sinar X (Turner, 1995). Seperti pada persamaan ( 23) koefisien atenuasi massa dinyatakan dengan :
t
P I e
I ρ
µ −
= 0 ... (24)
Hubungan antara koefisien atenuasi massa dengan energi sinar X soft tissue
ditunjukkan pada grafik 2.10.
Gambar 2.10 Koefisien atenuasi massa untuk soft tissue untuk berbagai range energi (http : //web.mit.edu/22.058/www/documents/fall 2002/lectures/18)
Mekanisme atenuasi dengan energi dan nomor atom material untuk material soft tissue ditunjukkan pada tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1Mekanisme koefisien atenuasi terhadap besarnya energi dan nomor atom material (http : //web.mit.edu/22.058/www/documents/fall 2002/lectures/18)
Mekanisme atenuasi
E Z Range Energi Material
Soft Tissue
Hamburan Rayleigh 1/E Z2 1-20 keV
Efek Fotolistrik 1/E3 Z3 1-30 keV
Efek Compton menurun secara berlahan terhadap E
independen 30 keV-20 MeV
Produksi Pasangan meningkat secara berlahan terhadap E
(46)
Perbedaan intensitas sinar X yang ditransmisikan melalui suatu material tergantung karapatan (densitas) yang dimiliki oleh material tersebut dan besarnya energi yang ditransmisikan seperti ditunjukkan pada persamaan (24) di atas. Seperti berkas sinar X yang melalui obyek berupa otot (muscle), tulang (bone), dan lemak (fat) akan menghasilkan koefisien atenuasi yang berbeda tergantung energi yang ditransmisikan dan kerapatan (densitas) material tersebut. Hanya sebagian kecil sinar X yang ditransmisikan oleh tulang dibandingkan oleh tulang atau lemak seperti ditunjukkan pada garafik 2.11 di bawah ini. Ada banyak sinar X yang melalui otot dan lemak tetapi hanya sedikit yang melalui tulang.
Gambar 2.11 Koefisien atenuasi massa untuk tulang, otot, dan lemak terhadap energi foton sinar X
(http : //web.mit.edu/22.058/www/documents/fall 2002/lectures/18)
Contoh koefisien atenuasi massa terhadap energi sinar X yang ditransmisikan untuk karbon (C), aluminium (Al), dan timah (Sn) ditunjukkan pada gambar2.12
(47)
Gambar 2.12 Koefisien atenuasi massa material Sn, Al, dan C terhadap energi sinar X (www.acept.ia.asu.edu/PiN/rdg/visnxray.shtml
Pada grafik 2.12 memperlihatkan bahwa 3 material dengan nomor atom (Z) dan kerapatan yang berbeda mempunyai nilai koefisien atenuasi yang berbeda. Unsur timah/Sn (Z = 50) dengan kerapatan atom sebesar 7,30 gram/cm3 akan mempunyai koefisien atenuasi massa, µ/ρ (cm2/gram), paling besar dibandingkan unsur aluminium dan karbon. Unsur aluminium (Z = 13) dengan kerapatan atom 2,70 gram/cm3 dan unsure karbon (Z = 6) mempunyai kerapatan atom 2,26 gram/cm3 mempunyai nilai koefisien atenuasi massa di bawah nilai unsur timah. 2.4. Detektor Sinar X
2.4.1. Pengantar
Radiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang semua bentuk radiasi dalam diagnostik dan terapi serta mencakup pelayanan pendidikan masyarakat. Struktur internal tubuh manusia pada umumnya tidak dapat dilihat secara langsung oleh mata kita. Tetapi dengan adanya kemajuan teknologi yaitu melalui pencitraan diagnostik dapat diperoleh citra dari berbagai kondisi abnormal tubuh manusia. Pencitraan diagnostik (diagnostic imaging) adalah cara-cara pemeriksaan yang menghasilkan citra tubuh manusia untuk tujuan
(48)
diagnostik dan terapi. Perkembangan teknologi pencitraan ini meliputi X-Ray imaging, Angiokardiografi, digital substraction angiography, ultrasonografi, kedokteran nuklir, computerized tomohraphy (CT), magnetic resonance dan beberapa teknik lain yang didasarkan pada emisi nuklir. X-Ray Imaging adalah yang paling banyak digunakan dalam pencitraan medis karena kemampuan menembus yang kuat dari sinar X, disamping itu hanya memerlukan peralatan yang sederhana dan biaya yang lebih murah (Sjahriar rasad, 2001).
2.4.2. Film Roentgen
Untuk pembuatan foto Roentgen dengan menggunakan film konvensional yaitu film Roentgen yang biasa digunakan di rumah sakit diperlukan perlengkapan yang terdiri atas :
a). Lapisan-lapisan film Roentgen
Dapat dilihat seperti gambar di bawah ini
Gambar 2.13 Lapisan-lapisan film Roentgen
Dengan keterangan gambar sebagai berikut :
a. Supercoat : untuk melindungi emulsi film
b. Emulsi film : emulsi silver-bromide yang terdiri atas AgBr, AgCl, dan AgJ. Tebal emulsi kurang lebih 0.001 inc (0.0025 cm) c. Substratum : berfungsi sebagai perekat antara emulsi ke alas
(49)
d. Alas film (film base) : sebagai alas yang terdiri dari plyester base.
Film Roentgen ini mempunyai karakteristik yaitu emulsi timbal balik. Keuntungannya :
1. Meningkatkan sensitivitas 2. Meningkatkan kontras
3. Mengurangi film cure agar tidak bergelombang Kerugiannya :
1. Larutan kimia cepat melemah 2. Film lebih mahal
3. Kemungkinan terjadi parallax effect
b). Jenis-jenis film Roentgen
1. Berdasarkan screen film yaitu film yang dalam penggunaannya selalu menggunakan intensifying screen.
2. Non-Screen film yaitu film yang penggunaannya tanpa intensifying screen. 3. Berdasarkan sensitivitasnya
- Blue sensitive - Green sensitive c). Intensifying Screen
Intensifying screen adalah alat yang terbuat dari kardis (card board) khusus yang mengandung lapisan tipis emulsi fosfor dengan bahan pengikat yang sesuai. Yang banyak dipergunakan adalah kalsium tungstat. Cara kerjanya, yaitu : bila kristal kalsium tungstat terkena sinar X, maka terbentuklah sinar-sinar ultraviolet dan sinar dapat terlihat oleh mata. Efek ini dinamakan pendar fluor (fluoresensi),
(50)
pada umumnya memendarkan warna violet. Intensifying screen menambah efek sinar X pada film sehingga memperpendek masa penyinaran. Kerugiannya adalah partikel-partikel debu, bercak-bercak, goresan-goresan, atau gangguan lainnya, dapat menimbulkan artefak pada film.
d). Kaset.
Kaset sinar X adalah suatu tabung (containaer) tahan cahaya yang berisi dua buah intensifying screen yang memungkinkan untuk dimasukkan film Roentgen diantara keduanya dengan mudah.
2.4.3. Fuji Film Bio _Imaging Analyzer BAS_1800II
Fuji Film Bio_Imaging Analyzer BAS_1800II memberikan teknologi baru
Fuji Film Imaging Plate (IP) sebagai sensor radioaktif untuk merekam citra. Teknologi BAS_1800II yang dilengkapi dengan Imaging Plate (IP) memberikan keakuratan memberikan keakuratan resolusi dan linearitas data yang tinggi. Seperti ditunjukan grafik 2.14 di bawah ini.
Gambar 2.14 Perbandingan karakteristik antara Imaging Plate dengan Metode Fotografi (www.fujifilm.com/products/science/ip/-3k)
Pada gambar 2.14 di atas memperlihatkan grafik yang menggunakan sampel standar P32 yang merupakan sinar beta dengan energi 1,7 MeV yang digunakan
(51)
untuk penembakan menggunakan penghitung sintilasi cair. Ordinat sebelah kiri adalah jumlah luminesensi dari Imaging Plate. Sedangkan ordinat sebelah kanan adalah tingkat kehitaman photo-film. Pembatasan yang terlihat adalah batas untuk membedakan antara ada dan tidak adanya sebuah citra, dan biasanya 110
batas penentuan. Karakteristik serupa diperoleh dengan sinar beta lain dengan energi yang berbeda seperti sinar X, sinar gamma, dan lain-lain. Dapat ditunjukkan dari grafik 2.14 hasil yang diperoleh bahwa menggunakan Film Imaging Plate menghasilkan kelinearitasan yang cukup tinggi dibandingkan menggunakan metode fotografi.
Fuji Film imaging Plate tersusun dari lapisan Photostimulable Phospor
dan 100 kali lebih sensitif dari film sinar X yang biasa digunakan di rumah sakit-sakit dengan 3 jenis ukuran piksel yaitu, 200 µm, 100 µm dan 50 µm juga dilengkapi dengan scanner sebagai perangkat keras (hardware) dari BAS_1800II yang dapat men-scanImaging Plate selama waktu kurang dari 3 menit 30 sekon dan mentransfer data ke unit penganalisis untuk dilakukan analisis lebih lanjut. Keuntungan menggunakan BAS_1800II ini adalah :
1. Mempunyai resolusi, sensitivitas, keakuratan dan linearitas data yang tinggi
2. Mempunyai seperangkat Imaging Plate (IP) yang dapat digunakan berulang kali karena IP dapat diexposure sehingga datanya dapat dihapus
(52)
4. Proses pengolahan citra dan pengoperasiannya mudah, tidak membutuhkan ruang gelap maupun bahan-bahan kimia
(www.fujifilm.com/products/science/ip/-3k) 2.4.3.1. Fuji Film Imaging Plate
Imaging Plate (IP) merupakan sensor citra fleksibel yang terdapat lapisan aktif (layer active) yang tersusun dari kristal tipis tempat menyimpan energi radiasi. Lapisan ini di lindungi oleh lapisan polymer tipis pada permukaan atasnya yang dibentuk oleh lapisan polymer dan logam tipis yang berfungsi sebagai antimagnetik yang terletak di bawahnya untuk kestabilan mekanik. Bagian – bagian active layer ditunjukan pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.15 Lapisan Active Layer Imaging Plate (www.fujifilm.com/products/science/ip/-3k)
Imaging Plate (IP) dirancang terdiri atas fosfor yang terjebak dan menyimpan energi radiasi. Energi radiasi yang tersimpan akan stabil sampai
ter-scan oleh berkas laser yang akan membebaskan energi dalam bentuk luminesense. Luminesense ini merupakan salah satu bentuk photostimulable phospor yang disebut storage phospor. Suatu phospor khusus dirancang untuk IP sebagai bahan tertentu yang diketahui dapat memancarkan cahaya ketika terkena radiasi, sinar UV, berkas elektron atau ketika dipanaskan. Storage phospor kristal pada IP dibuat dari Barium (Ba) family yaitu kristal 2+
: :FBr Eu
Ba (kristal
(53)
berukuran sekitar 5µm. Eu2+ merupakan pusat luminesensi dan kristal senyawa BaFBr:Eu2+ dilapiskan pada bahan polyster (polymer). Kristal ini yang termasuk masih dalam family BaFX:Eu2+ (X dapat berupa Cl, Br atau I yang termasuk dalam unsur halogen) merupakan kristal ionik dengan stuktur tetragonal dengan Eu2+ didopingkan dan Ba akan terlepas. Bila diradiasi maka elektron terjebak pada kisi F dan ion X menghasilkan 2 macam warna photostimulable luminesensi
(PSL). Pusat warna tergantung pada kesenjangan (gap) antara komposisi stokiometri F dan X. Tipe warna ditentukan dengan membandingkan nilai teoritis dan yang terukur dengan asumsi kisi kosong adalah anion. Intensitas luminesensi yang dihasilkan sebagai energi yang dibebaskan pada pusat wana secara relatif berubah antara intensitas luminesense biru dengan ion Eu2+ dan luminesense merah dengan ion Eu3+ yang dideteksi dalam suatu jumlah jejak. (www.fujifilm.com/products/science/ip/-3k)
2.4.3.2. Photostimulable Luminesence
Mekanisme luminesensi menyangkut kristal BaFBr:Eu2+ dalam pembentukan photostimulable luminesensi (PSL). Bagian dari ion Eu2+ menjadi ion Eu3+ melalui eksitasi utama ketika disinari sinar X dengan elektron yang sedang dilepaskan ke dalam pita konduksi. Elektron ini terjerat ke dalam kisi-kisi kosong ion Br pada kisi defek dan pusat warna terbentuk dalam keadaan metastabil. Ketika sinar eksitasi PSL teradiasi diserap oleh pusat warna, elektron yang terjerat dibebaskan lagi ke dalam pita konduksi. Dengan kata lain ion Eu3+ berstatus eksitasi ion Eu2+ untuk melepaskan PSL. Elektron yang tereksitasi terjerat ke dalam kisi-kisi kosong ion halogen (Br) di dalam kristal akan
(54)
membuat pusat warna menjadi metastabil dan memancarkan energi radiasi. Iradiasi oleh sinar laser yang diserap oleh pusat warna menghasilkan elektron lagi dan penggabungan ulang energi pada lubang dipindahkan ke ion Eu2+. Sehingga pada pusat luminesense menghasilkan luminesense. Mekanisme PSL diperlihatkan pada gambar 2.16.
Gambar 2.16 Mekanisme pembentukan PSL (www.fujifilm.com/products/science/ip/-3k)
Luminesense ini akan dibaca oleh raster scanning yang tak lain adalah sinar laser untuk membebaskan luminesense. Selanjutnya luminesense akan dikumpulkan dan dideteksi oleh tabung photomultiplier yang signal outputnya akan diubah menjadi data digital untuk membentuk citra yang telah direkam. Pembentukkan citra ini juga dikarenakan interaksi sinar X dengan materi yang mempunyai koefisien atenuasi yang berbeda-beda sehingga terbentuk citra. Signal sinar X yang tersimpan pada digital IP akan meluruh secara eksponensial bila tersinari oleh cahaya tampak. Dengan kata lain pada proses ini terjadi secara reversible, sehingga IP dapat digunakan kembali kapan pun. Oleh karena itu IP yang telah
(55)
digunakan untuk merekam citra sinar X harus dilindungi dari cahaya tampak yang dapat menembusnya.
Proses perekaman, pembacaan dan penghapusan film Imaging Plate dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.17 Proses perekaman, pembacaan dan penghapusan film Imaging Plate (www.fujifilm.com/products/science/ip/-3k)
Proses exposing atau erasing pada gambar di atas yaitu pembebasan luminisence
agar dapat digunakan lagi oleh cahaya tampak akan berlangsung kurang lebih 10 sampai 15 menit sampai proses eksitasi berhenti secara berlahan – lahan dan IP siap untuk diekspos kembali.
Sebenarnya proses penyerapan sinar X dengan phospor identik dengan proses penyerapan pada film Roentgen biasa. Perbedaannya terletak pada proses yang terjadi setelah sinar X berinteraksi dengan kristal phospor. Proses yang terjadi yaitu elektron yang tereksitasi atau terionisasi dan hole yang dihasilkan akan terperangkap dalam kristal phospor itu sendiri. Tetapi ketika distimulasi dengan radiasi sinar infra merah, elektron akan berpindah ke pita konduksi dan
(56)
akan kembali ke posisi semula sambil melepaskan foton berwarna biru
(liminisence).
Kristal phospor yang terdapat pada IP merupakan bahan yang dapat memancarkan cahaya ketika terkena radiasi, sinar UV, berkas elektron atau ketika dipanaskan yang disebut sebagai fluoresensi. Sedangkan yang dimaksud fluoresensi merupakan peristiwa memancarnya cahaya pada phospor karena terstimulasi, dan cahaya yang mengenainya menghilang secara spontan. Sedangkan ketika sebagian phospor tetap memancarkan cahaya untuk beberapa saat setelah stimulasi berhenti disebut phosporesence.Untuk membaca fenomena pada phospor yaitu intensitas yang dihasilkan dari perekaman citra menggunakan PSL (photostimulable luminisence). Fenomena PSL ini merupakan konsep dasar IP sebagai sensor citra sinar X yang menyimpan informasi radiasi pertama dan melepaskan informasi tersebut dalam bentuk cahaya. Ciri yang menjadikan detektor IP lebih ideal dan mudah pengoperasiannya dibandingkan dengan citra yang lain yaitu :
1. Sensitivitasnya sangat tinggi. Bisa mencapai 10 kali lebih sensitif dibandingkan film Roengten biasa, dan sekitar seribu kali terhadap sample.
2. Jangkauan fotografinya lebih luas. Penambahan jangkauan mencapai 104 sampai 105 melebihi jangkauan dari metode fotografi film Roengten. 3. Mempunyai sifat linearitas yang tinggi. Emisi fluoresensi sesuai pada
(57)
4. Signal listrik digital secara otomatis ada pada saat pembacaan. Proses digitalisasi atau kombinasi dengan system lainnya sangat mudah
5. Resolusi ruang per bagian yang lebih tinggi. Jika dibandingkan dengan alat elektronik lainnya, kerapatan piksel yang lebih tinggi dapat diatur untuk tujuan tetentu lebih bebas sesuai keinginan dibandingkan film Roengten biasa.
6. Dapat digunakan secara berulang-ulang. Radiasi yang tersisa dapat dihapus dengan cahaya tampak sampai hampir habis.
7. Karena detektor Film Imaging Plate bertipe integral, metode IP hanya menghasilkan sedikit kesalahan perhitungan pada kerapatan fluks yang tinggi, bahkan kadang-kadang terjadi pada detektor bertipe pulsa seperti tabung penghitung proporsional dan penghitung sintilasi.
(www.fujifilm.com/products/science/ip/-3k)
Dari penjelasan di atas menggambarkan bahwa metode menggunakan detektor film Imaging Plate sebagai pengganti sensor citra radiasi secara konvensional, tidak hanya menampilkan citra radiasi yang nyata dengan sensitivitas yang tinggi tetapi juga memungkinkan menentukan letak dan intensitas sinar X dari citra radiasi.
2.5. Kualitas Citra
Kualitas citra hasil pencitraan sinar X ditentukan oleh besarnya kontras, resolusi dan gangguan /noise. Selain itu bergantung pada peralatan pencitraan (sumber sinar X, prosesor dan detector citra), keahlian operator dan waktu
(58)
pencitraan. Untuk mengetahui kualitas hasil pencitraan tersebut maka ditentukan nilai kontras, koefisien atenuasi, dan fraksi hambur citra.
2.5.1. Kontras
Kontras (C) merupakan perbedaan ketajaman antara daerah terang dan daerah gelap pada citra. Secara eksperimen dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara perbedaan intensitas yang ditransmisikan melalui obyek yang diselidiki (lesion), IP0 dengan intensitas sekelilingnya, IP terhadap
intensitas sekelilingnya seperti ditunjukkan pada gambar 2.18 dan dinyatakan dengan : (Cari, 2001).
P P P P
P
I I I I
I
C = ∆ = 0 −
... (25) dimana Ip0 = Intensitas primer sinar X yang melewati obyek yang diselidiki
(lesion) dengan koefisien atenuasi linear µ2 dan tebal t2 cm IP = Intensitas primer sinar X yang melewati sekeliling lession
dengan koefisien atenuasi linear µ1 dan tebal t1 cm s
I = Intensitas primer sinar X yang dihamburkan IO
Lession µ2 t1
Is Ip Ipo Ip
(59)
Pada persamaan (25) nilai C bergantung pada besarnya perbandingan antara nilai IP0 dan IP. Semakin tinggi perbandingan kedua nilai tersebut, maka nilai C semakin tinggi. Pendekatan logaritmik untuk persamaan (25) adalah :
P P
I I
C 0
log =ln ... (26)
Persamaan (25) dan (26) berlaku untuk kontras ideal. Yaitu kontras tanpa memperhitungkan radiasi hambur. Kontras yang lebih baik diperoleh pada tegangan rendah, karena perbedaan koefisien atenuasi yang lebih besar antara obyek dan mempunyai hamburan yang rendah (Cari, 2001).
Kontras radiasi tergantung pada : 1. Perbedaan ketebalan
Jika berkas sinar X dilewatkan pada dua ketebalan yang berbeda dengan material yang sama, maka jumlah sinar X yang ditransimisikan oleh bagian yang tipis lebih besar dibandingkan dengan jumlah sinar X yang ditransmisikan oleh bagian yang tebal.
2. Perbedaan kerapatan
Perbedaan kerapatan antara jaringan tubuh satu dengan yang lainnya adalah salah satu faktor penting yang menentukan kontras radiasi. Jaringan dengan kerapatan lebih besar mempunyai kemampuan yang besar pula dalam mengatenuasi sinar X.
3. Perbedaan nomor atom
Dalam diagnostik radiologi, atenuasi yang disebabkan oleh efek fotolistrik memberikan kontribusi yang cukup besar pada kontras. Absorpsi fotoelektrik meningkat sebanding dengan kanaikan nomor atom, khususnya jika kVp yang
(60)
digunakan rendah. Semakin besar perbedaan nomor atom antara kedua material, semakin besar pula kontrasnya.
4. Kualitas radiasi
Kemampuan foton sinar X untuk menembus jaringan tubuh bergantung pada energinya. Penggunaan kVp yang tinggi berarti energi sinar X yang dihasilkan lebih besar. Jika kVp yang digunakan terlalu rendah, hampir semua sinar X diatenuasi oleh pasien dan tidak ada yang mencapai film.
Kontras maksimum diperoleh ketika tidak ada interaksi hambur (Is) antara foton sinar X dengan obyek yang dicitrakan yang ditunjukkan pada gambar 2.18 di atas. Dari persamaan (6), dapat dituliskan intensitas yang diteruskan setelah melewati lesion yaitu :
2 2 2 1 1( ) 0 0 t t t e I
Ip = −µ − −µ ... (27) dan yang ditransmisikan melewati sekeliling :
1 1 0 t e I
Ip= −µ ... (28) Dengan memasukkan persamaan-persamaan di atas kedalam persamaan….. diperoleh 1 1 2 2 2 1 1 0 ) ( 0 t t t t e I e I C ν µ µ − − − −
= ... (29)
Dengan penderetan diperoleh :
1 ... ! 2 ) ( 1 ... ! 2 ) ( 1 2 2 2 2 2 1 2 1 − + + + + − + − +
= t t
C µ µ µ µ ... (30)
(61)
[
]
) ( 1 ) ( 1 2 1 2 2 1 µ µ µ µ − = − − + = C t C ... (31) Persamaan ini menunjukan bahwa besarnya kontras sebanding dengan perbedaan koefisien atenuasi linear pada sekeliling obyek atau udara dengan koefisien atenuasi linear pada obyek yang diselidiki.2.5.2. Radiasi Hambur
Radiasi hambur ini merupakan hamburan Compton yang dihasilkan oleh interaksi foton sinar X dan elektron bebas dalam bahan. Banyaknya kuantitas radiasi hambur dinyatakan dengan Fraksi hambur (Scatter Fraction), yaitu perbandingan antara intensitas hambur, IS dan intensitas total radiasi yang menembus material, IS + IP, di rumuskan sebagai berikut: (Cari, 2001)
Is Ip
Is SF
+
= ... (32)
Persamaan di atas dapat dijelaskan bahwa besarnya nilai SF tergantung pada nilai – nilai intensitas hambur, Is dan intensitas yang melalui bahan, Ip. Semakin tinggi nilai intensitas hamburnya maka nilai SF yang dihasilkan juga akan semakin tinggi. Kuantitas radiasi hambur bergantung pada : (Thomas Curry, 1990)
1. Energi yang diberikan (dalam kVp) 2. Ketebalan material / obyek
3. Ukuran medan penyinaran 1. Energi yang diberikan (kVp)
Pada range energi yang rendah antara 20 sampai 30 keV, efek fotolistrik memegang peranan yang dominan. Ini berarti hanya sedikit radiasi hambur yang
(62)
dihasilkan. Saat energi radiasi ditingkatkan, prosentase terjadinya reaksi Compton dan produksi radiasi hambur juga akan mengalami peningkatan. Kuantitas radiasi hambur sebanding dengan kenaikan energi radiasi karena memungkinkan lebih banyak foton hambur yang menembus material.
2. Ketebalan
Kuantitas radiasi hambur mencapai titik jenuh seiring dengan kenaikan ketebalan material yang dilalui foton. Jumlah total dari radiasi hambur akan mengalami kenaikan dengan bertambahnya ketebalan material.
3. Ukuran medan penyinaran
Ukuran medan penyinaran merupakan faktor yang penting dalam produksi radiasi hambur. Penggunaan medan yang kecil berarti semakin kecil volume jaringan yang diradiasi, yang juga akan menghasilkan foton hambur dalam jumlah kecil. Sebagian besar dari foton hambur hilang sebelum mencapai film karena memiliki sudut hambur yang cukup besar (Curry, 1990).
Dari radiasi hambur yang dihasilkan, intensitas yang ditransmisikan melalui obyek yang diselidiki, Iobj, meliputi intensitas primer, Ipo dan intensitas hambur
s
I . Sedangkan intensitas yang ditransmisikan lewat sekeliling, Ibackg, meliputi intensitas primer Ip, dan intensitas hambur, Is. Karena Iobj = Ipo + Is dan
backg
I = Ip + Is, maka kontras yang dihitung dengan memperhatikan radiasi hambur, Cs, dapat dituliskan sebagai berikut: (Cari, 2001)
(1)
34 453.47 554.43 450.75 459.65 459.66 463.6 464.9 468.27 469.81 468.49 468.52 515.08 609.12 515.19 468.05 470.93 473.77 35 448.52 458.68 448.22 462.78 465.17 461.62 465.48 470.26 466.42 464.89 466.52 508.17 597.14 504.46 468.98 473.7 480.16 36 440.26 445.86 444.45 455.28 455.24 461.24 460.93 458.32 462.95 460.67 465.63 464.93 470.75 467.74 470.07 476.99 472.21 37 436.98 440.04 448.3 453.34 452.21 457.19 458.39 461.2 462.85 466.32 466.3 464.63 461.38 465.19 463.49 466.25 467.77 38 438.45 441.72 442.32 445.05 450.79 449.25 460.07 457.24 454.36 456.57 456.47 467.71 462.62 463.13 468.32 466.01 467.36 39 436.37 439.48 443.41 453.79 445.78 446.82 450.75 456.11 455.07 450.25 457.23 459.19 458.76 459.6 458.08 467.08 454.21
(2)
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 493.05 490.56 497.11 491.36 474.88 474.92 492.19 501.49 499.25 494.6 499.56 494.38 488.71 498.15 498.66 508.85 518.28 516.7
484.7 483.67 485.51 491.73 494.42 505.98 521.59 518.59 497.12 505.7 496.42 495.45 491.36 496.22 507.16 515.5 517.08 518.43 491.84 492.41 485.8 497.59 494.67 506.03 520.24 520.46 506.49 504.2 501.6 503.54 496.12 496.57 499.75 505.26 508.34 514.11 490.63 493.55 492.19 493.04 497.94 494.58 496.73 495.28 500.85 504.5 499.71 501.41 497.6 499.95 495.11 505.08 511.3 510.33 495.99 491.62 497.44 499.12 495.52 495.81 505.8 500.53 504.05 501.9 504.4 502.34 497.74 501.2 496.06 490.55 496.95 496.87 496.32 492.53 496.44 496.55 500.73 501.21 504.74 502.04 502.11 501.6 501.27 502.73 501.99 506.05 499.56 489.87 495.71 497.16 496.2 498.15 497.87 495.01 494.26 508.55 503.43 502.46 500.84 504.9 505.81 505.14 500.04 499.17 502.45 496.6 495.34 497.3 494.88 498.77 499.55 496.75 499.42 501.21 503.29 504.85 505.13 508.5 504.26 504.9 501.09 500.99 501.9 497.55 496.91 493.61 495.31 493.34 498.38 496.79 497.38 501.1 503.32 504.89 506.14 508.7 505.42 504.11 502.29 499.93 500.36 491.42 495.82 496.07 491.58 495.75 500.07 506.21 505.47 505.57 506.68 503.37 507.74 512 510.1 501.27 507.17 500.76 501.07 495.62 506.3 503.63 492.41 501.6 505.48 497.6 502.11 509.1 526.71 530.29 512.53 507.6 509.16 506.63 504.68 502.63 504.72 523.52 531.77 528.97 505.54 500.48 496.13 498.06 506.14 514.84 548.59 553.62 524.08 507.7 504.25 506.61 499.92 509.78 524.63 530.89 532.85 535.89 493.56 494.55 495.73 501.27 502.84 506.96 540.54 542.06 517.19 510.6 503.55 505.04 508.42 509.85 528.14 537.35 544.31 540.33 495.3 498.47 494.62 495.01 502.45 503.31 504.25 513.03 508.96 512.1 507.16 505.49 507.1 504.7 522.55 535.62 539.43 546.7 499.97 497.18 494.48 503.93 502.99 505.44 511.83 515.86 513.33 509.1 505.34 503.3 503.93 508.3 517.03 533.23 531.18 531.02 498.64 499.24 493.67 506.37 503.36 503.6 506.36 506.98 511.96 504.7 516.11 508.8 503.9 505.38 504.38 514.36 520.1 519.16 494.29 502.92 502.96 502.34 506.34 509.14 507.84 509.49 508.87 514.9 513.87 512.44 510.29 510.19 504.75 501.97 501.23 501.33 495.14 494.07 497.56 496.36 505.56 510.95 511.09 513.17 505 508.6 507.29 506.79 506.25 509.5 502.2 495.83 503.02 500.61 494.11 498 498.23 506.55 507.98 504.58 512.44 511.9 509.33 513.6 507.62 506.01 505.23 503.69 500.9 501.78 502.9 498.27 498 499.41 496.01 500.58 498.94 499.42 504.45 510.08 512.68 507.9 508.19 507.89 502.73 503.36 507.44 504.75 505.01 496.99 507.55 500.51 495.2 504.33 501.67 499.4 501.58 506.59 504.88 510 501.73 511.02 504.92 500.49 502.42 511.88 539.38 540.43 500.46 496.68 498.54 499.42 505.73 536.85 565.99 518.42 504.07 500.6 505.57 505.56 506.86 504.72 512.6 561.31 571.81 567.63 499.53 496.67 503.27 503.98 506.79 603 626.66 590.43 506.93 504.7 505.04 505.21 504.1 503.34 537.79 567.67 580.99 584.97 498.31 502.96 495.27 504 504.14 599.71 626.03 580.95 505.56 503.5 498.88 500.23 502.39 500.23 544.11 564.42 581.27 581.14 488.66 496.98 497.42 500.15 503.26 514.15 540.74 512.03 497.99 506.6 505.2 497.3 502.03 497.2 531.35 558.78 576.24 575.87 492.89 495.13 495.18 499.62 499.94 499.39 497.75 506.24 502.84 499.9 502.52 500.44 499.05 498.67 495.24 533.62 554.99 563.07 482.71 492.85 490 496.45 499.61 491.89 503.73 498.85 507.23 509.2 506.96 501.05 499.59 492.76 503.3 496.97 498.46 508.54 488.94 487.39 491.93 490 496.89 491.38 497.08 497.09 494.22 493.9 500 493.3 493.75 491.91 497.5 492.79 494.73 494.9 489.69 488.62 488.31 486.71 494.05 504.13 498.8 500.65 497.91 494.3 498.08 502.24 493.12 495.7 491.11 494.32 493.39 489.27 486.28 489.06 481.34 484.67 487.12 498.1 490.4 495.16 495.1 496.2 497.25 495.42 496.55 492.49 498.18 487.23 489.32 485.5 483.3 482.8 485.4 482.39 487.12 486.82 495.87 489.93 497.48 493.6 495.24 495.37 495.85 496.55 492.9 482.92 486.6 487.26 479.82 482.31 482.66 486.94 484.93 491.19 492.27 492.49 497.81 492.6 493.35 488.29 493.55 486.29 485.17 494.31 543.34 577.55 474.95 475.95 479.63 484.91 487.97 503.31 584.35 584.89 505.2 493.8 491.05 485.13 490.4 485 490.86 564.28 632.81 645.33
(3)
474.3 479.64 477.31 481.66 486.26 550.06 637.67 657.56 560.73 493.9 486.61 492.84 486.49 484.19 507.7 608.18 639.77 642.75 476.11 472.75 474.22 478.65 476.58 523.34 637.54 640.23 542.86 491.4 488.6 483.96 484.28 484.16 517.7 617.92 646.09 644.62 471.23 471.06 472.1 481.65 482.03 481.98 505.81 526.45 488.09 486.6 483.94 482.6 484.86 485.66 491.58 606.37 641.66 653.87 471.01 469.36 468.01 468.55 474.27 476.43 480.49 488.74 483.05 484.6 482.6 480.82 480.25 481.44 480.5 512.38 617.98 639.79 452.22 451.75 459.23 470.39 474.92 469.2 477.2 474.3 479.95 478.3 481.65 476.92 477.23 472.23 473.76 473.54 487.36 510.53 451.73 454.17 459.3 468.81 469.38 467.09 467.34 474.05 473.82 477.5 475.18 475.46 476.13 470.3 471.64 467.81 473.64 469.2
(4)
36 37 38 39 40 41 42 43 507.63 495.7 490.67 483.46 487.53 482.1 476.36 478.71 505.42 502.8 491.44 485.72 483.62 481.16 480.76 472.83 506.91 495.72 488.58 480.27 478.48 482.17 480.39 476.31 503.77 496.41 492.57 486.42 486.33 484.2 477.82 478.11 495.71 494.06 491.24 488.28 491.1 485.41 482.92 482.28 496.42 490.15 496.13 486.7 491.55 487.18 480.19 484.12 495.48 492.22 499.18 486.69 485.43 484.36 489.82 484.38 492.16 496.29 492.11 490.37 489.03 488.22 485.52 482.13 497.1 492.05 495.97 492.06 490.55 486.79 485.32 477.48 505.47 495.88 498 497.57 495.83 488.51 485.95 479.84 516.91 500.6 496.02 497.46 499.54 489.03 486.22 483.53 530.5 510.44 501.81 491.06 493.49 493.62 482.76 477.64 538.03 523.86 497.18 494.48 504.55 494.83 490.48 485.91 533.75 519.76 504.61 502.3 495.32 492.32 491.41 486.78 524.41 507.06 493.92 490.05 496.15 493.7 489.76 487.23 504.06 506.03 503.79 494.07 497.89 496.32 493.18 489.05 502.46 499.66 495.73 499.44 497.91 492.97 492.76 487.04 500.64 496.91 502.8 496.37 489.17 498.42 488.42 487.88 502.34 499.87 505.28 490.52 495 488.96 490.6 487.14 498.28 502.58 493.03 500.95 483.55 487.55 487.34 487.87 520.41 499.3 496.91 494.19 493.67 489.35 491.82 485.57 566.86 526.47 499.87 493.58 490.03 486.89 484.97 484.04 578.91 562.41 503.92 492.22 488.22 487.56 475.98 481.72 580.98 558.78 504.86 494.11 485.69 486.04 480.46 485.53 563.82 558.43 496.06 497.51 488.13 485.38 485.22 477.01 554.51 505.69 496.63 492.57 484.91 476.57 477.63 478.95 498.57 491.28 486.27 484.94 488.28 482.53 481.41 474.16 488.01 490 492.24 484.2 485.06 484.69 480.14 477.77 489.66 489.13 489.55 484.66 484.02 479.23 476.09 477.01 486.8 481.06 484.91 476.45 480.15 476.44 474.75 479.46 484.76 486.47 491.3 488.23 479.64 477.38 471.75 478.02 566.36 510.47 485.47 484.12 481.42 474.98 482.29 472.83 643.1 625.34 501.76 481.77 478.54 475.09 477.38 471.35
(5)
653.32 641.83 568.11 482.29 476.57 475.83 477.14 464.17 660.73 651.61 581.33 476.02 478.18 474.36 465.85 464.98 647.8 640.09 536.04 478.56 473.33 472.35 468.03 458.95 629.8 566.99 479.64 476.66 476.64 467.7 468.14 458.12 502.29 475.29 462.72 467.92 469.89 463.86 465.61 459.38 470.67 469.77 467.84 464.98 463.04 458.95 456.99 451.93
(6)
120
LAMPIRAN 4. GAMBAR ALAT
Gambar 1. Seperangkat peralatan BAS 1800II Storage Phospor Imaging System
Gambar 2. Seperangkat sumber sinar X yang dikeluarkan oleh GE Medical System Europe model VMX 75 THII.