Pengaruh Kenaikan Tingkat Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan
Tabel
26. Simulasi Historis Dampak Kenaikan Kemiskinan dan Ketimpangan
Pendapatan Terhadap Makroekonomi-Lingkungan Jawa Barat
Variable Keterangan Kenaikan
PR 0.5 GR 0.02 AGRO Sektor
Pertanian -8.2971
INDS Sektor Industri
-14.7651 JASA Sektor
Jasa -4.4484
LKP Lahan Kritis
Perkapita 10.6557
TG Tambang dan Galian
-0.8181 KN Kontruksi
-2.3572 TDSP
Total Dissolved Solid percapita -8.0679
BODP Biologi oxigen demand percapita
-11.6773 CO Carbon
Monoksida -12.6084
CO2P Carbon Dioksida
perkapita -17.1287
PDRB Produk Domestik Regional Bruto
-8.1285 Yt PDRBkapita
-7.7667 SA Pangsa
Pertanian -0.2134
SI Pangsa Industri
-7.2666 SJ Pangsa
Jasa-Jasa 3.2405
PRDA Produktivitas TK
Pertanian -8.4135
PRDI Produktivitas TK
Industri -14.5987
PRDJ Produktivitas TK
Jasa-Jasa -3.8699
Fakta di lapangan menunjukan bahwa ketika krisis ekonomi terjadi dan sampai saat ini dimana perekonomian belum pulih sebagaimana mestinya tekanan
terhadap sumberdaya lahan dan hutan sangat mengkhawatirkan. Penjarahan hutan oleh masyarakat sebenarnya terkait dengan kelompok masyarakat yang bermodal
yang memanfaatkan lemahnya perangkat hukum dan kemiskinan masyarakat sekitar. Dapat dimengerti jika kemiskinan dan ketimpangan pendapatan semakin tinggi
dampaknya semakin besar. Tidak demikian untuk kasus pencemaran air dan udara, dengan turunnya
output sektor ekonomi konsisten dengan skenario yang pertama, maka tingkat
pencemaran air dan udara berkurang. Nampak di tabel jumlah TDSp turun sebesar
8.07 persen, BODp turun 11.67 persen, CO turun 12.61 persen dan CO2p turun 17.13 persen. Hal ini semakin memperkuat temuan di skenario yang pertama bahwa tingkat
pencemaran air dan udara sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi. Pengaruh kemiskinan dan ketimpangan pendapatan yang positif terhadap BODp dan TDSp
relatif rendah sehingga tereliminir oleh pengaruh dari PDRB per kapita. Penurunan PDRB per kapita sebesar 8.13 persen sebagai akibat dari naiknya kemiskinan 0.5
persen dan GR 0.02 ternyata menimbulkan dampak terhadap turunnya indikator kualitas air dan udara dalam proporsi yang lebih besar.
Untuk membuang pengaruh perubahan PDRB yang berarti pertumbuhan ekonomi dianggap eksogen, berarti kemiskinan berdampak langsung terhadap
degradasi lingkungan ternyata luas lahan kritis per kapita naik dalam persentase yang lebih besar, tingkat pencemaran air pun meningkat. Hasil simulasi untuk kasus ini
dapat membuktikannya sebagaimana bisa dilihat pada Tabel 27 di bawah ini. Dengan membuang pengaruh PDRB, terbukti kemiskinan turut memperburuk kualitas
lingkungan yakni meningkatnya luas lahan kritis per kapita, BODp dan TDSp. Padahal kedua indikator kualitas air ini membaik jika PDRB bersifat endogen.
Memperlakukan PDRB sebagai variabel eksogen di sini memperkuat hasil simulasi sebelumnya bahwa kemiskinan menentukan degradasi lingkungan.
Tabel
27. Simulasi Historis Dampak Kenaikan Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan Terhadap Makroekonomi-Lingkungan Jawa Barat Jika PDRB
Eksogen
Variabel Keterangan Jika PDRB Eksogen
Nilai Dasar Simulasi
Δ AGRO Sektor
Pertanian 20268702
19905195 -1.7934 INDS Sektor
Industri 34354320
32880008 -4.2915
JASA Sektor Jasa
41147038 41147038 0.0000
LKP Lahan Kritis
Perkapita 0.012
0.0134 11.6667
TG Tambang dan Galian
10422803 10422803
0.0000 KN Kontruksi
5554335 5554335
0.0000 TDSP
Total Dissolved Solid percapita 0.0389
0.0406 4.3702
BODP Biologi oxigen demand percapita
0.006137 0.0065
5.9149 CO Carbon
Monoksida 675563
675563 0.0000
CO2P Carbon Dioksida
perkapita 0.3404
0.3404 0.0000 YT PDRBkapita
3.1848 3.1848
0.0000 SA Pangsa
Pertanian 21.6800
21.3144 -0.3656
SI Pangsa Industri
22.6288 21.3663
-1.2625 SJ Pangsa
Jasa-Jasa 37.3867
37.3867 0.0000
PRDA Produktivitas TK
Pertanian 4.1608 4.0870
-1.7737 PRDI Produktivitas
TK Industri 16.5524
15.6998 -5.1509
PRDJ Produktivitas TK
Jasa-Jasa 7.3274
7.3274 0.0000
Berdasarkan keempat skenario ini nampak bahwa penyebab utama masalah lahan kritis adalah kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Temuan ini mendukung
pemikiran Hayami, Andersen dan studi empiris sebelumnya yang dibahas di Bab II Studi Literatur yakni studi Barros, et.al dan Grepperud. Pertumbuhan ekonomi
memiliki potensi untuk mengendalikan lahan kritis jika tumbuh dalam persentase yang cukup besar lebih dari 1 persen. Sementara penyebab utama masalah
pencemaran air dan pencemaran udara adalah pertumbuhan ekonomi. Perubahan seluruh indikator kualitas air dan udara sangat responsif terhadap perubahan
pertumbuhan ekonomi, artinya ketika ekonomi tumbuh 1 persen kenaikan jumlah CO,
CO2p, BODp dan TDSp lebih dari 1 persen. Kemiskinan pun turut memperburuk
kualitas air. Dengan demikian masih terjadi trade off antara perkembangan lahan kritis
dengan pencemaran air dan pencemaran udara ketika ekonomi tumbuh. Hal ini secara implisit mengisyaratkan bahwa menangani lahan kritis relatif lebih mudah
dibandingkan dengan yang lainnya ketika ekonomi tumbuh signifikan. Fakta ini selaras dengan eksistensi tipe hak kepemilikan diantara lahan kritis dengan air dan
udara, juga tipe kerusakan dan dampaknya. Lahan dimiliki secara jelas yakni pribadi masyarakat dan negara Perhutani
sehingga lebih mudah dalam merancang pola dan mekanisme kebijakan, siapa sasarannya dan bagaimana aturan mainnya agar luas lahan kritis dapat berkurang.
Kerusakan dapat teridentifikasi dengan mudah karena menyangkut lokasi tertentu. Dampak sangat terasa dengan munculnya banjir ketika musim hujan dan kekeringan
ketika musim kemarau. Dengan demikian ketika pendapatan naik mendorong alokasi untuk konservasi lahan semakin besar. Melalui hubungan ini pula dampak
kemiskinan menjadi konsisten dengan luas lahan kritis, bahwa semakin rendah kemiskinan dan ketimpangan pendapatan semakin tinggi upaya konservasi lahan.
Sedangkan kasus pencemaran air dan udara terkait erat dengan sifat open access,
sulit menetapkan siapa yang paling bertanggungjawab. Pencemaran air dan udara memerlukan pengukuran secara akurat untuk menentukan tingkat
pencemarannya. Sifat pencemaran bisa lintas batas wilayah administrasi sehingga
mendorong sikap kurang peduli. Efek langsung tidak terasa dalam jangka pendek
bahkan dimungkinkan lintas generasi. Oleh karena itu kenaikan pendapatan masih mendorong peningkatan polusi air dan udara.
Skenario kenaikan dalam proporsi yang sama memiliki dampak yang linier terhadap seluruh variabel endogen bahwa perubahannya dua kali lipat dibandingkan
dengan kenaikan skenario yang pertama.