Parameter Persamaan Tingkat Kemiskinan Parameter Persamaan Lahan Kritis Per Kapita

persen maka kemiskinan akan naik sebesar 0.23 persen dalam jangka pendek dan 0.87 persen dalam jangka panjang. Sementara kenaikan PDRB sebesar 1 persen akan menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 0.22 persen dalam jangka pendek dan 0.82 persen dalam jangka panjang. Dengan demikian peningkatan PDRB diharapkan terjadi dalam angka yang cukup besar agar bisa menurunkan kemiskinan secara signifikan. Peningkatan PDRB pun akan menurunkan tingkat pengangguran, dan hasil estimasi untuk variabel pengangguran memperlihatkan tanda positif bahwa jika pengangguran turun kemiskinan akan berkurang.

5.1.3. Parameter Persamaan Lahan Kritis Per Kapita

Pertumbuhan ekonomi dan kondisi sosial ekonomi yang telah dicapai Jawa Barat selama kurun waktu 34 tahun berdampak pula pada kondisi lingkungan. Perubahan fungsi lahan dari pertanian menjadi kawasan non pertanian tidak bisa dihindari, diikuti dengan meluasnya LKp. Hasil pendugaan parameter dan tingkat signifikansi pada persamaan LKp disajikan dalam Tabel 13. Diantara seluruh variabel bebas ternyata pertambangan dan penggalian memiliki tingkat signifikansi yang paling tinggi dengan tanda sesuai dugaan, bahwa jika output sektor ini naik akan meningkatkan LKp. Maraknya penggalian galian tipe C di kaki-kaki gunung, seperti di kaki Gunung Tampomas Kabupaten Sumedang tepatnya di Kecamatan Cimalaka, Paseh dan Conggeang, kaki Gunung Ciremai Kabupaten Majalengka, kaki Gunung Masigit Kabupaten Bandung, Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon, Cipamingkis Kabupaten Bogor, Warungkondang di Kabupaten Cianjur dan Cimangkok di Kabupaten Sukabumi merupakan bukti meluasnya LKp. Tabel 13. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Lahan Kritis Per Kapita Variable Parameter Standard Error Prob |T| Elastisitas SR LR INTERCEP -0.007245 0.004619 0.1298 TG 0.0000000004 0.00000000008 0.0001 0.3288 1.7082 PR 0.000057931 0.000054672 0.2999 0.0932 0.4842 GR 0.014618 0.010064 0.1593 0.3980 2.0678 DLK -0.000122 0.000452 0.7888 -0.0055 -0.0285 ED -0.000126 0.000394 0.7516 -0.0568 -0.2952 LLKp 0.807509 0.049588 0.0001 ProbF 0.0001 Adj R 2 = 0.9659 DW = 1.914 Hal ini bisa terjadi karena banyaknya pengusaha pertambangan dan penggalian yang tidak melakukan reklamasi lahan, sehingga area bekas pertambangan dan penggalian menjadi kubangan atau lahan gersang. Dalam jangka panjang sektor pertambangan dan penggalian sangat elastis, bahwa setiap kenaikan output sektor ini sebesar 1 persen akan menaikan LKp sebesar 1.7 persen. Kemiskinan dan ketimpangan pendapatan pun berhubungan positif dengan LKp, bahwa memburuknya kondisi sosial ekonomi akan berdampak pada meningkatnya LKp. Masyarakat yang miskin secara materi yang ditunjukkan dengan rendahnya pendapatan dapat mendorong perilaku menebang pohon secara ilegal, menanam sesuatu yang cepat menghasilkan seperti sayuran di lahan yang curam tanpa menerapkan teknik konservasi dengan benar. Kenyataan saat ini dimana harga minyak tanah sangat tinggi, membuat masyarakat perdesaan yang kurang mampu menebangi pohon untuk dijadikan kayu bakar. Banyak pula petani kecil yang menanam hortikultura ke lereng-lereng bukit dengan terlebih dahulu menebangi pohon-pohonnya hasil survei dan interview di daerah Kabupaten Bandung dan Majalengka. GR paling responsif terhadap perubahan LKp baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Setiap kenaikan GR sebesar 1 persen akan menaikan LKp sebesar 0.4 persen dalam jangka pendek dan 2.1 persen dalam jangka panjang. Makna ketimpangan pendapatan dapat diperluas sebagai ketimpangan kekuasaan yang bisa memunculkan pressure group yang cenderung berperilaku sesuai keinginannya tanpa mengindahkan kepentingan masyarakat banyak melalui lobi-lobi politik. Hal ini tercermin pada sering tidak konsistennya pelaksanaan Rencana Tata Ruang dan Wilayah RTRW ketika ada pemilik modal besar menginginkan kegiatan aktivitas ekonomi di lokasi yang bukan peruntukannya. Hasil estimasi dummy kebijakan ternyata tidak signifikan, artinya ada kebijakan atau tidak sama saja. Sebenarnya dengan adanya kebijakan tersebut cenderung akan menurunkan luas lahan kritis, sekalipun responnya sangat rendah. Hal ini menunjukan bahwa pelaksanaan kebijakan pengendalian luas lahan kritis kurang berjalan efektif. Dengan demikian perlu peningkatan komitmen pelaksanaan kebijakan secara serius untuk mengatasi lahan kritis. Luas lahan kritis terkait pula dengan sejauhmana pengetahuan, pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap dampak dari lahan kritis. Ketika terdapat kepedulian yang tinggi, ini akan menjadi kontrol terhadap perilaku yang berdampak terhadap meluasnya lahan kritis. Sebaliknya jika kurang peduli dan ketidakpedulian meluas, maka aktivitas perusakan lahan menjadi sulit dikendalikan. Untuk menangkap fenomena ini maka dalam model dimunculkan variabel rata-rata lamanya sekolah masyarakat Jawa Barat sebagai proksi terhadap tingkat kepedulian. Hasil estimasi menunjukan bahwa variabel tersebut tidak berpengaruh terhadap luas lahan kritis namun tanda sesuai harapan. Respon tingkat kepedulian hanya sebesar 0.06 persen dalam jangka pendek dan 0.3 persen dalam jangka panjang. Berarti terdapat keterkaitan antara kebijakan dengan tingkat kepedulian bahwa dalam keadaan tingkat kepedulian yang rendah membuat implementasi kebijakan kurang efektif. Membangun kepedulian lingkungan bisa diandalkan untuk menjamin efektivitas kebijakan.

5.1.4. Persamaan Sektor Pertambangan dan Penggalian

Terdapatnya variabel sektor pertambangan dan penggalian dalam model lahan kritis, menarik untuk dikaitkan lebih jauh dengan sektor bangunan, karena output dari sub sektor penggalian merupakan input utama aktivitas sektor bangunan. Dengan demikian model berikutnya adalah persamaan sektor pertambangan dan penggalian sebagai fungsi dari sektor bangunan dan dummy variabel pelaksanaan otonomi daerah. Sejak otonomi daerah pengurusan ijin penambangan galian C dilakukan di kabupaten masing-masing. Terdapat kecenderungan banyak kabupaten yang meningkatkan target Pendapatan Asli Daerah PAD dari sub sektor ini sehingga banyak mengeluarkan ijin penambangan. Hasil pendugaan parameter dan tingkat signifikansi pada persamaan sektor pertambangan dan penggalian disajikan dalam Tabel 14. Hasil estimasi menunjukkan bahwa kedua variabel kurang respon terhadap output sektor pertambangan dan penggalian. Dalam hal ini permintaan terhadap output sektor penggalian merupakan derived demand dari produksi sektor bangunan. Tabel 14. Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Output Sektor Pertambangan dan Penggalian