Tempat dan Waktu Penelitian Gambaran Umum Wilayah Penelitian

18 sekunder diperoleh dari instansi terkait, yang secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 2. Karakterisasi koleksi plasmanutfah baik tanaman, buah maupun bunga dilakukan secara praktis, baik data kuantitatif maupun kualitatif dan dilakukan di kebun percobaan PT East West Seed Indonesia di Purwakarta. Tabel 2. Rancangan penelitian sesuai tujuan penelitian Tujuan Jenis dan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data Teknik Analisis Data Keluaran Menganalisis dampak adopsi benih terong hibrida terhadap keragaman plasmanutfah terong lokal Data primer dari percobaan lapang dan petani responden, data sekunder dari instansi terkait Karakterisasi tanaman di lapang dan wawancara dengan petani. Penelusuran data di lingkup Deptan Balitbiogen,Balit sa, Petani Aanalisis klaster pengelompokan berdasar karakter pokok panjang, warna dan bentuk Keragaman plasma nutfah dalam deskripsi Menganalisis faktor-faktor penentu adopsi Data primer dari petani tentang faktor penentu adopsi benih hibrida dan sekunder penguasaan pasar benih hibrida Wawancara dengan petani sampel yang diambil secara acak, serta pengumpulan data dari toko pertanian dan PT East West Seed Indonesia Analisis regresi logit untuk faktor penentu adopsi. Tingkat penguasaan pasar benih hibrida dianalisis secara deskriptif dengan grafik Model logit faktor penentu adopsi. Tingkat penguasaan pasar benih terong hibrida Menganalisis manfaat ekonomi benih terong hibrida Data primer dari petani Wawancara dengan responden Partial budget analysis, Quality seed multiplier analysis dan rasio pendapatan Nilai manfaat ekonomi varietas terong hibrida, R, QSM dan rasio pendapatan 19 3.2.2 Analisis Data 3.2.2.1 Analisis Dampak Adopsi Benih Terong Hibrida terhadap Keragaman Fenotip Plasmanutfah Terong Lokal Pengelompokan plasmanutfah berdasarkan karakter fenotip tanaman secara kualitatif dapat ditunjukkan pada Tabel 3. Pengelompokan tersebut mengacu pada penelitian Chan dan Lie 1996 dalam mengidentifikasi keragaman plasmanutfah di Taiwan. Tabel 3. Pengelompokan plasmanutfah terong lokal Bentuk Warna buah Warna daging buah Warna batang Warna bunga Panjang Ungu Putih Ungu Ungu coklat-hitam Hijau Ungu Ungu Hijau Hijau Ungu Ungu Hijau Putih Putih Putih Ungu Ungu Hijau Putih Lurik Putih Ungu Ungu Hijau Putih Bulat lurik hijau Putih Ungu Ungu Hijau Putih Putih Putih Ungu Ungu Hijau Putih Ungu Putih Ungu Ungu Hijau Putih Ungu Ungu lurik ungu Putih Ungu Ungu Oval lurik hijau Putih Ungu Ungu Hijau Putih Putih Putih Ungu Ungu Hijau Putih Ungu Putih Ungu Ungu Hijau Putih Ungu Ungu lurik ungu Putih Ungu Ungu Kalapa Hijau Hijau Ungu Ungu Hijau Putih Ungu Putih Ungu Ungu coklat-hitam Hijau Ungu Ungu Putih Putih Ungu Ungu Hijau Putih 20 Keragaman plasmanutfah terong lokal sebelum dan sesudah adopsi dianalisis secara deskriptif, disamping menggunakan analisis pengelompokan cluster analysis. Klasterisasi tiap plasmanutfah dilakukan berdasarkan karakter penting tanaman seperti bentuk buah: terong bulat, oval dan panjang; warna buah: putih, hijau dan ungu; ukuran buah panjang dan diameter buah, warna batang dan warna bunga. Warna buah diukur dengan menggunakan color munsell. Masing-masing klaster disajikan dalam deskripsi dan foto.

3.2.2.2 Analisis Faktor-faktor Penentu Adopsi Benih Terong Hibrida

Pendekatan fungsi logit digunakan untuk mengetahui faktor-faktor penentu adopsi varietas terong hibrida oleh petani. Regresi logit adalah suatu teknik analisis data yang dapat menjelaskan hubungan antara peubah respon berupa data kualitatif yang mencerminkan suatu pilihan alternatif dengan peubah-peubah penjelas berupa data kualitatif atau data kuantitatif. Peubah respon dalam regresi dapat berbentuk dikhotom biner maupun polytomous ordinal atau nominal. Dengan kata lain, analisis regresi logit merupakan suatu teknik untuk menerangkan peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon Firdaus dan Farid 2008. Dalam analisis regresi logit, pemodelan peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon dilakukan melalui transformasi dari regresi linier ke logit. Rumus transformasi logit tersebut adalah Firdaus dan Farid 2008: ……………………………………………........................................ . 1 dengan pi adalah peluang munculnya kejadian kategori sukses dari peubah respon untuk orang ke-i dan log e adalah logaritma dengan basis bilangan e. Kategori sukses secara umum merupakan kategori yang menjadi perhatian dalam penelitian. Peubah respon adalah keputusan petani dalam mengadopsi benih hibrida secara total 1 atau tidak total 0, yang ditransformasikan dari bentuk kualitatif menjadi kuantitatif, dengan menggunakan fungsi distribusi normal kumulatif, sehingga nilainya berkisar dari 0 sampai 1 Gujarati 2003. Dengan demikian model yang digunakan dalam analisis regresi logit adalah Firdaus dan Farid 2008: 21 Yi : peubah respons 0 = adopter tidak total; 1=adopter total p i : peluang petani mengadopsi benih terong hibrida X1-n : peubah penjelas ke 1-n β : merupakan konstanta intersep model garis regresi β 1-n : merupakan koefisien peubah penjelas ke-1 -n ε : merupakan error term Dalam menentukan faktor-faktor penentu adopsi benih terong hibrida digunakan 14 peubah penjelas atau peubah bebas, yaitu: a Harga benih murah x 1 . Menggambarkan nilai harga benih hibrida dibandingkan harga benih lokal dan keterjangkauan nilai tersebut. Benih merupakan input yang sangat menentukan keberhasilan usaha tani. Harga benih hibrida hasil pemuliaan umumnya lebih mahal dibandingkan dengan benih hasil perbanyakan lokal, sehingga komponen biaya benih dapat meningkatkan biaya usaha tani. b Ketersediaan benih sampel x 2 . Menggambarkan benih hibrida yang disediakan secara cuma-cuma untuk pengujian atau pengenalan awal kepada petani. Varietas hibrida sebelum dipasarkan harus melalui tahapan uji-coba atau pengujian multi lokasi dan adaptasi. Tahapan ini merupakan langkah awal dalam proses adopsi, untuk memperkenalkan suatu varietas baru. Ketersediaan benih sampel secara cuma-cuma tidak menambah biaya usaha tani. c Promosi x 3 . Menggambarkan peran promosi yang dilakukan oleh petugas di lapang. Promosi menggambarkan tahapan dalam proses adopsi yang dilakukan oleh pihak perusahaan yang memiliki varietas yang akan dikomersialisasikan ataupun dilakukan oleh dinas pertanian. Bentuk promosi dapat dilakukan dengan melakukan petak percontohan, temu petani, brosur-brosur atau media elektronik. d Kebanggaan menjadi adopter awal x 4 . Menggambarkan karakter emosional petani yakni kebanggaan sebagai pengguna benih hibrida pertama dibandingkan petani lain, sehingga nilai tambah dari suatu 22 varietas akan didapatkan sebelum orang lain mendapatkannya. Hal ini merupakan citra diri dari seorang petani. e Dorongan teman x 5 . Menggambarkan besar dorongan petani lain dalam mengadopsi benih terong hibrida. Pemasaran hasil usaha tani sayuran umumnya dikendalikan oleh pengepul. Selain itu pemilihan benih yang akan digunakan dalam usaha tani cenderung ditentukan oleh teman atau petani di sekitarnya. Petani akan mengadopsi varietas baru, jika sudah melihat langsung hasil yang diperoleh oleh teman atau tetangganya. f Bantuan dana uji coba x 6 . Menggambarkan adanya bantuan dana bagi petani untuk melakukan pengujian awal terhadap benih terong hibrida. Penggunaan benih varietas baru merupakan resiko bagi petani jika belum pernah menanam atau melihat. Petani cenderung untuk melakukan uji- coba varietas baru jika ada bantuan biaya percobaan. Besar bantuan dana uji coba biasanya ditetapkan berdasarkan sejumlah prosentase biaya usaha tani dari komoditas tertentu dalam bentuk rupiah atau dalam bentuk natura sarana produksi. g Peran pemodal x 7 . Menggambarkan peran pemodal dalam menentukan pemilihan benih terong hibrida bagi petani. Pemodal memegang peranan penting dalam menentukan pemilihan suatu varietas tertentu dalam usaha tani. Hal ini terkait dengan karakteristik dari kebutuhan pasar. h Brand image x 8 . Menggambarkan peran citra perusahaaan atau citra suatu produk yang dapat menentukan loyalitas petani dalam memilih benih hibrida. Loyalitas terhadap perusahaan ditentukan oleh citra dari produk yang dihasilkan atau citra dari perusahaan tersebut. i Kemudahaan pemeliharaan tanaman x 9 . Menggambarkan tingkat kemudahan dalam budidaya terong hibrida. Pemeliharaan tanaman terkait dengan penggunaan pupuk dan pestisida serta kegiatan rutin seperti penyiangan, pembuangan tunas samping, perambatan, penggunaan penyangga, sangat menentukan dalam biaya usaha tani yang harus dikeluarkan oleh petani, sehingga penentuan pemilihan suatu varietas diduga ditentukan oleh kemudahan pemeliharaan tanaman dari varietas ter sebut. 23 j Harga jual produkbuah x 10 . Menggambarkan nilai harga jual terong hibrida dibandingkan dengan terong lokal. Harga jual produk atau buah segar merupakan salah satu komponen dalam nilai pendapatan dan keuntungan yang diperoleh dalam usaha tani, sehingga diduga akan menentukan dalam pemilihan suatu varietas tertentu. k Kemudahan produkbuah dijual x 11 . Menggambarkan tingkat kemudahan terong hibrida untuk dijual atau dipasarkan dibandingkan terong lokal. Sayuran merupakan produk yang memiliki sifat mudah rusak terkait dengan daya simpan yang dimiliki oleh masing-masing varietas atau komoditas, yang berimplikasi terhadap nilai pendapatan atau keuntungan dalam usaha tani. l Kualitas buah x 12 . Menggambarkan nilai kualitas terong hibrida terhadap terong lokal yang menentukan petani memilih atau tidak benih terong hibrida. Kualitas buah diduga merupakan karakter yang harus dimiliki oleh suatu varietas atau komoditas tertentu agar dapat diterima oleh pasar atau konsumen sebagai pengguna akhir. Diduga kualitas buah merupakan penentu dalam penentuan pemilihan suatu varietas tertentu dalam usaha tani. m Ketahanan terhadap organisme pengganggu x 13 . Menggambarkan nilai ketahanan terhadap organisme pengganggu tanaman dari benih terong hibrida. Organisme pengganggu berhubungan dengan jumlah buah yang dapat dipanen atau produksi total dalam usaha tani, sehingga menentukan pendapatan atau keuntungan yang diperoleh petani. Diduga ketahanan terhadap organisme pengganggu dapat menentukan pemilihan suatu varietas tertentu. n Produktivitas x 14 . Menggambarkan nilai produktivitas benih terong hibrida. Produksi total per satuan luas merupakan salah satu komponen dalam penentuan pendapatan atau keuntungan yang diperoleh petani dalam berusaha tani. Diduga produktivitas akan menentukan pilihan petani terhadap suatu varietas atau komoditas tertentu. 24 Dalam wawancara dengan petani, pengambilan data dari keempat belas peubah tersebut dilakukan secara kualitatif. Nilai peubah penjelas adalah 1= jika setuju dan 2= jika tidak setuju. Ukuran asosiasi diperlukan untuk mengkaji hubungan antar peubah kategorik, yaitu ukuran keeratan hubungan antar peubah kategorik. Salah satu ukuran asosiasi yang dapat diperoleh melalui analisis regresi logit adalah odd ratio rasio odd. Odd sendiri dapat diartikan sebagai rasio peluang kejadian sukses dengan kejadian tidak sukses dari peubah respon. Adapun rasio odd mengindikasikan kemungkinan munculnya kejadian sukses pada suatu kelompok dibandingkan dengan kelompok lainnya Firdaus dan Farid 2008.

3.2.2.3 Analisis Manfaat Ekonomi Benih Terong Hibrida dan Dampaknya

terhadap Pendapatan Petani Analisis manfaat ekonomi teknologi benih terong hibrida dibandingkan dengan non hibrida dilakukan dengan menggunakan partial budget analysis Horton 1982 dan Soetiarso et al. 2006: ∆NI = ∆TR -∆VC….……………….……………….…………………………2 R = ∆ NI∆VC………………………………….……….….…......………...3 ∆TR = TR H -TR L ………………………………………….…………………………..………………… 4 ∆VC = VC H -VC L …………………………………………….….……....……....5 TR H : Pendapatan total dengan benih hibrida Rp TR L : Pendapatan total dengan benih lokal Rp VC H : Biaya benih hibrida Rp VC L : Biaya benih lokal Rp ∆NI : Perubahan pendapatan bersih setelah menggunakan benih hibrida Rp R : Rasio perubahan pendapatan bersih terhadap perubahan biaya peubah penggunaan benih hibrida Adapun kriteria kelayakan ekonomi adalah: a. Jika nilai ∆NI 0, maka teknologi benih terong hibrida tidak memberikan nilai tambah. 25 b. Jika nilai ∆NI 0, ∆VC ≤ 0, maka teknologi benih terong hibrida memberikan nilai tambah. c. Jika nilai ∆NI 0, ∆VC 0, dan R ≥ 1.0, maka teknologi benih terong hibrida memberikan nilai tambah. Groot 2002 menggunakan analisis Quality Seed Multiplier QSM untuk melihat nilai tambah dari teknologi benih hibrida yang didefinisikan sebagai selisih pendapatan yang diperoleh petani dengan teknologi benih hibrida dan benih lokal dibandingkan dengan selisih biaya benih hibrida dan benih lokal dengan formula: QSM = ∆TR∆VB…………………………………………………………...6 ∆TR = TBH – TBN..………………………………………………………..7 ∆VB = VBH – VBN….…………………………………………………… 8 QSM : quality seed multiplier ∆TR : selisih pendapatan teknologi benih hibrida dan benih lokal Rpha TBH : total pendapatan teknologi benih hibrida Rpha TBN : total pendapatan dari penggunaan benih lokal Rpha ∆VB : selisih biaya benih teknologi hibrida dan benih lokal Rpha VBH : biaya benih hibrida per hektar Rpha VBN : biaya benih lokal per hektar Rpha a. Jika QSM 25 maka teknologi benih hibrida tidak memberikan manfaat. b. Jika QSM 25 maka teknologi benih hibrida memberikan manfaat. Petani responden terdiri dari adopter total dan adopter tidak total. Adopter total hanya menggunakan benih terong hibrida dalam usaha tani, sebaliknya petani adopter tidak total menggunakan baik terong hibrida maupun terong lokal. Analisis QSM dilakukan pada petani adopter tidak total terkait dengan kelengkapan data usaha tani benih hibrida dan benih lokal. Peningkatan pendapatan petani merupakan parameter penting dalam menilai manfaat ekonomi, yang merupakan hasil akhir dari suatu usaha tani. Peningkatan pendapatan petani setelah menggunakan benih terong hibrida dalam berusaha tani dihitung berdasarkan rasio pendapatan teknologi benih hibrida terhadap benih lokal. IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Dua kecamatan yang dipilih di Kabupaten Indramayu, yaitu: Kecamatan Patrol dan Lelea. Batas administratif Kabupaten Indramayu adalah: di sebelah timur berbatasan dengan Cirebon, di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sumedang dan Majalengka, di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Subang dan di sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa. Letak geografis Kabupaten Indramayu berada pada koordinat 107°51’- 108°36’ Bujur Timur dan 6°15’-6 o 40’ Lintang Selatan. Kecamatan Patrol dan Lelea termasuk dataran rendah dengan ketinggian wilayah kurang dari 100 meter di atas permukaan laut. Iindra mayu N Gambar 3. Peta Kabupaten Indramayu Indramayu mempunyai curah hujan rata-rata kurang dari 100 mlbulan selama 5-8 bulan, walaupun pada musim penghujan sering rawan banjir. Luas total wilayah Indramayu adalah 2,041,011 hektar, dengan 41.90 lahan sawah BPS 2010a. Kabupaten Indramayu merupakan salah satu sentra produksi padi, selain bawang merah dan sayuran, terutama di Kecamatan Patrol. Luas wilayah Kecamatan Patrol adalah 394.6 km 2 dengan jumlah penduduk sebesar 55,595 27 jiwa, sementara luas Kecamatan Lelea adalah 545.49 km 2 dengan jumlah penduduk 49,479 jiwa. Kabupaten Cirebon terletak di bagian timur Provinsi Jawa Barat yang berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah. Dalam sektor pertanian Kabupaten Cirebon merupakan sentra produsen beras di jalur pantura. Daratan Cirebon memanjang dari Barat Laut ke Tenggara. Ditinjau dari permukaan tanahdaratan, Kabupaten Cirebon berada pada ketinggian 0-130 m di atas permukaan laut dpl, dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu: daerah dataran rendah yang terletak di sepanjang pantai utara Pulau Jawa Kecamatan Gegesik, Kaliwedi, Kapetakan, Arjawinangun, Panguragan, Klangenan, Gunungjati, Tengah Tani, Weru, Astanajapura, Pangenan, Karangsembung, Waled, Ciledug, Losari, Babakan, Gebang, Palimanan, Plumbon, Depok dan Kecamatan Pabedilan dan dataran tinggi, sehingga cocok untuk berusaha tani sayuran. Letak geografis Kabupaten Cirebon berada pada posisi 108 o 40’ - 108 o 48’ Bujur Timur dan 6 o 30’ – 7 o 00’ Lintang Selatan, yang dibatasi oleh: ♦ Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Indramayu ♦ Sebelah Barat Laut berbatasan dengan wilayah Kabupaten Majalengka ♦ Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kuningan ♦ Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kota Cirebon dan Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah. Cire bon N Gambar 4. Peta Kabupaten Cirebon 28 Kabupaten Cirebon mempunyai luas total 990.36 km 2 dengan jumlah penduduk 2.14 juta jiwa. Petani responden diambil dari 3 kecamatan yaitu: Kecamatan Pabuaran dengan luas wilayah 454 km 2 dan penduduk 35,890 jiwa, Kecamatan Babakan dengan luas 21.93 km 2 dan penduduk 71,648 jiwa; serta Kecamatan Gebang dengan luas 31.68 km 2 dan penduduk 63,449 jiwa. Petani di ketiga kecamatan ini memiliki jaringan pemasaran yang kuat terkait dengan kelompok tani dan jaringan permodalan usaha tani. Umumnya lahan pertanian di ketiga wilayah responden merupakan lahan irigasi, baik irigasi teknis, setengah teknis ataupun irigasi sederhana. Luas lahan sawah yang digunakan untuk pertanian pada masing-masing wilayah adalah: 535 hektar Pabuaran, 1,764 hektar Gebang dan 1,465 hektar Babakan, dan terong merupakan komoditas kedua terbesar setelah bawang merah BPS 2010b. Kabupaten Karawang merupakan wilayah penelitian ketiga, dengan mengambil 3 wilayah sampel, yaitu Kecamatan Jatisari, Kecamatan Tirtamulya dan Kecamatan Rawamerta. Kabupaten Karawang merupakan salah satu sentra produksi atau lumbung padi di jalur pantura. Kabupaten Karawang juga merupakan sentra produksi terong disamping sayuran dataran rendah lainnya, seperti mentimun, kacang panjang, paria dan oyong. Kara wang N G amb ar 5. Peta Kabupaten Karawang 29 Kabupaten Karawang merupakan wilayah yang berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur di sebelah selatan, Kabupaten Subang di sebelah timur dan Kabupaten Bekasi di sebelah barat. Luas wilayah Karawang 1,737.30 km 2 , dengan populasi 2.073 juta jiwa. Secara geologis merupakan wilayah yang tertutup pantai luas yang terhampar di bagian pantai utara. Karawang termasuk wilayah dataran rendah dengan suhu udara 27 C dan tekanan 0.01 milibar, 66 penyinaran matahari serta kelembaban nisbi sebesar 80.

4.2 Gambaran Umum Petani Responden

Jumlah petani responden yang diwawancarai ada 60 orang, dengan rincian: 4 orang petani sayuran bukan terong, dan 56 orang petani terong, satu orang diantaranya berusaha tani terong lokal. Pengelompokan berdasarkan adopsi dilakukan hanya pada 55 petani sampel, yakni 14 orang petani masuk dalam kelompok adopter tidak total karena dalam usaha taninya menggunakan baik benih lokal maupun benih hibrida, sementara kelompok kedua adalah 41 orang adopter total yang hanya menggunakan benih hibrida dalam berusaha tani terong. Berdasarkan hasil wawancara terhadap petani sampel di ketiga kabupaten diperoleh data yang meliputi: umur, tingkat pendidikan, pengalaman usaha tani, status kepemilikan lahan dan luas lahan yang digunakan untuk usaha tani terong. Hasil wawancara lanjutan terhadap petani non adopter, alasan tidak menggunakan benih terong hibrida terkait dengan ketidaktersediaan benih hibrida yang memiliki kualitas sesuai dengan permintaan pasar, yakni terong kapolkalapa dan terong pondoh. Hal yang sama juga dinyatakan oleh petani kelompok adopter tidak total bahwa alasan mereka tetap menanam benih lokal karena ketidak tersediaan benih terong hibrida yang sesuai dengan tipe yang diinginkan yaitu terong bulat atau terong lalab, dengan nama lokal terong asoi, marukan dan apel sebagai terong lalab, atau terong kapol dan pondoh sebagai terong yang harus diolah. Hal ini sesuai dengan data yang diperoleh dari Pelepasan Varietas Kementerian Pertanian bahwa semua varietas hibrida yang telah dilepas merupakan tipe terong panjang ungu, terong panjang hijau, terong panjang putih dan terong panjang coklat-hitam purple. Secara terperinci varietas-varietas yang 30 telah terdaftar dan dilepas oleh Menteri Pertanian dan varietas yang telah dikomersialkan dapat dilihat pada Tabel 1.

4.2.1 Karakteristik Petani Responden

Usia petani responden berkisar antara 21- 50 tahun. Usia petani adopter tidak total tersebar pada kisaran usia 31-40 tahun, yakni 20 , dan kurang dari 5 pada kisara usia 41-50 tahun. Sementara itu petani adopter total tersebar antara usia lebih dari 21 tahun, dan tertinggi pada usia antara 31-40 tahun yakni 30. Secara rinci dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Distribusi umur petani responden Tingkat pendidikan responden di ketiga wilayah penelitian, sebagian besar adalah Sekolah Dasar, yakni 78.18, yang terdiri dari 60 petani adopter total dan 18.18 petani adopter tidak total. Tingkat pendidikan SLTP sebesar 5.46 dan berpendidikan SLTA sebesar 14.94, dan hanya 1.82 berpendidikan tinggi Gambar 7. Gambar 7. Distribusi tingkat pendidikan petani responden