Manfaat Ekonomi Benih Terong Hibrida terhadap Pendapatan Petani

69 berkisar antara 1.09 sampai dengan 7.76 dengan rentang yang sangat besar dan rata-rata sebesar 3.8, sementara itu nilai QSM bervariasi dari kisaran terendah 50 sampai 224 dengan rata-rata 113.9. Menurut Horton 1982 aplikasi teknologi pertanian dapat dikatakan memberikan nilai tambah atau mempunyai manfaat ekonomi jika nilai R ≥ 1, sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan teknologi benih terong hibrida memberikan nilai manfaat dalam usaha tani terong. Nilai R bernilai positif yang memberikan indikasi bahwa baik nilai ∆Ni maupun ∆VC selisih biaya teknologi hibrida dan non hibrida bersifat positif. Selain itu nilai ∆Ni positif memberikan indikasi bahwa selisih total penerimaan teknologi hibrida dan non hibrida bersifat positif atau total penerimaan dari usaha tani teknologi benih hibrida mempunyai nilai lebih tinggi dibandingkan dengan nilai penerimaan usaha tani teknologi non hibrida. Basuki 2008 pada penelitiannya terhadap nilai manfaat ekonomi pada teknologi benih bawang merah terhadap umbi botani bawang merah mendapatkan nilai R lebih besar dari 1 sehingga memiliki nilai manfaat bagi petani. Soetiarso et al. 2006 mendapatkan nilai R 1 pada penelitian tentang aplikasi mulsa plastik hitam perak dalam budidaya cabai merah dibandingkan tanpa mulsa plastik. Menurut Groot 2002, teknologi benih hibrida akan memberikan nilai manfaat dalam usaha tani jika nilai QSM 25. Dalam penelitian ini diperoleh data bahwa nilai QSM lebih besar dari 25, sehingga dapat dikatakan bahwa teknologi benih hibrida memberikan nilai manfaat dalam usaha tani terong. Selanjutnya dikemukakan bahwa penggunaan benih terong hibrida di Filipina maupun tomat dan cabai hibrida di Indonesia dapat meningkatkan kesejahteraan petani dilihat dari beberapa parameter, salah satunya adalah QSM yang mencapai angka 60. Nilai QSM pada usaha tani terong hibrida yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai QSM pada komoditas lain secara implisit menggambarkan bahwa selisih harga benih terong hibrida dan benih lokal kecil dibandingkan dengan penambahan pendapatan yang diperoleh oleh petani dengan penggunaan benih hibrida, artinya harga benih hibrida terjangkau oleh petani. Tabel 12 menjelaskan tentang dampak penggunaan benih terong hibrida terhadap pendapatan petani di wilayah penelitian, dan pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan nilai komponen biaya produksi, produksi per satuan 70 hektar, harga jual produk segar, penerimaan dan pendapatan petani dalam berusaha tani dengan menggunakan benih terong hibrida dan benih lokal. Biaya produksi dalam usaha tani hibrida 1.36 kali lebih tinggi dibandingkan dengan biaya produksi usaha tani dengan benih lokal, sementara itu harga jual produk segar terong hibrida 0.36 kali lebih rendah dibandingkan dengan terong lokal atau harga jual terong hibrida hanya 0.74 kali harga jual terong lokal. Namun karena produktivitas produksi per satuan luas 1.36 kali lebih tinggi dibandingkan dengan terong non hibrida maka total pendapatan petani dalam usaha tani benih hibrida adalah 2.16 kali lebih tinggi dibandingkan dengan usaha tani lokal. Tabel 12. Analisis manfaat ekonomi penggunaan teknologi benih terong hibrida dibandingkan benih lokal. Metode penilaian manfaat Minimal Maksi mal Rerata Partial budget analysis R 1.09 7.76 3.85 Quality seed multiplierQSM 50 224 113.93 Pendapatan benih hibrida Rp 50,390,22 Pendapatan benih lokal Rp 2,330,579 Rasio 2.16 Nilai pendapatan petani dalam usaha tani terong hibrida 2.16 kali lebih tinggi dibandingkan usaha tani non hibrida atau penggunaan benih terong lokal yang mengindikasikan bahwa teknologi benih terong hibrida ini memberikan nilai manfaat dalam peningkatan pendapatan petani. Peningkatan pendapatan ini dapat mendorong petani untuk beralih menggunakan benih hibrida dan meninggalkan benih lokal dalam usaha tani terong. Nilai manfaat ekonomi benih terong hibrida ini dapat berimplikasi pada peralihan penggunaan benih terong yang selanjutnya dapat mengakibatkan keterdesakan plasmanutfah lokal dan homogenitas plasmanutfah lokal seperti terlihat pada pembahasan sebelumnya, terutama terong panjang Grubben dan Denton 2004. Di Filipina, Groot 2002 mengemukakan bahwa beberapa kulitivar terong panjang lokal yang memiliki nilai ekonomi tinggi didesak oleh varietas terong hibrida hasil pemulian yang berbahan dasar plasmanutfah lokal tersebut. Fenomena ini dapat dimungkinkan terjadi di Indonesia di masa yang akan datang, yakni pada terong bulat dan terong kalapa, jika benih hibrida untuk kedua tipe tersebut sudah tersedia di pasar, seperti halnya 71 yang telah terjadi pada komoditas tomat, mentimun, cabai, oyong dan paria, bahkan pada komoditas jagung hibrida yang hampir mendesak plasmanutfah lokal yang ada. Tabel 13. Komponen pendapatan rata-rata dalam usaha tani terong Komponen Satuan Hibrida Terong lokal Rasio Biaya xRp.1000 37,459.78 27,535.71 1.36 Produktivitas kgha 60,118.18 44,320.41 1.36 Harga jual xRp.1000 1.449 1.964 0.74 Penerimaan xRp.1000 87,850 52,821.43 1.66 Pendapatan xRp.1000 50,390.22 23,305.79 2.16 Eaton dan Wiersinga 2009 dalam penelitian tentang dampak benih hibrida terhadap kesejahteraan petani di beberapa negara di Asia mengemukakan bahwa dampak teknologi benih hibrida memberikan manfaat nilai ekonomi yang diukur dari livelihood petani pada petani terong dan semangka hibrida di Filipina, tomat dan cabai di Indonesia, tomat dan mentimun di India, mentimun, jagung manis, dan beberapa sayuran lain di Thailand dan Vietnam.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Adopsi benih terong hibrida menyebabkan plasmanutfah terong panjang di wilayah Indramayu dan Cirebon terdesak dan tersisa 2 tipe yaitu: terong kalapa dan pondoh hijau dan membentuk satu klaster, sementara terong bulat sudah mencapai 0. Di wilayah Karawang, timbul 8 varian baru pada plasmanutfah terong, yakni terong banci dan terong panjang bergaris, yang digunakan dalam skala rumah tangga karena tidak ada pasar. Sementara terong bulat masih tetap terpelihara oleh petani di wilayah Karawang. Varian-varian baru ini membentuk satu klaster dengan terong panjang ungu dan terong bulat tipe apel. Adopsi teknologi benih hibrida dalam usaha tani terong di Indramayu, Karawang dan Cirebon ditentukan oleh 4 peubah, yaitu: brand image, ketahanan atau resistensi terhadap organisme pengganggu tanaman, kemudahan buah terong untuk dijual dan harga jual buah terong. Total penguasaan benih terong hibrida dari bulan Juni 2004 sampai Juni 2011 di Indramayu, Karawang dan Cirebon mencapai lebih dari 80 yang didominasi oleh benih terong hibrida tipe panjang. Teknologi benih terong hibrida memberikan nilai manfaat terhadap pendapatan petani dengan nilai R pada partial budget analysis rata-rata 3.85, nilai Quality Seed Multiplier 113.9, dan terjadi peningkatan pendapatan sebesar 2.16 kali.

6.2 Saran

Karawang merupakan wilayah yang sangat terbuka dalam penerimaan inovasi varietas hibrida, sehingga memungkinkan untuk terjadinya keragaman plasmanutfah terong. Plasmanutfah terong bulat masih terpelihara dengan baik, karena belum adanya varietas terong bulat hibrida. Disarankan agar plasmanutfah yang ada dikonservasi secara in situ di daerah setempat maupun secara ex situ di balai pemerintah, atau di perusahaan swasta. Pelibatan pihak swasta dalam konservasi plasmanutfah lokal adalah dalam pengumpulan seluruh plasmanutfah yang telah dikoleksi oleh masing-masing perusahaan dan disentralisasi di bank gen negara, termasuk informasi tentang 73 bank data. Selain itu pihak swasta juga dilibatkan dalam pendanaan dan perbanyakan masing-masing plasmanutfah yang disimpan di bank gen negara. Sebagai tindak lanjut dari program Kantor Pusat Perlindungan Varietas dalam semiloka Sumberdaya Genetika bulan September 2011, maka plasmanutfah lokal ini harus segera didaftarkan ke Pusat Perlindungan Tanaman sebagai kekayaan hak wilayah setempat. Pelibatan pihak swasta dan institusi atau akademisi sangat penting dalam pendaftaran plasmanutfah lokal ini. Cirebon masih memiliki kekayaan plasmanutfah terong lokal berupa terong kalapa dan pondoh. Disarankan kedua tipe ini segera didaftarkan kepada Pusat Perlindungan varietas Tanaman sebagai kekayaan daerah, dan harus segera dikonservasi, sebelum mengalami kepunahan dan terdesak total oleh varietas hibrida. Dari hasil penelitian ini didapatkan keragaman bentuk dan warna pada terong bulat, namun tidak diketahui pasti tingkat kekerabatan dari masing-masing plasmanutfah terong bulat tersebut. Demikian pula dengan plasmanutfah terong kalapakapol dan pondoh yang saat ini ada di wilayah penelitian jika dibandingkan dengan benih yang menjadi koleksi Balai Penelitian atau swasta. Perlu adanya penelitian lanjutan untuk menguji kekerabatanphylogeni dari plasmanutfah yang ada sehingga dapat diketahui dengan jelas keragaman plasmanutfah terong. Diharapkan pemerintah melalui Komisi Plasmanutfah Nasional segera melakukan konservasi plasmanutfah benih sayuran, sebelum terdesak oleh plasmanutfah lokal, terutama untuk wilayah-wilayah baru dalam pengembangan sayuran seperti Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Papua. Pelibatan industri benih sangat diperlukan dalam explorasi dan konservasi untuk mempercepat dan meningkatkan efisiensi dalam pembiayaan dan penggunaan sumber daya manusia yang efektif.