Terong Solanum melongena TINJAUAN PUSTAKA

7 yang tersebar luas di seluruh kepulauan yang juga ditemukan di daerah asalnya Lester 1998, Daunay, et al. 2001. Hal ini dapat dilihat dari nama-nama daerah yang ada, misalnya: terong atau terung untuk menyebutkan genus Solanum, terong pipit untuk Solanum torvum Kalimantan, terong perat Madura, terong asam Dayak, tekokak Solanum torvum, leunca untuk Solanum americanum atau Solanum nigrum Jawa Barat, cung bulu Sulawesi Selatan. Terong atau Solanum melongena merupakan spesies yang paling dikenal dibandingkan dengan spesies lainnya karena paling banyak dikonsumsi Lester 1998. Penggunaan terong di beberapa negara berbeda-beda, misalnya terong asam di Kalimantan dibuat campuran sayur asam, di Thailand digunakan dalam menu “nam prek”. Cara mengkonsumsi terong di beberapa wilayah Indonesia bervariasi, mulai dari dimakan mentah sebagai lalab, atau dimasak dalam beberapa hidangan, serta diolah menjadi manisan terong. Biji terong secara tradisional dapat digunakan untuk pengobatan sakit gigi Grubben dan Denton 2004. Terong dapat juga digunakan sebagai bahan baku farmasi Hanson 2003. Kandungan gizi dari 100 gram buah terong terdiri dari 92 gram air, 1.6 gram protein, 0.2 gram lemak, 4 gram karbohidrat, 1 gram serat, 22 mg kalsium serta vitamin Lawande dan Chavan 1998; Collonnier, et al. 2001. Dari potensi kandungan gizi yang dimiliki oleh terong, beberapa orang menggunakan terong sebagai diet untuk menurunkan kadar kolesterol darah, diabetes gula darah, disurea dan hemoroid disamping untuk kosmetik Mueller 2005. Genus Solanum belum teridentifikasi dengan baik. Terdapat keragaman morfologi yang tinggi baik dalam tingkat interspesifik maupun intraspesifik Furini dan Wunder 2004; Karihaloo dan Gottlieb 1995. Keragaman morfologi ini bisa dengan mudah dibedakan secara individu dalam suatu kultivar ataupun sebagai spesies liar Isshiki et al. 1994, namun karena penyebaran yang luas kontaminasi dengan kultivar lokal serta perbedaan kultivasi tanaman menjadikan kesulitan dalam klasifikasi Lester dan Daunay 2003.

2.2 Keragaman dan Konservasi Plasmanutfah

Indonesia merupakan salah satu negara terbesar yang memiliki keanekaragaman hayati atau mega biodiversity karena keragaman genetika, keragaman spesies dan keragaman ekosistem yang sangat tinggi. Meskipun 8 Indonesia hanya memiliki luas daratan sebesar 1.3 dibandingkan luas total daratan di dunia, namun tercatat ada 10 spesies berbunga, 12 mamalia, 17 burung, termasuk 400 spesies palem dan 25,000 jenis tumbuhan berbunga. Selain itu karena Indonesia merupakan wilayah dengan berbagai “bioekologi spesifik” yang masing-masing sangat kondusif bagi timbulnya keragaman genetika tanaman, hewan dan mikroba, disamping peran manusia yang tinggal di wilayah tersebut Sutoro 2006. Sebagai salah satu komoditas tertua di Indonesia, keragaman plasmanutfah terong dapat dengan mudah dilihat secara visual dari bentuk, ukuran dan warna buah, selain dari karakter organ tanaman Doganlar et al. 2002; Collonnier 2001; Kasyhap 2003; Frary et al. 2007. Keragaman yang tinggi ini terkait dengan sifat menyerbuk silang dari beberapa spesies terong serta interaksinya dengan lingkungan tumbuh Nothmann 1986; Lawande dan Chavan 1998; Kashyap 2003. Namun demikian kekerabatan genetika memerlukan analisis molekuler dilihat dari peta DNA masing-masing plasmanutfah. Peta keragaman genetika dan kekerabatan dapat digambarkan secara sistematika dalam klaster dendrogram atau phylogenic systematic Westhead et al. 2002. Keragaman genetika memiliki bentuk berbeda dengan keragaman genotip, yang terjadi sebagai akibat dari perubahan struktur genetika dan merupakan potensi yang khas dalam jangka panjang terkait dengan proses evolusi Raven et al. 1999. Keragaman komposisi genetika ini merupakan dasar dalam meningkatkan keberlangsungan kehidupan individu dan populasi selama seleksi alam. Komponen ini dibentuk oleh DNA dan protein serta interaksinya dalam klasifikasi Lie 1997. Daunay et al. 2001, Grubben dan Denton 2004 mengemukakan bahwa keragaman genetika genetic diversity merupakan modal yang besar dalam pengembangan varietas baru. Keragaman ini terkait dengan karakter ketahanan terhadap organisme pengganggu tanaman terutama di daerah tropis yang sangat tinggi, disamping potensi adaptasi secara geografis. Beberapa perusahaan yang berbasis pemuliaan tanaman di Asia telah memanfaatkan keragaman genetik pada terong dalam menghasilkan varietas hibrida yang beradaptasi luas di daerah tropis dengan ketahanan terhadap layu bakteri yang tinggi. AVRDC sebagai lembaga penelitian dan pengembangan di Asia telah melakukan konservasi plasmanutfah