Dampak Adopsi Benih Toreng Hibrida terhadap Keragaman Fenotip Plasmanutfah Terong Lokal

36 Tabel 5. Karakteristik plasmanutfah terong panjang ungu di Jawa Barat bagian utara tahun 2000 Foto Deskripsi Nomor Galur Foto Deskripsi Nomor Galur Batang ungu, bunga ungu, bentuk buah panjang dengan tangkai hijau 4 cm, warna dasar ungu 5RP, 310, dan daging buah putih. Panjang buah 25 cm, diameter 4 cm, 150 grambuah. 5-17 Batang ungu, bunga ungu 5RP, 412, buah panjang 20 cm, tangkai ungu 4 cm, warna daging buah putih, diameter 5 cm, 160 grambuah. 18 Batang ungu, bunga ungu, buah panjang 25 cm, tangkai hijau 4 cm, warna dasar ungu coklat 5RP, 42, dan daging buah hijau, diameter 5 cm, 125 grambuah. 4 Batang ungu, bunga ungu, bentuk buah ekstra panjang 36 cm, tangkai ungu 7 cm, warna dasar ungu 5RP,38, dan daging buah putih, diameter 3.5 cm, 120 grambuah. 19 Batang ungu, bunga ungu, buah panjang 25 cm dengan tangkai hijau 4 cm, warna dasar putih bercorak hijau- ungu, dan daging buah hijau, diameter 4 cm, 125 grambuah. 1-3 Batang ungu, bunga ungu, bentuk buah ekstra panjang 32 cm, tangkai ungu 7 cm, warna dasar ungu hitam 5RP, 32, dan daging buah hijau, diameter 3.5 cm, 120 grambuah. 20 Keragaman plasmanutfah sebelum terjadinya komersialisasi benih terong dapat dilihat pada Tabel 5. Koleksi plasmanutfah sampai tahun 2000 dikelompokkan menjadi 4, yaitu terong panjang ungu, terong pondoh, terong 37 kapol atau kalapa dan terong bulat. Analisis klaster pada Gambar 12 menunjukkan bahwa plasmanutfah sebelum tahun 2000 dapat dikelompokkan menjadi 4 klaster. Terong panjang ungu. Koleksi terong panjang ungu dikelompokkan menjadi 6, yaitu tipe Ciledug galur nomor 5-17, yakni terong panjang ungu dengan nilai munsell 5RP, 310 yang banyak ditemukan di wilayah Cirebon dan Tangerang; tipe kopek ungu galur nomor 18, dengan nilai munsell 5RP, 412, yang ditemukan di Karawang, Bogor dan Tapaksera Bandung; terong panjang warna ungu-coklat purple, galur nomor 4 dengan nilai munsell 5RP, 42, terong panjang ungu-coklat-lurik hijau galur nomor 1-3, terong panjang tipe China mengular dengan nilai munsell 5RP, 38 galur nomor 19 dan 5RP, 32 galur nomor 20. Kedua terong terakhir diduga merupakan galur-galur rekombinasi dari terong introduksi dari Taiwan Farmer’s Long dan Ping Tung Long pada tahun 1988 dan telah beradaptasi di Cirebon dan Indramayu. Koleksi terong panjang ungu sebanyak 20 aksesi, dengan tipe Ciledug sebanyak 13 aksesi mendominasi dalam kelompok ini. Secara morfologis dapat ditunjukkan beberapa perbedaan utama pada kelompok terong panjang ungu ini adalah pada nilai chroma pada munsell dan ukuran buah, baik panjang, diameter maupun bobot buah serta intensitas antosianin pada batang dan daun. Terong panjang tipe China mengular memiliki antosianin yang lebih pekat dibandingkan dengan keempat tipe lainnya. Namun perbedaan-perbedaan karakter di atas bukan merupakan keragaman yang signifikan dalam analisis dendogran atau kekerabatan. Hasil pengelompokan dengan analisis klaster pada Gambar 12 menunjukkan bahwa keduapuluh galur terong panjang ungu yang terdapat dalam Tabel 5 merupakan satu kesatuan klaster dalam klaster pertama. Dengan kata lain, keragaman galur-galur terong panjang ungu tersebut sangat rendah atau tingkat kekerabatannya sangat tinggi, walaupun secara morfologis atau fenotipik terdapat perbedaan karakter yang mencolok antara satu tipe dengan tipe lainnya. Klaster ini memiliki ciri utama dalam rasio panjang dan diameter buah harus lebih dari 5 dan atau bobot buah 120 gram sampai 160 gram, sehingga ada beberapa galur dari kelompok terong bulat yang masuk dalam kategori klaster pertama ini. 38 Terong pondoh Kelompok terong pondoh terbagi menjadi 2 warna yaitu hijau dan ungu- hitam. Perbedaan morfologis utama antara kelompok terong pondoh dengan kelompok terong panjang ungu maupun terong kapol atau kalapa adalah pada ukuran buah yakni perbandingan antara panjang dan diameter buah. Terong pondoh memiliki panjang seperti tipe Cileduk atau kopek namun diameter buah lebih besar dibandingkan kedua tipe terong tersebut. Selain itu penciri utama dari terong pondoh adalah kepadatan buah dan jumlah biji dalam buah sehingga lebih keras dan memiliki bobot buah lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok pertama. Umumnya buah yang terbentuk berasal dari bunga tunggal, dan bunga dalam tandan selalu rontok. Kelompok ini memiliki 5 tipe seperti terlihat pada Tabel 6, yaitu terong panjang hijau galur nomor 27-32 dengan nilai munsell 7.5 GY, 610 berbentuk silindris; terong panjang bercorak coklat dengan nilai munsell 7.5 GY, 710 pada warna dasar berujung buah runcing galur nomor 26, terong panjang tipe Jepang dengan bentuk buah membesar di tengah sampai ke ujung buah dengan nilai munsell 7.5 GY, 84 dan 5RP, 32 galur nomor 21-25, serta bentuk buah yang membesar di tengah dengan kedua bagian pangkal dan ujung buah mengecil dan nilai munsell 5RP, 32 dengan lurik hijau di bagian bawah galur nomor 26. Jumlah aksesi dalam kelompok ini adalah 18, yang didominasi oleh tipe terong pondoh dengan nilai munsell 7.5 GY, 610. Perbedaaan tiap-tiap tipe dalam kelompok ini adalah pada nilai munsell dan chroma. Hasil analisis klaster pada Gambar 12 menunjukkan bahwa kelompok terong pondoh termasuk dalam klaster 2 kecuali galur nomor 26 dan galur nomor 38. Klaster yang terbentuk ini sesuai dengan pengelompokan secara visual dari karakter morfologi tanaman seperti terlihat pada Tabel 6 yang menunjukkan adanya keragaman pada warna kulit buah. Galur 26 dan 38 yang merupakan kelompok terong pondoh tidak termasuk dalam klaster 2, yang diduga karena warna buah yang dimiliki oleh galur ini adalah skore 10 atau multi warna kombinasi warna hijau, ungu dan putih. Dari hasil analisis klaster menunjukkan bahwa kelompok terong pondoh yang memiliki keragaman secara morfologis, 39 juga menunjukkan bahwa beberapa galur terong pondoh berada di luar klaster terong pondoh. Tabel 6. Karakteristik plasmanutfah terong pondoh di Jawa Barat bagian utara tahun 2000 Foto Deskripsi Nomor Galur Foto Deskripsi Nomor Galur Batang ungu, bunga ungu, bentuk buah panjang 20 cm7 cm dengan tangkai hijau 4 cm, warna dasar hijau 7.5GY 610, dan daging buah hijau, 300 grambuah. 27-32 Batang ungu, bunga ungu, bentuk buah panjang gemuk 12 cm9 cm dengan tangkai hijau 4 cm, warna dasar putih berorak hijau ungu, dan daging buah putih, 250 grambuah. 26 Batang ungu, bunga ungu, bentuk buah panjang 17 cm7 cm dengan tangkai hijau 4 cm, warna dasar hijau 7.5GY, 710 bercorak ungu, dan daging buah hijau, 250 grambuah. 38 Batang ungu, bunga ungu, bentuk buah panjang gemuk 148.75 cm dengan tangkai hijau 4 cm, warna dasar ungu hitam 5RP,32, dan daging buah hijau, 300 grambuah. 21-25 Batang ungu, bunga ungu, bentuk buah panjang gemuk 15cm10 cm dengan tangkai hijau 4 cm, warna dasar hijau 7.5GY, 84, dan daging buah hijau. Bobot buah 300 grambuah. 33-37 Batang ungu, bunga ungu, bentuk buah seperti telunjuk 12 cm2 cm, tangkai buah hijau 5 cm, warna dasar hijau dengan garis-garis lebih tua, daging buah berwarna hijau, 60 grambuah. 39-41 40 Kedua galur terong pondoh tersebut masuk dalam klaster 3, yakni klaster terong kapol atau kalapa. Galur nomor 26 mempunyai ciri spesifik dalam warna kombinasi hijau, putih dan ungu-hitam red purple pada kulit buah, sedangkan galur nomor 38 mempunyai ciri khas pada warna kulit buah hijau dengan bercak ungu. Galur-galur yang termasuk dalam klaster 2 dan yang membedakan dengan klaster 1 adalah galur-galur yang memiliki rasio panjang dan diameter buah lebih besar dari 1.3 dan atau kurang dari 3.0 dengan bobot buah lebih dari 250 gram. Terong kalapa atau kapol Kelompok ini disebut tipe kapol atau kalapa karena bentuk buah seperti buah kelapa. Ciri khas dari kelompok ini adalah ukuran panjang dan diameter memiliki perbandingan sama atau lebih kecil dari satu, dengan ukuran panjang dan diameter sekitar 9 atau 10. Warna buah bervariasi dari hijau, ungu pucat, sampai coklat-hitam atau purple. Ciri lain dalam kelompok ini adalah pada warna kelopak buah yang sangat kontras dengan warna kulit buah. Kelompok ini memiliki 5 tipe, yaitu: terong kalapa berwarna ungu-coklat dengan nilai munsell 5RP, 36 galur nomor 48; terong kalapa warna ungu-hitam dengan nilai munsell 5RP, 32 galur nomor 49, terong kalapa ungu pucat dengan nilai munsell 5RP, 82 galur nomor 50-54, terong kalapa hijau dengan nilai munsell 7.5GY, 510 galur nomor 44-47 dan terong kalapa hijau pucat dengan nilai munsell 7.5 GY, 82 galur nomor 42 dan 43. Tipe terakhir ini berbeda dengan keempat tipe lainnya karena nilai perbandingan antara panjang dan diameter buah lebih besar dari satu seperti terlihat pada Tabel 7. Seperti halnya pada kelompok terong pondoh, kelompok terong ini memiliki daging buah yang pada dan jumlah biji yang banyak sehingga buah lebih keras dan bobot buah lebih tinggi dibandingkan dengan terong panjang ungu. Perbedaan tiap-tiap tipe dalam kelompok ini ada pada nilai munsell dan atau nilai chroma, serta antosianin pada batang dan daun. Selain itu juga dapat terjadi perbedaaan pada bunga kembar yang sering ditemui dengan ciri khusus buah yang berbentuk belimbing atau bergerigi karena putik yang melebar dan ovule berjumlah lebih dari satu. Kilap buah atau glossiness juga menunjukkan perbedaan pada tiap-tiap tipe dalam kelompok terong kalapa ini, mulai dari sangat pucat sampai sangat mengkilap. Kelopak bunga atau buah umumnya lebih 41 panjang dibandingkan dengan kelompok terong lainnya. Koleksi terong kalapa sebanyak 13 aksesi, yang didominasi oleh terong kalapa ungu pucat dan terong kalapa hijau. Tabel 7. Karakteristik plasmanutfah terong kapol atau kalapa di Jawa Barat bagian utara tahun 2000 Foto Deskripsi Nomor Galur Batang ungu, bunga ungu, bentuk buah ovoidkalapa dengan tangkai hijau, warna dasar ungu coklat 5RP, 36, dan daging buah hijau. Panjang buah 10 cm, diameter 10 cm dan tangkai buah 6 cm. Bobot buah 250 gram. 48 Batang ungu, bunga ungu, bentuk buah ovoidkalapa dengan tangkai hijau, warna dasar ungu hitam 5RP, 32, dan daging buah hijau. Panjang buah 10 cm, diameter 9 cm, tangkai buah 5 cm. Bobot buah 200 gram. 49 Batang ungu, bunga ungu, bentuk buah kalapa dengan tangkai hijau, warna dasar ungu pucat 5RP, 82, dan daging buah hijau. Panjang buah 10 cm, diameter buah 10 cm dan tangkai buah 6 cm. Bobot buah 250 gram. 50-54 Batang ungu, bunga ungu, bentuk buah kalapa dengan tangkai hijau, warna dasar hijau 7.5GY, 510, dan daging buah hijau. Panjang buah 7 cm, diameter buah 8 cm, panjang tangkai buah 4.8 cm. Bobot buah 200 gram. 44-47 Batang ungu, bunga ungu, bentuk buah kalapa dengan tangkai hijau, warna dasar hijau pucat 7.5GY, 82, dan daging buah hijau. Panjang buah 17 cm, diameter buah 10 cm, tangkai buah 5 cm. Bobot buah 350 gram. 42-43 42 Hasil analisis klaster terhadap perbedaaan-perbedan karakter yang dimiliki oleh tiap-tiap galur dalam kelompok terong kapol atau kalapa ini digambarkan dalam Gambar 12. Dendogram menunjukkan bahwa ada 11 galur dari 13 galur terong kapol atau kalapa termasuk dalam klaster 3, yakni galur nomor 44 sampai galur nomor 54, sementara dua galur lainnya, yakni galur nomor 42 dan galur nomor 43 yang tidak termasuk dalam klaster 3, tetapi masuk dalam klaster 2. Sebaliknya galur nomor 26 dan galur nomor 38 yang termasuk dalam kelompok terong pondoh, masuk dalam klaster 3. Galur no 42 dan 43 memiliki rasio panjang dan diameter buah 1.7 yang termasuk dalam kategori klaster 2, yakni terong pondoh, walaupun bobot buah 350 gram. Sementara itu galur nomor 26 memiliki rasio panjang dan diameter buah sebesar 1.3, dan galur nomor 38 memiliki nilai rasio panjang dan diameter buah sebesar 2.4. Dengan adanya beberapa galur dalam kelompok yang tidak termasuk dalam klaster 3 atau masuknya galur kelompok lain ke dalam klaster ini menunjukkan keragaman yang dimiliki oleh galur-galur terong kapol atau kalapa. Ciri khas dari klaster ini adalah galur-galur yang memiliki rasio panjang dan diameter buah kurang lebih 1.3 dan bobot buah lebih besar atau sama dengan 200 gram. Terong bulat Kelompok terong bulat merupakan kelompok terong dengan ciri-ciri sebagai berikut: bentuk buah bulat dengan warna buah hijau lurik, multi warna, hijau polos, ungu ataupun putih; kandungan biji per buah sangat tinggi, rasa buah renyah, dengan kandungan air yang sangat rendah dibandingakan dengan terong panjang, percabangan tanaman cenderung merambat ke samping dengan ukuran daun kecil-kecil, ruas-ruas tanaman yang memendek, dan dikonsumsi mentah sebagai lalab. Dari ukuran buah baik panjang maupun diameter dan bobot buah, kelompok terong bulat ini dibedakan menjadi terong asoi atau marukan dengan bobot buah 90-100 gram, dan terong kapol atau apel dengan ukuran panjang dan diameter lebih besar dari terong asoi serta bobot buah lebih dari 120 gram. Secara geografis, terong bulat banyak ditemukan di wilayah Jawa Barat, sehingga ketika dikaitkan dengan kebiasaan pola konsumsi terong bulat secara mentah, maka terong bulat disebut juga sebagai terong lalab. 43 Tabel 8. Karakteristik plasmanutfah terong bulat di Jawa Barat bagian utara tahun 2000 Foto Deskripsi Nomor Galur Batang ungu, bunga ungu, bentuk buah bulat dengan tangkai hijau, warna dasar putih bercorak hijau, dan daging buah hijau. Panjang, diameter dan tangkai: 4, 4, 3 cm. Bobot 90 gram. 68-73 asoi dan marukan Batang hijau, bunga putih, bentuk buah bulat dengan tangkai hijau, warna dasar putih bercorak hijau, dan daging buah putih. Panjang, diameter, tangkai: 4, 4.5, 4 cm. Bobot 100 gram. 74-86 asoi dan marukan Batang ungu, bunga ungu, bentuk buah bulat gepeng dengan tangkai hijau, warna dasar putih bercorak hijau tua, dan daging buah putih. Panjang, diameter dan tangkai: 5, 7, 3 cm. Bobot 120 gram. 67 gelatik Batang ungu, bunga ungu, bentuk buah bulat dengan tangkai hijau, warna dasar putih bercorak hijau dan ungu, dan daging buah hijau. Panjang, diameter dan tangkai: 3, 5, 2.5 cm. Bobot 100 gram. 61-66 Batang ungu, bunga ungu, bentuk buah bulat dengan tangkai hijau, warna dasar putih , dan daging buah putih. Panjang, diameter dan tangkai: 3, 5, 3.5 cm.Bobot 90 gram. 59-60 Batang ungu, bunga ungu, bentuk buah bulat dengan tangkai hijau, warna dasar putih bercorak ungu, dan daging buah putih. Panjang, diameter dan tangkai: 4, 4, 3 cm. Bobot 80 gram. 56-58 Batang hijau, bunga putih, bentuk buah bulat apel dengan tangkai hijau, warna dasar putih bercorak hijau tua, dan daging buah putih. Panjang, diameter dan tangkai: 5, 6, 3 cm. Bobot 100 gram. 87-88 Batang ungu, bunga ungu, bentuk buah bulat apel dengan tangkai hijau, warna dasar putih bercorak hijau, dan daging buah hijau. Panjang, diameter dan tangkai: 6, 7, 3 cm. bobot 120 gram. 89-93 Batang ungu, bunga ungu, bentuk buah bulat apel dengan tangkai ungu, warna dasar hijau bercorak ungu, dan daging buah hijau. Panjang buah 5 cm, diameter 8 cm, panjang tangkai buah 3.25 cm. Bobot 120 gram. 55 44 Koleksi plasmanutfah terong bulat sampai tahun 2000 ada 39 aksesi, yang terbagi dalam beberapa tipe didasarkan pada warna batang, warna mahkota bunga, warna buah, serta intensitas hijau-lurik yang dimiliki. Sebagian koleksi plasmanutfah terong bulat merupakan tipe terong marukan atau asoi, yakni 21 aksesi yang berwarna hijau lurik, 3 aksesi berwarna ungu, 2 aksesi berwarna putih dan 6 aksesi multi warna. Sedangkan koleksi plasmanutfah terong apel atau kapol ada 6 aksesi berwarna hijau lurik dan satu aksesi berwarna ungu. Sebagaian besar koleksi plasmanutfah terong bulat ini berasal dari Karawang. Terong bulat selain ditanam dalam populasi besar, juga ditanaman dalam skala pekarangan dengan pemeliharaan yang lebih mudah dibandingkan dengan terong panjang, untuk perbanyakan benih dan atau dilakukan oleh masyarakat dengan tingkat pendapatan rendah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Terong telunjuk merupakan kelompok terong banci, karena tidak termasuk kedalam keempat kelompok terong lainnya. Warna buah menyerupai kelompok terong bulat atau terong lalab, sementara itu bentuk buah panjang berukuran telunjuk tangan, dengan buah terbentuk secara tunggal atau dalam tandan. Ukuran buah rata-rata adalah: 12 cm panjang, 2 cm diameter dan 60 gram bobot buah. Jumlah biji dalam buah pada terong telunjuk sebanyak biji yang terkandung dalam buah terong bulat. Analisis klaster pada Gambar 12 menunjukkan bahwa terong telunjuk, yakni galur nomor 39, 40 dan 41 termasuk dalam klaster 4. Terong bulat secara morfologis memiliki keragaman dalam bobot, ukuran panjang dan diameter buah, warna bunga, batang dan buah. Klaster 4 selain merupakan klaster terong telunjuk, juga merupakan kelompok terong bulat yang memiliki ukuran buah lebih kecil atau sama dengan 100 gram, yakni galur nomor 56 sampai galur 88, kecuali galur nomor 67. Sesuai dengan keragaman morfologis, galur-galur terong bulat yang memiliki bobot buah 120 gram tidak termasuk dalam klaster 4, tetapi masuk dalam klaster 1. Galur-galur tersebut merupakan terong bulat tipe apel, yakni galur nomor 55, 67, 89, 90, 91, 92 dan 93. Dengan adanya beberapa galur terong bulat yang masuk dalam klaster terong panjang ungu atau klaster 1 menunjukkan bahwa ada keragaman bobot buah yang dimiliki oleh galur-galur kelompok terong 45 bulat ini memisahkan setiap galus dalam pengklasteran, sementara warna bunga dan batang tidak menjadi penciri dalam pembentukan klaster terong bulat. Gambar 12. Analisis klaster plasmanutfah terong sebelum tahun 2000 data diolah dari Lampiran 2 Status Plasmanutfah setelah Adopsi Benih Hibrida Data plasmanutfah di wilayah penelitian pada tahun 2011 dikumpulkan berdasarkan wawancara dengan petani responden, dengan menanyakan keberadaan plasmanutfah yang terkumpul pada tahun 2000. Responden dipaparkan deskripsi tentang plasmanutfah atau diminta untuk menyebutkan nama lokal dari plasmanutfah yang biasa digunakannya untuk bahan tanaman, ataupun digunakan oleh petani lain di sekitar lokasi penelitian. Tabel 9 menunjukkan status plasmanutfah di wilayah penelitian. Di Karawang terjadi pengayaan plasmanutfah dalam bentuk dan warna yakni terong ovalbanci oval hijau lurik gelap dan terang, oval ungu, oval putih, apel hijau, apel putih, terong panjang putih dan terong panjang hijau bergaris diduga sebagai hasil perkawinan silang antara terong bulat dan terong panjang Gambar 13. Pengayaan plasmanutfah di Karawang terjadi karena adopsi benih terong hibrida di Karawang relatif baru, yakni setelah tahun 2000, Sementara itu terong hibrida merupakan tipe baru, yakni terong panjang, sedangkan terong lokal asli setempat umumnya adalah terong bulat seperti terlihat pada Tabel 9. Obse r v a t ions S im ila ri ty 49 47 45 46 44 53 51 38 54 52 50 48 26 43 42 36 34 35 33 30 28 31 29 32 27 37 24 23 25 22 21 88 87 85 84 76 75 82 80 78 77 86 83 81 79 74 65 64 63 66 62 61 73 72 71 70 69 68 60 59 57 58 56 41 40 39 20 12 13 10 7 11 8 6 16 15 17 14 9 5 92 90 93 91 89 67 55 19 18 2 4 3 1 -1621.37 -1047.58 -473.79 100.00 46 Gambar 13. Plasmanutfah varian baru di wilayah Karawang sebagai dampak dari adopsi benih terong hibrida Plasmanutfah lokal kelompok terong bulat di Karawang dikategorikan lestari, karena hampir semua tipe, baik terong asoi atau marukan maupun terong apel atau kapol tetap ditemukan dan digunakan oleh petani di Karawang. Petani responden di Kecamatan Jatisari menggunakan terong kapol atau apel dengan melakukan perbanyakan benih sendiri dari pertanaman yang sedang berjalan dan menyimpan di dalam botol untuk pertanaman musim berikutnya. Petani di Tirtamulya dan Rawamerta menggunakan terong asoi atau marukan untuk usaha tani dengan memperbanyak dari pertanaman di sawah ataupun di pekarangan rumah. Plasmanutfah lokal di Karawang sebesar 67 tetap lestari, dan 33 terdesak. Plasmanutfah yang terdesak dari Karawang adalah kelompok terong panjang ungu atau kopek ungu. Berbeda dengan kondisi plasmanutfah terong lokal di Karawang, kondisi plasmanutfah di wilayah Indramayu terdesak oleh terong hibrida. Hampir seluruh petani responden di Indramayu menggunakan benih hibrida secara total, kecuali satu responden dari Lelea yang masih menggunakan terong kalapa. Benih terong hibrida “Mustang” pertama kali dikomersialisasikan di Patrol dan Sukra, Kabupaten Indramayu pada tahun 1992-1993 Hidayati 2002. Dua kelompok terong yang digunakan dalam usaha tani di Indramayu adalah terong panjang ungu Apel putih Oval putih Telunjuk putih Oval multi warna Telunjuk putih Oval hijau bergaris Oval hijau bergaris Oval ungu 47 dan terong panjang hijau. Terong panjang ungu merupakan kelompok terong yang sudah lebih dari 15 tahun digunakan oleh petani, sementara itu terong panjang hijau merupakan tipe terong yang relatif baru dibudidayakan. Pengayaan atau keragaman plasmanutfah terong tidak terjadi di Indramayu karena benih hibrida yang diadopsi merupakan kelompok yang relatif sama dengan plasmanutfah lokal setempat, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 13 tentang kekerabatan atau phylogeny terong. Varietas hibrida “Mustang” merupakan varietas hibrida yang dikembangkan dengan menggunakan plasmanutfah lokal dari Jawa Barat, sehingga tingkat kekerabatan varietas hibrida dengan tetuanya sangat dekat. Penggunaan plasmanutfah lokal tidak memperkaya plasmanutfah lokal, namun mendesak plasmanutfah yang ada. Sebaliknya, pada kelompok terong pondoh, petani beralih dari lokal menjadi terong panjang hijau hibrida dengan bentuk dan ukuran yang berbeda dengan terong pondoh. Pergeseran preferensi ini akan dibahas pada sub bab berikutnya. Responden petani dari Lelea yang tetap menggunakan benih terong pondoh atau kalapa mendapatkan benih dari Cirebon sebagai lokasi asal kelompok terong tersebut. Kelompok terong bulat yakni terong asoi atau marukan yang semula ada dan diusahatanikan di Indramayu, saat ini sudah tidak diketemukan lagi, seperti terlihat pada Tabel 9. Kelompok terong bulat di Cirebon saat ini sudah tidak ditemukan lagi, karena terdesak oleh terong panjang hibrida baik terong panjang ungu maupun terong panjang hijau yang mendesak terong tipe panjang ungu dan kopek hijau. Terong pondoh dan terong kalapa sebagian aksesi masih ditemukan di Cirebon, walaupun sudah mengalami perubahan dalam ukuran dan bentuk. Sebagian petani melakukan perbanyakan benih dari pertanamannya sendiri untuk keperluan pertanaman di musim berikutnya dengan melakukan penyimpanan dalam botol. Adopsi benih terong hibrida di Cirebon dan Indramayu terjadi sebelum tahun 2000, dan sebagian besar terong lokal merupakan terong tipe panjang dengan kekerabatan yang cukup tinggi terhadap benih lokal, seperti yang dapat digambarkan pada Gambar 14. Tetua dari varietas hibrida yang dipasarkan di Indramayu dan Cirebon merupakan plasmanutfah dari Ciledug dan Tangerang, sehingga tidak terjadi pengayaan atau bahkan mendesak plasmanutfah lokal 48 Gambar 14. Dendrogram kekerabatan galur dan varietas terong panjang hibrida Sumber: KeyGene N.V., Wagenigen, Netherlands Keterangan : T01: Ciledug T07: 477 = T03 x T01 T02: Tangerang T08:478 = T03 x T02 T03: Depok outcross dengan Jackpot T09: Bonica F1 T04: Mustang F1 T10: Baluroi F1 T05: Turangga F1 T11: Falcon F1 T06: Panjalu F1 T12: E83.1007 F1 Gambar 14 menunjukkan tentang tingkat kekerabatan dari plasmanutfah terong lokal dan terong hibrida yang dipasarkan di wilayah penelitian. Analisis kekerabatan terhadap plasmanutfah tersebut dilakukan pada tahun 2001 untuk menganalisis 3 varietas hibrida yang diduga sama. Analisis tersebut dilakukan dengan menggunakan AFLP finger printing, dengan menggunakan varietas pembanding dari Eropa. Jika dilihat dari Gambar 16, terlihat bahwa terdapat dua klaster besar, yakni: plasmanutfah Indonesia T01, T02, T03, T04, T05, T05, T06, T07 dan T08 dan varietas dari Eropa T09, T10, T11 dan T12 dengan tingkat kekerabatan kurang dari 60, artinya kekerabatan plasmanutfah Indonesia dengan varietas-varietas dari Eropa sangat rendah. Sementara itu ketiga varietas yang diduga sama, yakni: T04, T05 dan T06 memiliki kekerabatan yang sangat tinggi yakni mendekati 100. Tingkat kekerabatan antara kedua tetua dengan varietas hibrida “Mustang” sendiri sangat tinggi, karena terdapat dalam satu klaster, dengan kekerabatan lebih dari 90. Kedua tetua varietas “Mustang” 49 merupakan plasmanutfah asli dari Jawa Barat bagian utara, sehingga komersialisai dan penetrasi yang tinggi dari varietas tersebut tidak meningkatkan keragaman plasmanutfah terong lokal. Plasmanutfah T03 yang merupakan hasil kawing silang secara alami antara plasmanutfah Depok dengan Jackpot sebagai varietas introduksi memiliki kekerabatan sekitar 84 terhadap T01 dan T02 sebagai tetua “Mustang”. Gambar 15. Variasi terong panjang hijau tipe pondoh dan kalapa di Cirebon Gambar 15 menunjukkan plasmanutfah terong pondoh dan kalapa di Cirebon yang ditemui di petani responden. Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa terjadi penurunan keragaman plasmanutfah terutama di Kabupaten Cirebon Indramayu karena terdesak oleh benih hibrida, dan tidak ditemukan pengayaan karena hibrida yang diadopsi oleh petani memiliki tipe yang berkerabat dekat dengan plasmanutfah lokal. Gambar 16 menunjukkan hasil analisis klaster terhadap plasmanutfah yang masih ditemukan di wilayah penelitian. Galur nomor 1 sampai galur nomor 8 merupakan varian baru seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 13. Galur-galur varian baru tersebut kecuali galur nomor 7 merupakan satu klaster dengan galur- galur terong bulat tipe apel, yaitu nomor 9, 10, 11, 12, 13 dan 18 atau galur no 67, 89, 90, 91, 92 dan 93 pada koleksi plasmanutfah tahun 2000. Ketujuh varian baru ini memiliki ukuran buah lebih besar atau sama dengan 120 gram yang sama dengan bobot buah terong bulat tipe apel. Artinya nilai kekerabatan dari galur- galur varian baru ini sangat tinggi terhadap terong bulat tipe apel. Kalapa atau kapol Pondoh 50 28 27 26 24 25 23 20 19 22 21 17 16 15 14 7 12 10 13 11 9 2 18 5 8 3 6 4 1 -480,94 -287,30 -93,65 100,00 Observat ions S im ila ri ty Dendrogram Gambar 16. Analisis klaster plasmanutfah terong tahun 2011 data diolah dari lampiran 3 dan 4 Klaster kedua dalam dendogram Gambar 16 menunjukkan kelompok terong bulat tipe asoi dengan bobot buah maksimal 90 gram, yakni nomor 14 sampai nomor 22, kecuali nomor 18 atau galur nomor 68, 69, 70, 75, 76, 80, 83 dan 85 pada koleksi tahun 2000. Sementara itu galur-galur terong pondoh dan kapol membentuk satu klaster, yakni klaster 3 artinya kekerabatan terong pondoh dan terong kapol sangat dekat. Terjadi perubahan klaster galur-galur terong pondoh dan terong kapol menjadi dua klaster yang berbeda pada tahun 2000 dan menjadi satu klaster pada tahun 2011. Perubahan ini dimungkinkan terjadi karena perkawinan silang diantara kedua kelompok terong tersebut dan mengalami seleksi alam di Cirebon, sehingga kekerabatannya sangat tinggi satu dengan lainnya, seperti terlihat pada Gambar 15. Petani dan pedagang mempunyai kebiasaan melakukan tukar menukar bahan tanaman, yang merupakan media penyebaran kultivar lokal maupun varietas hasil pemulian. Petukaran dan penyebaran kultivar atau varietas hibrida ini member potensi untuk terjadi perubahan keragaman ataupun mendesak plasmanutfah lokal. Sebagai contoh adalah terong marukan dan terong asoi yang secara fenotipik memiliki karakter buah dan agronomi yang sangat mirip satu dengan lainnya, baik dari ukuran buah maupun warna lurik buah. Perbedaan yang utama yang dapat dilihat adalah warna lurik hijau tua pada buah terong asoi, 51 sementara marukan memiliki 3 warna, yaitu putih polos, hijau lurik, dan ungu polos. Menurut responden di Karawang, terong asoi berasal dari daerah lain yang dibawa oleh pedagang atau tengkulak beberapa tahun silam, dan kemudian beradaptasi di Karawang dengan mengalami seleksi alami. Tabel 9. Kondisi plasmanutfah terong lokal di Jawa Barat bagian utara tahun 2011 Nama 1991-2000 2011 KRW IDY CRB Total KRW IDY CRB Total Asoi bulat 2 1 3 6 3 3 67 Kapol bulat 1 1 1 1 Apel bulat 2 2 2 2 Kopek panjang hijau 2 2 2 20 Pondoh panjang gemuk 2 3 3 1 1 1 Kalapakapol oval gemuk 5 5 5 1 1 20 Kopek ungu panjang 1 3 2 6 Ovalbanci 7 7 Terong panjang putih 0 0 1 1 Terong panjang bergaris 1 1 1 1 Keterangan : dari Cirebon; varian baru; terdesak hibrida; KRW:Karawang; IDY:Indramayu; CRB: Cirebon Pada beberapa koleksi ditemukan buah kelompok terong bulat ditemukan galur-galur dengan kombinasi 3 warna, yaitu putih, hijau dan ungu dalam satu buah, yakni galur nomor 61 sampai nomor 66 seperti terlihat pada Gambar 17, yang diduga kuat merupakan hasil kawin silang antara marukan hijau dan marukan ungu, atau terong asoi dengan terong ungu. Hal ini didukung dari hasil segregasi pada generasi lanjut dengan melakukan penanaman 50 benih yang diambil dari petani. Masing-masing tanaman menghasilkan buah yang bervariasi dalam warna, yaitu tipe marukan hijau buah lurik, marukan ungu ungu polos dan buah dengan 3 kombinasi warna seperti terlihat pada Gambar 17. Ukuran dan bobot buah dari masing-masing tanaman tidak melebihi 100 gram, serta tidak ada yang memiliki bentuk lain di luar tipe marukan atau asoi. Variasi paling jelas tampak pada warna bah yang dimiliki oleh masing-maisng tanaman. Koleksi lainnya, didapatkan bentuk buah oblong atau ovoid, dengan variasi warna hijau lurik dan bentuk atau ukuran panjang yang berbeda. 52 Gambar 17. Pola segregasi plasmanutfah terong bulat lurik hijau-ungu-putih Hasil segregasi tanaman yang diserbuk sendiri selfing pada 50 tanaman generasi lanjut, diperoleh tanaman yang memiliki karakter yang beragam, yakni: bentuk bulat tipe asoi dan apel, tipe marukan hijau lurik, terong panjang dan terong bentuk oval itu sendiri. Pada Lampiran 4 dapat dilihat bahwa varian-varian baru yang ditemukan di wilayah penelitian merupakan satu klaster dengan terong bulat tipe apel dan terong panjang ungu. Data ini memperkuat bahwa bentuk oval pada Gambar 18 ini merupakan hasil perkawinan silang antara terong bulat dengan terong panjang ungu. Pada Gambar 18 dapat dilihat variasi ukuran panjang buah, diameter dan warna dari turunangenerasi lanjut. Terong merupakan tanaman yang memiliki kemampuan menyerbuk silang lebih dari 90, sehingga peluang untuk terjadinya tipe-tipe buah baru sangat tinggi, didukung oleh penyebaran varietas-varietas dengan karakter genetika yang berbeda Selfing penyerbukan sendiri 53 Penyerbukan sendiri selfing Gambar 18. Pola segregasi plasmanutfah terong ovoid lurik hijau-ungu-putih. Hasil segregasi tanaman yang diserbuk sendiri selfing pada generasi lanjut, diperoleh tanaman yang memiliki bentuk bulat, tipe marukan hijau lurik, terong panjang dan terong bentuk oval itu sendiri. Pada Gambar 17 dapat dilihat variasi ukuran panjang buah, diameter dan warna dari turunangenerasi lanjut. Terong merupakan tanaman yang memiliki kemampuan menyerbuk silang lebih dari 90, sehingga peluang untuk terjadinya tipe-tipe buah baru sangat tinggi, didukung oleh penyebaran varietas-varietas dengan karakter genetika yang berbeda. Tipe-tipe buah terong yang ditemukan di ketiga wilayah penelitian umumnya sangat homogen, yang diduga merupakan akibat dari penggunaan varietas-varietas atau kultivar dengan nilai kekerabatan yang tinggi Groot 2002, Grubben dan Denton 2004. Keragaman terong panjang sangat rendah, umumnya hanya ditemukan terong kopek ungu secara visual sangat mirip dengan varietas hibrida Mustang. Sementara itu keragaman terong bulat seperti terong asoi sangat mirip dengan terong varietas Gelatik atau Kenari yang merupakan varietas 54 bersari bebas. Hal ini terkait dengan preferensi petani dalam memilih membeli benih hibrida dibandingkan dengan melakukan perbanyakan sendiri. Harga benih hibrida dinilai masih layak dibandingkan dengan melakukan perbanyakan benih sendiri yang memerlukan waktu 3-4 bulan, dengan ketidakpastian dalam kualitas benih dan kualitas buah yang dihasilkan terkait dengan kemudahan untuk menjual produk segar, jika dibandingkan dengan terong hibrida yang sudah memenuhi kriteria permintaan pasar. Walaupun dari uraian pada Gambar 17 dan Gambar 18 terlihat bahwa penggunaan benih terong hibrida mempunyai potensi memperkaya keragaman plasmanutfah lokal terkait dengan sifat penyerbukan silang, petani tidak dapat memanfaatkan secara langsung varian-varian baru tersebut karena karakter buah tidak sesuai dengan preferensi pasar dan konsumen. Pasar di Jawa Barat lebih dikendalikan oleh pedagang, sehingga petani hanya bertanam varietas yang dikehendaki oleh pasar. Hal ini berarti bahwa hanya tipe-tipe buah terong dari varietas-varietas yang sudah terkenal yang dapat diterima oleh pedagang dan dapat diperdagangkan. Fenotipe- fenotipe atau varian baru ini tidak memiliki nilai ekonomi bagi petani, namun memiliki nilai ekonomi bagi pemulia tanaman, karena membantu mempercepat pembentukan galur-galur rekombinasi baru sebagai bahan baku pengembangan varietas. Jumlah varietas yang dilepas oleh Kementerian Pertanian Indonesia sampai tahun 2010 ada 44 varietas hibrida dan non hibrida dengan beberapa variasi dalam warna dan bentuk, maka jumlah tipe terong lokal relatif sama kecuali terong kalapa dan podoh hijau. Varietas hibrida yang sudah dilepas dan dikomersialisasikan adalah terong panjang hijau, ungu dan putih. Beberapa varietas hibrida yang beredar di wilayah penelitian adalah: Mustang, Raos, Yumi, Turangga, Bungo, Fortuna, Milano, Panjalu, Antaboga, Ratih Hijau dan Ratih Ungu. Berdasarkan hasil observasi dengan wawancara terhadap petani responden diperoleh data tentang keberadaan plasmanutfah lokal di lokasi penelitian seperti terlihat pada Tabel 9. Dari data tersebut, dapat dikatakan bahwa kelestarian plasmanutfah lokal di Karawang tetap terjaga serta terjadi pengayaan plasmanutfah dengan adanya tipe baru yang dikategorikan sebagai tipe banci 55 Gambar 13. Varian-varian baru yang ditemukan di Karawang adalah buah bentuk oval, berwarna hijau muda merata, buah bentuk oval bergaris hijau lurik dengan intensitas warna berbeda, buah bentuk oval berwarna ungu muda merata, buah bentuk oval berwarna putih merata, buah bentuk bulat tipe apel berwarna putih merata, buah bentuk oval dengan beberapa warna dan buah bentuk panjang tipe telunjuk berwarna putih merata. Walaupun tipe-tipe baru ini tidak memiliki nilai jual yang tinggi di pasar, masyarakat Karawang masih memelihara di halaman rumah sebagai tanaman pekarangan untuk keperluan konsumsi internal rumah tangga. Plasmanutfah di wilayah Cirebon dan Indramayu dikategorikan hampir punah, karena mayoritas petani menggunakan varietas hibrida tipe terong panjang ungu dan hijau, dan hampir tidak ada yang bertanam terong bulat, sementara itu plasmanutfah lokal yang dapat ditemukan di Cirebon adalah terong pondoh dan terong kapol atau kalapa Gambar 15, yang berdasarkan analisis klaster plasmanutfah tahun 2011 Gambar 16 menunjukkan satu klaster, berbeda dengan hasil analisis klaster plasmanutfah sebelum tahun 2000. Petani responden menyebutkan bahwa plasmanutfah terong lokal tipe pondoh dan kapol atau kalapa umumnya diperoleh dari Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon dan dibawa oleh pedagang atau petani ke wilayah lain, termasuk wilayah Lelea Indramayu. Jika dibandingkan dengan jumlah varietas-varietas terong yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian, maka jumlah plasmanutfah lokal terong panjang saat ini sangat kecil jumlahnya.

5.2 Faktor-faktor Penentu Adopsi Benih Terong Hibrida

Model logit yang digunakan dalam penelitian ini bersifat binary dengan peubah respon atau tidak bebas bernilai satu 1 untuk peluang petani mengadopsi benih hibrida secara total, dan bernilai nol 0 untuk peluang petani mengadopsi benih hibrida secara tidak total. Hasil terbaik dalam menentukan faktor-faktor penentu adopsi benih terong hibrida dilakukan dengan beberapa tahapan sampai diperoleh model terbaik. Hasil uji Omnibuss terhadap ke-14 peubah penjelas menunjukkan secara serempak berpengaruh nyata terhadap adopsi benih terong hibrida dengan taraf uji kurang dari 1. Tabel 10 menunjukkan hasil pengujian Stepwise terhadap faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap adopsi benih hibrida. 56 Tabel 10. Hasil analisis statistik peubah-peubah penentu adopsi benih terong hibrida Peubah DF Β Wald Odds rasio P hitung Exp β Ketahanan terhadap organisme penggangguX 13 1 3.026 5.927 20.61 0.015 Kemudahan buah untuk dijual X 11 1 3.049 2.904 21.087 0.088 + Harga jual buah tinggi X 10 1 -5.159 10.592 0.006 0.001 Brand image X 8 1 2.863 5.389 17.522 0.02 Konstanta -1.329 0.468 0.265 0.494 Chi square df=4 30.189 Probabilitas 0.000 Nagelkerke R square 0.623 Count R Square percentage correct 89.100 sangat nyata pada taraf uji 1, nyata pada taraf uji 5, + cenderung nyata pada taraf uji 10 Dari uji Stepwise diperoleh ada empat peubah yang menjadi penentu keputusan petani untuk mengadopsi teknologi benih terong hibrida yaitu: ketahanan terhadap OPT X 13 , kemudahan buah untuk dijual X 11 , harga jual buah tinggi X 10 dan brand image X 8 dengan nilai probabilitas dari masing- masing peubah penjelas kurang dari 0.1. Model logit untuk penentu faktor adopsi teknologi benih hibrida adalah: Logit Y = -1.329 + 2.863X 8 – 5.159 X 10 + 3.049 X 11 + 3.026 X 13 Nilai probabilitas p = 0.000 lebih kecil dari 0.01, artinya model tersebut cukup baik yang mengestimasi pengaruh nyata terhadap peluang petani mengadopsi benih terong hibrida secara total. Selain itu, nilai p 0.01 juga memberikan indikasi bahwa paling sedikit ada satu koefisien parameter yang tidak sama dengan nol, artinya berpengaruh nyata terhadap peluang petani untuk mengadopsi benih terong hibrida secara total. Model ini juga menjelaskan bahwa peubah- peubah penjelas atau peubah bebas cukup baik untuk menjelaskan peubah tak