33 Alasan utama petani di Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon
memilih bertanam terong selain sebagai rotasi dan pemutus siklus organisme pengganggu adalah untuk memanfaatkan sisa-sisa pupuk kandang dan pupuk
kimia yang telah diaplikasikan pada tanaman bawang merah, memanfaatkan bedengan bawang merah yang hanya terpakai 2 bulan dalam siklus budidaya,
sementara itu sewa lahan umumnya dilakukan selama 6 bulan atau semusim. Disamping itu, kemudahan dalam perawatan atau budidaya tanaman terong
merupakan alternatif dalam mengurangi biaya produksi dalam usaha tani bawang merah, selain mengurangi resiko kerugian dalam usaha tani secara keseluruhan.
Gambar 11. Pola tanam petani terong di Karawang, Cirebon dan Indramayu Petani responden di Kabupaten Karawang berusaha tani terong dengan
alasan kemudahan dalam perawatan tanaman, rendahnya resiko kegagalan produksi dan kerugian usaha tani, yang terkait dengan kestabilan harga yang
34 didapat karena ketepatan dalam memilih waktu tanam. Musim tanam di
Kabupaten Karawang adalah tidak terbatas, sementara musim tanam petani di
Indramayu dan Cirebon umumnya bulan Mei dan November. Tabel 4 menjelaskan tentang pola tanam petani responden yang sebagian
besar adalah bawang merah–jagung atau terong dan padi sebesar 32.73, dan pola tanam bawang merah–terong-tomat serta padi sebesar 33.93. Sistem
bedengan “surjan” umumnya dipakai petani bawang merah di Indramayu dan Cirebon, yang memerlukan biaya tinggi. Sistem irigasi yang memadahi serta
bertujuan sebagai rotasi, merupakan faktor pendorong petani melakukan usaha tani secara tumpang sari dan tumpang gilir, yang diharapkan dapat menurunkan
biaya resiko kegagalan usaha tani pada saat harga jual bawang merah rendah. Adapun pemilihan tanaman tumpang sari atau tumpang gilir setelah bawang
merah didasarkan pada modal yang dimiliki oleh petani, serangan organisme pengganggu tanaman, dan harga pasar dari masing-masing sayuran. Sawi dan
beberapa sayuran daun berumur pendek merupakan tanaman tumpang sari alternatif sebelum bawang merah dipanen dan terong masih di masa awal
vegetatif. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pada saat penelitian, petani memiliki alternatif tanaman kedua setelah bawang merah, yakni jagung dan tomat
terkait dengan serangan organisme pengganggu pada terong, terutama geminivirus atau lebih dikenal sebagai virus kuning. Menurut petani, saat ini belum ada
varietas terong yang tahan terhadap virus kuning, baik varietas hibrida ataupun kultivar lokal, sedangkan beberapa varietas tomat sudah memiliki ketahanan
terhadap virus kuning tersebut. Tabel 4. Pola tanam petani responden
Pola Tanam Prosentase
Padi-terongoyongtimun-kacang panjang 1.82
Padi-terongtimun-kacang panjang 1.82
Padi-terong-sayuran lain 5.44
Padi-kacang panjangtimunoyongparia- terong
9.09 Bawang merah-jagungterong-padi
32.73 Bawang merah-terong+sawi-tomat+padi
3.64 Bawang merah-terong-tomat+padi
33.93 Bawang merah-terong-jagung-padi
10.91
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Dampak Adopsi Benih Toreng Hibrida terhadap Keragaman Fenotip Plasmanutfah Terong Lokal
Adopsi benih hibrida memerlukan waktu lebih lama dibandingkan dengan komoditas sayuran lain, walaupun komersialisasi varietas terong hibrida sudah
dimulai pada tahun 1988, yakni introduksi dari Taiwan “Farmer Long” dan “Ping Tung Long”, serta pada tahun 1993, yakni varietas hibrida asli dalam negeri
“Mustang”. Adopsi benih hibrida secara menyeluruh terjadi pada tahun 2000.
Status Plasmanutfah Tahun 2000
Koleksi plasmanutfah hasil eksplorasi Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang bekerjasama dengan Wageningen University dalam proyek ATA tahun
1990 diidentifikasi dengan ditanam ulang, serta diperbanyak dan dimurnikan kembali di Kebun Percobaan PT East West Seed Indonesia seperti terlihat pada
Tabel 5 sampai Tabel 8. Lampiran 1 menunjukkan koleksi plasmanutfah terong lokal di Jawa Barat, merupakan data sekunder yang dikumpulkan dari hasil
identifikasi Balai Penelitian dan Pengembangan Tanaman Sayuran pada tahun 1991 sebagai acuan dalam identifikasi dan karakterisasi plasmanutfah yang
dilakukan pada penelitian ini. Jika dibandingkan antara hasil karakterisasi dan identifikasi saat penelitian, karakter yang diperoleh tidak banyak berbeda, yang
memberikan implikasi bahwa kemurnian genetika dari plasmanutfah yang terkoleksi relatif sama dengan aslinya, walaupun secara fisiologis, viabilitas benih
sangat rendah dimana daya berkecambah benih umumnya kurang dari 70, bahkan ada yang tidak berkecambah sama sekali walaupun telah dilakukan
perlakuan fisika dan kimia, terkait dengan penyimpanan selama hampir 20 tahun. Upaya perlakuan kultur embrio embryo rescue juga dilakukan, walaupun
hasilnya sangat rendah, yakni kurang dari 30. Karakterisasi yang dilakukan pada tahun 1991 didasarkan pada pengelompokan tipe buah, yakni terong asoi,
terong apel, terong goong, marukan, kapolkalapa, kopek dan pondoh, tanpa memperhatikan karakter agronomis lainnya, sehingga saat ini terjadi kesulitan
untuk mengetahui kemurnian genetika dan kekerabatan dari masing-masing tipe.
36 Tabel 5. Karakteristik plasmanutfah terong panjang ungu di Jawa Barat bagian
utara tahun 2000
Foto Deskripsi Nomor
Galur Foto Deskripsi
Nomor Galur
Batang ungu, bunga ungu,
bentuk buah panjang dengan
tangkai hijau 4 cm, warna dasar
ungu 5RP, 310, dan
daging buah putih. Panjang
buah 25 cm, diameter 4 cm,
150 grambuah. 5-17
Batang ungu, bunga ungu
5RP, 412, buah panjang
20 cm, tangkai ungu 4 cm,
warna daging buah putih,
diameter 5 cm, 160 grambuah.
18
Batang ungu, bunga ungu,
buah panjang 25 cm, tangkai
hijau 4 cm, warna dasar
ungu coklat 5RP, 42, dan
daging buah hijau, diameter 5
cm, 125 grambuah.
4 Batang ungu,
bunga ungu, bentuk buah
ekstra panjang 36 cm, tangkai
ungu 7 cm, warna dasar
ungu 5RP,38, dan daging buah
putih, diameter 3.5 cm, 120
grambuah. 19
Batang ungu, bunga ungu,
buah panjang 25 cm dengan
tangkai hijau 4 cm, warna dasar
putih bercorak hijau- ungu, dan
daging buah hijau, diameter 4
cm, 125 grambuah.
1-3 Batang ungu,
bunga ungu, bentuk buah
ekstra panjang 32 cm, tangkai
ungu 7 cm, warna dasar
ungu hitam 5RP, 32, dan
daging buah hijau, diameter
3.5 cm, 120 grambuah.
20
Keragaman plasmanutfah sebelum terjadinya komersialisasi benih terong dapat dilihat pada Tabel 5. Koleksi plasmanutfah sampai tahun 2000
dikelompokkan menjadi 4, yaitu terong panjang ungu, terong pondoh, terong