Karakteristik Petani Responden Gambaran Umum Petani Responden

31 Gambar 8 menunjukkan pengalaman usaha tani terong dari petani sampel di ketiga wilayah penelitian. Pola penyebaran tertinggi pada berada pada kisaran 5- 10 tahun dan 11-15 tahun, masing-masing 32.73 dan 34.55. Seperti halnya pada sebaran usia responden, pengalaman usaha tani responden adopter total tersebar mulai kurang dari 5 tahun sampai lebih dari 15 tahun, terutama responden di wilayah Kabupaten Cirebon. Dari hasil wawancara lebih dalam terhadap petani responden, seperti H. Darmu di Kabupaten Cirebon, umumnya petani bawang merah dan terong di wilayah tersebut merupakan petani yang bersifat turun-temurun, terutama golongan petani besar yang memiliki lahan dan permodalan besar, baik sebagai petani murni ataupun petani dan pedagang, sehingga varietas terong yang digunakan dalam usaha tani mengikuti varietas yang biasa dipakai oleh orang tua atau kerabat terdekat. Gambar 8. Distribusi pengalaman usaha tani petani responden Yuliarmi 2006 mengemukakan bahwa pada umumnya petani padi sawah di Kecamatan Plered, Purwakarta bersifat turun menurun. Tata cara dalam budidaya serta pemilihan input mengikuti kebiasaan yang diwariskan oleh orang tua atau tokoh yang dianggap berhasil. Gambar 9. Distribusi status kepemilikan lahan petani responden 32 Kepemilikan lahan untuk usaha tani terong umumnya berstatus sewa, yakni 72.73 dan 23.63 berstatus milik sendiri baik pada responden adopter total maupun adopter tidak total. Status lahan gadai ditemukan pada responden adopter tidak total, sementara status lahan garapsakab ditemukan pada responden adopter total. Secara rinci dijelaskan dalam Gambar 9. Luas lahan yang digunakan dalam usaha tani terong pada petani responden sebagian besar berada pada kisaran antara 0.1-0.5 hektar, yaitu 60, luas lahan kurang dari 0.1 hektar sebesar 20 dan luas lahan lebih dari 0.5 hektar sebesar 20. Petani adopter tidak total tidak ditemukan satupun yang berusaha tani kurang dari 0.1 hektar, sementara itu sebesar 5.45 berusaha tani dengan lahan lebih dari 0.5 hektar, yakni di wilayah Cirebon, yang secara rinci dijelaskan dalam Gambar 10.. Gambar 10. Distribusi luas lahan usaha tani terong petani responden

4.2.2 Pola Tanam

Ketiga lokasi penelitian memiliki pola tanam yang hampir sama, padi merupakan komoditas utama, sementara itu terong seperti halnya komoditas sayuran lainnya merupakan tanaman selingan setelah padi. Petani sampel di wilayah Cirebon dan Indramayu bertanam bawang merah sebagai tanaman sayuran utama setelah bertanam padi, sementara itu terong merupakan tanaman kedua setelah bawang merah. Di wilayah Indramayu, petani menanam terong secara tumpangsari dengan sayuran lain seperti sawi untuk memanfaatkan sisa waktu sewa dan sebagai rotasi untuk memutus siklus organisme pengganggu pada tanaman utama, bawang merah, seperti terlihat pada Gambar 11. 33 Alasan utama petani di Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon memilih bertanam terong selain sebagai rotasi dan pemutus siklus organisme pengganggu adalah untuk memanfaatkan sisa-sisa pupuk kandang dan pupuk kimia yang telah diaplikasikan pada tanaman bawang merah, memanfaatkan bedengan bawang merah yang hanya terpakai 2 bulan dalam siklus budidaya, sementara itu sewa lahan umumnya dilakukan selama 6 bulan atau semusim. Disamping itu, kemudahan dalam perawatan atau budidaya tanaman terong merupakan alternatif dalam mengurangi biaya produksi dalam usaha tani bawang merah, selain mengurangi resiko kerugian dalam usaha tani secara keseluruhan. Gambar 11. Pola tanam petani terong di Karawang, Cirebon dan Indramayu Petani responden di Kabupaten Karawang berusaha tani terong dengan alasan kemudahan dalam perawatan tanaman, rendahnya resiko kegagalan produksi dan kerugian usaha tani, yang terkait dengan kestabilan harga yang