Kemencengan Sebaran Peubah Tegakan Puspa

Berdasarkan histogram perbandingan antara data pengamatan dengan sebaran normal didapatkan untuk peubah diameter dan luas bidang dasar pohon bahwa frekuensi data pengamatan lebih banyak pada kelas yang lebih kecil dibandingkan frekuensi pada sebaran normal. Sedangkan untuk peubah tinggi pohon frekuensi data pengamatan lebih banyak pada kelas yang lebih besar dibandingkan frekuensi pada sebaran normal. Dari histogram tersebut dapat disimpulkan bahwa tegakan puspa hasil pengamatan memiliki diameter dan luas bidang dasar yang kecil dengan tinggi pohon yang besar. Hal ini dapat disebabkan oleh pola penanaman tegakan puspa yang cenderung rapat sehingga menyebabkan pertumbuhan diameter yang kecil dan persaingan pertumbuhan tinggi untuk mendapatkan sinar matahari. Apabila pola penanaman tegakan tidak rapat serta nutrisi tanah tempat tumbuh cukup maka pertumbuhan diameter dan luas bidang dasar pohon akan besar dan pertumbuhan tinggi pohon akan normal karena kecenderungan pohon mendapatkan sinar matahari yang cukup akibat persaingan yang tidak tinggi.

5.4. Kemencengan Sebaran Peubah Tegakan Puspa

Berdasarkan data hasil pengamatan tegakan puspa di Hutan Pendidikan Gunung Walat, didapatkan ketidaksimetrisan kemiringan data pengamatan terhadap sebaran normal dari data tersebut. Kemiringan data tersebut dapat diketahui melalui perhitungan analisis nilai koefisien skewness SK. Apabila nilai koefisien skewness tersebut bernilai positif + maka data pengamatan memiliki sebaran lebih banyak pada kelas yang lebih kecil daripada sebaran normal data tersebut, sedangkan jika data tersebut memiliki nilai koefisien skewness negatif - maka data pengamatan memiliki sebaran lebih banyak pada kelas yang lebih besar daripada sebaran normal data tersebut. Sedangkan untuk data yang memiliki nilai koefisien skewness SK mendekati nol SK ≈ 0 maka data tersebut menyebar secara simeteris. Hal ini disebutkan dalam Prihanto dan Muhdin 2006 bahwa penyebaran data disekitar ukuran pemusatannya dapat membentuk bermacam-macam pola, yakni simetris, miring ke kiri, dan miring ke kanan. Data yang penyebarannya simetris dicirikan oleh nilai median dan nilai tengah yang berimpit. Jika SK ≈ 0, maka data dikatakan menyebar secara simetris. Jika SK 0 dikatakan miring positif atau ke kiri dimana sebagian besar data mengumpul di ekor sebelah kiri sehingga di ekor sebelah kanan data tidak terlalu banyak. Kondisi sebaliknya jika SK 0 dikatakan miring negatif atau ke kanan. Pada Tabel 4 dan Tabel 5 menunjukan hasil perhitungan nilai skewness pada plot A dan plot B, baik pada kelas berdasarkan kaidah Sturges serta pada kelas berdasarkan interval kelas I dan II. Tabel 4 Hasil perhitungan nilai skewness pada plot A Peubah Nilai Interval kelas tegakan statistik Interval I Kaidah Sturges Interval II Diameter Modus 40.0 40.8 41.2 Median 42.5 42.1 42.6 Rata-rata 43.2 43.0 43.5 Skewness 0.289 0.199 0.192 Tinggi Modus 24.2 23.6 23.3 Median 23.4 23.4 23.1 Rata-rata 23.2 23.4 23.1 Skewness -0.273 -0.105 -0.048 Lbds Modus 0.112 0.112 0.127 Median 0.149 0.145 0.144 Rata-rata 0.157 0.157 0.156 Skewness 0.578 0.559 0.370 Tabel 5 Hasil perhitungan nilai skewness pada plot B Peubah Nilai Interval kelas tegakan statistik Interval I Kaidah Sturges Interval II Diameter Modus 34.4 35.1 38.4 Median 39.4 39.1 39.4 Rata-rata 40.4 40.4 40.4 Skewness 0.633 0.522 0.211 Tinggi Modus 24.1 23.4 23.1 Median 23.0 22.9 23.0 Rata-rata 22.8 22.7 22.9 Skewness -0.370 -0.180 -0.045 Lbds Modus 0.108 0.107 0.107 Median 0.124 0.124 0.125 Rata-rata 0.138 0.136 0.137 Skewness 0.433 0.428 0.431 Pada tabel 4 dan 5 perhitungan nilai koefisien skewness dihitung berdasarkan nilai modus. Pada tabel 4 dapat dilihat untuk peubah tegakan berupa diameter dan luas bidang dasar pohon pada plot A baik pada semua interval kelas memiliki nilai koefisien skewness diatas nol atau positif +. Hal ini disebabkan karena diameter dan luas bidang dasar pohon pada plot A memiliki nilai modus lebih kecil daripada nilai rata-ratanya. Selain itu diameter dan luas bidang dasar pohon tersebut memiliki nilai median lebih kecil dari nilai rata-ratanya. Untuk peubah tegakan berupa tinggi pohon pada plot A baik pada interval kelas I, II, dan kaidah Sturges memiliki nilai koefisien skewness lebih kecil dari nol atau negatif -. Hal ini disebabkan karena tinggi pohon memiliki nilai modus yang lebih tinggi daripada nilai rata-ratanya, walaupun ada nilai median yang sama dengan nilai rata-ratanya. Pada Tabel 5 plot B peubah tegakan berupa diameter dan luas bidang dasar pohon memiliki nilai koefisien skewness diatas nol atau positif +. Hal ini berlaku untuk interval kelas I, II, dan kaidah Sturges. Nilai tersebut bisa bernilai positif + karena nilai modus diameter dan luas bidang dasar pada tiap kelas lebih kecil dari nilai rata-ratanya. Begitu pula untuk nilai mediannya yang lebih kecil dari nilai rata-ratanya. Sedangkan untuk tinggi pohon pada semua interval kelas memiliki nilai koefisien skewness dibawah nol atau negatif -. Hal ini disebabkan oleh nilai modus tinggi pohon lebih besar dari nilai rata-ratanya. Begitu pula dengan nilai median tinggi pohon yang lebih besar dari nilai rata-ratanya. Dari tabel hasil perhitungan skewness diatas diketahui bahwa jika suatu peubah tegakan baik diameter, tinggi, serta luas bidang dasar pohon memiliki nilai modus yang lebih kecil dari nilai rata-ratanya modus rata-rata maka nilai koefisien skewness akan bernilai positif +. Hal ini menunjukan bahwa tegakan didominasi oleh peubah tegakan yang lebih kecil dari rata-ratanya Sedangkan jika suatu peubah tegakan baik diameter, tinggi, serta luas bidang dasar pohon memiliki nilai modus yang lebih besar dari nilai rata-ratanya modus rata-rata maka nilai koefisien skewness akan bernilai negatif -. Hal ini menunjukan bahwa tegakan didominasi oleh peubah tegakan yang lebih besar dari rata-ratanya. Selain itu didapatkan bahwa interval kelas berpengaruh pada besarnya nilai koefisien skewnessnya. Semakin besar interval kelasnya maka semakin kecil nilai koefisen skewnessnya. Buktinya pada Tabel 4 dan Tabel 5 dari interval kelas I ke kaidah Sturges lalu interval kelas II yang makin besar interval kelasnya memiliki nilai koefisien skewness yang semakin kecil atau semakin mendekati nol

5.5. Tindakan Silvikultur