Alat Bukti Menurut KUHAP

guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana hanya yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, danatau ia alami sendiri. Yang berarti suatu pendapat atau suatu persangkaan yang disusun secara memikirkan dan menyimpulkan hal sesuatu tidak dianggap sebagai keterangan saksi. Keterangan yang bersumber atau didapat dari kata orang testimonium de auditu, tidaklah mempunyai nilai, mungkin hanya dapat dipertimbanagkan hakim sebagai tambahan bahan untuk membentuk pembentukan alat bukti petunjuk. Dengan syarat bahwa tanpa alat bukti petunjuk telah terpenuhinya syarat minimal pembuktian, yang dari terpenuhinya minimal alat bukti itu hakim sudah dapat membentuk tiga keyakinan. Apabila tidak maka tidak mempunyai nilai pembuktian apapun, dan harus diabaikan oleh hakim. 45

2. Alat Bukti Menurut KUHAP

Dikaji dari prespektif yudiris, menurut M. Yahya Harahap, pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara- cara yang dibenarkan oleh undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan oleh undang-undang dan mengatur tentang alat bukti yang boleh digunakan hakim guna membuktiakan kesalahan terdakwa. Pengadilan tidak boleh sesuka hati dan semena-mena membuktikan kesalahan terdakwa. 46 45 Adami Chazawi, Op.cit.,Hukum Pembuktian Tindak Pidana….,hal,45. 46 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2000, hal.252. Proses pembuktian pada hakikatnya memang lebih dominan pada sidang pengadilan guna menentukan kebenaran materiil akan peristiwa yang terjadi dan memberikan keyakinan kepada hakim tentang kejadian tersebut sehingga hakim dapat memberikan putusan seadil mungkin, pada proses pembuktian ini ada korelasi dan interaksi megenai apa yang akan diterapkan oleh hakim dalam menemukan kebenaran materiil melalui tahap pembuktian, alat-alat bukti dan proses pembuktian terhadap aspek-aspek sebagai berikut: 47 1. Perbuatan-perbuatan manakah yang dapat dianggap terbukti; 2. Apakah telah terbukti, bahwa terdakwa bersalah atas perbuatan-perbuatan yang didakwakan kepadanya; 3. Delik apakah yang dilakukan sehubungan dengan perbuatan-perbuatan itu; 4. Pidana apakah yang harus dijatuhi kepada terdakwa; Kegiatan dalam sidang pengadilan perkara pidana pada dasarnya adalah kegiatan mengungkapkan fakta-fakta suatu peristiwa melalui berbagai alat bukti dan kadang ditambah dengan barang bukti. Fakta-fakta tersebut akan dirangkai menjadi suatu peristiwa, peristiwa mana seperti yang sebenarnya kebenaran materiil, mendekati yang sebenarnya ataukah jauh dari kebenaran yang sesungguhnya, begitu juga apakah peristiwa tersebut mengandung muatan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan jaksa penuntut umum atau tidak, akan bergantung sepenuhnya terhadap keakuratan dan kelengkapan fakta-fakta yang diperoleh dari alat bukti tersebut. 47 Lilik mulyadi, Bunga Rampai Hukum Pidana Perspektif, Teoritis, dan Praktik Bandung: Penerbit Alumni, 2008, hal. 93 Mengenai macam-macam alat bukti yang sah dan dapat dipergunakan untuk membuktikan telah ditentukan dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP yaitu: 1. Keterangan saksi 2. Keterangan ahli 3. Surat 4. Petunjuk 5. Keterangan terdakwa a. Alat Bukti Keterangan Saksi KUHAP memberikan pengertian keterangan saksi sebagai salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya Pasal 1 angka 27 . Alat bukti yang dapat digunakan sebagai bahan dalam membentuk keyakinan adalah apabila alat bukti tersebut sah. Sah artinya memenuhi syarat- syarat sahnya menurut undang-undang, seperti sahnya alat bukti keterangan saksi menurut ketentuan Pasal 1 angka 26 dan 27 KUHAP. Keyakinan yang dibentuk dari alat-alat bukti adalah keyakinan telah terbukti terjadinya tindak pidana, keyakinan telah terbukti terdakwa bersalah melakukanya. Oleh Sebab itu keterangan saksi haruslah disertai alasan dari sebab apa ia mengetahui tentang sesuatu yang ia terangkan. Artinya isi keterangan baru berharga dan bernilai pembuktian apabila setelah memberikan keterangan ia kemudian menerangkan tentang sebab-sebab dari pengetahuannya itu. Syarat keterangan saksi agar keterangan saksi itu menjadi sah dan berharga sehingga dapat dipergunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan hakim dalam hal membentuk keyakinannya, dapat terletak pada beberapa hal, ialah: 48 a. Hal kualitas pribadi saksi b. Hal apa yang diterangkan saksi c. Hal sebab apa saksi mengetahui tentang sesuatu yang ia terangkan d. Syarat sumpah atau janji e. Syarat mengenai adanya hubungan antara isi keterangan saksi dengan isi keterangan saksi lain atau isi alat bukti lain. Syarat yang dikemukakan di atas adalah syarat untuk keterangan saksi yang diberikan dimuka sidang pengadilan. Keterangan satu saksi saja tidak cukup untuk membuktikan terdakwa bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya. Oleh karena itu, agar keterangan seorang saksi dapat berharga haruslah bersesuaian dengan keterangan saksi yang lain atau alat bukti yang. Hal tersebut dikenal dengan istilah unus testis nullus testis yang artinya satu saksi bukanlah saksi. 49 b. Alat Bukti Keterangan Ahli Esensi keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan Pasal 1 angka 28 KUHAP . 48 Adami Chazawi, Hukum Pembuktian Tindak Pidana….,Op.cit., hal. 39-40. 49 Ibid., hal.56. Berdasarkan Pengertian diatas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa seorang ahli: a. Memberi keterangan mengenai segala sesuatu yang masuk kedalam ruang lingkup pengetahuan dan keahliannya. b. Bahwa yang diterangkan mengenai pengetahuan atau keahliannya itu haruslah berhubungan dengan perkara pidana yang diperiksa. Seorang ahli memberikan keterangan bukan mengenai segala hal yang dilihat, didengar dan dialaminya sendiri, tetapi mengenai hal-hal yang menjadi atau di bidang keahliannya yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa. Keterangan ahli tidak perlu diperkuat dengan alasan sebab keahliannya atau pengetahuannya sebagaimana pada keterangan saksi. Apa yang diterangkan saksi adalah hal mengenai kenyataan dan fakta. Sedang keterangan ahli adalah suatu penghargaan dan kenyataan danatau kesimpulan atas penghargaan itu berdasarkan keahliannya. Apabila keterangan ahli diberikan pada tingkat penyidikan, maka sebelum memberikan keterangan, ahli harus mengucapkan sumpah atau janji terlebih dahulu Pasal 120 ayat 2 KUHAP. Pengajuan ahli di persidangan dapat dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum atau penasehat hukumnya. Jaksa mengajukan ahli sesuai dengan apa yang terdapat dalam BAP atau bisa juga mengajukan ahli di persidangan setelah melihat jalannya dan perkembangan perkara di persidangan. Begitu juga penasehat hukum dapat juga mengajukan ahli untuk menjadi terangnya perkara yang sedang berjalan di pengadilan. Kadangkala ahli yang diajukan oleh Jaksa dan penasehat hukumnya dalam materi yang sama tetapi keterangan berbeda, dalam konteks ini tinggal hakim yang menentukan seseorang itu ahli dan bobot keterangan dari ahli itu, sehingga ada persesuaian keterangan dengan alat bukti lain. Alat bukti ini dalam praktik sering dikenal dengan sebutan saksi ahli, meskipun sebenarnya pemakaian istilah ini tidak tepat karena perkataan saksi mengandung pengertian yang berbeda dengan ahli maupun keterangn ahli. Bahwa ini yang disampaikan oleh saksi adalah segala sesuatu yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dan harus diberikan alasan atau sebab dari pengetahuannya itu, berbeda dengan ahli yang bukan memberikan keterangan tentang apa yang ia dengar, ia lihat maupun yang ia alami sendiri tetapi hal-hal yang menjadi atau dibidang keahliannya yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa. Keterangan ahli tidak perlu diperkuat dengan alasan sebab keahliannya atau pengetahuannya sebagaimana dalam keterangan saksi. Apa yang diterangkan oleh saksi bukanlah hal mengenai fakta atau kenyataan tetapi yang diterangkan oleh ahli adalah suatu penghargaan dari kenyataan dan atau kesimpulan dari penghargaan itu berdasarkan keahlian seorang ahli. 50 c. Surat Secara substansial tentang bukti “surat” diatur pada Pasal 187 KUHAP yang secara jelas dituliskan sebagai berikut: Surat sebagaimana tersebutkan dalam Pasal 184 ayat 1 huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah: 1 Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya yang semua 50 Wirdjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pindana Tertentu di Indonesia Bandung: Penerbit Editama, 2010, hal.72-73. keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu. 2 Surat yang dibuat menurut keterangan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan. 3 Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya sesuatu atau suatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya. 4 Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain. Keterangan-keterangan,catatan-catatan dan laporan-laporan itu sebenarnya tidak berbeda dengan keterangan-keterangan saksi, tetapi di ucapkan secara tulisan. Maka dari itu arti sebenarnya dari pasal tersebut ialah bahwa pejabat- pejabat tersebut dibebaskan dari menghadap sendiri di muka hakim. Surat-surat yang ditanda tangani mereka, cukup dibaca saja dan dengan demikian mempunyai kekuatan sama dengan kalau mereka menghadap di muka hakim dalam sidang dan menceritakan hal tersebut secara lisan. Dalam menilai alat bukti surat, penyidik, penuntut umum, maupun hakim dalam meneliti alat bukti surat harus cermat, dan hanya alat bukti tersebut di atas yang merupakan alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian dalam perkara pidana. Surat dapat digunakan sebagai alat alat bukti dan mempunyai nilai pembuktian apabilah surat tersebut dibuat sesuai dengan apa yang yang diharuskan oleh undang-undang. Apabila surat sudah dibuat sesuai dengan ketentuan undang-undang maka bukti surat mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat bagi hakim dengan syarat: 1. Bentuk formil maupun materiil sudah sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh undang-undang. 2. Bahwa surat tersebut tidak ada cacat hukum 3. Tidak ada orang lain yang mengajukan bukti bahwa yang dapat melemahkan bukti surat tersebut. Prinsip hukum pembuktian dalam hukum acara pidana pada prinsipnya berbeda dengan hukum acara perdata, mengingat pembuktian dalam perkara pidana diperlukan keyakinan hakim atas dasar minimal alat bukti, sedangkan dalam pembuktian perkara perdata tidak diperlukan keyakinan hakim. Karena apa yang dicari dalam pembuktian dalam hukum acara pidana adalah kebenaran materiil, sedangkan dalam hokum acara perdata adalah kebenaran formil sudahlah cukup, seperti halnya nilai alat bukti otentik sebagai alat bukti yang mengikat hakim. Dengan didapatkannya kebenaran materiil dari minimal alat bukti yang sah, dapat lebih terjaminnya kebenaran dan tepatnya bentukan keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa, sebagai syarat untuk menjatuhkan pidana. 51 Berdasarkan sistem pembuktian yang berbeda, apapun alat buktinya seperti akta otentik yang menurut hukum acara perdata adalah alat bukti 51 Adami Chazawi, Hukum Pembuktian Tindak Pidana….,Op.cit., hal.71. sempurna, tetapi dalam hukum pembuktian perkara pidana satu akta otentik saja akan lumpuh kekuatan buktinya apabila tidak ditunjang oleh alat bukti lain, walaupun hakim yakin akan kebenaran dari akta otentik tersebut, karena dalam pembuktian perkara pidana diikat lagi dengan beberapa ketentuan yakni: 52 a. Adanya syarat minimal pembuktian. Satu alat bukti saja tidaklah cukup dalam perkara pidana, melainkan harus minimal dua alat bukti Pasal 184 jo 185 ayat 2; b. Diperlukan adanya keyakinan hakim. Dari minimal dua alat bukti terbentuklah keyakinan tentang 3 hal yaitu terjadi tindak pidana, terdakwa melakukannya dan ia dapat dipersalahkan atas perbuatannya itu Pasal 183 ; d. Alat Bukti Petunjuk Dasar hukum terhadap alat bukti petunjuk terdapat dalam pasal 184 ayat 1 huruf d dan pasal 188 KUHAP. Pengertian petunjuk adalah perbuatan, kejadian, atau keadaan yang karena penyesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Apabila kita bandingkan dengan 4 empat alat bukti yang lain dalam Pasal 184 KUHAP, maka alat bukti petunjuk ini bukanlah suatu alat bukti yang bulat dan berdiri sendiri, melainkan suatu alat bukti bentukan hakim. Alat bukti petunjuk sebenarnya merupakan rekonstruksi perbuatan, kejadian, atau keadaan yang diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa yang bersesuaian sehingga memberikan gambaran mengenai terjadinya tindak pidana 52 Ibid., hal. 69. dan siapa pelakunya. Berdasarkan Pasal 188 ayat 2 KUHAP petunjuk yang dimaksud hanya dapat diperoleh dari: 1 Keterangan saksi 2 Surat 3 Keterangan terdakwa Keberadaan dan bekerjanya alat bukti petunjuk ini cenderung merupakan penilaian terhadap hubungan atau persesuaian antara isi dari beberapa alat bukti lainnya, dan bukanlah alat bukti yang berdiri sendiri, maka dapat dimaklumi apabila sebagian ahli menaruh sangat keberatan atas keberadaannya dan menjadi bagian dalam hukum pembuktian perkara pidana. Misalnya, Van Bemmelen yang mengatakan bahwa kesalahan utama ialah petunjuk-petunjuk dipandang sebagai alat bukti, padahal hakikatnya tidak ada. 53 Karena sifat yang demikian, maka Wirdjono Prodjodikoro menyarankan agar alat bukti petunjuk dilenyapkan dari penyebutan sebagai alat bukti. Selanjutnya, penggantinya adalah ke-1 pengalaman hakim dalam sidang dan ke-2 keterangan terdakwa dimuka hakim yang tidak mengandung pengakuan salah seluruhnya dari terdakwa. 54 Alat bukti petunjuk adalah berupa pemikiran atau pendapat hakim yang dibentuk dari hubungan atau persesuaian alat bukti yang ada dan yang dipergunakan dalam sidang, maka sifat subyektifitas hakim lebih dominan. Oleh karena itu, Pasal 188 ayat 3 KUHAP mengingatkan hakim agar dalam menilai kekuatan alat bukti petunjuk dalam setiap keadaan tertentu harus dilakukan dengan arif dan bijaksana, setelah hakim memeriksa dengan cermat dan seksama 53 Ibid.,hal. 73. 54 Wirdjono Prodjodikoro, Op., Cit., hal. 129. yang didasarkan hati nuraninya. Berkaitan dengan hal tersebut maka ada pemikiran dalam KUHAP kedepan alat bukti petunjuk diganti dengan alat bukti pengamatan hakim. 55 e. Alat Bukti Keterangan Terdakwa keterangan terdakwa secara limitatif diatur dalam Pasal 189 KUHAP, yang berbunyi: 1 Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau ia alami sendiri; 2 Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti disidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya; 3 Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri; 4 Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain. Tidak semua keterangan terdakwa mengandung nilai pembuktian, karena keterangan terdakwa harus memenuhi syarat- syarat seperti yang ada ketentuan Pasal 189 KUHAP sehingga mengandung nilai pembuktian. Akan tetapi keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa dirinya bersalah melakukan tindak pidana, melainkan harus ditambah dengan alat bukti yang lain. 55 Al. Wisnubroto dan G. Widiartana, Pembaharuan Hukum Acara Pidana, Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2005, hal. 103. Diantara 5 lima alat bukti yang disebut dalam Pasal 184, alat bukti keterangan terdakwalah yang acap kali diabaikan oleh hakim. Hal ini dapatlah dimaklumi, karena berbagai sebab, antara lain ialah: 56 1. Sering kali keterangan terdakwa tidak bersesuaian dengan isi dari alat-alat bukti yang lain, misalnya keterangan saksi. Tidak menerangkan hal-hal yang memberatkan atau merugikan terdakwa sendiri adalah sesuatu sifat manusia manusiawi. Bahwa setiap orang selalu ada kecenderungan untuk menghindari kesusahan atau kesulitan bagi dirinya sendiri. Untuk itu dia terpaksa berbohong. 2. Pada diri terdakwa memiliki hak untuk bebas berbicara termasuk yang isinya tidak benar. Berhubung terdakwa yang memberikan keterangan yang tidak benar tidak diancam sanksi pidana sebagaimana saksi memberikan keterangan yang isinya tidak benar. Karena terdakwa tidak disumpah sebelum memberikan keterangan, sebagaimana saksi sebelum memberikan keterangan. Pada sumpah diletakkan kepercayaan kebenaran atas keterangan yang diberikan di sidang pengadilan. Pada sanksi pidana diletakan kekuatan paksaan agar seorang saksi memberikan keterangan yang benar. 3. Pengabaian oleh hakim biasanya terdapat keterangan terdakwa yang berisi penyangkalan terhadap dakwaan. Pengabaian hakim dapatlah diterima, mengingat menurut KUHAP penyangkalan terdakwa bukanlah menjadi bagian isi alat bukti keterangan terdakwa. Karena isi keterangan terdakwa itu hanyalah terhadap keterangan mengenai apa yang ia lakukan, atau ia ketahui 56 Adami Chazawi, Hukum Pembuktian Tindak Pidana….,Op.cit., hal. 86-87. atau alami sendiri Pasal 189 ayat 1 KUHAP. Sedangkan penyangkalan adalah berada diluar hal tersebut. Jadi menurut KUHAP penyangkalan terdakwa bukanlah isi dari alat bukti keterangan terdakwa. Walaupun terkadang hakim mempertimbangkan penyangkalan, terutama apabila dari alat bukti yang ada tidak cukup kuat untuk membuktikan kesalahan terdakwa melakukan tindak pidana yang didakwakan.

3. Pengertian Perlindungan Hukum

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum Dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Dalam Pemberian Bantuan Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Dan Korban Tindak Pidana

4 103 127

Analisis Penyidikan Tindak Pidana Pencurian Yang Dilakukan Oleh Anak Ditinjau Dari Undang-Undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (Studi di Wilayah Polres Batu)

0 4 28

PERSPEKTIF PENERAPAN DIVERSI PADA TAHAP PENYIDIKAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN BERDASARKAN PRINSIP-PRINSIP UNDANG-UNDANG NO. 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

0 13 65

ANALISIS PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM PIDANA TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

0 8 49

PENDAHULUAN TINJAUAN DISKRESI KEPOLISIAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK.

0 2 10

PENUTUP TINJAUAN DISKRESI KEPOLISIAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK.

0 2 4

FUNGSI DAN PERANAN PENDAMPING PSIKOLOG DALAM TINDAK PERADILAN ANAK DIBAWAH UMUR DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG - UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK.

0 0 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

0 0 75

ANALISIS YURIDIS UNDANG-UNDANG NO. 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DAN UNDANG-UNDANG NO. 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM PEMBERIAN BANTUAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA

0 0 10

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG MENJADI SAKSI DALAM PERKARA PIDANA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (STUDI DI POLRESTABES SEMARANG) - Unika Repository

0 0 12