ditentukan lain dalam undang-undang ini maka tidak dapat didengar keterangannya dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi:
1. Keluarga sedarah atau semendah dalam garis lurus keatas atau kebawah
sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.
2. Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara
ibu atau bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga.
3. Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-
sama sebagai terdakwa.
B. Keterangan anak dibawah umur sebagai saksi dalam sistem
peradilan pidana anak
1. Anak saksi dalam sistem peradilan pidana anak
Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai
dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana.
46
Kategori anak dalam sistem peradilan pidana anak antara lain : 1.
Anak yang Berhadapan dengan Hukum; 2.
Anak yang Berkonflik dengan Hukum; 3.
Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana; 4.
Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana ;
47
46
Pasal 1 angka 1 UU No.11 Tahun 2012
47
Ibid
Mengacu pada pengertian anak saksi terdapat tiga tolak ukur tanggung jawab keterangan saksi, yakni mendengar, melihat dan mengalami sendiri.
Pemikiran yang menjadi pendapat, asumsi, pernyataan, analisis atau kesimpulan dari anak saksi bukanlah bernilai alat bukti, oleh karena itu harus segera ditolak
oleh penyidik pada saat penyidikan, dan hakim yang memimpin sidang atau oleh penuntut umum dan atau advokat.
Sesuai dengan Undang-Undang No.13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban bahwa memberikan keterangan kepada penyidik, harus terlepas
dari segala macam tekanan baik yang berbentuk apapun dan dari siapapun. Sama halnya dalam pemeriksaan anak saksi harus memperoleh kenyamanan dan tidak
dibawah tekanan dalam memberikan keterangan. Hal ini seperti disebutkan dalam Sistem Peradilan Pidana Anak. Bahwa dalam pemeriksaan anak saksi harus
memperhatikan kepentingan anak dan mebuat anak saksi nyaman, ramah anak, serta tidak menimbulkan ketakutan dan tekanan.
Penyelesaian suatu perkara pidana berdasarkan KUHAP dibagi kedalam empat tahap yaitu tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan
di muka sidang pengadilan.
48
Pada prinsipnya persidangan dilakukan dengan asas terbuka untuk umum tetapi ada sidang tertentu yang mengenyampingkan asas
terbuka untuk umum, yaitu persidangan anak dan tindak pidana asusila. Pada persidangan anak dilakukan secara tertutup untuk melindungi anak tersebut
sehingga pada persidangan diberlakukan hal-hal yang berbeda pula dari persidangan orang dewasa.
48
Romli Atmasasmita, Bunga Rampai Hukum Acara Pidana,cet-1, Bandung: Binacipta, 1983 Hal.18.
Hakim memeriksa perkara anak dalam sidang yang dinyatakan tertutup untuk umum, kecuali pembacaan putusan.
49
Pada saat pemeriksaan anak korban danatau anak saksi, hakim dapat memerintahkan agar anak dibawah keluar ruang
sidang.
50
Berbeda dengan syarat formil saksi dalam Pasal 185 ayat 1 KUHAP.
Keterangan saksi yang berisi penjelasan tentang apa yang didengarnya sendiri, dilihatnya sendiri atau dialaminya sendiri mengenai suatu peristiwa pidana, baru
dapat bernilai sebagai alat bukti apabila keterangan itu saksi nyatakan di sidang pengadilan. Keterangan yang dinyatakan di luar sidang pengadilan bukan alat
bukti, tidak dapat dipergunakan untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Menurut Peraturan Kapolri No. 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan
Ruang Pelayanan Khusus Dan Tata Cara Pemeriksaan Saksi danatau Korban
Tindak Pidana pemeriksaan terhadap saksi danatau korban yang masih anak-anak
di kepolisian dalam artian masih berumur di bawah 18 tahun dilakukan di Ruang Pelayanan Khusus. Ruang Pelayanan Khusus RPK adalah ruangan yang aman
dan nyaman diperuntukkan khusus bagi saksi danatau korban tindak pidana termasuk tersangka tindak pidana yang terdiri dari perempuan dan anak yang patut
diperlakukan atau membutuhkan perlakuan secara khusus, dan perkaranya sedang ditangani di kantor polisi pasal 1 angka 2 Peraturan Kapolri.
Pemeriksaan di RPK tersebut dilakukan dengan memperhatikan ketentuan dalam tersebut, yaitu:
51
49
Pasal 54 UU No.11 Tahun 2012
50
Pasal 58 ayat 1 UU No.11 Tahun 2012
51
Pasal 17 ayat 1 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Ruang Pelayanan Khusus Dan Tata Cara Pemeriksaan Saksi
danatau Korban Tindak Pidana.
a. Petugas tidak memakai pakaian dinas yang dapat berpengaruh terhadap
psikis saksi danatau korban yang akan diperiksa; b.
Menggunakan bahasa yang mudah dapat dimengerti oleh yang diperiksa, bila perlu dengan bantuan penerjemah bahasa yang dipahami oleh yang
diperiksa; c.
Pertanyaan diajukan dengan ramah dan penuh rasa empati; d.
Dilarang memberikan pertanyaan yang dapat menyinggung perasaan atau hal-hal yang sangat sensitif bagi saksi danatau korban yang diperiksa;
e. Tidak memaksakan pengakuan, atau memaksakan keterangan dari yang
diperiksa; f.
Tidak menyudutkan atau menyalahkan atau mencemooh atau melecehkan yang diperiksa;
g. Tidak memberikan pertanyaan yang dapat menimbulkan
kekesalankemarahan yang diperiksa; h.
Tidak bertindak diskriminatif dalam memberikan pelayananpemeriksaan; i.
Selama melakukan pemeriksaan, petugas senantiasa menunjukkan sikap bersahabat, melindungi, dan mengayomi yang diperiksa;
j. Selama dalam pemeriksaan, petugas mendengarkan dengan saksama
semua keluhan, penjelasan, argumentasi, aspirasi, dan harapan untuk kelengkapan hasil Laporan Polisi yang berguna bagi proses selanjutnya;
k. Selama dalam pemeriksaan, petugas senantiasa menaruh perhatian
terhadap situasi dan kondisi fisik maupun kondisi kejiwaan yang diperiksa.
Pasal 58 ayat 3 Undang-undang No.11 Tahun 2012 bahwa apabila anak saksi tidak dapat hadir dalam persidangan, maka anak saksi dapat memberi
keterangan melalui: a.
Perekaman elektronik yang dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan di daerah hukum setempat dengan dihadiri oleh penyidik atau penuntut
umum dan advokat atau pemberi bantuan hukum laiinya. b.
Melalui pemeriksaan langsung jarak jauh dengan alat komikasi audiovisual dengan didampingi oleh orang tuawali, Pembimbing
Kemasyarakatan atau pendamping lainnya. Kesaksian melalui perekaman elektronik atau pemeriksaan jarak jauh
melalui media teleconference seperti halnya diatas merupakan langkah yang besar
dan baru di dalam dunia hukum, khususnya hukum acara di Indonesia. Penafsiran hukum terhadap beberapa ketentuan yang menyangkut hukum
acara pidana merupakan terobosan yang perlu dilakukan dalam kaitannya untuk mencapai tujuan hukum itu sendiri. Hal tersebut diperlukan agar Hakim tidak
terbelenggu dengan hanya bepedoman pada alat-alat bukti yang konvensional semata, yang akan mengakibatkan suatu ketidakadilan, jika Hakim terbelenggu
dengan tidak melakukan terobosan hukum serta hanya berpedoman pada alat-alat bukti yang konvensional maka dipastikan banyak dakwaan Jaksa Penuntut Umum
akan mental.
52
2. Keabsahan keterangan anak dibawah umur sebagai anak saksi
52
http:pramana-recht.blogspot.com201201legalitas-keterangan-saksi-secara.html , diakses tanggal 1 July 2013.
KUHAP Pasal 171 huruf a, seorang anak yang umurnya belum 15 tahun diambil keterangannya tanpa sumpah. Hal ini mengakibatkan anak tidak dapat lagi
dianggap sebagai alat bukti yang sah dan tidak mempunyai kekuatan pembuktian karena tidak mempunyai syarat formil. Adapun agar anak dijadikan anak saksi
adalah harus memenuhi persyaratan. Keterangan anak saksi dapat juga dipengaruhi oleh
pertanyaan diajukan pada saat pemeriksaan yaitu harus jauh dari tindakan memaksakan pengakuan,
atau memaksakan keterangan dari yang diperiksa, tidak memberikan pertanyaan yang dapat menimbulkan kekesalankemarahan yang diperiksa karena hal tersebut
akan mempengaruhi keabsahan keterangan saksi. Selama dalam pemeriksaan, petugas senantiasa menaruh perhatian terhadap situasi dan kondisi fisik maupun
kondisi kejiwaan yang diperiksa. Sejauh mana keterangan anak saksi sebagai alat bukti yang sah
mempunyai nilai kekuatan pembuktian bagi hakim, kembali kepada penilaian hakim secara subjektif karena penilaian terhadap alat bukti saksi secara umum
tidak mengikat, begitupun dengan keterangan anak saksi. Dapat dikatakan, alat bukti keterangan saksi sebagai alat bukti yang sah adalah bersifat bebas dan tidak
sempurna dan tidak menentukan atau mengikat. Hakim bebas untuk menilai kesempurnaan dan kebenarannya. Tidak ada keharusan bagi hakim untuk
menerima kebenaran setiap keterangan saksi termasuk anak saksi. Dengan demikian, hakim dapat menerima ataupun menyampaikan keterangan anak saksi
jika anak tersebut dalam memberikan keterangan anak saksi.
BAB III PERLINDUNGAN ANAK DIBAWAH UMUR SEBAGAI SAKSI
DALAM SUATU TINDAK PIDANA DARI PERSEPEKTIF UNDANG-UNDANG NO.11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM
PERADILAN PIDANA ANAK A.
Urgensi Perlindungan Saksi Dalam Hukum Pidana
Pemenuhan hak atas rasa aman untuk melindungi saksi dan korban dalam sebuah kasus pidana menjadi kebutuhan yang penting agar proses hukum di
pengadilan berjalan dengan baik.
53
Dalam sebuah proses peradilan pidana peran saksi sangat penting untuk memperoleh kebenaran materil dan membuat sebuah
putusan pengadilan yang objektif dan adil. Saksi adalah mereka yang mempunyai pengetahuan sendiri berdasarkan
apa yang dialaminya, dilihatnya danatau didengarnya berkenaan dengan dugaan terjadinya suatu tindak pidana. Berdasarkan defenisi tersebut maka tidaklah
mustahil saksi adalah juga korban atau pihak yang dirugikan dari peristiwa tersebut. Saksi diharapkan dapat menjelaskan rangkaian kejadian yang berkaitan
dengan sebuah peristiwa yang menjadi obyek pemeriksaan di muka persidangan saksi bersama alat bukti lain, akan membantu hakim untuk menjatuhkan putusan
yang adil dan obyektif berdasarkan fakta-fakta hukum yang dibeberkan.
54
Jika mengacu pada rumusan saksi menurut pasal 1 butir 26 KUHAP, disebutkan bahwa saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna
kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana
53
“Mengapa Saksi dan Korban Harus Dilindungi?”, Kompas, 07 April 2013, hlm 17
54
Ibid.
yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. Dari defenisi tersebut maka seorang saksi juga harus dilindungi.
Hal ini tercermin dalam Pasal 184 KUHAP, dimana dalam pasal tersebut secara implisit menggambarkan pentingnya keterangan saksi. Pasal 184 ayat 1
KUHAP menempatkan keterangan saksi pada urutan pertama di atas alat bukti lain berupa keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa, yang dijadikan
dasar oleh hakim untuk menyatakan sesorang telah bersalah terhadp perbuatan yang didakwakan kepadanya. Dengan demikian alat bukti keterangan saksi
merupakan alat bukti yang utama dalam pembuktian perkara pidana. Bisa dikatakan bahwa tidak ada pembuktian perkara pidana yang tidak menyertakan
alat bukti keterangan saksi. Atau paling tidak, walaupun alat bukti lain sudah memenuhi syarat untuk sahnya sebuah putusan, masih dibutuhkan pembuktian
denggan alat bukti keterangan saksi.
55
Dalam sebuah proses peradilan pidana, saksi adalah kunci untuk memperoleh kebenaran materil. Secara teoritis, Pasal 184-185 KUHAP secara
tegas menggambarkan hal tersebut. Pasal 184 menempatkan keterangan saksi di urutan pertama di atas alat bukti lain berupa keterangan ahli, surat, petunjuk dan
keterangan terdakwa. Pasal 185 Ayat 2 menyatakan keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan
yang didakwakan kepadanya. Pasal 185 Ayat 3 menyatakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 tidak berlaku apabila disertai dengan alat
bukti yang sah lainnya.
55
M. Yahya Harahap, Pembahasan, Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Edisi Kedua, Cet. III Jakarta: Sinar Grafika, 2002, hlm. 286
Peran saksi yang sangat penting untuk lahirnya sebuah putusan pengadilan yang objektif dan adil, tidaklah ada artinya jika tidak didukung oleh infrastruktur
yang dapat melindungi ketika ia menjalankan perannya yang begitu vital dalam proses peradilan. Bahkan oleh KUHAP seorang saksi diwajibkan memberikan
keterangan yang sebenar-benarnya perihal peristiwa pidana yang ia dengar, lihat dan alami sendiri. Untuk mencegah saksi memberikan keterangan yang tidak
benar, pasal 160 ayat 3 KUHAP juga mewajibkan saksi disumpah terlebih dahulu sebelum memberika kesaksiannya di persidangan.
Pada saat memberikan keterangannya, saksi harus dapat memberikan keterangan yang sebenar-benarnya. Untuk itu saksi perlu merasa aman dan bebas
saat diperiksa di muka persidangan. Ia tidak boleh ragu-ragu menjelaskan peristiwa yang sebenarnya, walau mungkin keterangannya itu memberatkan
terdakwa. Maka dalam KUHAP memberikan kewenangan kepada Majelis Hakin untuk memungkinkan seorang saksi didengar keterangannya tanpa kehadiran
terdakwa. Alasannya untuk mengakomodir kepentingan saksi sehingga ia dapat berbicara secara lebih leluasa tanpa rasa takut, khawatir, ataupun tertekan. Saksi
juga harus dibebaskan dari perasaan takut, khawatir akan dampak dari keterangan yang diberikannya. Seseorang mungkin saja menolak untuk bersaksi, atau
kalaupun dipaksa berbohong karena ia tidak mau mempertaruhkan nyawanya atau nyawa keluarganya dikarenakan keterangannya yang memberatkan terdakwa. Di
sisi lain seseorang menolak memberikan keterangan karena mengalami trauma hebat akibat peristiwa pidana sehingga tidak memiliki kemampuan untuk
menceritakan ulang peristiwa yang dialaminya itu. Tidak sedikit kasus yang tidak
dapat dibawa ke muka persidangan ataupun terhenti di tengah jalan karena hal ini. Kasus-kasus seperti kejahatan pelanggaran HAM berat, korupsi, atau kejahatan
narkotika yang melibatkan sebuah sindikat atau kasus-kasus kekerangan berbasis gender menjadi contoh kasus yang seringkali tidak dapat diproses karena tidak ada
saksi yang mau dan berani memberikan keterangan yang sebenarnya. Maka yang terjadi kemudian adalah bukan saja gagalnya sebuah tuntutan untuk melakukan
proses peradialan yang bersih, jujur dan berwibawa untuk memenuhi rasa keadilan, tetapi juga pelanggaran hak-hak asasi individual yang terkait dalam
kasus tersebut.
56
Kewajiban untuk memberikan keterangan yang benar di muka persidangan tidak sebanding dengan perlindungan yang dimiliki oleh saksi. Padahal sangat
mungkin dari ketrangan yang sebenar-benarnya tersebut dapat merugikan kepentingan pihak-pihak lain, misalnya terdakwa. Selain itu, ada kemungkinan
pihak-pihak yang akan dirugikan oleh keterangan saksi melakukan upaya-upaya agar saksi tidak dapat memberikan kesaksian atau kalaupun saksi memberikan
keterangan maka keterangan tersebut bukan keterangan sebenarnya. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu untuk
mempengaruhi keterangan saksi dapat berupa terror, intimidasi maupun penyuapan terhadap para saksi. Jika mengalami teror, intimidasi dan penyuapan,
seorang saksi dapat saja memberikan keterangan yang tidak benar. Bahkan yang lebih fatal lagi, seorang saksi bisa saja sama sekali tidak bersedia memberikan
keterangan, jika keselamatan diri dan keluarganya terancam karena kesaksiannya.
56
“Mengapa Saksi dan Korban Harus Dilindungi?”,
Kompas, 07 April 2013
Bisa juga seorang saksi memberikan keterangan yang tidak benar, jika ia telah menerima sejumlah uang dari pihak terdakwa.
Dilihat dari sudut perundang-undangan, kedudukan saksi termasuk berada dalam posisi yang lemah. Hukum pidana bahkan mengancam dengan pidana,
kepada saksi yang tidak datang ketika penegak hukum memintanya untuk memberikan keterangan. Sesungguhnya apabila dicermati dalam kenyataanya
kondisi saksi tidak jauh berbeda dengan tersangkaterdakwa mereka sama-sama memerlukan perlindungan. Alasan pentingnya diadakan pranata perlindungan
saksi adalah karena dalam masa transisi dimana pada umumnya tersangka atau terdakwa dalam kasus pelanggaran HAM masih memiliki kekuatan, baik melalui
pengaruh, fasilitas dan keuangan yang dimilikinya, sehingga sangat mungkin dapat mempengaruhi keberadaan saksi dalam proses peradilan.
Mekanisme perlindungan saksi dalam proses peradilan diakui sebagai sebuah keharusan.
57
dalam hal perlindungan terhadap saksi, KUHAP hanya mengatur dalam Pasal 173, yang memungkinkan seorang saksi dapat didengar
keterangannya tanpa kehadiran terdakwa diruang sidang. Jika melihat rumusannya berarti perlindungan terhadap saksi hanya dalam lingkup ruang pengadilan, di luar
pengadilan tidak terjangkau oleh pasal ini. Sementara interaksi antara saksi dan terdakwa tidak hanya terjadi di persidangan, melainkan juga di luar ruang sidang.
Pasal 173 KUHAP ini hanya sebagatas ingin meceritakan perasaan aman dan bebas bagi saksi saat ia di periksa di muka persidangan.
58
Perlindungan tersebut
57
Rita Olivia, Perlindungan Saksi dan Korban, http:www. komnasham.go.idpublikasi komnaswacana HAM no. 11.doc, terakhir diakses tanggal 12 Juni 2013
58
Ibid.
sebaiknya tidak hanya diberikan sebelum mereka memberikan kesaksian, melainkan juga diberikan sesudah memberikan kesaksian di muka persidangan.
59
B. Perlindungan Saksi Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun