Faktor Penentu Pangan dan Gizi

39 Sumber : Modifikasi Lancet 2013 “Executive Summary of The Maternal and Child Nutrition” Gambar 4.2 Kerangka Pendekatan Multi-Sektor Upaya perbaikan gizi melalui intervensi spesifik yang dilakukan secara langsung terhadap sasaran yang rawan akan efektif apabila cakupannya ditingkatkan. Untuk meningkatkan cakupan intervensi gizi diperlukan adanya dukungan dari sektor lainnya yang dalam hal ini disebut sebagai intervensi sensitif. Permasalahan yang diselesaikan oleh selain sektor kesehatan adalah permasalahan mendasar yang mempengaruhi penyebab langsung kurang gizi, seperti kemiskinan, kerawanan pangan, akses terhadap pelayanan kesehatan jaminan sosial, sanitasi dan akses terhadap air bersih, pendidikan anak usia dini, pemberdayaan perempuan, pendidikan di dalam kelas, dan perlindungan anak. Untuk meningkatkan ketahanan pangan diperlukan upaya untuk menjamin ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenfaatan pangan oleh masyarakat, apabila salah satu dari ketiga aspek tersebut tidak berfungsi, maka pemerintah perlu melakukan tindakan intervensi. Upaya yang dilakukan untuk menjamin ketersediaan pangan dapat berupa bantuansubsidi saprodi, kebijakan harga pangan, dan kebijakan cadangan pangan pemerintah. Untuk meningkatkan keterjangkauan perlu dilakukan intervensi dalam aspek distribusi berupa penyaluran pangan bersubsidi, penyaluran pangan untuk keadaan darurat dan operasi pasar untuk pengendalian harga pangan. Sementara dalam aspek konsumsi dapat dilakukan pemberian makanan tambahan untuk kelompok rawan pangangizi buruk, pemberian bantuan tunai untuk meningkatkan kemampuan mengakses pangan. Kemampuan ekonomi merupakan salah satu faktor penting yang menggambarkan daya beli masyarakat terhadap kebutuhannya, terutama kebutuhan pangan yang cukup dan aman. Mengatasi kemiskinan artinya meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengakses pangan yang aman, dan bergizi, namun selain itu juga diperlukan adanya pola asuh dan pemberian makan yang tepat yang ditentukan oleh pengetahuan orang tua, terutama ibu. Faktor lain yang PERBAIKAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA 40 harus diperhatikan adalah akses terhadap layanan kesehatan yang salah satunya dilakukan melalui program jaminan kesehatan sosial, sanitasi yang baik yang dapat menurunkan kejadian infeksi, dan lingkungan yang aman. Apabila hal ini berjalan dengan baik dampaknya sensitif terhadap perbaikan gizi. Selain itu terdapat faktor pemungkin yang mempengaruhi keberhasilan intervensi gizi spesifik yang dilakukan. Di antaranya adalah evaluasi yang tepat dalam pelaksanaan program, adanya strategi advokasi yang dilaksanakan dengan baik, koordinasi horizontal dan vertikal yang kuat, akuntabilitas serta regulasi insentif dan peraturan perundang-undangan, kepemimpinan, investasi untuk peningkatan kapasitas, serta mobilisasi sumber daya lokal. Permasalahan gizi merupakan persoalan multi-dimensi dan multi-sektor yang membutuhkan solusi pendekatan multi-sektor dan tidak hanya oleh sektor kesehatan saja. Apabila intervensi gizi spesifik dan sensitif dilaksanakan dengan baik oleh semua sektor yang terlibat, ditambah dengan adanya dukungan faktor pemungkin, maka akan dicapai gizi dan perkembangan optimal pada anak yang dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi, meningkatkan perkembangan kognitif, sosio-emosional, meningkatkan prestasi dan kapasitas belajar, sehingga anak tumbuh menjadi manusia yang berkualitas pada usia dewasa, menurunkan risiko obesitas dan penyakit tidak menular, serta meningkatkan kapasitas kerja dan produktivitas. Manfaat yang dicapai pada siklus kehidupan tersebut muaranya adalah pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Untuk mencapai output yang ditetapkan perlu dilakukan intervensi melalui program kesehatan maupun non kesehatan yang diejawantahkan melalui berbagai kegiatan. Intervensi yang dilakukan mencakup intervensi gizi spesifik dan sensitif yang didukung oleh faktor pemungkin.

B. Intervensi Pilar RAD PG

Apabila intervensi spesifik gizi, melalui upaya sektor kesehatan, ditingkatkan cakupannya menjadi 90 persen dari populasi, tingkat stunting hanya akan turun sebesar 30 persen. Penurunan ini masih lebih rendah dari target yang ditetapkan WHO melalui Comprehensive Implementation Plan CIP untuk tahun 2025. Meningkatkan intervensi sensitif gizi melalui sektor lainnya sangat diperlukan untuk mencapai target ini. Meskipun belum ada bukti yang menghitung estimasi secara tepat kontribusi intervensi gizi sensitif terhadap pengurangan stunting, indikasi awal menunjukkan bahwa perlindungan sosial, penguatan pertanian, serta perbaikan air dan sanitasi lingkungan berkontribusi terhadap percepatan perbaikan gizi Franzo, 2014. International Conference on Nutrition 2 telah menyepakati diperlukannya aksi yang terkoordinasi antar pelaku di semua sektor terkait yang harus didukung melalui koordinasi lintas-sektor, kebijakan yang koheren, program dan inisiatif, untuk mengatasi beban gizi dan mempromosikan sistem pangan berkelanjutan FAO, 2014. Dalam rangka mengatasi permasalahan gizi diketahui bahwa intervensi gizi spesifik yang sebagian besar dilaksanakan oleh sektor kesehatan dan berpengaruh secara langsung merupakan yang paling efektif Bhutta, 2013. Keberlanjutan intervensi ini bergantung pada pelaksanaan intervensi gizi sensitif, yang merupakan faktor mendasar yang mempengaruhi status gizi. Intervensi sensitif dilaksanakan oleh sektor lain seperti pendidikan, pertanian, pekerjaan umuminfrastruktur, dan kesejahteraan sosial WHO, 2012. Pada prinsipnya peran setiap sektor dikaitkan dengan upaya untuk mengatasi penyebab langsung masalah gizi, yaitu konsumsi makanan yang memadai serta pencegahan dan penanganan infeksi. Selanjutnya ada tiga faktor yang mempengaruhi kedua faktor langsung tersebut yaitu akses terhadap pangan, pola asuh serta akses terhadap air bersih, sanitasi 41 lingkungan yang baik, dan pelayanan kesehatan. Sementara peran sektor kesehatan terutama adalah pada penyebab langsung, peran sektor non-kesehatan muncul pada ketiga faktor tidak langsung tersebut. Konsumsi Memadai dan akses terhadap pangan yang aman . Selain sektor kesehatan yang mendorong konsumsi yang kuat pada tingkat rumah tangga dan individu, diperlukan adanya dukungan dari akses dan keamanan pangan. Peran sektor yang berpengaruh terhadap akses pangan adalah Instansi di lingkup Pertanian, Kelautan dan Perikanan, Perindustrian dan Perdagangan, Sosial, Ketenagakerjaan, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Sementara itu, untuk menjamin mutu dan keamanan pangan selain Badan POM dan instansi tersebut di atas, juga memerlukan peran pelaku usaha. Untuk mecapai akses dan keamanan pangan pada tingkat daerah perlu difasilitasi sehingga kebijakan pada tingkat daerah berorientasi pada ketahanan pangan dan gizi. Dan untuk mencapai adanya keseimbangan energi, selain konsumsi hal yang harus menjadi perhaatian adalah aktivitas fisik yang memerlukan dukungan dari Dinas Pemuda dan dan Olahraga serta Dinas Kesehatan. Pola asuh . Untuk meningkatkan pola asuh diperlukan peran dari Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Kementerian Agama, BKKBN, BP3AKB, Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi, serta Dinas Pemuda dan Olahraga. Akses terhadap air bersih, sanitasi lingkungan yang baik, dan akses terhadap pelayanan kesehatan . Ketersediaan air bersih dan sanitasi lingkungan yang baik memerlukan peran Dinas Pekerjaan Umum dan Ciptakarya, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Pemerintah Daerah, Swasta, dan Media. Ketersediaan pangan yang melebihi kebutuhan pangan penduduk tidak menjamin bahwa seluruh penduduk terbebas dari kelaparan dan gizi kurang. Konsep ketahanan pangan dan gizi yang luas bertolak pada tujuan akhir dari ketahanan pangan yaitu tingkat kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, analisis situasi ketahanan pangan harus dimulai dari evaluasi status gizi masyarakat diikuti dengan tingkat konsumsi, persediaan dan produksi pangan. Status gizi masyarakat yang baik ditunjukkan oleh keadaan tidak adanya masyarakat yang menderita kelaparan dan gizi kurang. Keadaan ini secara tidak langsung menggambarkan akses pangan dan pelayanan sosial yang merata dan cukup baik. Berdasarkan konsep tersebut, maka dalam penyusunan RAD-PG Jawa Tengah 2015- 2019 mengacu pada pada keluaran RAN Pangan dan Gizi pada tahun 2015-2019, yaitu: 1. Penurunan prevalensi gizi buruk dan kurang anak balita; 2. Penurunan Prevalensi pendek anak balita; 3. Penurunan populasi jumlah penduduk dengan asupan energi kalori 1.400 kkalkapitahari. RAD-PG Provinsi Jawa Tengah 2015-2019 perlu diimplementasikan dengan sistematis sesuai dengan tantangan yang dihadapi dan kegiatan yang terstruktur secara integratif dalam 5 pilar rencana aksi, yang terdiri atas : 1. Perbaikan Gizi Masyarakat terutama pada ibu pra hamil, ibu hamil dan anak utamanya pada “1.000 Hari Pertama Kelahiran HPK” 2. Peningkatan Aksesibilitas Pangan yang Beragam 3. Peningkatan Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan 4. Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 5. Penguatan Kelembagaan Pangan dan Gizi Semua SKPD terkait mempunyai goal atau dampak program multi-sektor yang sama yaitu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Semua kegiatan SKPD ini diharapkan dapat mencapai semua outcome yang telah ditentukan. Seluruh outcome akan dapat dicapai setidaknya apabila Peran setiap SKPD dapat dijabarkan melalui pencapaian indikator 42 output, seperti yang dicantumkan pada indikator input di dalam logframe RAD-PG 2015-2019 sebagai berikut : Tabel 4.1 Kerangka Konsep Implementasi Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi Serta Target Capaian Provinsi Jawa Tengah 2015-2019 INPUT OUTPUT OUTCOME STATUS AWAL OUTCOME 2014 TARGET OUTCOME 2019 Program dan kegiatan SKPD Provinsi Instansi 1 Ketersediaan pangan, akses ekonomi dan pemanfaatan pangan yang memadai; 2 Konsumsi makanan yang berpedoman pada gizi seimbang terutama pada kelompok rentan yaitu kelompok 1000 HPK, remaja perempuan, ibu menyusui, dan Balita; 3 Penanggulangan gizi buruk akut; 4 Pemantauan dan stimulasi tumbuh kembang; 5 Akses terhadap Pelayanan kesehatan dan KB; 6 Jaminan terhadap akses kesehatan dan sosial; 7 Pendidikan dan pemberdayaan perempuan, serta perkembangan anak usia dini; 8 Terjadi peningkatan pengetahuan gizi dan kesehatan pada remaja, wanita usia subur dan ibu; 9 Pencegahan dan manajemen penyakit infeksi; 10 Peningkatan sanitasi dan air bersih; 11 Peningkatan pemahaman dan pelaksanaan advokasi yang strategis; 12 Koordinasi vertikal dan horizontal; 13 Akuntabilitas, regulasi insentif, peraturan perundang-undangan; 1 Produksi padi ton 2 Produksi jagung ton 3 Produksi kedelai ton 4 Produksi gula ton 5 Produksi daging kg 6 Produksi ikan: a. Perikanan tangkap ton, b. Perikanan budidaya ton 7 Produksi garam ton 8 Skor PPH yang 9 Tingkat konsumsi kalori kkalkapth 10 Konsumsi ikan kgkapth 11 Prevalensi anemia pada ibu hamil 12 Persentase bayi dengan berat badan lahir rendah BBLR 13 Persentase bayi 6 bulan ASI eksklusif 14 Prevalensi balita underweight 15 Prevalensi balita kurus 1 9.648.104 ton 2 3.051.516 ton 3 125.466 ton 4 250.563 ton 5 283.041.163 kg 6 a. 256.340 ton; b. 373.291,5 ton 7 633.840,13 ton 8 88,5 9 1.851 kkalkapth 10 18,69 kgkapth 11 30 12 3,65 13 60,7 14 16,57 15 9,46 1 10.392.833 ton 2 3.065.394 ton 3 158.905 ton 4 296.476 ton 5 293.353.639 kg 6 a. 295.500 ton; b. 510.433,3 ton 7 764.033 ton 8 87,2 9 2.150 kkalkapth 10 23,68 kgkapth 11 28 12 8 13 65 14 15 15 8