Pengaruh Karakteristik Produk dan Penetapan Harga Terhadap Citra Merek dan Loyalitas Pelanggan Teh Celup Merek Walini (Survei di Pengecer Superindo di Daerah Kopo)

(1)

The Effect of Product Characteristics, and Price Decision to the Brand Image,

And Customer’s Loyalty Of Walini Black – Tea Bag (A Case Study in Superindo Retailer at Kopo Area)

SEKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Dalam menempuh Jenjang SI

Program Studi Manajemen

Oleh : NENG MISFALAH

21209721

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

viii

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi, Pembatasan, dan Rumusan Masalah ... 13

1.2.1. Identifikasi Masalah ... 13

1.2.2. Pembatasan Masalah ... 13

1.2.3. Rumusan masalah ... 13

1.3 Tujuan Penelitian ... 14

1.4 Kegunaan Penelitian ... 15

1.4.1. Manfaat Akademis... 15

1.4.2. Manfaat praktis (guna laksana) ... 15


(3)

ix

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka ... 18

2.1.1. Karakteristik Produk ... 27

2.1.1.1. Keragaman prodak ... 31

2.1.1.2. Kualitas produk ... 31

2.1.1.3. Desain produk ... 33

2.1.1.4. Ciri produk... 33

2.1.1.5. Merek produk ... 34

2.1.1.6. Peroses pelanggan memahami suatu merek ... 40

2.1.2. Penetapan harga ... 41

2.1.2.1 Tujuan penentuan harga (Pricing objectives) ... 42

2.1.2.2 Metoda Penetapan Harga (Pricing Methods) ... 45

2.1.3 Citra merek... 45

2.1.3.1. Pengertian Citra ( brand image) ... 45

2.1.3.2. Pembentukan citra produk ... 48

2.1.3.3 Citra merek ... 51

2.1.4. Lo.yalitas Pelanggan ... .51

2.1.4.1 Pembentukan loyalitas Pelanggan yang Superior ... 55

2.1.4.2 Keuntungan dalam Pembentukan Loyalitas Pelanggan...56


(4)

x BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Objek Penelitian ... 65

3.2. Metode Penelitian ... 66

3.2.1. Desain Penelitian ... 67

3.2.2. Operasionalisasi Variabel ... 70

3.2.3. Sumber dan Teknik Penentuan Data ... 72

3.2.3.1.Sumber Data ... 72

3.2.3.2.Teknik Penentuan Data ... 73

3.2.4 Teknik Pengumpulan Data ... 74

3.2.4.1 Uji Validitas ... 75

3.2.4.2 Uji Reliabilitas ... 77

3.2.5 Rancangan Analisis dan Pengujian Hipotesis ... 79

3.2.5.1 Rancangan Analisis ... 79

3.2.5.2 Pengujian Hipotesis ... 92

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Perusahaan ... 96

4.1.1 Sejarah Perusahaan ... 96

4.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan ... 96

4.1.2.1 Struktur Organisasi pada Head Office ... 96


(5)

xi

4.3.2 Analisis Deskriptif Karakteristik Produk ... 107

4.3.2.1 Keragaman Produk ... 109

4.3.2.2 Kualitas Produk ... 110

4.3.2.3 Desain Kemasan Produk ... 112

4.3.2.4 Ciri Produk ... 113

4.3.2.5 Nama Merk ... 115

4.3.2.6 Ukuran ... 116

4.3.2.7 Pelayanan ... 117

4.3.2.8 Responden Garansi ... 119

4.3.2.9 Imbalan ... 120

4.3.3 Analisis Deskriptif Penetapan Harga Produk (X2) ... 123

4.3.3.1 Rekapitulasi Tanggapan Responden Mengenai Penetapan Harga Produk ... 123

4.3.4 Analisis Deskriptif Mengenai Citra Merek (Y) ... 124

4.3.4.1 Rekapitulasi Tanggapan Responden Mengenai Penetapan Citra Merek ... 125

4.3.5 Analisis Deskriptif Mengenai Loyalitas Pelanggan (Z) ... 126

4.3.5.1 Iklan ... 127

4.3.5.2 Penjualan Perseorangan ... 129


(6)

xii

4.4.2 Pengujian Jalur Pada Sub Struktur Pertama ... 137

4.4.2.1 Menghitung koefisien jalur ... 137

4.4.3 Menghitung Koefisien Determinasi ... 138

4.4.4 Pengujian Hipotesis secara simultan ... 140

4.4.4.1 Pengujian Koefisien Jalur Secara Parsial ... 142

4.4.4.2 Pengujian Jalur Pada Sub Struktur Kedua ... 145

4.4.4.2.1 Menghitung koefisien jalur ... 146

4.4.4.2.2 Menghitung Koefisien Determinasi ... 147

4.4.4.2.3 Pengujian Hipotesis ... 148

4.4.4.3 Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung ... 160

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 161

5.2 Saran ... 162

DAFTAR PUSTAKA ... 165 LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


(7)

xiii

dalam metric tons ... 4

Tabel 1.3 Indonesian Customer Loyalty Index(ICLI) 2013 ... 6

Tabel 1.4 Perkembangan Konsumsi Teh per Kapita Dalam Negeri Tahun 2006-2013. ... 8

Tabel 1.5 Perkembangan produksi hasil pengolahan teh di Indonesia ... 9

Tabel 1.6 Merek Dihasilkan Perusahaan teh di Jawa Barat ... 10

Tabel 1.7 Perbandingan Harga Teh Kemasan di Superindo Kopo... 12

Tabel 1.8 Jadwal Penelitian ... 17

Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu ... 58

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 69

Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel Penelitian ... 70

Tabel 3.3 Skala Likert ... 75

Tabel 3.4 Pedoman untuk memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi... 85

Tabel 4.1 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin ... 104

Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Usia ... 105

Tabel 4.3 Distribusi Responden Menurut Pendidikan Terakhir ... 105

Tabel 4.4 Distribusi Responden Menurut Pembelian Teh Celup ... 106

Tabel 4.5 Rekapitulasi Tanggapan Responden Mengenai Karakteristik Produk ... 107


(8)

xiv

Tabel 4.8 Tanggapan Responden Mengenai Desain Kemasan Produk ... 112

Tabel 4.9 Tanggapan Responden Mengenai Ciri Produk... 113

Tabel 4.10 Tanggapan Responden Nama Merek ... 115

Tabel 4.11 Tanggapan Responden Mengenai Ukuran ... 116

Tabel 4.12 Tanggapan Responden Mengenai Pelayanan ... 117

Tabel 4.13 Tanggapan Responden Garansi ... 119

Tabel 4.14 Tanggapan Responden Imbalan ... 119

Tabel 4.15 Tanggapan Responden Mengenai Penetapan Harga Produk... 122

Tabel 4.16 Tanggapan Responden Mengenai Citra Merek ... 124

Tabel 4.17 Rekapitulasi Tanggapan Responden Mengenai Loyalitas Pelanggan126 Tabel 4.18 Tanggapan Responden Mengenai Iklan ... 127

Tabel 4.19 Tanggapan Responden Penjualan Perseorangan ... 129

Tabel 4.20 Tanggapan Responden Mengenai Promosi Penjualan ... 130

Tabel 4.21 Tanggapan Responden Hubungan Masyarakat ... 131

Tabel 4.22 Pedoman Pengklasifikasian Koefisien Korelasi ... 134

Tabel 4.23 Korelasi antara variabel jalur pertama ... 135

Tabel 4.24 Koefisien jalur Karakteristik produk, penetapan harga terhadap citra merk ... 138

Tabel 4.25 Koefisien Determinasi penetapan harga, karakteristik terhadap citra merk ... 139


(9)

xv

Tabel 4.28 Uji t Untuk Variabel penetapan harga ... 144 Tabel 4.29 Koefisien Jalur karakteristik produk, penetapan harga dan citra merk

terhadap loyalitas pelanggan ... 146 Tabel 4.30 Koefisien Determinasi karakteristik produk, penetapan harga

dan citra merk terhadap loyalitas pelanggan ... 147 Tabel 4.31 Anova Untuk Uji Pengaruh karakteristik produk, penetapan

harga dan citra merk terhadap loyalitas pelanggan ... 149 Tabel 4.32 Uji t Untuk Variabel citra merk terhadap loyalitas pelanggan ... 151 Tabel 4.33 Uji t Untuk Variabel penetapan harga terhadap loyalitas

pelanggan ... 153 Tabel 4.34 Uji t Untuk Variabel karakteristik produk terhadap loyalitas

pelanggan ... 155 Tabel 4.35 Hasil Uji Multikolinearitas ... 158


(10)

xvi

Gambar 2.2 Tiga Tingkatan Produk ... 29

Gambar 2.3 Product Decisions ... 31

Gambar 2.4 Strategy Decisions ... 35

Gambar 2.5 Strategi Merek ... 36

Gambar 2.6 Proporsi loyalitas Pelanggan ... 52

Gambar 2.7 Paradigma Penelitian ... 64

Gambar 3.1 Desain Penelitian ... 69

Gambar 3.2 Diagram Hubungan hubungan Karakteristik Produk, Penetapan Harga terhadap Citra Merk ... 86

Gambar 3.3 Diagram Hubungan hubungan antara karakteristik produk, penetapan harga dan citra merk terhadap loyalitas pelanggan ... 88

Gambar 3.4 Uji daerah penerimaan dan penolakan hipotesis simultan f-tabel .. 93

Gambar 3.5 Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung ... 95

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Perusahaan ... 97

Gambar 4.2 Struktur Organisasi Gerai ... 102

Gambar 4.1 Garis Kontinum Karakteristik Produk ... 108

Gambar 4.2 Garis Kontinum Keragaman Produk ... 110

Gambar 4.3 Garis Kontinum Kualitas Produk ... 111

Gambar 4.5 Garis Kontinum Ciri Produk ... 114


(11)

xvii

Gambar 4.10 Garis Kontinum Imbalan ... 121

Gambar 4.11 Garis Kontinum Penetapan Harga Produk ... 123

Gambar 4.12 Garis Kontinum Penetapan Citra Merek ... 125

Gambar 4.13 Garis Kontinum Penetapan Citra Merek ... 127

Gambar 4.14 Garis Kontinum Iklan ... 128

Gambar 4.15 Garis Kontinum Penjualan Perseorangan ... 129

Gambar 4.16 Garis Kontinum Promosi Penjualan ... 131

Gambar 4.17 Garis Kontinum Hubungan Masyarakat ... 132

Gambar 4.18 Diagram Hubungan Antara karakteristik produk, penetapan harga terhadap citra merk ... 139

Gambar 4.19 Daerah Penerimaan dan Penolakkan H0 Pada Uji F Pengaruh Karakteristik produk dan penetapan harga terhadap citra merk ... 141

Gambar 4.20 Daerah Penerimaan dan Penolakkan H0 Pada Uji t Pengaruh karakteristik produk terhadap citra merk ... 143

Gambar 4.21 Daerah Penerimaan dan Penolakkan H0 Pada Uji t Pengaruh penetapan harga terhadap citra merek ... 145

Gambar 4.22 Diagram Hubungan Antara karakteristik produk, penetapan harga dan citra merk terhadap loyalitas pelanggan ... 147


(12)

xviii

Gambar 4.24 Daerah Penerimaan dan Penolakkan H0 Pada Uji t Pengaruh

citra merk terhadap loyalitas pelanggan ... 153 Gambar 4.25 Daerah Penerimaan dan Penolakkan H0 Pada Uji t Pengaruh

penetapan harga terhadap loyalitas pelanggan ... 154 Gambar 4.26 Daerah Penerimaan dan Penolakkan H0 Pada Uji t Pengaruh

karaketristik produk terhadap loyalitas pelanggan ... 156 Gambar 4.27 Grafik normal Probability-Plot Regression

Standardidez Residual ... 157 Gambar 4.28 Scatterplot Hasil Uji Heterokedastisitas ... 159


(13)

Aaker, D. A (1996). Strategic Market Management. 6th ed. John Willey & Sons, Inc. New York.

Badan Pusat Statistik, Jawa Barat. Tahun 2012.

Basu Swatha, dan Hani Handoko(2008). Manajemen Pemasaran. BPFE-Yogyakarta.

Berry, Leonard L. and S. Manjit, 1996. Marketing Services. Macmillan Inc.,Englinton Avenue East, New York.

Best, Ronger J. 2007. Market Based Management Strategis for Growing Coustumer value and Probility .4th ed.Prentice Hall inc.

Cravens, David.W and Nigel F. Piercy(2006). Strategic Marketing. McGraw-Hill. International Edition.

CIC. Indocommercial (2013). Majalah. No 102. Tahun 2013. Danang Sunyoto(2013). Manajemen Pemasaran. PT Buku Seru. Jkt

Dede Suganda dan Warli Sukarja (2003). Majalah Ekonomi.Tahun 2013. No 7. Dede Oktini (2002). Pengaruh Karakteristik Pembeli dan Penjual Serta Unsur

Produk Terhadap tingkat Konsumsi Teh. (Kasus pada Konsumen Rumah Tangga di Daerah Pemasaran Kota Bandung). Universitas Padjadjaran. Bandung.

Ekonomi Majalah (2002) bulan Januari 2002. No 10

Fandy Tjiptono, Gregorius Chandra, dan Dadi Andriana (2008). Pemasaran Strategis. Penerbit ANDI Jogjakarta.

Gujarati, Damodar dan Sumarno Zein(2003). Ekonometrika Dasar. Penerbit PT Gelora Aksara Pratama.

Husein Umar (2004). Metoda Penelitian;Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Penerbit PT.RajaGrafindoPerkasa. Jakarta.

Husein Umar(2008). Strategic Manajmen in Action. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama.


(14)

International Tea Committee (ITC), Year 2013

Kim, Chu-Hua, Jeong. 2003. Consumer evaluations of brand imitations. European Journal of Marketing, Vol 36 No. 1 / 2, pp. 153-167, MCB University Press, London.

Kotabe dan Czinkota (2013). Strategic Marketing Problems: Cases and Comments. Sixth edition. Massachusetts: A Division of Simon & Schuster, Inc.

Kotler, Philips dan Gary Amstrong (2008). Prinsip-Prinsiip Pemasaran Edisi 12. Jilid I. Penerbit Erlangga.(Terjemahan).

Kotler, Philips dan Kevin Lane Keller (2009). Manajemen Pemasaran. Edisi 12, Jilid I. Penerbit PT Indeks.

Kotler, Philips dan Kevin Lane Keller (2009). Manajemen Pemasaran. Edisi 13, Jilid II. Penerbit PT Indeks.

Kompas, Surat Kabar. (2013). Rabu 31 Mei 2013. Halaman 19. Laporan Tahunan PT. Perkebunan Nusantara VIII. Thun 2013.

Nana Subarna dan Dadang Suryadi (2002). Pengaruh Unsur Unsur Produk Mix Teh Terhadap Harga dan Jumlah Konsumsi Konsumen dalam Rumah Tangga. Laporan Hasil Penelitian Tahun 1999. Bali Penelitian Teh dan Kina Gambung (Unpublished).

Observasi, Majalah (2012)

Payne Andrian (2013). The Essence of Service Markwting. Alih Bahasa. Edisi Pertama. Jogjakarta.

Rio, Redolfo, dan Victor (2008). Customer Satisfaction, Customer Retention and Market Share. Journal of Sevices Marketing.Vol.13 No.2.

Rosyida (2006). Pengaruh Faktor Internal Konsumen dan Kinerja Bauran Pemasaran terhadap Keputusan Pembelian Komoditas oleh Konsumen Rumah Tangga di Propinsi Jawa Barat. (Unpublished)Skripsi Fakultas Pertanian. Universitas Padjajaran.

Roslina (2009). Majalah Swa. No:06/XXII/23.


(15)

SMH Tampubalon, (2012). Pengembangan subsistem agribisnis hilir pemasaran domestik internasional.

Singgih Santoso (2008). Tehnik korelasi Rank sperman.

Ujang Suwarna, Achmad Fachroji, dan Adman Nursal (2011). Pemasaran Strategic: Prospektif Value Based Marketing dan Pengukurannya. Penerbit IPB Press. Bogor.

Umi Narimawati (2008). Teknik-Teknik Analisi Multivariate untuk Riset Ekonomi. Penerbit Graha Ilmu.

Umi Narimawati , dan Marlinan Budiningtias (2010). Analisa Korelasi dan Regresi; Aplikasi dalam Penulisan Skripsi. Penerbit Andi. Jogjakarta.


(16)

vi

dengan judul “PENGARUH KARAKTERISTIK PRODUK DAN

PENETAPAN HARGA TERHADAP CITRA MEREK DAN PENETAPAN HARGA TEH CELUP MEREK WALINI (SURVEI DI PENGECER SUPERINDO DI DAERAH KOPO)”. Yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Program sarjana (S1) di Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia Bandung.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya Usulan Penelitian ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunanUsulan Penelitian ini khususnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir Eddy Suryanto Soegoto, selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.

2. Prof. Dr. Hj. Dwi Kartini, SE., Spec. Lic. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.

3. Dr. Raeni Dwi Santy, SE., M.Si selaku Ketua Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.

4. Dr.Ir.H.Iman Santoso,SE.,MM.,MBA selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktunya dan dengan sabar untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis.


(17)

vii

7. Secara khusus penulis ucapkan terima kasih kepada orang tua ku tercinta Bapak Jaya dan Mamah Euis yang telah memberikan dorongan moril maupun materil, motivasi, pengertian, kasih sayang dan pengorbanannya serta do’a restunya untuk menghantarkan penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.

8. Sahabat, serta teman-teman kelas Mn-4 yang telah memberikan bantuan dan dukungan pada penulis.

9. Seseorang yang sangat saya sayangi dan cintai, yang telah memberi motivasi dan menyemangati dalam penyusunan skripsi ini dengan penuh kasih sayangnya.

10. Serta semua pihak yang telah membantu dan memberi dukungan yang tidak dapat penulis sebutkan. Semoga kebaikannya dapat dibalas oleh Allah SWT.

Akhirnya penulis panjatkan doa semoga Allah SWT memberikan Taufik dan Hidayah-Nya kepada kita semua serta semoga usulan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang memerlukan. Amiin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Bandung, Juli 2014 Penulis


(18)

1 1.1. Latar Belakang

Perubahan lingkungan bisnis global sangat cepat, sehingga menuntut perusahaan baik yang dikelola negara (BUMN) maupun swasta untuk mampu mengantisipasi perubahan tersebut, tidak terkecuali para produsen tehdi Indonesia. Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang memiliki sumber daya alam penghasil tanaman teh yang terbesar di Indonesia.

Teh (Camelia Sinansis) merupakan salah satu komoditi andalan Provinsi Jawa Barat, dimana masyarakat telah mengenalnya sejak zaman Hindia Belanda (tahun 1860). Dengan melalui sejarah yang panjang, dimana para ahli pertanian Belanda di zaman itu, pertama kali menanam teh di daerah Garut dan Pengalengan, kemudian Meneer Boscha yang juga seorang ahli astronomi membangun perkebunan teh seluas 600 hektar didaerah Pengalengan dengan bibit yang didatangkan dari Cina (Jenis: Tea sinensis) dan India (Jenis: Tea assamica). Disamping itu budidaya teh juga mempunyai peran menyerap tenaga kerja dan menghidupi sebahagian masyarakat Jawa Barat.

Pada saat ini perkebunan-perkebunan teh yang ditanam pada waktu zaman Hindia Belanda, dibudidayakan dan dikelola oleh perusahaan negara, perusahaan swasta, maupun perkebunan rakyat. Di bawah ini disampaikan penghasil teh di Propinsi Jawa Barat sebagai berikut :


(19)

Tabel 1.1

Jenis perkebunan penghasil teh di Jawa Barat

Perkebunan Luas areal

(Ha)

Produksi (Ton) *

Produktivitas Lahan (Ton/Ha)

1. Rakyat 57.816,66 33.790,52 0,58

2. Swasta 25.005,10 29.197,12 1,17

3. Negara 26.332,42 49.565,44 1,88

Total 109.154,18 112.553,08 3,63

Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Barat Tahun 2013

Dari luasan areal teh di Jawa Baratberdasarkan Tabel 1.1, sangat berpengaruh terhadap budaya minum teh di Provinsi Jawa Barat. Dari hasil penelitian memang ternyata masyarakat Sunda merupakan masyarakat peminum teh, dibandingkan suku-suku lainnya yang berdomisili di Jawa Barat antara lain asal suku Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, maupun keturunan Cina. Hal ini dapat dilihat berdasarkan kebiasaan masyarakat di Jawa Barat untuk mengkonsumsi teh. Rata-rata rumah tangga di Jawa Barat minum teh sebanyak 3-4 kali sehari atau lebih adalah 93,66% ( Rosida 2006; 128-129 ). Secara umum budaya minum teh hanya ditemukan di Jawa Barat. Hal ini dibuktikan oleh setiap restoran, rumah makan, hotel, warung makan menyajikan minuman teh tanpa gula sebagai minuman pengganti air putih (Observasi, 2012). Dan masyarakat Jawa Barat mempunyai kebiasaan memberikan suguhan kepada tamunya 46 persen berupa minuman teh, dan hanya sebahagian kecil yang memberi suguhan tamunya dalam bentuk air putih atau kopi. Sedangkan yang memberi suguhan sirop hanya 8 persen saja (Rosida 2006, 161).


(20)

Lebih jauh Rosida (2006: 185) meneliti bahwa umumnya masyarakat sebanyak 54 % membeli teh dari pengecer modern (retailer modern), seperti Hero, Superindo, Supermarket Jogja dan lain-lainnya dibandingkan membeli dari Pasar Tradisional (21%), Toko (11%), atau Warung/Kios(12%). Alasan masyarakat membeli teh di Retailer modern menurut penelitian tersebut adalah, karena kenyamanan suasana, banyak pilihan merek, mutu dan kebersihanterjamin, dan disamping membeli konsumen juga belanja bulanan atau sambil rekreasi. Adapun alasan kosumen memilih teh celup hanya semata-mata karena kepraktisan dalam penyajiannya.

Mengingat peluang pasar domestik sangatlah potensial, maka masyarakat pada umumnya perlu diberikan informasi tentang manfaat dan pentingnya minum teh. Hal ini jika di lihat dari trend populasi negara berkembang termasuk Indonesia, tahun 1985 dan proyeksi tahun 2025, untuk total semua umur akan mengalami kenaikan rata-rata populasi penduduk Indonesia (proyeksi usia 25 - 60 tahun) = 169 juta jiwa dan diasumsikan 60 % (101, 4 juta jiwa) yang mengkonsumsi produk teh serta konsumsi per kapita naik dari 300 gram menjadi 500 gram per tahun. Maka potensi penjualan lokal adalah 101,4 juta jiwa X 500 gram = 50.700.000 kg = 50.700 ton. (International Population Reports Series P-95 No.78).

Di lain pihak sesuai kenyataannya adalah volume ekspor teh Indonesia dewasa ini terus merosot, sementara biaya produksi meningkat secara signifikan. Pelaku industri teh juga dirugikan oleh harga jual produksi teh curah yang rendah. ATI (Asosiasi Teh Indonesia) mencatat volume ekspor teh curah merosot dari


(21)

98.572 ton tahun 2011 menjadi 78.219 ton tahun 2013. Dapat ditambahkan bahwa 94 persen teh Indonesia diekspor dalam bentuk teh curah, sedangkan Srilanka hanya 60 persen yang diekspor dalam bentuk teh curah, selebihnya dalam bentuk produksi hilir (teh kemasan). Sebenarnya potensi produksi teh kemasan Indonesia di dalam negeri maupun di pasar dunia sangat besar, karena teh Indonesia dipandang memiliki keunikan rasa dan aroma (Kompas, Rabu 31 Mei 2013; 19).

Komoditi teh saat ini sedang mengahadapi (over production ) nasional maupun dunia,dan di sisi lain tingkat konsumsi masyarakat tergolong rendah. Oleh karena itu, perlu upaya untuk mentransformasi keunggulan komparatif (comparative advantages) kepada keunggulan kompetitif (competitive advantages), dengan mengembangkan subsistem agribisnis hulu secara sinergi dengan pengembangan subsistem agribisnis hilir dan membangun jaringan pemasaran domestik maupun internasional, yang digerakkan oleh kekuatan inovasi (innovation driven) (SMH Tampubolon, 2012:20).

Dari data ekspor dan impor teh Indonesia, ternyata ekspor teh terus menurun dari tahun ke tahun, sedang impor teh dari luar negeri terus terjadi peningkatan, sebagaimana yang terlihat pada tabel 1.3 di bawah ini:

Tabel 1.2

Data Ekspor dan Impor teh dari tahun 2012– 2013,dalam metric tons

Tahun Volume Ekspor Volume Impor untuk

konsumsi

2003 84.916 100 2004 79.227 50 2005 101.532 50 2006 66.843 2.300 2007 67.219 2.300 2008 97.847 1.600


(22)

2009 105.581 2.200 2010 99.721 3.800 2011 100.185 6.000 2012 88.175 4.000 2013 98.572 4.300 Sumber: ITC (International Tea Committee), 2013

Pada Tabel 1.2 di atas, terlihat bahwa impor teh dari luar ke Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, hal ini akan mengancam industri dan perdagangan teh dalam negeri, karena terlihat kecenderungan bahwa masyarakat Indonesia khususnya Jawa Barat yang biasa mengkonsumsi teh lebih memilih teh dari luar negeri, misalnya dari China, Jepang, dsb yang dianggap mengandung khasiat obat, sedangkan teh dari Indonesia masih dianggap minuman biasa pengganti air putih (Sudarmani Djoko, 2013; 35-40).

Pada satu sisi peluang untuk memasarkan teh di Jawa Barat relatif besar, namun di sisi lain masyarakat masih menilai bahwa teh dari luar negeri memiliki citra yang lebih baik, hal ini dilihat dari perkembangannya yang begitu meningkat (Observasi, 2013). Berdasarkan hasil observasi di atas, jelas bahwa citra teh kemasan terutama teh celup di Indonesia, relatif rendah dibandingkan dengan teh dari luar negeri. Rio, Rodolfo dan Victor (2008), mengutip pendapat Zeithaml, bahwa “ . Dengan demikian agar supaya image yang diperoleh sesuai atau mendekati brand identity yang diinginkan,citra badan usaha adalah merupakan langsung yang di timbulkan dari kekurangannya dengan ingatan yang ada disebuah kemasan.aka perusahaan harus memahami dan mampu mengeksploitasi unsur-unsur yang membentuk dan membuat suatu brand menjadi


(23)

brand yang kuat, yaitu menciptakan nilai yang tinggi dihadapan konsumen (customer value).

Tabel 1.3

Indonesian Customer Loyalty Index(ICLI) 2013

Merek Customer Switching Customer Loyalty Loyalty Value Barrier Satisfaction Index Index

2012 2013

Obat 90.8 68.7 89.7 87 74.8 Kebutuhan RT 92.6 5.5 89.2 85.4 71.6 Toiletries 93 59.6 89.6 79 75.3 Pelumas 91 64.9 89.4 75.1 77 Asuransi 91.3 72.6 89.4 72.7 72.4 Media 90 49.4 86.7 71.9 70.5

Mamin 91.1 56 88.8 69.5 72.8

HP 93 63.7 90.5 69.4 74.5 Penerbangan 87.3 54.3 92.2 67.7 70.3 Elektronik 92.3 56.7 90.1 66.6 74.2 Kosmetik 91.2 61.6 89.2 65.5 74.7 Bank 93.2 57.2 89.2 62.7 73.5 Furniture

(Kayu knock down) 83.6 46.9 80.4 61.6 - Multifinance 88.8 40.3 78.6 59.3 - Otomotif 93.5 62.4 91.4 51.1 75.2

Nasional 91.8 59.7 89.3 74.2 73.6

Sumber : Majalah SWA 06/XXII/23 Maret 05 April 2013

Dari data diatas terlihat bahwa produk makanan dan minuman, Customer value hampir mendekati rata-rata nasional.Akan tetapi switching barier nya menunjukkan angka 56.0 lebih rendah dari rata-rata nasional.Hal ini berarti konsumen produk makanan dan minuman termasuk teh didalamnya, sangat mudah berpindah ke merek yang lainnya, apabila salah satu merek tidak tersedia di pasar. Hal ini terbukti dari penelitian yang dilakukan di Jawa Barat, bahwa umumnya masyarakatnya belum loyal terhadap satu merek teh, karena sebanyak 56 persen konsumen akan membeli merek yang lain bila merek yang biasa dikonsumsinya tidak tersedia di pasar. (Rosida 2006:207).


(24)

Kemudian Dede Oktini (2002:94) mengungkapkan bahwa konsumen mengkonsumsi teh karena mereknya terkenal dan mudah diucapkan, sehingga citra teh celup menjadi baik.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, lemahnya citra teh celup dalam negeri diduga karena harga konsumen produk teh celup itu sendiri lebih rendah dari pada teh celup dari luar negeri, hal ini dapat dilihat manfaat yang ditonjolkan oleh teh celup asal Indonesia hanya merupakan minuman untuk pengganti air putih saja, sedangkan dilihat dari harga tidak jauh berbeda dengan teh impor (Observasi, 2013). Demikian juga menurut hasil penelitian Hanny (2004;11-18) merangkum hasil-hasil penelitian mengenai nilai konsumen dengan menyatakan bahwa penyampaian nilai superior kepada pelanggan akan mempengaruhi keinginan untuk membeli dan retensi pelanggan, yang secara konsekuen akan meningkatkan kinerja keuangan dari bisnis tersebut.

Karena itu pengusaha dan pedagang teh celup di Indonesia, harus segera menciptakan customer value agar industri teh tidak mati di negeri sendiri. Indonesia umumnya mengekspor teh dalam bentuk bulk, dan mengimpor teh dalam bentuk teh kemasan (tea bag, dll) ke dalam negeri. Dimana teh yang diimpor sudah bermuatan superior customers value, (Laporan Tahunan PTPN VIII, 2013).

Volume ekspor cenderung menurun dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan oleh tingkat kualitas yang relatif rendah dan situasi politik internasional. Hal ini sesuai dengan pendapat Dede Suganda dan Warli Sukarja (Ekonomi, 2003:1), bahwa pemasaran ke Timur Tengah (Arab Saudi, Irak,


(25)

Libanon, Yordania, Turki dan Iran) menyebabkan penurunan ekspor teh dari Indonesia disebabkan karena perang Irak. Demikian halnya hambatan pemasaran ke Inggris dan AS yang diakibatkan oleh perbedaan politik dengan pemerintah Indonesia dalam perang Irak.

Yang menjadi masalah adalah, ekspor menurun, tetapi impor teh dari luar meningkat untuk memenuhi peminum teh di dalam negeri. Hal ini adalah masalah yang harus di pecahkan dalam disertasi ini. Konsumen teh dalam negeri ingin adanya superior customer value, yaitu adanya satisfaction dalam mengkonsumsi teh dalam negeri. Akan tetapi karena dissatisfaction maka konsumen memilih teh kemasan luar negeri. Sehingga teh celup (tea bag) harus menciptakan value creation agar konsumen dapat dipenuhi oleh produksi teh celup dalam negeri. Kalau diperhatikan, konsumsi teh penduduk Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara- negara peminum teh lainnya. Konsumsi teh per kapita penduduk Indonesia terlihat sebagai berikut.

Tabel 1.4

Perkembangan Konsumsi Teh per Kapita Dalam Negeri Tahun 2006-2013.

Sumber : International Tea Committee (ITC) Tahun 2013

Tahun Konsumsi Per Kapita/Tahun (gram)

2006 250

2007 310

2008 320

2009 310

2010 300

2011 310

2012 300`


(26)

Tabel 1.4 di atas, menunjukkan bahwa perkembangan konsumsi teh dalam negeri relatif tetap dan tergolong rendah. Hal ini, jika dibandingkan dengan negara lain yang memiliki tingkat konsumsi teh per kapitanya tergolong tinggi, seperti India telah mencapai di atas 1.000 gram, Kenya 750 gram, Sri Lanka 1,400 gram, Inggris 2.460 gram, Irlandia 3.170 gram, Belanda 520 gram, Polandia 750 gram, Bahrain 1,1370 gram, Hongkong 1.370 gram, Negara Arab 1.500 gram, Pakistan 2,800 gram, Jepang 1,050 gram, dan Amerika Serikat 980 gram. (ITC, 2013:121).

Bila dilihat perkembangan industri hilir dan perdagangan teh di Indonesia, dapat terlihat sebagai berikut :

Tabel 1.5

Perkembangan produksi hasil pengolahan teh di Indonesia

Tahun

Produksi minuman teh (boxed/bottle

tea) (ton)

Produksi teh celup (tea

bags) (ton)

Produksi teh kemasan

lainnya (ton)

Total (ton)

2009 629 2,970 37,514 41,113

2010 750 3,084 37,548 41,382

2011 929 4,304 39,722 44,955

2012 1,091 5,577 41,629 48,297

2013 1.147 7,479 32,798 41,297

2012 1,200 8,531 33,662 43,393

Sumber: CIC, “Indocommercial”, No 102, 26 Maret 2013

Beberapa merek yang beredar di pasar, sebagian dibuat menjadi teh celup atau teh bungkus oleh Pabrik Pengepakan Teh di Cibiru Bandung PTPN VIII., yang juga menghasilkan merek teh Malabar dan Walini. Pihak luar mengemas teh di pabrik ini atas dasar upah buat (maakloon), sedangkan bahan baku tehnya


(27)

berasal dari pihak luar. Di bawah ini disajikan merek-merek teh yang beredar di pasar di Jawa Barat yang dibuat di Pabrik Cibiru, sebagai berikut :

Tabel 1.6

Merek Dihasilkan Perusahaan teh di Jawa Barat

Sumber : PTP.Nusantara VIII Jawa Barat, Tahun 2013

*) Merupakan Merek pesanan perusahaan yang pengemasannya dilakukan oleh PTPN. VIII. **) Survei pasar (pasar modern), Tahun 2013

Dari Tabel 1.6 di atas, merek sendiri yang dihasilkan oleh perusahaan negara yang beredar di pasar lokal hanya beberapa merek saja, tetapi sebagian besar merek yang dibuat dan dikemas oleh PTPN VIII berdasarkan pesanan dari pihak perusahaan lain, seperti Esparata, Java Tea, Tea Bags, Tea Relasi, Lipton Quality, London Clasic, London Royal, London Gold, Halaban, Natures Choice (teh hijau), Mega Indah, Selecta Premium Java Tea dan Makassar Tea.

Dari hasil penelitian Nana Subarna dan Dadang Suryadi (2002:8) mengatakan bahwa teh yang beredar di pasar dalam negeri mutu core productnya masih tergolong rendah dan sedang, baik yang dikonsumsi oleh konsumen dalam rumah tangga maupun hotel, restoran, rumah makan dan lain-lain. Selanjutnya, dikatakan bahwa sebenarnya konsumen akhir sangat responsif terhadap mutu rasa

Nama Perusahaan M e r e k

1. PTP. Nusantara VIII Walini, Goalpara, Gunung Mas, Malabar, Sedap. *) Esparata, Java Tea, Tea Bags, Tea Relasi, Lipton Quality, London Clasic, London Royal, London Gold, Halaban, Natures Choice (teh hijau), Mega Indah, Selecta Premium Java Tea dan Makassar Tea.

2. Perusahaan Swasta **) Korma, Sedap, Indo, Sari Wangi (rasa asli, melati, jahe dan kayu manis), Ice tea (rasa lemon, apple, mangga), 2 Tang, Tjatoet, Kepala Jenggot, Tjibuni Java, Nutri Tea, Sosro, Cap Botol, Max Tea, Teh Upet, Cap Bendera, Teh 2 Burung, dan The 919.


(28)

air seduhan dan kemasan, namun kedua faktor ini masih langka ditawarkan oleh produsen.

Selanjutnya kedua ahli teh ini mengungkapkan bahwa produsen teh cenderung mengembangkan harga rendah dalam menghadapi persaingan, sehingga performance produk teh di pasar tidak berorientasi pada peningkatan mutu ke arah yang lebih tinggi (baik mutu air seduhan maupun kemasannya),(Nana Subarna dan Dadang Suryadi,2002:5)

Menurut pendapat Ruslina (SWA, 2009:12), tradisi minum teh memang sudah berkembang di Indonesia, tapi penghargaan terhadap teh berkualitas masih rendah, hal ini pula yang mengindikasikan citra teh yang masih lemah. Demikian juga pengaruh karakteristik produk yang ditawarkan melalui retail market peluangnya cukup besar, tetapi tantangannya juga besar, karena dengan kemasan yang menarik dan diberi merek harga pasar lokal dapat mencapai harga antara Rp. 3.750 sampai dengan Rp 7.000 per 50 gram. (Ekonomi, .2002:1-3).

Dadang Surjadi, dkk., (2009:95), mengatakan bahwa pengetahuan konsumen tentang keberadaan produk teh terbatas pada merek-merek tertentu, umumnya konsumen hanya dapat mengingat 3-5 jenis, tetapi hanya 1-2 merek diantaranya yang biasa dikonsumsi sehari-hari. Keterbatasan pengetahuan tersebut berkaitan dengan keterbatasan informasi pasar yang dilakukan oleh produsen. Hal ini juga yang mengindikasikan bahwa penetapan harga yang dilakukan oleh produsen teh di Indonesia.


(29)

Tabel 1.7

Perbandingan Harga Teh Kemasan di Superindo Kopo Teh

Kemasan Merek

Harga perkemasan

(Rp)

Isi perkemasan

Tabel Berat (gram)

Harga Per gram

Walini Rp 5.750 25 50 gram Rp 145/gram

Sariwangi Rp 4.450 25 50 gram Rp 89/gram

Lipton Rp 37.250 25 50 gram Rp 745/gram

Dilmah Rp 52.700 25 50 gram Rp 1,054/gram

Tong,ji Rp 4.250 25 50 gram Rp 85/gram

Twinings Rp 52.450 25 50 gram Rp 1,049/gram

Nana Subarna dan Dadang Suryadi (2002:1-2) bahwa konsumen dalam mengkonsumsi teh tidak ditentukan oleh keinginan atau yang sebenarnya (consumen preference), tetapi lebih banyak ditentukan oleh faktor lain yaitu harga, jumlah, dan jenis teh yang tersedia.

Berdasarkan uraian di atas, secara umum bahwa lemahnya citra merek produk teh celup diduga cenderung lemahnya teh celup dalam menciptakan merek produk teh celup tersebut, sebagai akibat dari atribut produk yang relatif kurang menarik, harga yang kurang bersaing, kurangnya promosi dan pendistribusian yang kurang tepat. Karena itu perlu diadakan penelitian mengenai pengaruh pelanggan (customere value, serta implikasinya pada citra merek produk teh karakteristik produk dan penetapan harga terhadap citra merek dan loyalitas pelanggan celup. Judul dari penelitian penulis adalah :

PENGARUH KARAKTERISTIK PRODUK DAN PENETAPAN HARGA TERHADAP CITRA MEREK DAN LOYALITAS PELANGGAN TEH CELUP MEREK WALINI (Studi Kasus Di Pengeceran Super Indo Di Daerah Kopo)”


(30)

1.2. Identifikas,Pembahasan, dan Rumusan Masalah 1.2.1. Identifikasi Masalah

Produk teh celup di Jawa Barat cenderung belum memiliki citra yang baik di mata masyarakat/ konsumen, hal ini diduga disebabkan oleh kurangnya produk teh celup menyampaikan citra merek yang tinggi, sehingga konsumen cenderung memilih produk impor yang diduga memiliki citra merek yang lebih tinggi. Kurangnya produsen teh celup dalam menyampaikan citra merek disinyalir karena harga yang sesuai dengan konsumen, dan kurang meningkatkan loyalitas konsumen teh terutama dalam hal rasa yang kuat (kental) dimana rasa kuat ini tidak dimiliki oleh teh yang umumnya diimpor.

1.2.2. Pembatasan Masalah

Permasalahan pada penelitian ini dibatasi dengan variabel pengaruh karakteristik produk,penetapan harga,citra merek,dan loyalitas pelangganteh celup walini. Waktu penelitian dilakukan dari awal bulan januari sampai mei 2014. Sedangkan objek penelitian adalah para konsumen akhir yang membeli teh celup walini di Retailer Superindo di daerah Kopo.

1.2.3. Rumusan masalah

1. Sejauhmana pengaruh karakteristik produk dan penetapan harga teh secara bersama-sama terhadap citra merek teh kemasan walini di Superindo daerah kopo ,Bandung Selatan.

2. Bagaimana pengaruh karakteristik produk secara partial terhadap citra merek kemasan walini di Superindo daerah Kopo,Bandung Selatan.


(31)

3. Bagaimana pengaruh penetapan harga secara partial terhadap citra merek teh kemasan walini di Superindo daerah Kopo,Bandung Selatan.

4. Sejauhmana karakteristik produk dan penetapan harga teh di citra merek secara bersama-sama terhadap loyalitas teh kemasan walini yang di rasakan oleh pelanggan Superindo di daerah Kopo.

5. Sejauhmana pengaruh karakteristik produk teh celup merek walini terhadap loyalitas pelanggan di Superindo daerah Kopo.

6. Sejauhmana pengaruh penetapan harga terhadap loyalitas pelanggan teh kemasan merek walini di Superindo daerah Kopo.

7. Sejauhmana pengaruh citra merek terhadap loyalitas pelanggan teh kemasan walini di Superindo daerah Kopo.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Sesuai dengan identifikasi masalah yang telah dirumuskan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pengaruh mengenai karakteristik produk (mencakup keragaman produk, kualitas, rancangan kemasan, ciri produk, nama merek, pengemasan, ukuran produk, pelayanan, jaminan ),terhadap citra merek. 2. Mengetahui pengaruh mengenai penetapan harga (mencakup promosi

penjualan, periklanan, personal selling, public relations, dan pemasaran langsung) dan kinerja distribusi produk teh kemasan (mencakup ketepatan jumlah, ketepatan waktu, tempat, jenis / variasi produk, dan keutuhan produk/ backup),terhadap citra merek teh kemasan walini.


(32)

3. Mengetahui pengaruh karakteristik prodak dan penetapan harga secara bersama-sama terhadap citra merek produk teh kemasan di Superindo daerah Kopo(mencakup fokus pelanggan,domain bisnis,membangun citra). 4. Mengetahui pengaruh penetapan harga terhadap loyalitas pelanggan

produk teh kemasan Walini di Superindo daerah Kopo.

5. Mengetahui pengaruh citra merek produk terhadap loyalitas pelanggan teh kemasan walini di Superindo Kopo.

6. Mengetahui pengaruh citra merek terhadap loyalitas pelanggan teh Walini di Superindo daerah Kopo.

7. Mengetahui pengaruh karakteristik produk,penetapan harga dan citra merek secara bersama-sama,terhadap loyalitas pelanggan teh celup walini di Superindo Kopo.

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mempunyai dua manfaat yaitu manfaat akademis dan manfaat praktis :

1.4.1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memperluas kajian ilmu manajemen pemasaran kaitannya dengan nilai pelanggan (customers value) produk teh celup, dan khususnya manfaat terhadap ilmu per-teh-an di Jawa Barat.

1.4.2. Manfaat praktis (guna laksana)

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memberikan masukan bagi perusahaan dan pedagang teh celup yang sedang dan akan memasarkan produk teh celup di Jawa Barat tentang keinginan


(33)

konsumen terhadap produk the celup yang dibelinya, sehingga perusahaan dan pedagang dapat menyampaikan nilai pelanggan(customers value) yang sesuai dengan keinginan konsumen. Dengan cutomers valueyang sesuai dengan keinginan konsumen, maka :

1. Di harapkan dapat meningkatkan konsumsi teh dalam negeri, terutama di Jawa Barat

2. Meningkatkan laba perusahaan dan pedagang yang menghasilkan dan bergerak dibidang teh celup, sehingga bergairah melakukan pengembangan industri hilir, yaitu : teh yang dikehendaki oleh konsumen dalam negeri.

3. Mengurangi impor teh, sehingga bagaimanapun kecilnya akan menghemat devisa negara.

4. Sebagai masayarakat Indonesia yang sejak dahulu menanam teh, jangan sampai mengimpor teh dari negara yang bukan penghasil teh (National pride).

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.5.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dan pengumpulan data dilakukan pada Super Indo,Taman Kopo Bandung di departemen marketing.


(34)

Tabel 1.8 Jadwal Penelitian

No Kegiatan

Bulan

Maret April mei Juni Juli

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Penelitian Pendahuluan

2. Penulisan Usulan Penelitian

3. Sidang Usulan Penelitian

4. Bimbingan laporan penelitian


(35)

18 2.1 Kajian Pustaka

Variabel-variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini, tidak terlepas dari kontek keseluruhan dari Ilmu Pemasaran, karena pada penelitian ini teori dasar yang diambil berdasarkan konsep pemasaran. Pada dasarnya pemasaran merupakan suatu proses sosial dan manajerial di mana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk dan nilai dengan yang lain (Kotler dan Amstrong, 2008:6). Kotler dan kaller (2009 : 27-29), merumuskan definisi pemasaran yang lebih menekankan pada proses manajerial yaitu proses perencanaan dan penetapan konsepsi, prodak harga, promosi dan distribusi gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan individu dan organisasi. Dalam hal ini pemasaran melibatkan sejumlah fungsi manajerial yang saling berhubungan dalam suatu proses manajemen, yaitu analysis, planning, implementation dan control Secara umum, proses manajemen pemasaran ini disajikan pada Gambar 2.1


(36)

Gambar 2.1

Proses Manajemen Pemasaran

Kegiatan pemasaran dapat diarahkan kepada konsumen akhir dan juga kepada industri (Czinkota dan Kotabe, 2007:8-9) Perusahaan yang mengarahkan kegiatan pemasarannya ke konsumen akhir termasuk dalam kegiatan pemasaran produk konsumsi, produk yang dipasarkan merupakan produk konsumsi dan pasarnya disebut pasar konsumen. Sedangkan perusahaan yang mengarahkan kegiatan pemasarannya ke indusri termasuk dalam kegiatan pemasaran produk industri, produk yang dipasarkan merupakan produk industri dan pasarnya disebut pasar industri atau pasar bisnis. Pemasaran produk konsumsi dan pemasaran produk industri memiliki karakteristik yang berbeda, baik dilihat dari sifat produk maupun perilaku pembelinya. Pemasaran produk konsumsi umumnya dilakukan oleh perusahaan yang bergerak di sektor hilir. Sedangkan pemasaran produk industri umumnya dilakukan oleh perusahaan yang bergerak di sektor hulu.

Analisis

Perencanaan Pengembangan rencana

strategi pembangunan rencana pemasaran

Pelaksanaan dari perencana

Pengawasan mengukur hasil yang di capai ,melakukan efaluasi melakukan tindakan


(37)

Dengan demikian kegiatan pemasaran memiliki cakupan luas. Kotler & Keller (2009:8) dan Basu Swasta (2008:6-7) mengemukakan sejumlah faktor yang menunjukkan luasnya cakupan kegiatan pemasaran, sebagai berikut:

1) melibatkan berbagai pihak; 2) melibatkan fungsi manajerial;

3) yang dipasarkan tidak hanya barang tetapi produk dalam arti luas termasuk gagasan, jasa, informasi dan pengalaman;

4) sasaran yang ingin dicapai adalah kepuasan pihak-pihak yang terlibat dalam pertukaran.

Terdapat sejumlah konsep inti yang terkandung dalam pemasaran. Mempelajari konsep inti pemasaran akan sangat membantu dalam memahami hakekat pemasaran.

1) Proses segmentasi dan targeting. Segmentasi berkaitan dengan pengelompokan pasar yang menuntut bauran pemasaran yang berbeda. Segmen pasar ini dapat diidentifikasi berdasarkan aspek demographic, psychographic dan perilaku konsumen. Perusahaan kemudian memilih dan menetapkan segmen pasar yang akan dilayani sebagai pasar sasaran. 2) Tempat memasarkan ruang pemasaran dan jenis-jenis pasar.tempat

memasarkan bersifat fisik seperti seseorang berbelanja di suatu toko. Beberda dengan tempat pemasarkan dan jenis pasar dapat bersifat digital seperti seseorang berbelanja melalui internet. Adapun jenis pasar bersifat komplementer dari barang dan jasa berbagai industri yang relevan seperti


(38)

pasar mobil, terdiri dari: pabrik mobil, dealer mobil, lembaga keuangan, perusahaan asuransi dan lainnya.

3) Pemasar dan prospeknya. Pemasar adalah seseorang atau organisasi yang berusaha mendapatkan suatu respons (perhatian, pilihan dan pembelian) dari pihak lain.

4) Kebutuhan,kemauan dan permintaan. pemasar harus berusaha memahami kebutuhan, keinginan dan permintaan pasar sasaran. Kebutuhan berkaitan dengan sesuatu yang harus atau menuntut pemenuhan. Manusia senantiasa dihadapkan pada masalah kebutuhan ini; setidak-tidaknya untuk kelangsungan hidupnya, berinteraksi dan berkembang. Untuk kelangsungan hidupnya, manusia membutuhkan makanan, pakaian, rumah dan lainnya. Kebutuhan berbeda dengan keinginan walaupun setiap keinginan manusia senantiasa didasarkan atau diturunkan dari kebutuhannya. Keinginan seseorang lebih banyak dipengaruhi oleh latar belakang pengalaman, kebudayaan, pendidikan, geografis, demografis dan lainnya. Keinginan ditunjukkan oleh pilihan, seperti dalam hal makanan seseorang menginginkan roti dan yang lain menginginkan nasi. Suatu keinginan yang didukung oleh daya beli akan melahirkan permintaan. Seseorang yang menginginkan roti dan memiliki daya beli atau kemampuan untuk mendapatkannya maka orang itu akan membeli roti. Jadi permintaan seseorang atas suatu produk tekait dengan kebutuhan dan keinginan tentang produk itu yang didukung oleh kemampuan untuk mendapatkannya atau daya belinya.


(39)

5) Produk,penawaran dan merek. Produk berkaitan dengan nilai yaitu seperangkat manfaat yang ditawarkan kepada konsumen untuk memuaskan kebutuhannya.

6) Nilai dan kepusan. Kesesuaian antara kinerja produk dengan tuntutan konsumen akan membentuk kepuasan bagi konsumen yang bersangkutan. Dalam hal ini, kepuasan konsumen melibatkan komponen kinerja produk yang dibelinya dan tuntutannya atau harapannya atas produk itu. Tingkat kepuasan konsumen tergantung pada kesesuaian antara kedua komponen itu. Kepuasan dapat juga dikaji dari nilai konsumen berupa kesesuaian manfaat yang diperoleh konsumen dari suatu produk yang dibelinya dengan biaya atau pengorbanan yang dikeluarkan untuk memperoleh produk itu. Manfaat yang dirasakan konsumen berupa manfaat fungsional dan manfaat emosional. Sedangkan biaya yang dikeluarkan berupa uang, energy, waktu dan mental. Agar dapat menciptakan nilai konsumen yang tinggi maka perusahaan atau produsen harus mampu memberikan manfaat yang lebih besar dari suatu produk yang ditawarkannya dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan konsumen untuk memperoleh produk itu. 7) Proses pertukaran dan transaksi. Pertukaran merupakan proses

mendapatkan suatu produk dari pihak tertentu melalui penawaran. Terdapat lima kondisi atau syarat terjadinya pertukaran, yaitu: sekurang-kurangnya terdapat dua pihak, masing-masing pihak memiliki sesuatu yang bernilai bagi pihak lain, masing-masing pihak kapabel dalam berkomunikasi, masing-masing pihak bebas menerima atau menolak


(40)

penawaran pertukaran dan masing-masing pihak saling mempercayai. Dalam pertukaran kedua pihak bernegosiasi untuk mencapai kesepakatan. Jika terjadi kesepakatan berarti terjadi transaksi. Dalam hal ini transaksi merupakan suatu pertukaran nilai antara dua pihak atau lebih, melibatkan waktu dan tempat.

8) Hubungan dan membentuk jaringan dengan pelanggan.Hubungan dengan pelanggan bertujuan untuk membangun hubungan yang saling memuaskan dalam jangka panjang dengan konsumen, pemasok, distributor dan lainnya. Ini penting untuk meningkatkan dan memelihara bisnisnya dalam jangka panjang. Hubungan dengan pelanggan marketing berupa suatu jaringan pemasaran antara perusahaan dengan stakeholder-nya (konsumen, karyawan, pemasok, distributor dan lainnya).

9) Saluran pemasaran. Untuk mencapai pasar sasaran, marketer menggunakan tiga jenis saluran pemasaran, yaitu: pertama, saluran komunikasi yaitu menyampaikan dan menerima pesan kepada dan dari pasar sasaran. Ke dua, distribution channels yaitu menyampaikan produk atau jasa kepada pembeli. Ke tiga, saluran pelayanan yaitu menyelenggarakan transaksi dengan pembeli potensial yang melibatkan gudang, perusahaan transportasi, bank dan perusahaan asuransi untuk memfasilitasi transaksi.

10) Rantai pemasok. Menggambarkan rentang saluran yang lebih panjang mulai dari bahan baku, produk akhir sampai ke pembeli akhir. Rantai pemasok ini menggambarkan suatu sistem penyampaian nilai.


(41)

11) Pesaing. Mencakup seluruh pesaing aktual dan potensial. level persaingan yaitu pesaing merek,pesaing harga.

12) Lingkungan luar dari pemasaran. Terdiri dari lingkungan tugas mencakup perusahaan, pemasok, distributor, konsumen dan lingkungan yang lebih luas mencakup lingkungan demograpi, lingkungan ekonomi, lingkungan alam, lingkungan teknologi, limgkungan politik-legal dan lingkungan sosial-budaya. Lingkungan yang lebih luas terdiri dari kekuatan yang memiliki pengaruh pada pelaku dalam lingkungan tugas.

13) Program pemasaran. Tugas pemasar adalah mengembangkan suatu program pemasaran atau rencana untuk mencapai tujuan perusahaan. Dalam hal ini, bauran pemasaran merupakan seperangkat alat yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya dalam suatu pasar sasaran. Pada dasarnya alat-alat dalam bauran pemasaran itu terdiri dari produk, harga, citra merek dan loyalitas.

Orientasi perusahaan dapat dipilih dan digunakan dalam mencapai tujuan pemasaran. Orientasi perusahaan yang dipilih dijadikan pedoman seluruh kegiatan pemasaran. Kotler & Keller (2009:12-17) mengemukakan enam orientasi perusahaan dalam kegiatan pemasaran, yaitu: Konsep proses produksi(the production concept),konsep produksi( the product concept),Konsep penjualan (the selling concept),konsep penjualan (the marketing concept)t,konsep pelanggan dan konsep sosial(the customer concept dan the societal marketing concept). Kemudian ditambahkan dengan pemasaran holistik(the holistic marketing concept).


(42)

(The production concept) menyatakan bahwa konsumen akan menyukai produk yang tersedia di banyak tempat dan murah harganya. Perusahaan atau produsen berorientasi pada produksi dengan memusatkan perhatian pada upaya mencapai tingkat efisiensi produksi yang tinggi dan perluasan distribusi.

(The product concept) menyatakan bahwa konsumen menyukai produk yang menawarkan mutu, kinerja dan pelengkap inovatif yang terbaik. Perusahaan atau produsen berorientasi pada produk dengan memusatkan perhatian pada upaya untuk menghasilkan produk yang bermutu serta secara terus-menerus menyempurnakannya.

(The selling concept) menyatakan bahwa konsumen, jika diabaikan, biasanya tidak akan membeli produk dalam jumlah yang banyak. Oleh karena itu, perusahaan atau produsen harus melakukan upaya penjualan dan promosi yang gencar.

(The marketing concept)menyatakan bahwa kunci untuk meraih tujuan perusahaan adalah menjadi lebih efektif daripada pesaing dengan memadukan kegiatan pemasaran dalam menciptakan dan memuaskan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran.

(The customer concept)menyatakan bahwa perusahaan mengharapkan untuk mencapai pertumbuhan yang menguntungkan dengan merebut pangsa yang lebih besar dari setiap pengeluaran konsumen, membangun loyalitas konsumen yang tinggi dan memfokuskan pada nilai konsumen.

(The societal marketing concept) menyatakan bahwa tugas perusahaan atau produsen adalah menentukan kebutuhan, keinginan dan kepentingan pasar


(43)

sasaran, serta memberikan kepuasan secara efektif dan efisien daripada pesaing dengan mempertahankan dan meningkatkan tanggungjawab sosial kepada konsumen dan masyarakat.

Berbeda dengan konsep pemasar transaksi (the transactional marketing concept),konsep pemasaran hubungan(the relationship marketing concept)berupaya melibatkan dan mengintegrasikan konsumen, pemasok dan pihak lainnyadalam suatu jaringan untuk kepentingan aktivitas pemasaran dan pengembangan perusahaan. Relationship merupakan aset penting yang menentukan kelangsungan atau masa depan perusahaan.

Pada umumnya perusahaan memiliki tujuan tertentu dan untuk mencapainya memerlukan strategi. Strategi disusun untuk mengurangi kegagalan dan memaksimalkan hasil. Suatu strategi merupakan pedoman dasar dan rencana tujuan, pengalokasian sumber daya, serta interaksi organisasi dengan pasar, pesaing dan lingkungan lain. selanjutannya katller dan kaller(2009:8) menegaskan bahwa strategi merupakan suatu kesatuan rencana yang luas dan terintegrasi yang menghubungkan antara kekuatan internal perusahaan dengan peluang dan ancaman lingkungan eksternal. Substansi strategi pada dasarnya merupakan rencana. Oleh karena itu strategi berkaitan dengan evaluasi dan pemilihan alternatif yang tersedia bagi suatu manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini Dadang Sunyoto (2013;47-60) mengidentifikasi sejumlah karakteristik suatu strategi, sebagai berikut:

1) mengikat semua bagian yang ada dalam perusahaan dan menjadi kesatuan rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan,


(44)

2) meliputi semua aspek penting yang ada dalam perusahaan, dan 3) rencana terpadu dari semua bagian.

Bagi suatu perusahaan, daya tarik industri mencerminkan peluang dan ancaman. Oleh karena itu, analisis lingkungan eksternal, khususnya lingkungan industri, dilakukan untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal. Peluang ada apabila perusahaan mendapatkan keunggulan dari kondisi lingkungan eksternalnya untuk merumuskan dan mengimplementasikan strategi yang memungkinkan perusahaan memperoleh keuntungan yang lebih tinggi. Sedangkan ancaman ada apabila kondisi lingkungan eksternal mengancam integritas dan profitabilitas perusahaan.

Kekuatan persaingan industri relatif dinamis atau dapat berubah seiring dengan dinamika dan perubahan kondisi dalam lingkungan industri yang bersangkutan. Dalam hal ini, manajemen perusahaan harus memahami bagaimana peluang dan ancaman baru yang muncul akibat perubahan kondisi lingkungan industri, serta merumuskan strategi yang tepat untuk meresponnya. Wheleen dan Hunger (2008:58) mengemukakan bahwa perusahaan-perusahaan dalam suatu industri seringkali berbeda dalam merespon suatu perubahan lingkungan karena perbedaan kemampuan manajer dalam memahami issue dan faktor eksternal. Di bawah ini akan dibahas mengenai variabel-variabel diteliti pada penelitian ini.

2.1.1 Karakteristik Produk

Penawaran Prodak. Produk berkaitan dengan nilai yaitu seperangkat manfaat yang ditawarkan kepada konsumen untuk memuaskan kebutuhannya. Kebutuhan nilai dan keputusan. Kesesuaian antara kinerja produk dengan tuntutan


(45)

konsumen akan membentuk kepuasan bagi konsumen yang bersangkutan. Dalam hal ini, kepuasan konsumen melibatkan komponen kinerja produk yang dibelinya dan tuntutannya atau harapannya atas produk itu. Tingkat kepuasan konsumen tergantung pada kesesuaian antara kedua komponen itu. Kepuasan dapat juga dikaji dari nilai konsumen berupa kesesuaian manfaat yang diperoleh konsumen dari suatu produk yang dibelinya dengan biaya atau pengorbanan yang dikeluarkan untuk memperoleh produk itu. Manfaat yang dirasakan konsumen berupa manfaat fungsional dan manfaat emosional. Sedangkan biaya yang dikeluarkan berupa uang, energy, waktu dan faktor psikologis. Agar dapat menciptakan nilai konsumen yang tinggi maka perusahaan atau produsen harus mampu memberikan manfaat yang lebih besar dari suatu produk yang ditawarkannya dibandingkan dengan biaya (Pengorbanan) yang dikeluarkan konsumen untuk memperoleh produk itu.

Bauran produk, sebagai salah satu unsur bauran pemasaran, merupakan keseluruhan produk dan itemnya yang ditawarkan untuk penjualan. Menurut Kotler dan keller (2009:15-16) bauran produk suatu perusahaan memiliki empat dimensi penting, yaitu: width (jumlah lini produk), length (jumlah item dari lini produk), depth (jumlah versi setiap produk yang ditawarkan) dan consistency (konsistensi produk dengan pasar sasaran, produksi, distribusi dan lainnya). Keempat dimensi produk ini menjadi pegangan dalam penyusunan strategi produk.

Zikmund dan d‟Amico (2008: 226), menyatakan bahwasesungguhnya pelanggan tidak membeli barang atau jasa, tetapi membeli manfaat dan nilai dari


(46)

sesuatu yang ditawarkan. ‟Apa yang ditawarkan‟ menunjukkan sejumlah manfaat yang bisa pelanggan dapatkan dari pembelian suatu barang atau jasa, sedangkan sesuatu yang ditawarkan itu sendiri dapat dibagi menjadi empat katagori, yaitu:

(1) barang nyata

(2) barang nyata yang disertai dengan pelayanan

(3) jasa utama yang disertai dengan barang dan pelayanan tambahan (4) murni jasa

Kotabe dan Czinkota (2013 ; 228), Penawaran akan suatu produk / jasa juga dapat dibedakan berdasarkan tingkatan, yaitu:

Perodak inti yaitu produk atau jasa itu sendiri.

Prodak nyata, diindikasikan dengan elemen-elemen pelayanan, seperti rancangan, warna, kemasan, dan beberapa dimensi layanan fisik yang memberikan manfaat pada pelanggan.

Prodak tambahan, jasa/ produk yang dilengkapi unsur pelayanan yang lebih banyak lagi termasuk jaminan dan manfaat pelayanan, reputasi perusahaan, manfaat psikologial dari pelanggan.


(47)

Gambar 2.2 Tiga Tingkatan Produk

Sedangkan Payne (2013 ; 10) mengemukakan tingkatan produk sebagai berikut :

 Produk inti (Core or generic product)

Pada tingkat paling dasar, produk atau manfaat dasar yang sesungguhnya dibeli pelanggan.

 Produk dasar (Basic Product)

Pada tingkat kedua, pemasar harus mengubah manfaat inti menjadi produk dasar, yaitu jasa inti yang dilengkapi dengan proses pelayanan.

 Produk yang diharapkan (The expected product)

Pada tingkat ketiga, suatu set atribut dan kondisi yang biasanya diharapkan dan disetujui pembeli ketika mereka membeli produk ini (siapa, kapan, dimana, dan bagaimana produk disampaikan).

 Produk dengan nilai tambah (The augmented product)

Pada tingkat keempat, pemasar menyiapkan produk yang ditingkatkan yang memenuhi keinginan pelanggan itu melampui harapan mereka.  Produk yang potensial (The potential product)

Pada tingkat kelima, mencakup semua peningkatan dan transformasi yang akhirnya akan dialami produk tersebut di masa depan.

Jadi pada dasarnya produk adalah sekumpulan nilai kepuasan yang kompleks. Nilai sebuah produk/ jasa ditetapkan oleh pembeli berdasarkan manfaat yang akan mereka terima dari produk tersebut.


(48)

Sumber: Kotler dan Amstrong (2008:272)

Gambar 2.3 Product Decisions 2.1.1.1 Keragaman Produk

Produk yang beragam/ bervariasi akan memberikan pilihan yang banyak bagi konsumen. Kotler dan keller (2009:16-18) menyatakan bahwa semakin beragam suatu produk yang memiliki fungsi dasar yang sama, maka akan semakin tinggi tingkat persaingan produk tersebut, karena konsumen akan lebih leluasa memilih produk tersebut sesuai dengan keinginannya.

Kotler dan Amstrong (2008;325-259) menyatakan bahwa keragaman produk akan memperlama tahap maturiti dari perputaran hidup produk, sehingga produk yang memiliki merek yang sama namun setiap periode waktu tertentu selalu berubah bentuk dan penambahan layanan dari produk tersebut, maka akan memperlama maturiti dari produk tersebut, misalnya produk handphone yang selalu berubah tipe dan jenisnya pada setiap tahun, walaupun fungsinya sama akan mempertahankan daya tarik produk tersebut dimata konsumen dan mencegah kebosanan konsumen pada satu merek produk tersebut.

Produk yang beragam juga akan memberikan inspirasi kepada produsen untuk terus mengembangkan produknya, karena mereka menjadi lebih mengetahui ragam/ variasi produk yang mana yang umumnya disukai oleh konsumen, sehingga dengan begitu produsen dapat memprediksikan ragam produk yang seperti apa yang harus diproduksi sesuai dengan selera konsumen.

Atribut Prodak

merek pengeceran label Pendukung


(49)

2.1.1.2 Kualitas Produk

Pada saat berlakunya suatu konsep produk (product concept) beberapa puluh tahun yang lalu, kualitas produk didasarkan dari sudut pandang produsen, sehingga produsen membuat suatu produk tanpa terlebih dahulu mempelajari selera konsumennya.

Namun pada saat ini, kualitas produk secara tepat didefinisikan sebagai persyaratan dari suatu produk untuk memuaskan kebutuhan pengguna produk atau pelanggan dengan membandingkan produk terhadap kompetisi dan terhadap produk terbaik di pasar. Kualitas produk diukur melalui perbaikan proses/ produk dan kepuasan pengguna produk atau pelanggan secara terus menerus, dengan menggunakan ukuran-ukran kualitas berdasarkan sudut pandang pelanggan (kotller dan keller 2009;5-7).

Kualitas produk ditentukan melalui rancangan produk dan dicapai melalui teknik pengendalian yang efektif, serta memberikan kepuasan selama masa pakai produk. Kualitas produk juga dapat dikatakan sebagai bagian dari setiap fungsi dalam semua tahap dari siklus hidup produk. Manajemen bertangungjawab untuk kualitas.

Payne , (2013) menyatakan, kualitas produk dirancang melalui tahapan:  Mengintegrasikan rantai pemasok-pelanggan

 Meningkatkan kualitas melalui sistem  Proses informasi pelanggan

 Proses kerja  Proses orang


(50)

 Kualitas merupakan tanggungjawab setiap orang dan merupakan jalan hidup.

Basu Swasta&Handoko (2008;132) dan Kotler&Amstrong (2008;272) menyatakan juga mengenai jaminan kualitas melalui inspeksi :

 Inspeksi kedatangan material atau bahan baku  Inspeksi produk yang dihasilkan

 Meningkatkan kualitas melalui inspeksi yang lebih ketat dan meningkatkan biaya.

 Kualitas merupakan tanggungjawab dari Departemen Jaminan kualitas (Fandy Tjiptono,dkk 2008;435).

2.1.1.3 Desain Produk

Pada dasarnya mengacu pada aktivitas-aktivitas yang menjamin bahwa produk baru atau produk yang dimodifikasi dirancang sedemikian rupa untuk memenuhi keinginan dann harapan pelanggan serta secara ekonomis layak untuk diproduksi atau dikerjakan. Dengan demikian kualitas rancangan adalah kualitas yang direncanakan. Kualitas rancangan produk itu akan menentukan spesifikasi produk dan juga sebagai dasar pembuatan keputusan yang berkaitan dengan segmen pasar, spesifikasi pengguna, serta pelayanan purna jual. Kualitas rancangan produk pada umumnya merupakan tanggungjawab dari bagian Riset dan pengembangan (R & D), rekayasa proses, riset pasar, dan bagian-bagian lain yang berkaitan.

2.1.1.4 Ciri Produk


(51)

tersebut menurut pelanggan, sehingga dengan melihat ciri dari suatu produk, pelanggan dapat mengingatnya/ terkesan dengan produk tersebut, sehingga lebih mudah bagi pelanggan untuk mengenal produk tersebut.

Kotabe dan Czinkota (2013) menyatakan ciri dari suatu produk dapat dibedakan dari warnanya, bentuk produknya, banyaknya feature layanannya, dan suaranya (jika produk tersebut memberikan layanan suara). Karena itu ciri produk tersebut sangat penting untuk mempermudah pelanggan dalam memilih dan membeli produk tersebut, jika ciri yang ada pada produk tersebut sesuai dengan selera mereka.

2.1.1.5 Merek Produk

Kotller danKeller (2009: 15,dan Kotller Amstrong (2008;281-291) menyatakan bahwa merek merupakan fungsi yang sangat penting bagi konsumen. Karena merek dapat menggambarkan identitas dari pabrik pembuat, dimana konsumen dapat meminta tangung jawab dari pabrikan atau distributor dari barang yang dibelinya. Disamping itu merek memungkinkan konsumen mengetahui dengan jelas mana merek yang disukai dan mana merek yang pernah mengecewakan konsumen, dari pengalaman pembeliannya yang dilakukan pada waktu yang lalu.

Pemberian merek individual oleh perusahaan, khususnya produk barang hanya dapat dilakukan dengan sangat terbatas, mengingat jumlah dan variasi suatu produk yang demikian banyak. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa keputusan pemberian nama bagi suatu perusahaan merupakan suatu keputusan strategis karena hal tersebut merupakan keputusan pemberian merek.


(52)

Sumber: Kotler dan Amstrong (2008;282)

Gambar 2.4 Strategy Decisions

Menurut Martinez dan Leslie (2004) dalam journal of consumer marketing, mengutip pendapat Aaker bahwa definisi brand adalah,

“Sebuah nama yang membedakan yang lain/simbol/logo,merek perusahaan dan atau desain dari pengepakan yang dimaksud untuk mengenali suatu barang atau jasa dari satu penjual dengan penjual yang lain”.

Sedangkandefinisi Merek menurut American Marketing Association yang dikutip oleh Kotler dan Keller (2009: 256), bahwamerek adalah nama, istilah, tanda, simbol atau disain, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari barang pesaing”

Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa merek sebenarnya adalah merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan tampilan, manfaat tertentu kepada konsumen. Dan janji yang diberikan oleh suatu merek yang baik adalah „suatu jaminan bahwa apa yang dilihat oleh konsumen itulah yang akan mereka dapatkan„.

Dalam era informasi sekarang ini, dimana konsumen dijejali dengan berbagai informasi, khususnya tentang produk dalam jumlah yang banyak melalui

Memposisikan merek,atribut prodak manfaat

Seleksi pemilihan

Seponsor merek

Pengembangan merek


(53)

berbagai media, seperti media cetak dan elektronik, maka upaya untuk membangun citra merek menjadi semakin sulit. Banjirnya informasi tersebut bukan saja telah memberikan kepada konsumen banyak pilihan yang pada gilirannya semakin memperkuat posisi tawar - menawar konsumen, bahkan kondisi tersebut juga dapat semakin membingungkan mereka tentang produk mana yang akan dipilih. Dalam kondisi persaingan yang keras seperti ini, maka peranan merek yang kuat akan semakin penting bagi suatu produk dalam memenangkan persaingan.

Kategori Produk

Sumber: Kotler dan Amstrong (2008;228)

Gambar 2.5 Strategi Merek

Merek yang kuat adalah merek yang memiliki equitas merek (brand equity) yang tinggi, Menurut Kotller dan Amstrong (2008:281), bahwa ekuitas merek adalah “seperangkat asset (dan liabilities) yang berkaitan dengan simbol dan nama suatu merek yang menambah (atau mengurangi) nilai yang diberikan oleh suatu produk atau jasa kepada perusahaan atau pelanggan perusahaan.” Penulis lain, Kim dan Jeong (2003;751) bahwa equity merek (brand ekuity) adalah :

Pengembangan lini prodak

Bermacam

merek Merek baru

Nama merek

Yang sudah ada

pasar

Kategori produk


(54)

“total nilai yang dikomunikasi atau kegunaan dari merek barang yang nyata dan tidak nyata”.

Sedangkan brand identitymerupakan bagian dari brand equity, yang merupakan persepsi keseluruhan merek di pasar yang dibentuk oleh personality dan positioning.

Hal penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa brand identity itu secara keseluruhan hidup/ berada di dalam benak pelanggan, jadi brand identity bukan sesuatu yang diciptakan oleh pemasar, tetapi adalah sesuatu yang diciptakan oleh persepsi konsumen.

Analisis brand equity merupakan kegiatan untuk memperoleh informasi untuk menyusun strategi agar merek tersebut menjadi merek yang kuat. Kegiatan penyusunan strategi tersebut meliputi kegiatan menciptakan, mengembangkan, mengimplementasikan dan mengelola merek secara terus-menerus sampai merek menjadi kuat. Selanjutnya Kottler&Amstrong (2008) mengatakan bahwa apabila suatu konsep merek yang kuat dapat dikomunikasikan kepada pasar sasaran secara tepat, maka merek tersebut akan menghasilkan brand image yang dapat mencerminkan identitas merek yang jelas.

Penulis tersebut kemudian mendefinisikan brand image sebagai pengaruh diferensial positip bahwa jika pelanggan mengenal nama merek, pelanggan akan merespon(Kotler&Amstrong (2008; 282).Contoh: produk telekomunikasi merek Samsung yang diasosiakan sebagai, teknologi canggih, kualitas gambar dan suara yang tinggi, pelayanan purna jual yang handal, harganya mahal dan tahan lama.


(55)

bagaimana masyarakat mengartikan semua tanda -tanda yang di keluarkan / disampaikan oleh merek melalui barang-barang, jasa-jasa dan program komunikasinya. Dengan perkataan lain citra adalah reputasi sedangkan menurut Rio, Rodolfo dan Victor (2008), mengutip pendapat Zeithaml, bahwa Citra perusahaan adalah persepsi dari kesan suatu organisasi yang melekat pada ingatan si konsumen (cosumer memory). Dengan demikian agar supaya image yang di peroleh sesuai atau mendekati brand identity yang di inginkan, maka perusahaan harus memahami dan mampu mengeksploitasi unsur-unsur yang membentuk dan membuat suatu brand menjadi brand yang kuat.

Menurut Aaker (1996:16) yang diperkuat oleh Kotler dan Keller (2009:261), Ekuitas merek akan semakin tinggi seiring dengan semakin tingginya dimensi-dimensi dari citra merek itu sendiri; dimensi-dimensi tersebut adalah :

 kesadaran akan citra produk (recognition)  kesetiaan / pengenalan citra produk (reputation)  kesan kualitas (afinity)

 asosiasi-asosiasi merek (domain)

 asset lainnya seperti hak paten, stempel dagang, saluran distribusi, dan lain-lain.

Kesadaran merek dibagi menjadi dua bagian yaitu (brand recall) mengingatkan kemambali merekdan (brand recognition) Pengakuan terhadap merek itu. Sedangkan kesan merek (Brand Image)kesan terhadap merek itu dibagi kedalam empat bagian, yaitu jenis asosiasi merek, favorability tindakan asosiasi merek, kekuatan asosiasi merek dan keunikan asosiasi merek. Jenis


(56)

asosiasi merek meliputi tiga bagian penting, yaitu atribut (karakteristik), keuntungan yang diperoleh dan perilaku konsumen setelah pembelian.

Atribut (karakteristik), keuntungan danperilaku. Berarti pelanggan berusaha mempelajari atribut yang ditampilkan suatu merek, kemudian ia mengkaitkan dengan keuntungan apa saja yang dapat diperoleh dari atribut tersebut. Semuanya tidak lepas dari perilaku yang ada pada masing-masing pelanggan. Atribut-atribut yang terdapat dalam suatu merek erat kaitannya dengan kualitas produk yang dirasakan pelanggan secara langsung dan dengan hal-hal yang tidak berkaitan dengan produk, misalnya pengaruh harga, pemakai, personality maupun pengalaman pelanggan lainnya dalam menggunakan produk tersebut. Hal-hal tersebut merupakan factor-faktor pembentuk asosiasi terhadap merek.

Menurut Goodyear (2013:244), “Brand image kesan tanda merek adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk dan melekat di benak konsumen”. Brand image merupakan persepsi dalam bentuk asosiasi yang terbentuk oleh konsumen terhadap suatu merek.

Brand association (asosiasi merek) adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Kesan-kesan yang terkait dengan merek akan semakin banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek atau dengan semakin seringnya penampakan merek tersebut dalam strategi komunikasinya, ditambah lagi jika kaitan tersebut didukung oleh suatu jaringan dari kaitan-kaitan lain. Suatu merek yang telah mapan akan memiliki posisi menonjol dalam persaingan bila didukung oleh


(57)

asosiasi yang kuat. Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut brand image. Semakin banyak asosiasi yang berhubungan, maka akan semakin kuat brand image yang dimiliki oleh merek tersebut dan sebaliknya.

Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut brand image atau kesan merek. Semakin banyak asosiasi yang saling berhubungan, semakin kuat brand image yang dimiliki oleh merek tersebut.

Menurut Freddy Rangkuti (2007:222), terdapat enam faktor yang sering menghambat dalam pembanguna merek yang kuat:

1. tekanan akibat persaingan harga 2. Semakin berkembangnya persaingan 3. Kemajemukan merek di pasar

4. Strategi merek yang rumit

5. Ketidak tegasan dalam pembahasan strategi

2.1.1.6 Proses pelanggan memahami suatu merek

Menurut Goodyear (1996) dalam Rangkuti (2007:31) keenam tahap merek selalu mengacu pada perubahan merek pada kategori produk yang terjadi setiap saat. Contohnya pada waktu produk baru diperkenalkan, perusahaan berusaha menjelaskan mengenai produk tersebut kepada pelanggan. Tahap ini terdapat pada tahap kedua, yaitu merek sebagai referensi. Pada tahap ini manajemen berusaha membedakan antara satu merek dan merek lainnya dengan menggunakan atribut


(58)

(karakteristik) produk. Manajemen berupaya membangun personality terhadap merek tersebut.

2.1.2. Penetapan Harga

Definisi harga menurut Kotler dan Amstrong (2008: 52) adalah sejumlah uang yang harus dibayar konsumen untuk memperoleh produk. Selanjutnya Kotler (2009 : 456) menyatakan bahwa harga merupakan elemen bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan, sedangkan elemen-elemen lainnya menimbulkan biaya. Harga juga merupakan elemen bauran pemasaran yang paling fleksibel, karena harga dapat dirubah dengan cepat. Ada enam tujuan utama penetapan harga bagi perusahaan yaitu : kelangsungan hidup (survival), laba sekarang maksimum (maximum current profit), pendapatan sekarang maksimum (maximum current revenue), pertumbuhan penjualan maksimum (maximum sales growth), skiming pasar maksimum (maximum market skimming), dan kepemimpinan kualitas produk (product quality leadership).

Kotabe dan Czinkota (2008 ; 304), penentuan harga merupakan titik kritis dalam bauran pemasaran karena harga menentukan pendapatan dari suatu usaha/ bisnis. Keputusan penentuan harga sangat signifikan di dalam penentuan nilai/ manfaat yang dapat diberikan kepada pelanggan dan memainkan peranan penting dalam gambaran kualitas dari pelayanan. Strategi penentuan harga dalam perusahaan penentuan harga sebuah jasa akan menggunakan penentuan harga premium pada saat permintaan sedang tinggi dan harga diskon pada saat permintaan sedang menurun.


(59)

Berry, Leonard L., Manjit S., (1996),keputusan penentuan harga dari sebuah produk barang baru harus memperhatikan beberapa hal. Hal yang paling utama adalah bahwa keputusan penentuan harga harus konsisten dengan strategi pemasaran secara keseluruhan. Perubahan berbagai harga di berbagai pasar juga harus dipertimbangkan. Lebih jauh lagi, harga spesifik yang akan ditetapkan akan bergantung pada tipe pelanggan yang menjadi tujuan barang tersebut. Nilai dari produk tidak ditentukan oleh harga tapi ditentukan oleh manfaat yang akan di terima pembeli dari produk baru yang ditawarkan, dibandingkan dengan total biaya perolehan dan harga produk alternatif lain yang bersaing dengannya. Penentuan harga harus pula dipandang dari sudut orientasi pasar.

2.1.2.1 Tujuan penentuan harga (Pricing objectives)

Metoda atau pendekatan penentuan harga alternatif dari produk adalah sama dengan metoda yang digunakan untuk barang. Metoda penentuan harga yang akan diterapkan harus dimulai dengan pertimbangan tujuan dari penentuan harga. Penentuan harga ini dapat ditujukan untuk:

 Kelangsungan hidup (Survival)

 Penentuan harga ditujukan untuk mencapai tingkat keuntungan yang diharapkan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan.

 Memaksimalkan keuntungan (Profit maximization)

 Penentuan harga untuk menjamin tercapainya keuntungan maksimal dalam periode waktu tertentu. Periode yang ditentukan akan tergantung pada siklus hidup dari produk yang bersangkutan.


(60)

 Penentuan harga untuk membangun pangsa pasar. Ini bisa melibatkan penjualan yang merugi pada permulaannya untuk meraih pangsa pasar yang tinggi.

 Prestise (Prestige)

 Perusahaan menggunakan penentuan harga untuk menggolongkan dirinya sebagai perusahaan yang eksklusif.

 Tingkat pengembalian (Return on investment)

 Penentuan harga mungkin ditujukan untuk pencapaian tingkat pengembalian yang diharapkan.

Keputusan dalam penentuan harga akan tergantung dari beberapa faktor, yaitu : Penempatan produk (Positioning of the product), Tujuan perusahaan (Corporate objectives), Sifat dari persaingan (The nature of competition), Siklus hidup dari produk (Lifecycle of the service), Elastisitas permintaan (Elasticity of demand), Struktur biaya (Cost structures), Pembagian sumber daya (Shared of resources), Kondisi ekonomi yang dominan (Prevailling economic conditions), dan Kapasitas produk (Product capacity).

 Permintaan (Demand)

Perusahaan harus memahami hubungan antara harga dan permintaan serta bagaimana permintaan berubah pada tingkat harga yang berbeda. Konsep elastisitas permintaan dapat digunakan untuk memahami hubungan tersebut. Konsep ini dapat membantu seseorang manajer mengerti apakah permintaan itu elastis atau tidak. Penentuan tingkat harga akan sangat penting bila permintaan elastis.


(1)

Keputusan penolakan atau penerimaan hipotesis pada pengujian parsial dapat digambarkan dalam diagram daerah penerimaan dan penolakan H0 sebagai berikut :

Gambar 4.26

Daerah Penerimaan dan Penolakkan H0 Pada Uji t Pengaruh karaketristik produk terhadap loyalitas pelanggan

4.4.4.3 Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung

Sub Variabel Pengaruh

Jumlah R

2

Langsung Tidak Langsung

PYX1 0,4452=0,1980 0,445x0,538x0,261 0,26049

0,391

PYX2 0,2612=0,0681

PZX1 0,3722=0,1384 0,445x0,243 0,1304

0,635

PZX2 0,2232=0,4973

(PYX2)(PZY) 0,261x0,293 0,0765

(PX1X2)(PYX2)(PZY) 0,538x0,261x0,243 0,0411

Pengaruh simultan Total pengaruh

1,635 0,50849

thitung (4,162) t(0,025;26) = 1,985

t(0,025;96) = -1,985

Daerah Penolakan H0

Daerah Penolakan H0

Daerah Penerimaan


(2)

161

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan tentang hubungan karakteristik produk, penetapan harga terhadap loyalitas pelanggan melalui citra merk, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Karakteristik Produk di pengecer Superindo Teh Walini daerah Kopo dengan indikator Keragaman produk, Kualitas Produk, Desain Kemasan Produk, Ciri Produk, Nama Merek, Ukuran, Pelayanan, garansi, imbalan rata-rata berada pada kategori sangat baik dimana kategori yang paling baik ditujukan pada variasi ukuran isi produk teh dan ketepatan ukuran isi produk celup teh walini. Sedangkan yang paling rendah yaitu tanggapan mengenai garansi.

2. Penetapan Harga di pengecer Superindo Teh Walini daerah Kopo berada dalam kategori baik. Terdiri dari indikator flexibility, price level, differentiation, discount dan allowance. Namun terdapat indikator yang berada pada kategori rendah yaitu allowance dimana karyawan menginkan upah yang layak ketika bekerja.

3. Citra merk di pengecer Superindo Teh Walini daerah Kopo berada pada kategori baik. Indikator baik yaitu pada waktu pengiriman dimana supplier mengirim barang sesuai dengan waktu yang diminta oleh pengecer superindo daerah Kopo. Sedangkan indikator Jenis/variasi produk


(3)

memiliki skor yang rendah di antara semua indikator, hal ini dimungkinkan karena varian produk dari Teh Walini masih minim sehingga responden cenderung memilih produk teh lain yang memiliki varian yang lebih banyak.

4. Loyalitas pelanggan di pengecer Superindo Teh Walini daerah Kopo berada pada kategori baik. Indikator yang memiliki kategori rendah jatuh pada iklan, hal ini dimungkinkan karena perusahaan belum memaparkan kelengkapan informasi mengenai manfaat teh pada kemasan produk dan tingkat kualitas teh celup yang dibeli.

5. Hubungan antara karakteristik produk dan penetapan harga memiliki tingkat hubungan yang sedang, bahwa karakteristik produk dan penetapan harga teh Walini tidak terlalu dominan mempengaruhinya. Sedangkan faktor-faktor lain diluar variabel penelitian mepengaruhi lebih dominan. 6. Hubungan antara karakteristik produk, penetapan harga dan citra merk

memiliki tingkat hubungan yang sedang, bahwa variabel tersebut secara gabungan mempengaruhi loyalitas pelanggan teh Walini secara dominan.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka peneliti ingin memberikan saran yang dapat dijadikan masukan kepada Teh Walini (pengecer superindo eh Walini daerah Kopo), yaitu :

1. Di mata mayoritas konsumen, Teh Walini memiliki variasi yang kurang banyak dan kurang menarik. Oleh karena itu, produsen teh Walini perlu


(4)

mencari tahu dengan menggali informasi yang lebih dalam dari konsumen mengenai pendapat mereka tentang inovasi rasa dan jenis dari teh misalnya dengan cara membuka line sms suara komsumen yang bertujuan untuk menyalurkan kritik dan saran konsumen, khususnya mengenai variasi teh yang mereka harapkan dari Teh Walini sehingga kedepannya teh Walini dapat memberikan variasi teh yang lebih menarik minat konsumen.

2. Konsumen merasa kurang medapat informasi mengenai manfaat teh yang mereka konsumsi, oleh karena itu perusahaan hendaknya memberikan infomasi tentang manfaat teh pada kemasan. Hal ini dapat dijadikan masukkan bagi produsen Teh Walini jika ingin meningkatkan citra baik teh Walini dan menjaga loyalitas konsumennya dengan memberikan manfaat lebih pada produknya.

3. Produsen teh Walini harus menunjukkan karakteristik produk yang berbeda sehingga memudahkan konsumen untuk mengenali teh walini entah itu dari rasa, aroma, kemasan yang menarik yang di promosikan pada media elektronik agar memiliki nilai bagi para konsumennya.

4. Harga yang harus mereka bayarkan hendaknya dapat membuat mereka puas setelah mendapatkan pelayanan dan produk yang diharapkan. Disarankan agar kewajaran harga diimbangi dengan kualitas layanan yang prima. Harga yang ditawarkan sebaiknya tidak berbeda jauh dengan harga pesaing agar pelanggan tidak melirik layanan dari pesaing. Pelanggan hanya merasakan sebatas puas terhadap harga yang ditawarkan.


(5)

Perusahaan hendaknya lebih memperhatikan aspek-aspek kewajaran harga agar pelanggan bisa merasakan kepuasan serta mau untuk melakukan pembelian ulang dan loyal terhadap perusahaan.

5. Penelitian selanjutnya dapat menambah konstruk untuk dapat mengidentifikasi lebih dalam mengenai citra merk dan loyalitas pelanggan.


(6)

PERSEIUJUAN

PUBUKASI

Bahwa yang bertanda tangan dibawah ini, penulis dan pihak perusahaan tempat penelitian,

Menyetujui :

"Untuk memberikan kepada Universitas Komputer Indonesia Hak Bebas Royalty Non Ekslusif

atas penelitian ini dan bersedia untuk di-online-kan sesuai dengan keentuan yang berlaku untuk

kepentingan riset dan pendidikan".

Bandung,2T Agustus 2014

Menyetujui,

Mengetahui,

Or.IrJI"Iq+ San@, nSF..ldIr{rMBA


Dokumen yang terkait

Analisis pengaruh citra merek dan kepuasan pelanggan terhadap loyalitas pelanggan SIM Card Telkomsel: studi kasus pada masyarakat Tangerang Selatan

3 12 129

The influence of service quality and brand image toward customer satisfaction that impacts on costumer loyalty: case study onal-azhar coorperative

0 4 139

Pengaruh Kesadaran Dan Citra Merek Terhadap Status Merek Pionir Dan Minat Beli Konsumen (Studi Kasus: Merek Teh Celup Di Kota Bogor)

0 13 73

Pengaruh Visualisasi Periklanan, Citra Merek dan Nilai Pelanggan Terhadap Kepuasan Pelanggan dan Loyalitas Merek.

0 3 12

PENGARUH CITRA MEREK DAN KESESUAIAN HARGA TERHADAPLOYALITAS PELANGGAN Pengaruh Citra Merek Dan Kesesuaian Harga Terhadap Loyalitas Pelanggan(Survei Pada Pengguna Smartphone Di Kalangan Anak Muda).

0 3 12

METODE PENELITIAN Pengaruh Citra Merek Dan Kesesuaian Harga Terhadap Loyalitas Pelanggan(Survei Pada Pengguna Smartphone Di Kalangan Anak Muda).

0 3 9

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN, HARGA DAN CITRA MEREK TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN DENGAN KEPUASAN Pengaruh Kualitas Pelayanan, Harga dan Citra Merek Terhadap Loyalitas Pelanggan Dengan Kepuasan Pelanggan Sebagai Variabel Pemediasi.

0 2 18

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN, HARGA DAN CITRA MEREK TERHADAP LOYALITAS Pengaruh Kualitas Pelayanan, Harga dan Citra Merek Terhadap Loyalitas Pelanggan Dengan Kepuasan Pelanggan Sebagai Variabel Pemediasi.

0 3 18

PENGARUH KUALITAS PRODUK, HARGA, CITRA MEREK TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN TELKOM SPEEDY

0 2 13

PENGARUH CITRA MEREK DAN HARGA TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN AIR MINUM DALAM KEMASAN

0 3 10