impian juga dilarang terbit karena pecahnya pemberontakan G 30 SPKI. Dengan demikian The Chung Sen tinggal memiliki satu surat kabar yaitu
Jawa Pos. Nama surat kabar ini sering mengalami perubahan, yaitu pada
tahun 1949-1951 bernama Jawa Post dan yang terakhir menjadi Jawa Pos, sampai sekarang. Pada sekitar tahun 1982, Jawa Pos mengalami
kemunduran jumlah oplahnya terus menurun yaitu tinggal 76700 eksemplar tiap hari. Pelanggan di Surabaya tinggal 2000 orang, peredaran
di Malang tinggal 350 ekslempar, dan yang mengurus loper koran hanya tinggal 40 orang saja. Kondisi The Chung Sen pun sudah semakin tua.
Dan didorong keinginannya untuk menjual Jawa Pos kepada pengelola majalah mingguan berita Tempo. Karena dengan pertimbangannya PT.
Grafiti Pers tersebut belum memiliki penerbitan surat kabar, sehingga Jawa Pos tidak dinomorduakan, The Chung Sen juga berpesan agar
kejayaan yang dulu dapat tercapai kembali.
4.1.2.2 Pembaharuan Manajemen Jawa Pos
Mulai tanggal 1 April 1982 Jawa pos dikelola PT. Grafiti Pers yang merupakan induk majalah Tempo, Direktur Utamanya adalah Drs. Erik
Samola,SH yang menjadi direktur Utama PT. Jawa Pos, untuk mencapai kesuksesan Jawa Pos seperti masa lalu tidaklah mudah, kemudian Erik
menunjuk bapak Dahlan Iskandar untuk menjadi pimpinan redaksi. Pada waktu itu beliau masih menjabat sebagai kepala biro majalah Tempo
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Surabaya. Dibawah pimpinan Bapak Dahlan Iskandar, Jawa Pos mengalami banyak perubahan. Pada tanggal 5 April 1982 Bapak Dahlan
Iskandar mengadakan gebrakan-gebrakan yang dimuali dengan adanya perubahan headline yang terdapat pada halaman pertama, pemunculan
feature pada halaman dua, rubrik pembaca, artikel, karikatur, rubrik
kampus seminggu sekali. Sehingga dapat menambah nilai lebih terhadap performance
maupun isi harian Jawa Pos. Kemudian pada tahun 1984 Jawa Pos juga memberikan gebrakan-
gebrakan dalam bidang pemasaran koran, di bawah pimpinan Bapak Imam Suroso yaitu dengan membayar pedagang eceran untuk menjajakan koran
dan juga menerjunkan sales door to door. Setelah itu dikembangkan pula teknik foto bewarna dan pengiriman wartawan ke luar negeri hingga
seperti sekarang. Dengan demikian pada tanggal tersebut di atas merupakan tonggak
sejarah Jawa Pos. Kemudian pada perkembangan selanjutnya pada tanggal 19 Mei 1985 berdasarkan akte notaries Liem Swihua, SH nomor 3 pasal 1,
menyatakan merubah PT. Jawa Pos Concern, Ltd menjadi PT. Jawa Pos. Saham-saham yang semula dimiliki oleh The Chung Sen, maka
sehubungan dengan peraturan Menteri Penerangan nomor 01PreMenPen1984, khususnya SIUP tentang pemilikian saham, maka
20 dari saham perusahaan tersebut dimiliki leh para wartawan serta karyawannya. Perubahan lain yang dilakukan adalah pada bagian
percetakan, agar lebih leluasa dan mempunyai kesempatan untuk
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
menerima order komersial dari perusahaan maka bagian percetakan tidak dijadikan satu melainkan terpisah dengan nama PT. Percetakan Jawa Pos.
kebijksanaan lain yang diluncurkan adalah dengan adanya perekrutan karyawan-karyawan muda karena disinyalir lebih gesit dalam
melaksanakan tugas, sedangkan yang senior diangkat menjadi kepala- kepala biro, sehingga Jawa Pos lebih berkembang.
4.1.2.3 Sebaran dan Profil Jawa Pos