BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Surat Kabar
4.1.1. Perkembangan Surat Kabar di Surabaya
Surat kabar pertama di Indonesia adalah Batavia Nouvelies, terbit pada bulan Agustus 1744 namun ditutup 1746, setelah itu pada
perkembangannya, selanjutnya muncul surat kabar yang bernama De Oost Post
pada tahun 1835, diikuti kemudian oleh terbitnya surat kabar lain bernama De Nieuws Bode, yang dipimpin oleh J.J Nose pada tahun 1861,
kedua massa ini menggunakan bahasa Belanda. Adapun surat kabar pertama yang pertama terbit di Surabaya
adalah Soerabojosce Courant pada tahun 1831, setelah itu pada bulan maret 1836 diterbitkan surat kabar yang bernama Soerabaiasch
Adverientieblad . Tahun 1861 diterbitkan surat kabar yang bernama Thimes
Nieuw Advertieblad pimpinan M. Weber, yang di tahun 1909 berganti
nama menjadi Soerabaiasch Niuewblad. Surat kabar ini bergabung dengan Soerabaiasch Handleblad, yang sebelum tahun 1865 bernama De
Oost Post .
Surat kabar bahasa melayu pertama di Surabaya adalah “Surat Kabar Bahasa Melajoe” yang terbit pada tahun 1856, setelah itu baru
muncul Bintang Timoer, pada tahun 1862, “Bintang Soerabaia” pada tahun 1861, “Celebes Courant” pada tahun 1881, “ Thahaja Moelia” pada tahun
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
1883, “Pemberita Bahroe” pada tahun 1890 dan “Primbon Soerabaia” pada tahun 1990.
Pada massa sebelum kemerdekaan, pers yang ada di Surabaya telah digunakan oleh pemerintah penjajah guna kepentingan kolonoalismenya.
Pada jaman kolonial Belanda, ada tiga jenis pers yang beredar yaitu, Pers Belanda, Pers Nasional dan Pers Tionghoa - Melayu. Pers Belanda lebih
menyarakan kepentingan penjajah dan pengamanan modal yang dimiliki olehnya. Belanda dengan Pers Nasional yang selalu menyuarkan jiwa
kemerdekaan. Sedang Pers Tionghoa - Melayu mewakili golongan Tionghoa untuk selalu meningkatkan modal, namun juga lebih condong ke
pihak nasional. Pada tahun 1910-1920, Surabaya memiliki Pers Nasioanal yang
dikelola Syarikat Islam dan Komunis. Pada tahun 1914-1923 muncul harian “Oentosan Hindia” oleh Handel My yang berbentuk perseroan
terbatas dan diterbitkan di penerbitan Setija Oesaha, yang berusarakan aliran Islam dan kebangsaan. Pada tahun 1925 muncul “Mingguan
Proletar” yang menyuarakan paham komunisme dan proletarisme. Pada tahun 1929 terbit surat kabar “Sin Tit Po” dibawah pimpinan
Liem Koen Hian adalah aktivis Cina yang menyokong kemerdekaan Indonesia. Hal tersebut menempatkannya dalam kedudukan berlawanan
dengan koran-koran Cina lainnya di Indonesia yang masih terkait pada nasionalisme Cina atau yang merupakan pendukung pemerintah kolonial
Belanda. Keadaan menjadi berbalik mana kala pemerintah Jepang
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
berkuasa di Indonesia. Pada massa militerisme Jepang ini 1942-1945, hampir semua pers nasional tidak boleh terbit, dan dipaksa untuk
berintegrasi dalam barisan propaganda militerisme Jepang. Kantor berita Indonesia “Antara” masuk dalam “Domei”. Sedang di Surabaya hanya ada
satu harian yaitu “Soera Asia”. Namun jiwa nasionalisme dan patriotisme tidak mati. Soera Rakjat yang semula di Surabaya akhirnya harus
menguasai ke Mojokerto sejak penduduk Jepang di Surabaya. Akan tetapi pada tangal 1 September 1945, terjadi pengambilalihan
kantor berita “Domei” cabang Surabay oleh para wartawan republik yang selanjutnya mendirikan kantor berita nasional yang bernama “Indonesia”
dibawah pimpinan R. M. Bintarti Mashud Sosrojudho. Selanjutnya juga hadir surat kabar seperti “Pewarta Soerabaia”, “Terompet Masyarakat”,
“Perdamaian”. Ketiga surat kabar ini pada tahun 1948 merupakan surat kabar terbesar di Surabaya. Dimana untuk “Pewarta Soerabaia”, lebih
memantapkan diri sebagai koran dagang di Surabaya. Dari kalimat sejarah surat kabar di atas, dapat diketahui bahwa
sebenarnya, di Surabaya telah sejak lama ada media yang dapat digunakan untuk berbagai macam kepentingan dan dikhususkan dalam bidang-bidang
tertentu. Dan dari situ, keberadaan media baik milik pemerintah colonial, milik Tionghoa - Melayu, ataupun milik pribumi gunakan sesuatu dengan
kepentingan dari pemiliknya. Selain itu pemegang kekuasaan negara juga menentukan dari hidup matinya media.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
4.1.2. Gambaran Umum Perusahaan Surat Kabar Harian Jawa Pos