2. Limfoma
Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik dan imunitas tubuh. Kelainan umum yang sering menyertai adalah
pembesaran kelenjar limfe dan terdapat kelainan sumsum tulang. Dalam praktek yang dimaksud dengan limfoma adalah LH Limfoma Hodgkin dan LNH
Limfoma Non Hodgkin. Pada LNH disebabkan oleh rangsangan imunologik yang menimbulkan proliferasi jaringan limfoid yang tidak terkendali Tambunan,
2003.
D. Kultur Sel
Kultur sel merupakan keadaan dimana sel prokariotik maupun eukariotik berada dalam kondisi yang terkontrol. Sedangkan kultur primer adalah sel yang
diisolasi dari suatu jaringan maupun organ aslinya kemudian ditumbuhkan dalam kultur media secara invitro dan dikondisikan sama seperti pada saat sel masih
berada dalam jaringan aslinya Freshney, 2000. Pemeriksaan kultur ini dapat dilakukan dengan pengamatan morfologi sel, warna medium dan kepadatan sel
Wolf, 2006. Pemindahan sel ke dalam flask baru dengan medium yang baru disebut dengan subkultur Freshney, 2000.
Sel Raji merupakan continous cell line yang berasal dari sel β – limfoma
manusia. Dikenalkan pada tahun 1964 yang diturunkan dari penyakit Limfoma Burkitt yang diderita oleh seorang anak laki – laki berusia 11 tahun. Penyakit ini
dihubungkan dengan infeksi oleh virus Epstein Barr yaitu virus DNA yang menimbulkan ploriferasi pada sel – sel
β normal. Protein virus ini menginaktivasi p53 sehingga dapat meningkatkan proliferasi karena DNA yang rusak tetap
mengalami pembelahan secara berkelanjutan King, 2000. Bentuk morfologi dari sel Raji berupa sel tunggal berbentuk lingkaran yang terkadang dalam bentuk
berkelompok. Sifat yang dimiliki sel raji adalah tidak melekat pada dinding atau dasar sumuran namun melayang di dalam cairan media Anonim, 2007c.
E. Sitotoksisitas
Sitotoksisitas dapat didefinisikan sebagai sifat beracun suatu senyawa terhadap sel hidup. Uji sitotoksisitas dapat dilakukan secara invitro menggunakan
kultur sel di dalam mengevaluasi keamanan obat, makanan, kosmetik maupun bahan – bahan kimia yang lain Freshney, 1986.
Penggunaan haemocytometer sangat umum dan sering dipakai dalam penghitungan sel karena efisien dan akurat. Suatu chamber hitung yang kaku
berbentuk kotak dan memiliki kedalaman 0,1 mm digunakan sebagai media bantu dalam penghitungan sel. Pada saat chamber telah terisi dengan suspensi sel, dapat
dilakukan pengamatan di bawah mikroskop dan sel dihitung pada sejumlah bilik yang dipilih pada haemocytometer. Dari perhitungan yang dilakukan, dapat
ditentukan jumlah sel per ml dari suspensi sel tersebut. Untuk mengetahui sel yang hidup maupun yang mati dapat digunakan zat penanda seperti trypan blue.
Pada metode ini perlu diperhatikan pada saat pengisian suspensi sel ke dalam chamber pada haemocytometer agar tidak terjadi gelembung yang dapat
menyebabkan terjadinya kesalahan dalam perhitungan sel. Kondisi lain yang menentukan keakuratan dalam perhitungan sel adalah kebersihan bilik hitung
yang digunakan dan ketepatan dalam pengisian suspensi sel ke dalam chamber Doyle and Griffiths, 2000.
F. Landasan Teori