Streotip Ibu Tiri yang Jahat Dikukuhkan oleh Tokoh Sari

selalu diajadikan sebagai objek untuk memuaskan nafsu laki-laki. Seolah-olah kenikmatan dan kepuasan laki-laki berada pada sosok perempuan.

3.2.5 Streotip Ibu Tiri yang Jahat Dikukuhkan oleh Tokoh Sari

Menurut M. Adityawarman Hidayat 1987: 60 —61, perkataan “tiri” dan “ibu tiri” pada pendengaran bangsa Indonesia sejak dahulu umumnya menimbulkan anggapan negatif. Istilah “ibu tiri” kurang enak didengar. Tak seorang anak pun di dunia ini menginginkan beribu tiri, tetapi tak seorang pun mampu mencegahnya jika takdir telah menentukan demikian. Dalam cerita-cerita anak di Indonesia, ibu tiri sering digambarkan sebagai manusia kejam. Anak-anak tirinya menderita karenanya. Jika sang ibu tiri memiliki anak sendiri, digambarkan bahwa ada perbedaan kasih sayang antara anaknya sendiri dengan anak tirinya. Sering pula digambarkan seorang ibu tiri menghajar anak tirinya, sedangkan anak kandung dimanjakan. Sebagai tokoh ibu tiri, Sari mengukuhkan stereotip tentang ibu tiri yang jahat. Kejahatan tokoh Sari dilakukan terhadap tokoh Rani sebagai anak tirinya dan terhadap suaminya, Jenderal Van Houten. Kejahatan Sari yang dilakukan terhadap suaminya, yaitu membunuh dengan cara meracuni makanan yang akan dimakan oleh Van Houten. Hal itu tercermin dari kutipan berikut. Berikutnya kesaksian Atik. “Sebulan sebelum kejadian itu, Nyonya membeli racun tikus di pasar. Racun itu ditaruhnya di lemari dapur. Saya sempat bilang agar racun itu jangan ditaruh di sana karena takut disangka makanan dan termakan orang nanti bisa mati. Nyonya membentak dan meminta saya tidak ikut campur” hlm188. Sidang selesai. Hakim memutuskan Sari bersalah dan dihukum sepuluh tahun penjara dipotong masa tahanan hlm 192. Sepeninggal suaminya pun Sari semakin menjadi-jadi dengan menghambur-hamburkan harta suaminya. Berikut kutipannya. “Lihat saja, baru mingu lalu ia menyelenggarakan pesta dansa yang diadakan untuk pertama kalinya di rumah kita sejak ibu meninggal. Apakau kau sudah mendengar kabar? Dua minggu lagi adalah hari ulang tahunnya dan ia ingin mengadakan pesta lagi. Rani Rani Kau harus melakukan sesuatu Jangan membiarkan ibu tirimu begini terus Dia akan menghabiskan harta Ayah hlm 55 —56. Selain itu, Sari pun mengubah kehidupan Rani dengan menjadikannya seorang pelayan di rumahnya. Sebagai anak tiri, Rani diperlakukan sangat kasar dan tidak baik, berbeda dengan perlakuannya terhadap anak kandungnya, Tiar. Rani sering dipukuli, ditampar, dan dimaki jika ada hal yang tidak sesuai dengan keinginan Sari. Bukan hanya itu saja, Sari pun menyerahkan Rani kepada tentara Jepang yang akhirnya membawa Rani pada dunia kelam, yakni menjadi jugun ianfu. Rani berpikir cepat. Ia merasa sesuatu yag tidak beres sedang berlangsung saat ini. “Tidak. Biarkan saya kembali berada di dapur. Ibu harus menyelamatkan saya. Mereka pasti akan menangkap saya karena saya orang Belanda, Bu” Ia ingin melepaskan baju Moetiara, tapi Sari menampar pipinya sekuat tenaga hingga ia tersungkur di lantai. “Anak bodoh Lakukan saja apa yang kuka takan atau aku akan membunuhmu” desisnya. Rani memegang pipinya yang terasa pedas. “Jangan katakan bahwa aku ibu tirimu. Aku dan Moetiara di sini adalah pelayan dank au adalah pemilik satu-satunya rumah ini, mengerti? Kalau kau berkata sepatah kata pun tentang aku dan Moetiara, aku akan membunuhmu” hlm.73—74. Dengan demikian, stereotip ibu tiri yang jahat ini dimaknai sebagai perpanjangan tangan dunia laki-laki untuk mendominasi perempuan yang diwakili oleh tokoh Rani.

3.3 Emansipasi Perempuan