“Ah, Kak Lastri bisa saja. Kata siapa aku masih cantik?” Lastri memicingkan mata dan melihat dari atas ke bawah dengan pandangan
menilai. “Dalam pandanganku nilaimu masih sembilan puluh.” “Kenapa tidak seratus?”
“Seratus untuk anakmu.” hlm. 167—168. “Lihat saja, baru minggu lalu ia menyelenggarakan pesta dansa yang
diadakan untuk pertama kalinya di rumah kita sejak ibu meninggal. Apakah kau sudah mendengar kabar? Dua minggu lagi adalah hari ulang
tahunnya dan ia ingin mengadakan pesta lagi. Rani Rani Kau harus melakukan sesuatu Jangan membiarkan ibu tirimu begini terus Dia akan
menghabiskan harta Ayah” hlm. 55—56.
Contoh lain teknik dramatik ditemui dalam penggambaran tokoh Moetiara yang diceritakan telah membuka bar, seperti pada kutipan berikut.
...”Bibi Kau ikut aku saja,” katanya. “Ikut apa?”
“Aku membuka beberapa bar, Bibi bisa membantu kami mengawasi bar itu,” ujar Tiar, bersemangat.
“Benarkah? Tentu saja aku mau Sekarang aku sedang menganggur. Aku akan sangat senang bisa mengurus bar seperti dulu” ujarnya senang hlm.
165.
2.3.6 Rangkuman
Tokoh-tokoh dalam novel Sang Maharani dapat diklasifikasikan dalam tabel berikut.
Jenis Tokoh Nama Tokoh
Tokoh Protagonis Rani dan Arik
Tokoh Antagonis Sari, Tiar, Janoear, dan Lastri
Tokoh Tritagonis Hartono, Van Houten, dan Ayu
Tokoh Utama Rani
Tokoh Sentral Rani, Arik, Sari, Tiar, Janoear, dan Lastri
Tokoh Pembantu Hartono, Van Houten, dan Ayu
Tokoh Profeminis Rani dan Arik
Tokoh Kontrafeminis Sari, Tiar, Janoear, dan Lastri
Teknik pelukisan tokoh yang digunakan dalam novel Sang Maharani adalah teknik ekspositoris dan teknik dramatik. Teknik ekspositoris digunakan
untuk menggambarkan keadaan fisik dan psikis tokoh Rani, Arik, Tiar, dan Janoear. Sementara itu, teknik dramatik terlihat ketika pengarang novel
menggambarkan keadaan fisik dan psikis tokoh Sari, Tiar, dan beberapa tokoh lain.
60
BAB III PRASANGKA GENDER DAN EMANSIPASI PEREMPUAN
3.1 Pengantar
Setelah menemukan tokoh profeminis dan tokoh kontrafeminis pada bab II, langkah selanjutnya adalah menemukan prasangka gender dan emansipasi
perempuan. Prasangka gender ditimbulkan oleh anggapan yang salah kaprah terhadap jenis kelamin dan gender. Prasangka gender dalam novel Sang Maharani
berupa stereotip perempuan. Prasangka gender kemudian ditentang oleh emansipasi perempuan yang menuntut kesetaraan antara laki-laki dan perempuan
dari berbagai bidang kehidupan. Prasangka gender pada umumnya dianut oleh para tokoh kontrafeminis,
sedangkan emansipasi perempuan dianut oleh para tokoh profeminis. Berikut prasangka gender dan emansipasi perempuan dalam novel Sang Maharani.
3.2 Prasangka Gender
Prasangka gender merupakan anggapan yang salah kaprah tentang gender dan jenis kelamin. Gender merupakan penyifatan laki-laki dan perempuan
berdasarkan konstruksi sosio-kultural. Namun, karena adanya anggapan yang salah kaprah, gender sering dianggap sebagai kodrat Tuhan yang tidak dapat
berubah. Berikut prasangka gender dalam novel Sang Maharani.