1995. Penetapan kadar air dilakukan dengan metode gravimetri dengan menggunakan alat moisture balance. Serbuk dipanaskan di dalam alat pada suhu
105
o
C selama 15 menit, setelah itu dilakukan perhitungan terhadap kadar air serbuk herba Bidens pilosa L. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa serbuk
herba Bidens pilosa L. memiliki kadar air sebesar 8,614, maka serbuk herba Bidens pilosa L. memenuhi syarat kadar air serbuk simplisia yang baik.
B. Uji Pendahuluan
1. Penentuan dosis hepatotoksin
Pada penelitian ini senyawa model hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida. Penentuan dosis karbon tetraklorida bertujuan untuk
mengetahui berapa dosis karbon tetraklorida yang dapat menyebabkan kerusakan hati pada tikus yang ditunjukkan dengan peningkatan aktivitas serum ALT dan
AST. Kenaikan serum ALT sebanyak 3 kali dan AST 4 kali lipat menjukkan terjadinya steatosis Zimmerman, 1999. Dosis karbon tetraklorida yang
digunakan pada penelitian ini mengacu pada penelitian Al-Olayan, et al., 2014 yang melaporkan pada dosis 2 mLkgBB telah dapat menginduksi hepatotoksik
pada tikus tanpa menyebabkan kematian.
2. Penentuan dosis herba Bidens pilosa L.
Penentuan dosis dekok dihitung berdasarkan konsentrasi tertinggi herba Bidens pilosa L. yang dapat dibuat, yaitu 16. Berdasarkan konsentrasi tersebut,
dosis tertinggi yang dapat dibuat yaitu 2 gkgBB. Pada penelitian ini digunakan 3 peringkat dosis dengan faktor kelipatan 2 sehingga dosis rendah 0,5 gkgBB, dosis
tengah 1 gkgBB dan dosis tinggi 2 gkgBB.
3. Penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji
Penentuan waktu pencuplikan bertujuan untuk mengetahui waktu karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB menimbulkan ketoksikan yang maksimal,
ditunjukkan dengan peningkatan aktivitas serum ALT dan AST tertinggi pada selang waktu tertentu. Karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB diberikan secara i.p
pada tikus, kemudian dilakukan pencuplikan darah pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam. Hasil uji aktivitas serum ALT ditampilkan pada tabel IV dan gambar 6.
Tabel IV. Purata aktivitas serum ALT ± SE pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB
Selang waktu jam Purata aktivitas serum ALT ± SE UL 51,2 ± 3,7
24 153,0 ± 2,1
48 61,4 ± 2,4
Gambar 6. Diagram batang purata aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mgkgBB
Hasil analisis statistik serum ALT menunjukkan distribusi data normal dan variansi data homogen, sehingga data dapat dianalisis menggunakan analisis
variansi satu arah. Hasil analisis variansi satu arah dari data aktivitas serum ALT
menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000 p0,05, yang berarti bahwa terdapat perbedaan bermakna antar kelompok. Oleh karena itu, untuk melihat
perbedaan antar kelompok dilanjutkan dengan uji Scheffe. Hasil uji Scheffe aktivitas serum ALT ditampilkan pada tabel V.
Tabel V. Hasil uji Scheffe aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam
setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB
Selang waktu jam Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48 BB
BTB 24
BB BB
48 BTB
BB Keterangan:
BB = Berbeda bermakna p0,05, BTB = Berbeda tidak bermakna p0,05
Dari tabel IV dan gambar 6 terlihat bahwa aktivitas serum ALT yang paling tinggi ditunjukkan pada jam ke-24 153,0 ± 2,1
UL. Jika dibandingkan dengan jam ke-0 51,2 ± 3,7
UL aktivitas serum ALT mengalami kenaikan sekitar 3 kali, sedangkan pada pencuplikan darah ke-48 61,4 ± 2,4 UL aktivitas
serum ALT telah mengalami penurunan. Hal ini juga ditunjukkan pada tabel V, aktivitas serum ALT pada jam ke-0 memiliki perbedaan yang tidak bermakna
terhadap jam ke-48, yang berarti bahwa aktivitas serum ALT pada jam ke-48 telah kembali normal seperti pada jam ke-0.
Tabel VI. Purata aktivitas serum AST ± SE pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB
Selang waktu jam Purata aktivitas serum AST ± SE UL 109,0 ± 4,6
24 425,6 ± 10,4
48 150,6 ± 7,0
Gambar 7. Diagram batang purata aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24 dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mgkgBB
Hasil analisis statistik serum AST menunjukkan distribusi data normal dan variansi data homogen, sehingga data dapat dianalisis menggunakan analisis
variansi satu arah. Hasil analisis variansi satu arah dari data aktivitas serum AST menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000 p0,05, yang berarti bahwa
terdapat perbedaan bermakna antar kelompok. Oleh karena itu, untuk melihat perbedaan antar kelompok dilanjutkan dengan uji Scheffe. Hasil uji Scheffe
aktivitas serum ALT ditampilkan pada tabel VII.
Tabel VII. Hasil uji Scheffe aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24 dan 48
jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB
Selang waktu jam Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48 BB
BB 24
BB BB
48 BB
BB Keterangan:
BB = Berbeda bermakna p0,05
Dari tabel VI dan gambar 7 terlihat bahwa aktivitas serum AST yang paling tinggi ditunjukkan pada jam ke-24 425,6 ± 10,4 UL. Jika dibandingkan
dengan jam ke-0 109,0 ± 4,6 UL aktivitas serum AST mengalami kenaikan sekitar 4 kali, sedangkan pada pencuplikan darah ke-48 150,6 ± 7,0 UL
aktivitas serum AST telah mengalami penurunan. Berdasarkan hasil aktivitas serum ALT dan AST pada penelitian ini,
karbon tetraklorida memiliki efek hepatotoksik yang paling tinggi pada jam ke-24, sehingga waktu pencuplikan darah yang digunakan dalam penelitian ini adalah
jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida 2 mLkgBB secara intraperitoneal.
C. Hasil Uji Efek Hepatoprotektif Dekok Herba Bidens pilosa L.