Efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang ekstrak etanol 70% Herba Sonchus arvensis Linn. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus putih jantan terinduksi karbon tetraklorida.

(1)

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif dan dosis efektif pemberian jangka panjang ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis Linn. pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida.

Penelitian ini menggunakan 30 tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan, berat badan 150-250 g, dan dibagi secara acak ke dalam enam kelompok, tiap kelompok lima ekor tikus. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB intraperitoneal. Kelompok II (kontrol negatif) diberi olive oil 2 mL/kgBB intraperitoneal. Kelompok III (kontrol perlakuan) diberi ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis Linn. 1,5 g/kgBB per oral. Kelompok IV-VI (kelompok perlakuan) diberi ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis Linn. dosis 0,375; 0,75; 1,5 g/kgBB per oral 6 hari, sekali sehari. Kemudian hari ke-7 diinduksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB intraperitoneal. Jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida dilakukan pemeriksaan aktivitas serum ALT dan AST pada semua kelompok perlakuan. Data aktivitas serum ALT dan AST dianalisis secara statistik menggunakan software RStudio.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol 70% herba

Sonchus arvensis Linn. memberikan efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas serum ALT dan AST. Hasil persen hepatoprotektif berturut-turut adalah 83,8; 57,1; dan 71,3 %. Berdasarkan data, dosis efektif pemberian ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis Linn. sebesar 0,375 g/kgBB.

Kata kunci: herba Sonchus arvensis Linn., ekstrak etanol 70%, hepatoprotektif, karbon tetrakorida, ALT, AST


(2)

ABSTRACT

The aim of study research were to determine the effect of hepatoprotective and effective dose long-term administration of 70% ethanolic extract of Sonchus arvensis Linn. herb in male rats induced by carbon tetrachloride.

This study used 30 male Wistar rats, aged 2-3 months, body weight 150-250 g, and were randomly divided into six groups, each group of five mice. Group I (control hepatotoxins) were given carbon tetrachloride 2 mL/kgBW intraperitoneally. Group II (negative control) were given olive oil 2 mL/kgBW intraperitoneally. Group III (control treatment) were given a 70% ethanolic extract of Sonchus arvensis Linn. herb 1.5 g/kgBW orally. Group IV-VI (treatment group) were given a 70% ethanolic extract of Sonchus arvensis Linn. herb with dose 0.375; 0.75; 1.5 g/kgBW orally for six days, once a day. Then in seventh day carbon tetrachloride 2 mL/kgBW was induced intraperitoneally. Twenty-four hours after administration of carbon tetrachloride examination of ALT and AST serum activity in all treatment groups. Data activity of ALT and AST serum were statistically analyzed using RStudio software.

The results showed that 70% ethanolic extract of Sonchus arvensis Linn. herb had hepatoprotective effect by reducing the activity of ALT and AST serum. Results percent hepatoprotective row is 83.8; 57.1; and 71.3%. Based on the data, the effective dose 70% ethanolic extract of Sonchus arvensis Linn. herb were 0.375 g/kgBW.

Keywords : Sonchus arvensis Linn. herb, 70% ethanolic extract, hepatoprotective, carbon tetrachloride, ALT, AST


(3)

EFEK HEPATOPROTEKTIF PEMBERIAN JANGKA PANJANG EKSTRAK ETANOL 70% HERBA Sonchus arvensis Linn. TERHADAP

AKTIVITAS ALT-AST SERUM PADA TIKUS PUTIH JANTAN TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Fransisca Setyaningsih NIM : 118114097

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

EFEK HEPATOPROTEKTIF PEMBERIAN JANGKA PANJANG EKSTRAK ETANOL 70% HERBA Sonchus arvensis Linn. TERHADAP

AKTIVITAS ALT-AST SERUM PADA TIKUS PUTIH JANTAN TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Fransisca Setyaningsih NIM : 118114097

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Security is mostly a superstition. It does not exist in nature. Life is either a daring adventure or nothing at all.”

– Helen Keller –

Kupersembahkan karya kecil ini untuk:

Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan penyertaan-Nya dalam hidupku

Bapak dan Mama atas kerja keras, bimbingan, dan kasih sayang yang menggelora

Kedua adik laki-lakiku tersayang

Bapak/Ibu dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Sahabat-sahabatku terkasih yang selalu ada dan setia

Almamaterku tercinta


(8)

(9)

(10)

vii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan perlindungan-Nya sehingga skripsi berjudul “Efek Hepatoprotektif Pemberian Jangka Panjang Ekstrak Etanol 70% Herba Sonchus arvensis Linn. Terhadap Aktivitas ALT-AST Serum Pada Tikus Putih Jantan Terinduksi Karbon Tetraklorida” yang disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S.Farm.) dapat dikerjakan dengan baik, lancar, serta tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan berbagai pihak. Kesempatan ini penulis pergunakan untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah mengijinkan penulis menjalankan pembelajaran selama masa studi.

2. Bapak Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberi bimbingan, serta motivasi kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran selama penyusunan skripsi.

4. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Apt., Ph.D. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran selama penyusunan skripsi.


(11)

viii

5. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt. selaku Kepala Penanggung Jawab Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan ijin dalam penggunaan fasilitas laborataorium untuk kepentingan penelitian ini.

6. Pak Kayat, Pak Heru, Pak Parjiman, Pak Wagiran, Pak Parlan, dan selaku laboran laboratorium Fakultas Farmasi yang telah membantu penulis dalam proses pelaksanaan penelitian di laboratorium.

7. Sahabat-sahabat tercinta Metta Maurilla, Mery Tri Utami, Monica Oktavia, Gabriella Septiana Suryadi, Rio Irawan, Vincentius Henry Susanto, Levina Apriyani, MG. Niken Arum Dati, Ludwinia Cesa Varian, Vina Alvionita Soesilo, Prasetyo Handy Kurniawan, Apriyanto Gomes, Alexander Budi Kuncoro, Andung Panjalu Vidityo, Robby Satya Wangsa, Hongki Budi Prasetyo, Gigih Prayoga, Ni Putu Uly Villianova atas tawa, canda, bantuan, semangat, dukungan, dan kebersamaan selama ini.

8. Teman-teman seperjuangan Tempuyung Vania Stefi Yuliani, Agnes Eka Titik Yulikawanti, Brigita Yulise, Diana Fransisca Tirtawati, Irvan Septya Giantama Balrianan, dan Margareta Jeanne Retnopalupi atas segala kerjasama, bantuan, dan semangat yang selalu bergelora dalam penyusunan skripsi ini dari awal hingga akhir.

9. Sahabat-sahabat petualang Tyas Annisa F., Ratna Widiastuti, Hongki Budi Prastyo, Anggit Suko Pamungkas, Firman A. Anjasmara, Steven Rante, Ivan Darmawan, Sobha Wisesa atas solidaritas, kekeluargaan, waktu, petualangan, dan segala kegilaan bersama, serta canda tawa yang tercipta.


(12)

ix

10. Seluruh teman-teman Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Farmasi periode 2014/2015 atas kebersamaan, semangat, motivasi, dan pembelajaran selama ini.

11. Seluruh teman-teman UKM Seni Karawitan atas kebersamaan, semangat, motivasi, dan pembelajaran selama ini.

12. Teman-teman FSM C 2011, FKK B 2011, dan seluruh teman-teman angkatan 2011 atas bantuan, kerjasama, dan motivasi yang diberikan.

13. Seluruh teman-teman Antonio School of Music: Antonio, Danar, Deasy, Nia atas kebersamaan, semangat, pengertian, dan pembelajarannya selama ini. 14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu sehingga penulis

dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini belum sempurna dan masih banyak kekurangan sehingga penulis berharap kritik dan saran dari semua pihak yang membangun demi kemajuan di masa yang akan datang.

Akhir kata, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan mampu memberikan sumbangan kecil bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang ilmu farmasi.


(13)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

INTISARI ... xix

ABSTRACT ... xx

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan masalah ... 4

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian ... 5

B. Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan umum ... 6


(14)

xi

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 7

A. Hati ... 7

1. Anatomi dan fisiologi hati ... 7

2. Kerusakan hati ... 8

3. Hepatotoksin ... 10

B. Alanin Aminotransferase (ALT) dan Aspartat Aminotransferase (AST) . 10

C. Karbon Tetraklorida ... 11

D. Antioksidan ... 13

E. Herba Sonchus arvensis L. ... 14

1. Nama daerah ... 14

2. Nama asing... 14

3. Taksonomi ... 14

4. Morfologi ... 15

5. Kandungan kimiawi ... 15

6. Khasiat dan kegunaan ... 16

F. Metode Pengujian ... 17

G. Metode Ekstraksi ... 18

H. Landasan Teori ... 19

I. Hipotesis ... 20

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 21

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 21


(15)

xii

2. Variabel pengacau ... 21

3. Definisi operasional ... 22

C. Bahan Penelitian ... 22

1. Bahan utama ... 22

2. Bahan kimia ... 22

D. Alat Penelitian ... 24

1. Alat pembuatan serbuk kering dan ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L. ... 24

2. Alat uji hepatoprotektif ... 25

E. Tata Cara Penelitian ... 25

1. Determinasi herba Sonchus arvensis L. ... 25

2. Pengumpulan bahan uji ... 25

3. Pembuatan serbuk herba Sonchus arvensis L. ... 25

4. Penetapan kadar air serbuk herba Sonchus arvensis L. ... 26

5. Pembuatan ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L. ... 26

6. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak ... 27

7. Penetapan dosis ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L. ... 28

8. Pembuatan CMC-Na 1% ... 28

9. Pembuatan larutan karbon tetraklorida dalam olive oil ... 28

10. Uji pendahuluan ... 29

11. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji ... 29


(16)

xiii

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

A. Hasil Determinasi Tanaman ... 32

B. Hasil Kadar Air Serbuk Herba Sonchus arvensis L. ... 33

C. Standarisasi Ekstrak Etanol 70% Herba Sonchus arvensis L. ... 33

D. Uji Pendahuluan ... 34

1. Penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida ... 34

2. Penentuan waktu pencuplikan darah ... 34

E. Efek Hepatoprotektif Pemberian Jangka Panjang Ekstrak Etanol 70% Herba Sonchus arvensis L. ... 40

1. Kontrol negatif olive oil 2 ml/kgBB ... 46

2. Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB ... 48

3. Kontrol ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L. ... 49

4. Kelompok perlakuan ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L. jangka panjang dosis 0,375; 0,75; dan 1,5 g/kgBB pada hewan uji terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 ml.kgBB ... 50

F. Rangkuman Pembahasan ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

A. Kesimpulan ... 59

B. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60

LAMPIRAN ... 65


(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Komposisi dan konsentrasi reagen ALT ... 24 Tabel II. Komposisi dan konsentrasi reagen AST ... 24 Tabel III. Purata aktivitas serum ALT tikus jantan galur Wistar setelah

pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam ... 35 Tabel IV. Hasil uji Wilcoxon aktivitas serum ALT tikus jantan galur

Wistar setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0, 24, 48 ... 36 Tabel V. Purata aktivitas serum ALT tikus jantan galur Wistar setelah

pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam ... 37 Tabel VI. Hasil uji Tukey aktivitas serum AST tikus jantan galur Wistar

setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam ... 38 Tabel VII. Purata ± SE aktivitas serum ALT dan AST tikus jantan galur

Wistar pada kelompok perlakuan ... 41 Tabel VIII. Hasil uji Wilcoxon aktivitas serum ALT tikus jantan galur

Wistar pada kelompok perlakuan ... 43 Tabel IX. Hasil uji ANOVA Tukey aktivitas serum AST tikus jantan


(18)

xv

Tabel X. Purata aktivitas serum ALT dan AST tikus jantan galur Wistar setelah pemberian olive oil dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0 dan 24 jam ... 46 Tabel XI. Hasil uji T berpasangan aktivitas serum ALT dan AST

pemberian olive oil dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0 dan 24 jam ... 47 Tabel XII. Hasil rendemen ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L. 84


(19)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi hati ... 7 Gambar 2. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi dari karbon

tetraklorida ... 12 Gambar 3. Herba Sonchus arvensis L. ... 14 Gambar 4. Diagram batang purata aktivitas serum ALT tikus jantan galur

Wistar setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam ... 36 Gambar 5. Diagram batang purata aktivitas serum AST tikus jantan galur

Wistar setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam ... 38 Gambar 6. Diagram batang aktivitas serum ALT tikus jantan galur Wistar

pada kelompok perlakuan ... 42 Gambar 7. Diagram batang aktivitas serum AST tikus jantan galur Wistar

pada kelompok perlakuan ... 44 Gambar 8. Diagram batang purata aktivitas serum ALT tikus jantan galur

Wistar setelah pemberian olive oil dosis 2 ml/kgBB pada selang waktu 0 dan 24 jam ... 46 Gambar 9. Diagram batang purata aktivitas serum ALT tikus jantan galur

Wistar setelah pemberian olive oil dosis 2 ml/kgBB pada selang waktu 0 dan 24 jam ... 47


(20)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto serbuk herba Sonchus arvensis L. ... 66

Lampiran 2. Foto ekstrak etanol 70% kental herba Sonchus arvensis L. ... 66

Lampiran 3. Foto larutan ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L. ... 66

Lampiran 4. Surat pengesahan determinasi herba Sonchus arvensis L. ... 67

Lampiran 5. Surat hasil penetapan kadar air serbuk herba Sonchus arvensis L. ... 68

Lampiran 6. Surat pengesahan Medical and Health Research Ethics Committee (MHREC) ... 69

Lampiran 7. Analisis statistik serum ALT pada uji pendahuluan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mL/kgBB ... 70

Lampiran 8. Analisis statistik serum AST pada uji pendahuluan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mL/kgBB ... 72

Lampiran 9. Analisis statistik aktivitas serum ALT pada kelompok kontrol olive oil 2 mL/kgBB ... 74

Lampiran 10. Analisis statistik aktivitas serum AST pada kelompok kontrol olive oil 2 mL/kgBB ... 75

Lampiran 11. Analisis statistik aktivitas serum ALT pada perlakuan ekstrak 70% herba Sonchus arvensis L. setelah induksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB ... 77


(21)

xviii

Lampiran 12. Analisis statistik aktivitas serum AST pada perlakuan ekstrak 70% herba Sonchus arvensis L. setelah induksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB ... 81 Lampiran 13. Hasil rendemen ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L. . 84 Lampiran 14. Perhitungan persen efek hepatoprotektif ... 85 Lampiran 15. Perhitungan konversi dosis untuk manusia ... 86


(22)

xix INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek hepatoprotektif dan dosis efektif pemberian jangka panjang ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis

Linn. pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida.

Penelitian ini menggunakan 30 tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan, berat badan 150-250 g, dan dibagi secara acak ke dalam enam kelompok, tiap kelompok lima ekor tikus. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB intraperitoneal. Kelompok II (kontrol negatif) diberi

olive oil 2 mL/kgBB intraperitoneal. Kelompok III (kontrol perlakuan) diberi ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis Linn. 1,5 g/kgBB per oral. Kelompok IV-VI (kelompok perlakuan) diberi ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis

Linn. dosis 0,375; 0,75; 1,5 g/kgBB per oral 6 hari, sekali sehari. Kemudian hari ke-7 diinduksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB intraperitoneal. Jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida dilakukan pemeriksaan aktivitas serum ALT dan AST pada semua kelompok perlakuan. Data aktivitas serum ALT dan AST dianalisis secara statistik menggunakan software RStudio.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis Linn. memberikan efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas serum ALT dan AST. Hasil persen hepatoprotektif berturut-turut adalah 83,8; 57,1; dan 71,3 %. Berdasarkan data, dosis efektif pemberian ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis Linn. sebesar 0,375 g/kgBB.

Kata kunci: herba Sonchus arvensis Linn., ekstrak etanol 70%, hepatoprotektif, karbon tetrakorida, ALT, AST


(23)

xx

ABSTRACT

The aim of study research were to determine the effect of hepatoprotective and effective dose long-term administration of 70% ethanolic extract of Sonchus arvensis Linn. herb in male rats induced by carbon tetrachloride.

This study used 30 male Wistar rats, aged 2-3 months, body weight 150-250 g, and were randomly divided into six groups, each group of five mice. Group I (control hepatotoxins) were given carbon tetrachloride 2 mL/kgBW intraperitoneally. Group II (negative control) were given olive oil 2 mL/kgBW intraperitoneally. Group III (control treatment) were given a 70% ethanolic extract of Sonchus arvensis Linn. herb 1.5 g/kgBW orally. Group IV-VI (treatment group) were given a 70% ethanolic extract of Sonchus arvensis Linn. herb with dose 0.375; 0.75; 1.5 g/kgBW orally for six days, once a day. Then in seventh day carbon tetrachloride 2 mL/kgBW was induced intraperitoneally. Twenty-four hours after administration of carbon tetrachloride examination of ALT and AST serum activity in all treatment groups. Data activity of ALT and AST serum were statistically analyzed using RStudio software.

The results showed that 70% ethanolic extract of Sonchus arvensis

Linn. herb had hepatoprotective effect by reducing the activity of ALT and AST serum. Results percent hepatoprotective row is 83.8; 57.1; and 71.3%. Based on the data, the effective dose 70% ethanolic extract of Sonchus arvensis Linn. herb were 0.375 g/kgBW.

Keywords : Sonchus arvensis Linn. herb, 70% ethanolic extract, hepatoprotective, carbon tetrachloride, ALT, AST


(24)

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Hati adalah kelenjar terbesar didalam tubuh yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup. Hati mempunyai banyak peranan penting dalam segala proses yang terjadi di tubuh manusia, yakni pada proses metabolisme, sekresi empedu, pembentukan ureum, serta menyaring kuman dan obat-obatan beracun. Senyawa-senyawa kimia serta obat-obatan tertentu dapat menjadi masalah kerusakan hati yang sangat serius dan tidak bisa diabaikan (Syaifuddin, 2006).

Telah diketahui, 1 dari 10.000 hingga 100.000 pasien mengalami insiden kerusakan hati akibat induksi obat (DiPiro, 2008). Salah satu bentuk kerusakan hati adalah perlemakan hati (steatosis). Pada perlemakan hati terjadi akumulasi trigliserida serta jenis lemak lain di sel hati (Pangkalan Ide, 2007). Perlemakan hati dapat disebabkan karena alkohol, dan beberapa penyebab lain selain alkohol (Non Alcoholic Fatty Liver Disease), seperti umur, hiperlipidemia, diabetes melitus, dan kegemukan (Machmud, 2000). Umumnya perlemakkan hati tidak menimbulkan gejala. Berdasarkan survei penduduk di Sukmajaya, Depok oleh FKUI, diketahui 30% dari 1000 penduduk responden mengalami perlemakan hati (steatosis), dan 7% diantaranya memperlihatkan adanya kenaikan dari aktivitas alanin aminotransferase (ALT) (Pangkalan Ide, 2007). Di Indonesia NAFLD merupakan penyakit hati kronik terbanyak dan dapat meningkat seiring dengan bertambah tua umur populasi, peningkatan obesitas, dan diabetes.


(25)

Prevalensi NAFLD diperkirakan sekitar 30% dan lebih tinggi dibandingkan sebagian besar Negara Asia lainnya (Sumantri, 2013).

Tumbuh-tumbuhan dapat menjadi suatu alternatif pengobatan yang dilakukan untuk mencegah bahkan mengobati penyakit hati, dengan keuntungan yang lebih jika dilihat dari segi ekonomis, dan efek samping yang ditimbulkan (Utami, 2008). Salah satu tanaman yang dapat menjadi alternatif pengobatan penyakit hati adalah tanaman tempuyung (Sonchus arvensis L.). Berdasarkaan penelitian yang dilakukan oleh Khan, Khan, Sahreen, and Shah (2012), ekstrak herba Sonchus arvensis L. memilki kandungan flavoniod yang berguna sebagai antioksidan. Produk alam yang mengandung antioksidan diketahui memiliki kemampuan untuk menurunkan terjadinya peroksidasi lipid yang disebabkan oleh karbon tetraklorida (Khan and Ahmed, 2009). Harborne (1987) menyatakan bahwa flavonoid akan terlarut baik dalam pelarut etanol 70% jika sediaan yang diinginkan adalah ekstrak. Ekstrak tanaman Sonchus arvensis L. menurut penelitian yang dilakukan oleh Alkreathy, Khan, Khan, and Sahreen (2014) diketahui dengan kemampuannya sebagai antioksidan kemudian dapat memberikan efek hepatoprotektif dengan pemberian dua kali seminggu selama 4 minggu dengan menurunkan beberapa enzim penanda spesifik pada hati, dan memberikan peningkatan sintesis GSH. Oleh karena itu, diharapkan dengan sediaan ekstrak dari herba Sonchus arvensis L. dapat menimbulkan efek hepatoprotektif terhadap kerusakan hati yang diakibatkan oleh induksi karbon tertraklorida.


(26)

Karbon tetraklorida merupakan senyawa yang sering digunakan sebagai model hepatotoksin. Karbon tetraklorida dipilih berdasarkan efek hepatotoksiknya yang dapat menyebabkan steatosis. Karbon tetraklorida jika termetabolisme oleh enzim CYP450 akan menghasilkan radikal bebas trikloro

metil (●CCl3). Radikal bebas triklorometil dapat berikatan dengan makromolekul seperti lipid dan protein atau bereaksi dengan oksigen membentuk triklorometil peroksi radikal. Triklorometil peroksi radikal ini dapat bereaksi dengan asam lemak tak jenuh yang dapat menginisiasi terjadinya peroksidasi lipid (Klasseen, 2001). Kemudian saat terjadi peningkatan radikal bebas karbon tetraklorida dapat mempengaruhi perubahan hati secara patologis (Cemek, Aymelek, Buyukokuroglu, Karaca, Buyukben, and Yilmaz, 2010). Kerusakan hati dapat ditandai dengan naiknya aktivitas ALT dan AST serum (Fleiser, 2009). Selain organ hati, pengaruh induksi karbon tetraklorida juga dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal. Penelitian yang dilakukan oleh Hanifah (2008) menyatakan bahwa dengan dosis 0,2 mL dari karbon tetraklorida sudah dapat menyebabkan kerusakan ginjal.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh efek hepatoprotektif ekstrak etanol 70% herba

Sonchus arvensis L. pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida dengan melihat perubahan aktivitas ALT dan AST serum dan mengetahui besar dosis efektifnya selama jangka panjang enam hari, dimana digunakan jangka panjang enam hari dengan didasarkan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Sigh, Bagla, and Pahal (2010) pada tiga jenis herba yang berbeda dan didapatkan hasil


(27)

bahwa ketiga herba memiliki efek hepatoprotektif. Pada umumnya penelitian yang dilakukan dengan bahan tanaman Sonchus arvensis L. digunakan hanya bagian daun saja, di mana sesuai dengan literatur yang ditulis oleh Prof. Dr. C.J. Soegihardjo (2013) bahwa pemanenan daun yang baik adalah pada saat daun tumbuh menjelang berbunga atau sedang berbunga namun belum berbuah. Berdasarkan literatur tersebut, maka pada penelitian ini digunakan herba, yakni bagian tanaman yang berada di atas tanah berupa batang, daun, bunga, dan buah untuk menghindari tersebarnya senyawa flavonoid pada bagian lain tanaman mengantisipasi peneliti kurang selektif dalam penggunaan daun sebagai bahan penelitian.

1. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.

a. Apakah pemberian jangka panjang ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis

L. dapat memberikan efek hepatoprotektif terhadap penurunan aktivitas ALT dan AST pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida? b. Berapa dosis paling efektif ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L.

untuk memberikan efek hepatoprotektif terhadap penurunan aktivitas ALT dan AST pada tikus jantan yang terinduksi karbon tetraklorida?

2. Keaslian penelitian

Penelitian yang pernah dilakukan diantaranya oleh Khan, et al. (2012) mengenai aktivitas menangkal radikal bebas oleh flavonoid dan fenolik dari berbagai fraksi (metanol, kloroform, etil asetat, dan n-hexan) pada Sonchus


(28)

arvensis L., dan dilaporkan bahwa Sonchus arvensis L. memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi pada fraksi methanol. Penelitian lain melaporkan bahwa ekstrak Sonchus arvensis memiliki efek hepatoprotektif dengan menurunkan enzim spesifik penanda hati dengan mekanisme aksi meningkatkan sintesis

glutathione (GSH) dengan pemberian jangka panjang empat minggu (Alkreathy,

et al., 2014). Oleh karena itu, penelitian tentang efek hepatoprotektif ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L. pada tikus putih jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida secara jangka panjang enam hari belum pernah dilakukan sebelumnya.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang farmasi mengenai efek hepatoprotektif dari herba Sonchus arvensis L..

b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat secara luas mengenai ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L. yang memiliki efek hepotoprotektif jangka panjang sehingga bisa dijadikan sebagai pengobatan alternatif pada penyakit hati dengan dosis yang efektif.


(29)

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L. pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida dengan cara melihat penurunan aktivitas AST dan ALT serum.

2. Tujuan khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis paling efektif yang dapat memberikan efek hepatoprotektif dari pemberian jangka panjang ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L. untuk menimbulkan efek hepatoprotektif pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida.


(30)

7

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Hati

1. Anatomi dan fisiologi hati

Hati merupakan organ internal terbesar di dalam tubuh, berat hati orang dewasa normal adalah 1400 sampai 1600 g, sekitar 2,5% berat tubuh. Hati merupakan organ yang memiliki peran penting dalam proses metabolisme seperti misalnya metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Hati juga merupakan tempat dimana metabolisme xenobiotik terjadi. Ini berarti bahwa hati berada dalam resiko terkena racun yang berasal dari metabolit-metabolit obat yang dikonsumsi (Stine dan Brown, 2006).

Gambar 1. Anatomi hati (Watson, 2014)

Berdasarkan Gambar 1, hati dibagi menjadi dua lobus, yaitu lobus kiri dan kanan. Ligament falsiform membagi lobus kanan menjadi segmen anterior dan posterior serta membagi lobus kiri menjadi segmen medial dan lateral. Dari


(31)

hati, ligament falsiform melintasi diafragma sampai ke dinding abdomen anterior. Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis (Pearce, 2009).

Setiap lobus dari hati dibagi dalam struktur-struktur yang disebut lobus. Lobulus ini adalah mikroskopik yang merupakan unit fungsonal dari hati yang bersegi enam atau heksagonal. Di dalam lobulus terdapat sel-sel hati (hepatosit) yang tersusun seperti lapisan-lapisan plat dan berbentuk sinar dan mengelilingi hepatikum. Pada setiap segi dari lobules terdapat cabang-cabang

vena porta, arteria hepatica, dan kanalikuli empedu (Baradero, Dayrit, dan Siswandi, 2008).

Hati merupakan salah satu organ terbesar dalam tubuh yang memiliki peranan dan fungsi yang kompleks dalam tubuh manusia. Hati bertanggung jawab dalam proses biokimiawi yang terjadi dalam tubuh, antara lain seperti memproduksi glukosa, protein, dan lemak, serta menyimpan dan memecahnya, mendetoksifikasi beberapa senyawa endogen dan eksogen, mensekresi zat-zat yang tidak berguna dalam tubuh, mengedarkan obat dalam darah ke jaringan, peredaran bilirubin, dan cairan empedu (Cahyono, 2009).

2. Kerusakan hati

Bahan kimia yang dapat menyebabkan kerusakan hati disebut sebagai hepatotoksin (Singh, Bhat, and Sharma, 2011). Peningkatan kadar enzim Alanin Aminotransferas (ALT) dan Aspartat Transaminase (AST) menjadi penanda adanya kerusakan hati (Fajariyah, Utami, dan Arisandi, 2010).

Induksi senyawa hepatotoksin dapat menimbulkan berbagai perubahan spesifik pada histopatologi. Jenis-jenis kerusakan hati dibagi menjadi:


(32)

a. Steatosis (perlemakan hati). Manifestasi histologi dari steatosis adalah akumulasi trigliserida pada sitoplasma dari hepatosit (sel hati) (Chan, Quaglia, Haugk, and Burt, 2014). Terdapat dua tipe dari steatosis hati, yakni mikrovesikular dan makrovesikular. Pada steatosis mikrovesikular, droplet lemak kecil atau vakuola mengisi hepatosit tanpa merubah tempat nukleus, sedangkan makrovaskular steatosis terdapat satu atau lebih droplet lemak besar yang mengisi sel hati tanpa memperluas sel hati dan menekan nukleus terhadap dinding sel (Siegel, 2008).

b. Nekrosis. Keadaan dimana terjadi kematian miosit pada hati dapat disebut pula sebagai nekrosis. Pada nekrosis, sel membengkak dan pecah, sehingga menginduksi proses inflamasi yang diikuti dengan terjadinya fibrosis (Borer and Isom, 2004). Karbon tetraklorida adalah salah satu senyawa yang dapat menyebabkan nekrosis hepatoselular (Boyer, Manns, and Sanyal, 2012). Enzim penanda yang paling berguna untuk kerusakan hati berupa nekrosis hepatoselu adalah enzim ALT dan AST (McClatchey, 2002).

c. Kolestasis. Kolestasis terjadi karena peningkatan peroksidasi lipid di hati, ginjal, dan otak (Sherlock, and Dooley, 2008). Kolestasis adalah kuningnya kulit dan mata, serta kulit dan urin menjadi berwarna gelap, kemudian tinja menjadi berwarna terang dan berbau busuk yang disebabkan karena penyumbatan aliran empedu (Porter, 2009).

d. Sirosis. Sirosis adalah penyakit hepar kronis yang mengakibatkan kematian sel-sel hati yang kemudian menyebabkan berkurangnya sebagian besar fungsi hati. Penyebab sirosis beraneka ragam, baik intrahepatik dan ekstrahepatik,


(33)

kolestasis, hepatitis virus, dan hepatotoksin. Faktor penyebab utama dari sirosis adalah alcohol dan malnutrisi (Baradero, et al., 2008).

3. Hepatotoksin

Senyawa atau obat-obat yang dapat menyebabkan kerusakan hati diklasifikasikan menjadi 2, di antaranya.

a. Hepatotoksin intrinsik/teramalkan (Tipe A). Senyawa yang memiliki efek hepatotoksik hampir pada seluruh populasi yang terpejankan senyawa tersebut. Senyawa ini bergantung pada dosis pemberian. Contohnya: asetaminofen, karbon tetraklorida, dan alkohol (Friedman dan Keeffe, 2012). b. Hepatotoksin idiosinkratik/tidak teramalkan (Tipe B). Senyawa yang memiliki

efek hepatotoksik pada sebagian kecil populasi yang terpejankan senyawa tersebut. Beberapa bergantung pada dosis pemberian, dan frekuensi kejadiannya sangat jarang. Contoh-contoh zat termasuk isoniazid, sulfonamid, valproate, dan fenitoin (Friedman dan Keeffe, 2012).

B. Alanin Aminotransferase (ALT) dan Aspartat Aminotransferase (AST)

Enzim aminotransferase adalah indikator yang paling sering digunakan untuk melihat adanya kerusakan hati. Alanin aminotransferase (ALT) dan Aspartat Aminotransferase (AST) mengkatalis perpindahan alanin dan aspartat dari gugus keton pada asam ketoglutarat membentuk piruvat dan oksaloasetat. Alanin Aminotransferase terdapat spesifik pada sel hati, sedangkan


(34)

rangka, ginjal dan hati. AST berada pada sitosol sel hati dan juga mitokondria sedangkan ALT hanya berada pada sitosol (Thapa dan Walia, 2007).

Kenaikan ALT dan AST yang mencapai 1-3 kali lipat batas normal dapat terjadi karena sepsis neonatal hepatitis, artesia ekstrahepatik bilier, perlemakan hati, sirosis, Non-Alcoholic Steatohepatitis (NASH), keracunan obat, dan gangguan otot. Kenaikan mencapai 3-20 kali biasanya disebabkan karena hepatitis akut, hepatitis kronis, hepatitis autoimun, obstruksi empedu akut serta konsumsi alkohol berlebih. Kenaikan lebih dari 20 kali lipat terjadi karena hepatitis kronis, dan nekrosis kronis pada sel hati yang disebabkan oleh obat atau toksin (Thapa and Walia, 2007).

C. Karbon Tetraklorida

Karbon tetraklorida merupakan suatu cairan jernih yang mudah menguap, tidak berwarna, dan dengan bau khas, BM 153,82 dan sangat sukar larut dalam air (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995). Hati menjadi target utama dari ketoksikan karbon tetraklorida karena ketoksikan senyawa ini tergantung pada metabolisme aktivasi oleh sitokrom P450 (CYP2E1) (Timbrell, 2008). Dektruksi sitokrom P450 sebagai akibat pemberian senyawa dosis rendah, terutama terjadi di sentrilobular dan daerah tengah hati. Senyawa iniselektif terhadap isoenzim tertentu, diketahui pada tikus senyawa selektif terhadap isoenzim CYP2E1, sehingga tidak berpengaruh terhadap isoenzim lain seperti CYP1A1. Destruksi CYP2E1 tergantung pada ketersediaan jumlah


(35)

oksigen, yang mana ketika lebih banyak oksigen tersedia maka destruksi menjadi lebih besar (Timbrell, 2008).

Toksisitas yang ditimbulkan senyawa karbon tetraklorida ini bersifat toksik sebagai akibat adanya reaksi reduksi dehalogenasi membentuk radikal anion (bebas) yang menghilangkan klorin kemudian terbentuknya radikal

triklormetil (•CCl3) dan klorida (Halliwell dan Gutteridge, 1984). Radikal bebas yang terbentuk akan bereaksi dengan oksigen kemudian membentuk radikal triklorometil peroksi (•OOCCl3) (Gambar 2) yang lebih reaktif (Rechnagel Glende, Dolak, dan Waller, 1989).

Gambar 2. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi dari karbon tetraklorida (Timbrell, 2008)

Radikal bebas juga akan menyebabkan peroksidasi lipid yaitu senyawa menginisiasi terjadinya radikal lipid sehingga menyebabkan terbentuknya lipid

hidroperoksidase (LOOH) dan radikal lipid alkoksil (LO•). Radikal lipid alkoksi


(36)

Klaaseen, 2001). Senyawa aldehid inilah merupakan faktor penyebab kerusakan pada membran plasma dan meningkatkan permeabilitas membran (Bruckner dan Warren, 2001). Salah satu bentuk kerusakan hati adalah perlemakan hati (steatosis). Pada perlemakan hati terjadi akumulasi trigliserida serta jenis lemak lain di sel hati (Pangkalan Ide, 2007). Perlemakan hati dapat disebabkan karena alkohol, dan beberapa penyebab lain selain alkohol (Non Alcoholic Fatty Liver Disease), seperti umur, hiperlipidemia, diabetes melitus, dan kegemukan (Machmud, 2000). Umumnya perlemakkan hati tidak menimbulkan gejala (Pangkalan Ide, 2007). Kerusakan hati yang disebabkan oleh karbon tetraklorida ditandai dengan peningkatan sebesar tiga kali pada aktivitas serum ALT normal, dan empat kali pada aktivitas serum AST normal (Ziemmerman, 1999).

D. Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang memberikan elektronnya atau dapat disebut sebagai reduktan, memiliki berat molekul kecil, yang mampu mencegah tidak terbentuknya radikal, dan mampu mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif sehingga mencegah munculnya reaksi oksidasi (Winarsi, 2007). Menurut penelitian mutakhir, alfa-tokoferol dan flavonoid adalah contoh salah satu senyawa antioksidan alami yang paling kuat dan memiliki potensi tinggi untuk mengurangi berbagai risiko penyakit (Subroto, 2006).


(37)

E. Herba Sonchus arvensis L.

Gambar 3. Herba Sonchus arvensis L.

1. Nama daerah

Jombang, galling, rayana (Sunda); dan tempuyung (Jawa) (Utami, 2008).

2. Nama asing

Niu she tou, akkermelkdistel, laitron des champs, com sow thistle,

ackersaudistel (Wijayakesuma, Kusuma, dan Dalimartha, 1995).

3. Taksonomi

Kingdom : Plantae

Sub Kingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Asteridae Bangsa : Asterales Keluarga : Asteraceae

Marga : Sonchus

Jenis : Sonchus arvensis Linn.


(38)

4. Morfologi

Tanaman tempuyung (Gambar 3) adalah tanaman liar yang dapat digunakan sebagai obat untuk bermacam-macam penyakit. Batang tanaman tempuyung memiliki tinggi yang berkisar antara 65 - 150 cm, berlubang dan bergetah hijau. Selain itu, batangnya berbulu dan lunak (Sunanto, 2009). Daun tempuyung merupakan daun tunggal berbentuk lonjong dan mempunyai unjung runcing serta berwarna hijau keunguan, permukaannya licin dan tepinya berombak juga bergigi tak beraturan. Panjang daunnya kira-kira 6–48 cm dan mempunyai lebar sekitar 3–12 cm, berada di dekat pangkal batang, bentuk daun yang bergigi terpusat membentuk roset dan yang terletak di bagian atas berselang-seling memeluk batang. Bunga tempuyung berbentuk malai, kelopaknya seperti lonceng, dan mahkotanya berbentuk dari kumpulan jarum berwarna putih atau kuning. Adapun buahnya berbentuk kotak juga berusuk lima dan mempunyai rambut berwarna hitam yang kemudian berubah menjadi biji berukuran kecil dan ringan berupa serbuk (Winarto, 2004).

5. Kandungan kimiawi

Tanaman tempuyung memiliki kandungan fenolik dan flavonoid yang tinggi. Selain itu juga memiliki kandungan taraksasasterol, apigenin

7-glucoronide dan luteolin 7-glucosida. Sebagai tambahan, ada pula alkaloid,

coumarin, dan saponin (Xia, Yu, Zhu, and Zhou, 2011).

Flavonoid merupakan senyawa golongan fenol yang telah diketahui memiliki aktivitas antioksidan yang dapat berperan dalam mengobati kerusakan hati (Khan, et al., 2012). Senyawa flavonoid digambarkan sebagai deretan C6– C3


(39)

– C6 (cincin benzene tersubstitusi) disambung oleh rantai alifatik 3 karbon, senyawa ini merupakan senyawa flavonoid yang dapat larut dalam air, dan dapat diekstraksi dengan baik meggunakan etanol 70% (Harborne, 1987).

6. Khasiat dan kegunaan

Umumnya tanaman tempuyung memiliki banyak khasiat dan kegunaan, dinataranya sebagai obat batu empedu, disentri, wasir, rematik gout, radang usus buntu (apendisitis), radang payudara (mastitis), bisul, beser mani (spermatorea), darah tinggi (hipertensi), luka bakar, pendengaran kurang (tuli), dan memar (Utami, 2008).

Beberapa senyawa yang terkandung dalam tanaman tempuyung memiliki khasiat yang cukup baik, salah satunya adalah flavonoid (kaempferol, lutein-7-O-glukosida, dan apigenin 7-O-glukosida). Tempuyung merupakan salah satu tumbuhan obat asli Indonesia (OAI) yang diketahui memiliki kandungan senyawa flavonoid yang cukup tinggi, dan aman digunakan untuk alternatif pengobatan. Kandungan flavonoid yang terdapat pada tanaman tempuyung merupakan antioksidan larut air yang sangat kuat dan merupakan penangkap radikal bebas. Kandungan flavonoid total dalam daun tempuyung sekitar 0,1044% (Winarto, 2004). Flavonoid dapat mencegah kerusakan oksidatif di sel dan mempunyai aktivitas perlindungan dan anti kanker yang kuat dalam melawan tahap-tahap karsinogenesis (Salah, Miller, Pangauga, Bolwell, Rice, and Evans, 1995).


(40)

F. Metode Pengujian

Beberapa uji penting yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi terjadinya kerusakan hati, dikategorikan menjadi tes enzim serum, tes ekskretori hepatik, perubahan kandungan kimia hati, dan analisis histologik kerusakan hati (Plaa dan Charbonneau, 2001).

a. Tes enzim serum. Untuk mengidentifikasi kerusakan hati, dapat digunakan empat kategori enzim serum didasarkan spesifikasi dan sensitivitas berbagai tipe kerusakan hati. Kategori pertama adalah alkalinfosfatase, 5’-nukleotidase

(5’NT), dan gamma glutamil transpeptidase (Ɣ-GT). Kenaikan aktivitas enzim-enzim serum tersebut menunjukkan kerusakan kolestatik. Enzim yang tidak spesifik dan dapat menunjukkan kerusakan jaringan ekstrahepatik misalnya Aspartat Aminotransferase (AST) dan Laktat Dehidrogenase (LDH) (Plaa and Charbonneau, 2001). Penentuan ALT dan AST adalah cara paling umum untuk mendeteksi kerusakan hati, enzim mengalami peningkatan beberapa kali lipat dalam 24 jam pertama setelah kerusakan (Timbrell, 2008). b. Tes ekskretori hepatik. Zat kimia yang memasuki sirkulasi sistemik dapat

diekskresikan oleh hatidalam bentuk tidak berubah atau diubah didalam hepatosit. Senyawa seperti bilirubin dan xenobiotika lainnya digunakan untuk mendeteksi dan menentukan kerusakan hepatik (Plaa and Charbonneau, 2001). c. Perubahan kandungan kimia hati. Zat hepatotoksik dapat menyebabkan perubahan struktural dan fungsional hepatik berguna untuk mendeteksi dan menetapkan besarnya tingkat kerusakan hati yang terjadi. Perubahan efek


(41)

farmakologis obat dapat digunakan untuk mendeteksi dan menentukan disfungsi hati (Plaa and Charbonneau, 2001).

d. Analisis histologik kerusakan hati. Analisis potensi hepatotoksik zat kimia tidak lengkap tanpa deskripsi histologi kerusakan yang dihasilkan. Ciri-ciri kerusakan hati ditentukan dengan pengamatan mikroskopik (Plaa and Charbonneau, 2001).

G. Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses penarikan senyawa aktif yang dapat larut dengan pelarut yang sesuai sehingga terpisah dari senyawa yang tidak dapat larut (Badan Pegawasan Obat dan Makanan, 2000).

Umumnya ekstraksi senyawa metabolit sekunder dari seluruh bagian tumbuhan seperti bunga, buah, kulit, batang, dan akar menggunakan metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut, salah satunya dengan metode maserasi, yakni dengan menambahkan pelarut yang sesuai dan dengan pengadukan atau penggojokan beberapa kali pada suhu ruangan. Proses maserasi bisa dilanjutkan dengan proses remaserasi, yakni pengulangan penambahan pelarut yang sesuai setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dilakukan (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2000).

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang dibuat dengan menyari simplisia, diluar cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Cairan penyari yang dapat digunakan dalam pembuatan


(42)

ekstrak, yaitu air, etanol, eter, atau campuran etanol dan air (Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI, 2010).

H. Landasan Teori

Hati merupakan organ penting dalam tubuh manusia yang berperan dalam proses metabolisme serta detoksifikasi. Kerusakan hati dapat berwujud nekrosis atau sirosis. Adanya kerusakan hati dapat diketahui dengan mengukur aktivitas enzim yang dikeluarkan sel hati menuju ke darah. Enzim yang dapat digunakan sebagai parameter kerusakan hati adalah alanin aminotransferase

(ALT), aspartat aminotransferase (AST), dan alkalin fosfatase (ALP). Enzim ALT dan AST menjadi penanda adanya kerusakan hepatosit (Hodgson, 2010).

Karbon tetraklorida merupakan senyawa yang sering digunakan sebagai model hepatotoksin. Karbon tetraklorida dipilih berdasasrkan efek hepatotoksiknya yang dapat menyebabkan steatosis. Senyawa ini akan dimetabolisme oleh CYP450 menjadi radikal bebas trikloro metil (●CCl3). Radikal bebas triklorometil dapat berikatan dengan makromolekul seperti lipid dan protein atau bereaksi dengan oksigen membentuk triklorometil peroksi radikal. Triklorometil peroksi radikal ini dapat bereaksi dengan asam lemak tak jenuh yang dapat menginisiasi terjadinya peroksidasi lipid (Klasseen, 2001).

Herba Sonchus arvensis L. memiliki berbagai macam kandungan kimia, salah satunya adalah kandungan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan (Khan, et al., 2012), dimana diketahui bahwa flavonoid dapat terlarut dengan baik menggunakan etanol 70% (Harborne, 1987). Penelitian Alkreathy, et


(43)

al. (2014) secara jangka panjang empat minggu menunjukkan bahwa pemberian

Sonchus arvensis L. dapat menghasilkan efek hepatoprotektif dengan mekanisme salah satunya adalah dengan meningkatkan sintesis GSH. Kemudian pada penelitian lainnya yang dilakukan oleh Singh, et al. (2010) diketahui pada tiga jenis herba yang diduga memiliki aktivitas senyawa antioksidan dapat menimbulkan efek hepatoprotektif dengan pemberian jangka panjang enam hari. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah pemberian ekstrak etanol 70% jangka panjang selama enam hari herba Sonchus arvensis L. dapat memberikan efek hepatoprotektor dengan melihat penurunan nilai aktivitas serum ALT dan AST serum pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida dan juga akan ditentukan dosis efektif ekstrak etanol 70% herba

Sonchus arvensis L. dalam memberikan efek hepatoprotektif.

I. Hipotesis

Pemberian jangka panjang ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L. mempunyai efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas serum ALT-AST pada tikus putih jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.


(44)

21

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan menggunkaan rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakologi Toksikologi, dan Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

B.Variabel dan Definisi Operasional

Variabel-variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah.

1. Variabel utama

a. Variabel bebas.Variasi dosis pemberian jangka panjang ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L. pada tikus putih jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

b. Variabel tergantung. Nilai aktivitas serum ALT dan AST pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida setelah pemberian jangka panjang ekstrak 70% herba Sonchus arvensis L..

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali. Kondisi hewan uji, yaitu tikus jantan galur Wistar dengan berat badan 150-250 g, umur 2-3 bulan, cara pemberian hepatotoksin secara intraperitonial, cara pemberian herba Sonchus arvensis L. secara per oral, frekuensi pemberian ekstrak etanol 70% herba Sonchus


(45)

arvensis L. satu kali sehari selama enam hari berturut-turut (Singh, 2010) dengan waktu pemberian sama, dan bahan uji berupa herba Sonchus arvensis

L. yang diperoleh dari Kaliurang, Daerah Istimewa Yogyakarta.

b. Variabel pengacau tak terkendali. Kondisi patologis dan fisiologis dari tikus putih jantan galur Wistar yang digunakan sebagai hewan uji.

3. Definisi operasional

a. Ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L.. Didefinisikan sebagai ekstrak kental dari serbuk kering herba Sonchus arvensis yang dilarutkan dalam pelarut etanol 70% dan dimaserasi selama 5 hari dengan sesekali penggojogan dan remaserasi selama 2 hari. Kemudian disaring dengan corong Buchner

yang dilapisi dengan kertas saring yang sudah dibasahi dengan etanol 70%, dievaporasi dan diuapkan di atas waterbath pada suhu 80oC hingga mencapai bobot pengeringan tetap dengan susut pengeringan sebesar 0% atau hingga bobot konstan.

b. Efek hepatoprotektif. Didefinisikan sebagai kemampuan ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L. dosis tertentu dalam melindungi hati (penurunan aktivitas serum ALT-AST) pad tikus putih jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

c. Pemberian jangka panjang. Didefinisikan sebagai pemberian ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L. terhadap tikus putih jantan galur Wistar satu kali sehari selama enam hari berturut-turut.


(46)

d. Dosis efektif. Dosis terkecil di mana sediaan ekstrak etanol 70% herba

Sonchus arvensis L. mampu memberikan efek penurunan aktivitas serum ALT paling besar terhadap kerusakan akibat perlakuan karbon tetraklorida.

C.Bahan Penelitian

1. Bahan utama

a. Hewan uji. Digunakan tikus putih jantan galur Wistar dengan berat badan 150-250 g dan berumur 2-3 bulan yang diperoleh dari Laboratorium Imunologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Bahan uji. Digunakan bahan uji herba Sonchus arvensis L. yang diperoleh dari Kaliurang, Daerah Istimewa Yogyakarta periode Juli-Agustus 2014.

2. Bahan kimia

a. Senyawa hepatotoksin. Digunakan karbon tetraklorida sebagai senyawa hepatotoksin yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Pelarut. Digunakan etanol 70% untuk ekstraksi herba Sonchus arvensi L. yang diperoleh dari toko bahan kimia Progo Mulyo Yogyakarta.

c. Kontrol negatif dan pelarut karbon tetraklorida. Digunakan olive oil yang diperoleh dari PT. Brataco Chemika, Yogyakarta sebagai kontrol negatif dan pelarut karbon tetraklorida.

d. Pelarut ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L.. Digunakan CMC-Na berbentuk serbuk yang diperoleh dari laboratorium Biofarmasetika Fakultas


(47)

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sebagai pelarut ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L..

e. Reagen serum ALT. Digunakan reagen DiaSys. Komposisi dan konsentrasi dari reagen ALT adalah sebagai berikut.

Tabel I. Komposisi dan konsentrasi reagen ALT

Komposisi pH Konsentrasi

R1: TRIS 7,15 140 mmol/L

L-alanine 700 mmol/L

LDH (Lactate

dehydrogenase) ≥ 2300 U/L

R2: 2-oxogultarate 85 mmol/L

NADH 1 mmol/L

Pyridoxal-5phospate FS:

Good’s buffer Pyridoxal-5-phospate

9,6 100 mmol/L

13 mmol/L

f. Reagen serum AST. Digunakan reagen DiaSys. Komposisi dan konsentrasi dari reagen AST adalah sebagai berikut.

Tabel II. Komposisi dan konsentrasi reagen AST

Komposisi pH Konsentrasi

R1: TRIS 7,65 110 mmol/L

L-alanine 320 mmol/L

MDH (Malate dehydrogenase) ≥ 800 U/L

LDH (Lactate dehydrogenase) ≥ 1200 U/L

R2: 2-oxogultarate 65 mmol/L

NADH 1 mmol/L

Pyridoxal-5 phospate FS:

Good’s buffer Pyridoxal-5-phospate

9,6 100 mmol/L

13 mmol/L

D.Alat Penelitian

1. Alat pembuatan serbuk kering dan ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L.

Alat-alat yang digunakan antara lain oven, mesin penyerbuk dan ayakan. Seperangkat alat gelas berupa Bekker glass, Erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, cawan porselen, corong Buchner, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrex Iwaki Glass®), ayakan nomor 50 Electric Sieve Shaker (Indotest Multi Lab®), timbangan


(48)

analitik (Mettler Toledo®), orbital shaker (Optima®), rotary vacuum evaporator

(IKAVAC®), oven (Memmert®).

2. Alat uji hepatoprotektif

Seperangkat alat gelas berupa Bekker glass, gelas ukur, tabung reaksi, labu ukur, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrex Iwaki Glass®), timbangan analitik (Mettle Toledo®), spuit injeksi, syringe 3 cc (Terumo®), jarum tuberculin.

E.Tata Cara Penelitian

1. Determinasi herba Sonchus arvensis L.

Determinasi dilakukan untuk memastikan validitas tanaman yang digunakan. Determinasi dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri herba Sonchus arvensis L. yang diperoleh dari daerah Kaliurang Yogyakarta dengan tanaman

Sonchus arvensis L. yang telah dideterminasi menggunakan buku acuan determinasi. Determinasi dilakukan oleh petugas dari Bagian Biologi Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan uji

Bahan uji yang digunakan adalah herba Sonchus arvensis L. yang masih segar dan berwarna hijau, yang diperoleh dari daerah Kaliurang Yogyakarta periode Juli-Agustus 2014.

3. Pembuatan serbuk herba Sonchus arvensis L.

Herba Sonchus arvensis L. berupa bagian batang, daun, dan bunga, tanpa bagian akar sebannyak 20 kg dicuci bersih dengan air mengalir dan diangin-anginkan ± selama 12 jam hingga tampak tidak basah lagi. Kemudian tanaman di


(49)

potong-potong menggunakan pisau hingga berukuran 5 - 10 cm. Tanaman yang telah dipotong-potong dikeringkan pada oven untuk menguapkan air yang masih tersisa pada suhu ± 50oC selama 4 – 5 hari. Setelah kering, tanaman digiling hingga hancur, dan kemudian disaring menggunakan saringan gilingan nomor 0,75 mm, lalu diayak kembali menggunakan ayakan nomor 50 sebagai syarat serbuk yang baik yang dapat digunakan untuk bahan ekstrak.

4. Penetapan kadar air serbuk herba Sonchus arvensis L.

Serbuk herba Sonchus arvensis L. yang telah diayak sebanyak ± 5 g digunakan sebagai bahan untuk pengecekkan kadar air menggunakan alat

moisture balance. Pengujian kadar air dilakukan oleh petugas bagian Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Dengan langkah pengujian pertama, yakni timbang kurs kosong (bobot A), kemudian timbang serbuk kering, dan masukkan dalam kurs porselen (bobot B). Setelah itu, panaskan dalam oven dengan suhu 105oC selama 3 jam hingga berat konstan. Lalu masukan ke dalam esikator, dan timbang serbuk kering herba Sonchus arvensis L. yang sudah dipanaskan sebagai bobot setelah pemanasan (bobot C). Kemudian dilakukan perhitungan kadar air dengan rumus sebagai berikut:

Kadar air =

5. Pembuatan ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L.

Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi, menggunakan wadah Erlenmeyer. Perbandingan jumlah serbuk dan pelarut, yaitu 1:10. Sebanyak 50 g serbuk herba Sonchus arvensis L. direndam dalam 250 mL pelarut etanol 70%,


(50)

kemudian ditutup dan didiamkan selama 5 hari pada suhu kamar, dan sesekali diaduk setiap hari pada jam yang sama, kemudian ekstrak yang telah tercampur pelarut disaring dengan bantuan corong Buchner dan pompa vakum sehingga diperoleh filtrat. Serbuk sisa perendaman pertama dimaserasi kembali (remaserasi) dengan 250 mL pelarut etanol 70% selama 2 hari, kemudian disaring sehingga diperoleh filtrat (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2010). Selanjutnya, filtrat dievaporasi untuk menguapkan pelarut menggunakan rotary evaporator pada suhu 70oC hingga selurh pelarut menguap (ditandai dengan berhentinya teteasan pada rotary evaporator), kemudian ekstrak dikeluarkan dari labu evaporator dan dipindahkan ke dalam cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya. Setelah itu, dipekatkan menggunakan waterbath dengan suhu 80oC dan dilakukan penimbangan hingga diperoleh bobot tetap ekstrak (perbedaan dua kali penimbangan berturut-turut setelah dikeringkan selama 1 jam tidak lebih dari 0,25%). Tahap terakhir dapat dilakukan perhitungan rata-rata rendemen dari replikasi ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L. kental yang telah dibuat dengan rumus sebagai berikut:

Rendemen ekstrak = berat cawan ekstrak kental – berat cawan kosong Rata-rata rendemen =

6. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak

Konsentrasi yang digunakan adalah konsentrasi pekat yang dapat dibuat, dimana pada kosentrasi tersebut ekstrak dapat dimasukan serta dikeluarkan dari spuit oral. Cara pembuatannya adalah dengan melarutkan ekstrak percawannya dalam labu ukur terkecil dengan pelarut CMC-Na 1% (Kurniawati,


(51)

Adrianto, Hendra, 2011). Sebanyak 7,5 g ekstrak dalam labu ukur 50 mL dengan campuran pensuspensi yang sesuai yaitu CMC-Na 1%, sehingga konsentrasi pekat ekstrak yang diperoleh antara lain 15% b/v atau 0,15 g/mL atau 150 mg/mL.

7. Penetapan dosis ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L.

Penetapan peringkat dosis ekstrak etanol 70% herba dihitung berdasarkan berat badan tertinggi hewan uji tikus, ½ volume maksimal secara per oral pada tikus, dan konsentrasi maksimal ekstrak 70% herba yang dapat dibuat. Penetapan dosis tertinggi ekstrak 70% adalah sebagai berikut.

D x BB = C x V

D x BB tertinggi (kgBB) = C ekstrak etanol 70%(g/mL) x ½ Vmaks (mL) D x 250 kgBB = 0,15 g/mL x 2,5 mL

D = 1,5 g/kgBB

Dosis tertinggi 1,5 g/kgBB digunakan sebagai dosis III. Peringkat dosis lainnya dihitung dengan menggunakan faktor pembagi dua, sehingga didapatkan dosis II sebesar 0,75 g/kgBB dan dosis I sebesar 0,375 g/kgBB.

8. Pembuatan CMC-Na 1%

Ditimbang sebanyak 1 g CMC-Na, kemudian dilarutkan dalam aquadest sebanyak 50 mL pada labu ukur, didiamkan selama 24 jam hingga CMC-Na mengembang, kemudian diadd menggunakan aquadest hingga 100 mL.

9. Pembuatan larutan karbon tetraklorida dalam olive oil

Perbandingan karbon tetraklorida dengan olive oil yang digunakan sebesar 1:1 (Janakat and Al-Merie, 2002), sehingga keduanya diambil dengan seksama dan dicampur hingga homogen dalam gelas piala.


(52)

10. Uji pendahuluan

a. Penetapan dosis hepatotoksin (karbon tetraklorida). Berdasarkan penelitian Al-Olayan, El-Khadragy, Aref, Othman, Kassab, and Moneim (2014) ditetapkan dosis hepatotoksin (karbon tetraklorida) sebesar 2 mL/kgBB yang terbukti mampu meningkatkan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus putih jantan galur Wistar tanpa menyebabkan kematian. Hal ini juga didukung oleh penelitian Wijayanti (2013) yang menyatakan bahwa dosis karbon tetraklorida sebanyak 2 mL/kgBB mampu meningkatkan minimal tiga kali dari aktivitas serum ALT dan AST awal.

b. Penetapan waktu pencuplikan darah. Penetapan waktu pencuplikan darah ditentukan melalui orientasi dengan tiga kelompok perlakuan waktu, yaitu pada jam ke 0, 24, dan 48 setelah pemejanan karbon tetraklorida. Setiap kelompok perlakuan terdiri dari 5 hewan uji yang pengambilan darahnya dilakukan melalui pembuluh sinus orbitalis mata. Kemudian nilai aktivitas serum ALT dan AST diukur.

11. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji

Total 30 ekor tikus putih jantan galur Wistar dibagi secara acak ke dalam enam kelompok perlakuan, dengan lima ekor tikus pada masing-masing kelompok. Berikut pengelompokkan dan perlakuan hewan uji yang digunakan. a. Kelompok I (kontrol hepatotoksin). Karbon tetraklorida dalam pelarut olive oil

dengan dosis 2 mL/kgBB diberikan secara intraperitoneal. Pada jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida, dilakukan pengambilan darah pada sinus orbitalis mata untuk diukur aktivitas serum ALT dan AST.


(53)

b. Kelompok II (kontrol negatif). Olive oil dengan dosis 2 mL/kgBB diberikan secara intraperitoneal. Pada jam ke-24 setelah pemberian olive oil, dilakukan pengambilan darah pada sinus orbitalis mata untuk diukur aktivitas serum ALT dan AST.

c. Kelompok III (kontrol ekstrak etanol 70%). Ekstrak etanol 70% herba

Sonchus arvensis L. dengan dosis tertinggi 1,5 g/kg BB selama enam hari berturut-turut secara per oral. Pada jam ke-24 setelah pemberian ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L., dilakuakan pengambilan darah pada sinus orbitalis mata untuk diukur aktivitas serum ALT dan AST.

d. Kelompok IV-VI (kelompok perlakuan dosis). Ekstrak etanol 70% herba

Sonchus arvensis L. dengan variasi dosis 0,375; 0,75 dan 1,5 g/kg BB selama enam hari berturut-turut secara per oral. Pada jam ke-24 setelah pemberian ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L., dilakukan pengambilan darah pada sinus orbitalis mata untuk diukur aktivitas serum ALT dan AST.

F. Tata Cara Analisis Hasil

Data aktivitas serum ALT dan AST yang diperoleh kemudian diolah menggunakan RStudio dengan langkah uji pertama dengan uji Saphiro-Wilk untuk mengetahui distribusi data, dan analisis varian (uji Levene’s) untuk mengetahui homogenitas varian antar kelompok hewan uji. Jika data terdistribusi normal dan homogen maka analisis dilanjutkan dengan analisis variansi pola searah (One way ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan kelompok. Selanjutnya dilakukan uji Post Hoc Tukey untuk melihat perbedaan


(54)

antarkelompok, berbeda bermakna (p ≤ 0,05) atau berbeda tidak bermakna (p>0,05). Jika data terdistribusi normal namun tidak homogen, maka dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan kelompok, yang kemudian dilakukan uji Wilcoxon untuk melihat adanya perbedaan yang

bermakna (p ≤ 0,05) atau perbedaan yang tidak bermakna (p > 0,05) antar kelompok. Pada satu kelompok yang memiliki dua data berhubungan, kebermaknaan dilakukan uji T berpasangan dengan taraf kepercayaan 95%.

Perhitungan efek hepatoprotektif terhadap hepatotoksin karbon tetraklorida berdasarkan aktivitas serum ALT dan AST diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

[ ]


(55)

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian dan seberapa besar dosis efektif hepatoprotektif dari ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensi L. pada tikus putih jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida, yakni yang ditunjukkan dengan adanya penurunan aktivitas serum ALT-AST setelah pemberian ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L. pada tikus putih jantan galur Wistar.

A.Hasil Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan dengan tujuan untuk menjamin kebenaran herba Sonchus arvensis L. yang digunakan dalam penelitian mengenai efek hepatoprotektif ekstrak 70% herba Sonchus arvensis L.. Determinasi dilakukan oleh petugas dari Bagian Biologi Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dengan cara mencocokkan kesamaan herba

Sonchus arvensis L. dengan acuan yang digunakan. Bagian tanaman yang digunakan berupa herba, yakni seluruh bagian tanaman mulai dari bunga, daun, dan batang yang berada diatas tanah, kecuali bagian akar. Hasil determinasi dengan mengunakan acuan membuktikan bahwa benar yang digunakan dalam penelitian adalah herba Sonchus arvensis L. berasal dari keluarga Asteraceae.


(56)

B.Hasil Kadar Air Serbuk Herba Sonchus arvensis L.

Penetapan kadar air dilakukan untuk melihat seberapa banyak air yang terkandung pada serbuk herba Sonchus arvensis L., sebagai salah satu syarat penting standarisasi serbuk yang baik, yakni memiliki kandungan air kurang dari 10% b/b (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2000). Pengujian kadar air dilakukan oleh petugas bagian Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Metode gravimetri dipilih sebagai metode yang digunakan dalam penetapan kadar air dengan menggunakan alat moisture balance, dan kemudian diperoleh hasil kandungan air dari serbuk herba Sonchus arvensis L. sebesar 6,86% b/b. Hal ini menunjukkan bahwa serbuk herba Sonchus arvensis L. telah memenuhi syarat sebagai serbuk yang baik dengan kadar air kurang dari 10% b/b.

C.Standarisasi Ekstrak Etanol 70% Herba Sonchus arvensis L.

Ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L. dibuat dengan menggunakan metode maserasi yang memiliki proses yang sederhana dan sesuai digunakan dalam menyari zat aktif simplisia dengan pelarut yang sesuai, yakni etanol 70%.

Sebelum proses maserasi dilakukan, herba Sonchus arvensis L. diserbuk terlebih dahulu, kemudian diayak dengan ayakan dengan nomor mesh 50. Ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L. distandarisasi dengan melihat bobot tetap dengan susut pengeringan 0% atau telah mencapai bobot konstan sebagai parameter standarisasi, yang mana digunakan untuk mengetahui sisa zat


(57)

setelah dilakukan pemekatan menggunakan waterbath dengan suhu 80oC. Proses pencarian bobot tetap ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L. menunjukkan bahwa sebanyak 500 g serbuk kering herba Sonchus arvensis L. menghasilkan 10 cawan ekstrak kental, dengan rata-rata rendemen dari masing-masing cawan adalah 6,04 g, dan total seluruh ekstrak kental yang didapatkan adalah 60,4 g, dengan persen rendemen yang diperoleh sebesar 12,08%.

D.Uji Pendahuluan

1. Penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida

Senyawa hepatotoksin yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon tetraklorida. Dosis hepatotoksin perlu ditentukan dengan tujuan untuk mengetahui berapa dosis karbon tetraklorida yang dapat meningkatkan aktivitas serum ALT-AST sebagi penanda adanya kerusakan hati yang terjadi pada tikus putih jantan galur Wistar. Kenaikan aktivitas serum ALT dan AST sebanyak tiga kali hingga empat kali dari normal menunjukkan terjadinya steatosis (perlemakan) pada hati (Pachos dan Paletas, 2009). Dosis hepatotoksin karbon tetraklorida sebesar 2 mL/kgBB pada penelitian ini mengacu pada penelitian Al-Olayan, et al. (2014).

2. Penentuan waktu pencuplikan darah

Penentuan waktu pencuplikan darah dilakukan dengan tujuan untuk melihat seberapa waktu saat senyawa hepatotoksin karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB mampu meningkatkan aktivitas serum ALT dan AST pada waktu tertentu yang menandakan adanya efek hepatotoksik yang maksimal terjadi.


(58)

Dosis 2 mL/kgBB dari karbon tetraklorida diberikan pada hewan uji tikus dan kemudian dilakukan pengambilan darah melalui sinus orbitalis mata pada jam ke-0, 24, dan 48 jam. Peneliti tidak melakukan orientasi pencuplikan pada jam ke-72 karena pada jam ke-48 telah terjadi penurunan yang signifikan baik terhadap aktivitas serum ALT dan AST, sehingga dapat dipastikan bahwa pada jam ke-72 aktivitas serum ALT dan AST menurun.

Hasil uji didapatkan berupa aktivitas serum ALT yang tertera pada Tabel III dan Gambar 4. Berdasarkan data aktivitas serum ALT karbon tetraklorida 2 mL/kgBB yang telah dianalisis menggunakan uji Shapiro-Wilk

menunjukkan data terdistribusi normal. Namun, dari uji analisis pola searah (One Way ANOVA) - Levene test, diketahui nilai signifikansi 0,038 (p<0,05) yang menunjukkan bahwa variansi data tidak homogen. Oleh karena itu, dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis untuk melihat kebermaknaan perbedaan, dimana diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,005 (p<0,05) yang menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. Kemudian untuk melihat perbedaan antar kelompok dilakukan uji Wilcoxon. Hasil analisis dari uji Wilcoxon dapat dilihat pada Tabel IV.

Tabel III. Purata aktivitas serum ALT tikus jantan galur Wistar setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam

Selang Waktu (jam) Rata-rata aktivitas serum ALT ± SE (U/L)

0 54 ± 3,5

24 198,4 ± 23,8

48 74 ± 8,2

Keterangan: SE=Standar Error


(59)

Gambar 4. Diagram batang purata aktivitas serum ALT tikus jantan galur Wistar setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0, 24, 48

jam

Tabel IV. Hasil uji Wilcoxon aktivitas serum ALT tikus jantan galur Wistar setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL.kgBB pada selang waktu 0, 24 dan 48

jam

Selang waktu (jam) Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48

0 BB BTB

24 BB BB

48 BTB BB

Keterangan:

B = Berbeda bermakna (p ≤ 0,05); BTB = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05) Berdasarkan data pada Tabel III dan Gambar 4, terlihat bahwa pada jam ke-0 dan jam ke-48 menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna dengan nilai signifikansi 0,095 (p>0,05), yang berarti bahwa aktivitas serum ALT pada jam ke-48 telah kembali normal dengan adanya mekanisme fisiologi hati yang dapat menggantikkan sel-sel hati yang rusak. Aktivitas serum ALT terlihat mengalami peningkatan sebesar tiga kali jika dibandingkan antara jam ke-0 (54 ± 3,5) dan jam ke-24 (198,4 ± 23,8). Hasil uji statistik juga menunjukkan bahwa


(60)

terdapat peningkatan yang signifikan dan berbeda bermakna antara jam ke-0 dan jam ke-24 dengan nilai signifikansi 0,000 (p<0,05), yang berarti bahwa pemberian karbon tetraklorida pada jam ke-24 terbukti dapat menyebabkan kerusakan hati yang paling tertinggi. Hasil analisis dari uji statistik aktivitas serum ALT pada waktu pencuplikan jam ke-0, 24, dan 48 dapat dilihat pada Tabel IV, dimana pada jam ke-24 menunjukkan efek hepatotoksik yang paling tinggi dari karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB. Hasil orientasi ini akan digunakan sebagai acuan dalam penentuan waktu penentuan darah hewan uji setelah pemberian karbon tetraklorida.

Tabel V. Purata aktivitas serum AST tikus jantan galur Wistar setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam

Selang Waktu (jam) Rata-rata aktivitas serum AST ± SE (U/L)

0 100,2 ± 10

24 461,2 ± 46,3

48 177,2 ± 17,1

Keterangan: SE=Standar Error


(61)

Gambar 5. Diagram batang purata aktivitas serum AST tikus jantan galur Wistarsetelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu

0, 24, 48 jam

Tabel VI. Hasil uji Tukey aktivitas serum AST tikus jantan galur Wistar setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL.kgBB pada selang waktu 0, 24 dan 48

jam

Selang waktu (jam) Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48

0 BB BTB

24 BB BB

48 BTB BB

Keterangan:

B = Berbeda bermakna (p≤0,05); BTB = Berbeda tidak bermakna (p>0,05) Hasil analisis data aktivitas serum AST pada tikus setelah terinduksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB menggunakan uji Shapiro-Wilk dan kemudian uji

Levene menunjukkan bahwa data terdistribusi normal dan homogen, yang setelahnya dilanjutkan uji ANOVA - Tukey untuk melihat perbedaan bermakna antar kelompok seperti yang ditampilkan pada Tabel VI.

Berdasarkan Tabel V dan Gambar 5, diketahui bahwa aktivitas serum AST tertinggi terjadi pada jam ke-24 (461,2 ± 46,3) jika dibandingkan dengan jam


(62)

ke-0 (100,2 ± 10) dan jam ke-48 (177,2 ± 17,05). Nilai aktivitas serum AST pada jam ke-24 mengalami kenaikan sebesar empat kali lipat dibandingkan aktivitas yang terjadi pada jam ke-0, sedangkan pada jam ke-48 terjadi penurunan aktivitas serum AST. Hasil uji statistik juga menunjukkan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan dan berbeda bermakna antara jam ke-0 dan jam ke-24 dengan nilai signifikansi 0,000 (p<0,05), yang berarti bahwa pemberian karbon tetraklorida pada jam ke-24 terbukti dapat menyebabkan kerusakan hati yang paling tertinggi. Pada perbandingan aktivitas jam ke-0 dan jam ke-48 menunjukkan perbedaan yang bermakna terhadap jam ke-24 (p<0,05). Pada pencuplikan jam ke-0 saat dibandingkan dengan jam ke-48 terjadi perbedaan yang tidak bermakna (p=0,188), yang menunjukkan bahwa pada jam ke-48 aktivitas serum AST mulai mendekati normal seperti yang terlihat pada jam ke-0. Hasil analisis dari uji statistik aktivitas serum AST pada waktu pencuplikan jam ke-0, 24, dan 48 dapat dilihat pada Tabel VI, dimana pada jam ke-24 menunjukkan efek hepatotoksik yang paling tinggi dari karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB.

Oleh karena hasil aktivitas serum ALT dan AST tertinggi setelah pemberian karbon tetraklorida terlihat pada jam ke-24, maka waktu pencuplikan darah yang digunakan selanjutnya dalam penelitian ini adalah jam ke-24 secara


(63)

E. Efek Hepatoprotektif Pemberian Jangka Panjang Ekstrak Etanol 70% Herba Sonchus arvensis L.

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk melihat efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L. terhadap aktivitas serum ALT dan AST pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida pada tiga peringkat dosis, yaitu dosis 0,375; 0,75; 1,5 g/kgBB secara peroral selama enam hari berturut-turut pada jam yang sama. Kemudian pada hari ketujuh diberikan induksi hepatotoksin karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB secara intraperitoneal dan diambil darahnya dari sinus orbitalis mata setelah 24 jam pemberian induksi hepatotoksin karbon tetraklorida secara

intraperitoneal untuk dilakukan pengukuran aktivitas srum ALT dan AST. Penurunan aktivitas serum ALT dan AST menunjukkan adanya efek hepatoprotektif. Hasil data aktivitas serum ALT dan AST tiap kelompok ditampilkan dalam bentuk purata ± SE pada Tabel VII, serta Gambar 6 dan 7.


(64)

Tabel VII. Purata ± SE aktivitas serum ALT dan AST tikus jantan galur Wistar pada kelompok perlakuan

Kelompok Perlakuan

Purata aktivitas

serum ALT ± SE

(U/L)

Purata aktivitas

serum AST ± SE

(U/L) Efek hepatoprotektif (ALT) Efek hepatoprotektif (AST) I Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mL/kgBB 198,4 ± 23,8 461,2 ±

46,3 0% 0%

II

Kontrol negative olive

oil 2 mL/kgBB

41,6 ± 2,3 99,2 ± 8,9 100% 100%

III

Kontrol EHSA 1,5

g/kgBB

46,4 ± 4,3 112,8 ±

5,9 - -

IV EHSA 0,375 g/kgBB + karbon tetraklorida 2 mL/kgBB

67 ± 3,2 202,2 ±

24,3 83,8% 71,6%

V EHSA 0,75 g/kgBB + karbon tetraklorida 2 mL/kgBB 108,8 ± 13,7 417,2 ±

12,3 57,1% 12,15%

VI EHSA 1,5 g/kgBB + karbon tetraklorida 2 mL/kgBB

86,6 ± 4,6 368 ±

11,6 71,3% 25,75%

Keterangan:


(65)

Gambar 6. Diagram batang aktivitas serum ALT tikus jantan galur Wistar pada kelompok perlakuan

Data aktivitas serum ALT dianalisis dengan uji Shapiro-Wilk

menunjukkan nilai signifikansi p>0,05 yang menandakan bahwa distribusi data normal. Namun, uji homogenitas (Levene Test) menunjukkan bahwa data tidak homogen dengan nilai signifikansi 0,03311 (p<0,05). Kemudian, untuk melihat kebermaknaan kelompok dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis dan didapatkan nilai signifikansi 0,0001312 yang berarti bahwa terdapat perbedaan bermakna antar kelompok, sehingga dilanjutkan uji Wilcoxon untuk melihat perbedaan antar kelompok. Hasil analisis data dari uji Wilcoxon dapat dilihat pada Tabel VIII.


(66)

Tabel VIII. Hasil uji Wilcoxon aktivitas serum ALT tikus jantan galur Wistar pada kelompok perlakuan Kelompok Kontrol hepatotok-sin karbon tetraklori-da 2 mL/kgBB Kontrol negatifoli ve oil 2 mL/kgBB Kontrol EHSA 1,5 g/kgBB EHSA 0,375 g/kgBB + karbon tetraklori-da 2 mL/kgBB EHSA 0,75 g/kgBB + karbon tetraklo-rida 2 mL/kgBB EHSA 1,5 g/kgBB + karbon tetraklo-rida 2 mL/kgBB Kontrol hepatotok-sin karbon tetraklori-da 2 mL/kgBB

BB BB BB BB BB

Kontrol negative olive oil 2 mL/kgBB

BB BTB BB BB BB

Kontrol EHSA 1,5

g/kgBB

BB BTB BB BB BB

EHSA 0,375 g/kgBB + karbon tetraklori-da 2 mL/kgBB

BB BB BB BB BB

EHSA 0,75 g/kgBB + karbon tetraklori-da 2 mL/kgBB

BB BB BB BB BTB

EHSA 1,5 g/kgBB + karbon tetraklori-da 2 mL/kgBB

BB BB BB BB BTB

Keterangan:

BB = Berbeda bermakna (p ≤ 0,05); BTB = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05) EHSA = Ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L.


(67)

Gambar 7. Diagram batang aktivitas serum AST tikus jantan galur Wistar pada kelompok perlakuan

Hasil analisis data statistik serum AST menunjukkan bahwa data normal dan homogen, sehingga dapat dilanjutkan uji ANOVA – Tukey untuk melihat kebermaknaan antar kelompok. Hasil analisis data ditampilkan pada Tabel IX.


(68)

Tabel IX. Hasil uji ANOVA Tukey aktivitas serum AST tikus jantan galur Wistar pada kelompok perlakuan

Kelompok Kontrol hepatotok-sin karbon tetraklori-da 2 mL/kgBB Kontrol negatif olive oil 2 mL/kgBB Kontrol EHSA 1,5 g/kgBB EHSA 0,375 g/kgBB + karbon tetraklori-da 2 mL/kgBB EHSA 0,75 g/kgBB + karbon tetraklo-rida 2 mL/kgBB EHSA 1,5 g/kgBB + karbon tetraklo-rida 2 mL/kgBB Kontrol hepatotok-sin karbon tetraklori-da 2 mL/kgBB

BB BB BB BTB BTB

Kontrol negatif olive oil 2 mL/kgBB

BB BTB BB BB BB

Kontrol EHSA 1,5

g/kgBB

BB BTB BTB BB BB

EHSA 0,375 g/kgBB + karbon tetraklori-da 2 mL/kgBB

BB BB BTB BB BTB

EHSA 0,75 g/kgBB + karbon tetraklori-da 2 mL/kgBB

BTB BB BB BB BB

EHSA 1,5 g/kgBB + karbon tetraklori-da 2 mL/kgBB

BTB BB BB BTB BB

Keterangan:

BB = Berbeda bermakna (p ≤ 0,05); BTB = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05) EHSA = Ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L.


(1)

Uji Shapiro Wilk – Normalitas

Uji Levene – Homogenitas


(2)

(3)

Lampiran 13. Hasil rendemen ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L.

Tabel XII. Hasil rendemen ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L.

Ket

(g) C-1 C-2 C-3 C-4 C-5 C-6 C-7 C-8 C-9 C-10 Ca

wan ko song

80,10 105,78 56,33 53,65 56,71 64,38 54,97 33,51 30,92 35,6 Ca

wan + Eks trak

86,37 112,13 62,65 60,25 62,54 70,14 61,67 39,81 36,44 40,33

Rende

men 6,27 6,35 6,32 6,6 5,83 5,76 6,7 6,3 5,52 4,73 Keterangan:

C = cawan

Rata-rata rendemen =

=

= 6,04 g

% rendemen ekstrak =

x 100%

= 12,08%

Hasil menunjukkan bahwa sebanyak 500 g serbuk kering herba

Sonchus arvensis L. menghasilkan 10 cawan ekstrak kental. Rata-rata rendemen

setiap cawan adalah 6,04 g ekstrak kental. Pada pembuatan 500 g serbuk herba

Sonchus arvensis L. menghasilkan 60,4 g ekstrak kental, dengan rendemen


(4)

Lampiran 14. Perhitungan persen efek hepatoprotektif Perhitungan persen efek hepatoprotektif aktivitas serum ALT :

[ ]

Kelompok perlakuan ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis

dosis 0,375 g/kgBB = [

] = 83,8%

Kelompok perlakuan ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L.

dosis 0,75 g/kgBB = [

] = 57,1%

Kelompok perlakuan ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L.

dosis 1,5 g/kgBB = [

] = 71,3%

Perhitungan persen efek hepatoprotektif aktivitas serum AST :

[ ]

Kelompok perlakuan ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L.

dosis 0,375 g/kgBB = [

] = 71,6%

Kelompok perlakuan ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L.

dosis 0,75 g/kgBB = [

] = 12,15%

Kelompok perlakuan ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L.

dosis 1,5 g/kgBB = [


(5)

Lampiran 15. Perhitungan konversi dosis untuk manusia Nilai konversi tikus 200 g ke manusia = 56,0

Dosis untuk manusia = dosis tikus 200 g x nilai konversi tikus 200 g ke manusia

Maka dapat ditetapkan dosis ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L. untuk

manusia adalah sebagai berikut.

Ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L. 0,375 g/kgBB

0,375 g/kgBB = 0,375 g/1000 gBB

= 0,075 g/200 gBB

0,075 g/200 gBB x 56,0 = 4,2 g/70 kgBB

Ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L. 0,75 g/kgBB

0,75 g/kgBB = 0,75 g/1000 gBB

= 0,15 g/200 gBB

0,15 g/200 gBB x 56,0 = 8,4 g/70 kgBB

Ekstrak etanol 70% herba Sonchus arvensis L. 1,5 g/kgBB

1,5 g/kgBB = 1,5 g/1000 gBB

= 0,3 g/200 gBB


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi dengan judul “Efek Hepatoprotektif Pemberian Jangka Panjang Ekstrak Etanol 70% Herba

Sonchus arvensis Linn. Terhadap Aktivitas ALT-ASTSerum Pada Tikus Putih Jantan Terinduksi Karbon Tetraklorida” dengan nama lengkap Fransisca Setyaningsih, merupakan putri pertama dari 3 bersaudara pasangan Bapak Heribertus Rusmiyanto dan Ibu Rosalia Siti Wuryanti. Penulis lahir di Bulungan, 2 April 1994. Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis, yaitu tingkat Sekolah Dasar di SD Katolik P. Purwardaminta Tarakan (1999-2005), tingkat Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Tarakan (2005-2008), tingkat Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Tarakan (2008-2011). Pada tahun 2011, penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Semasa menempuh pendidikan sarjana, penulis aktif dalam kegiatan kepanitiaan seperti Pharmacy Days 2012 sebagai anggota seksi publikasi dekorasi dan dokumentasi, Desa Mitra 2013 sebagai koordinator seksi publikasi dekorasi dan dokumentasi, Kampanye Informasi Obat 2013 sebagai volunteer, serta Komisi Pemilihan Umum Gubernur BEMF dan Ketua DPMF Farmasi Periode 2014-2015 sebagai anggota seksi publikasi dekorasi dan dokumentasi. Selain kegiatan kepanitiaan, penulis juga aktif dalam organisasi Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Farmasi Periode 2014-2015 dengan jabatan sebagai Sekretaris. Penulis juga pernah ikut serta dalam Program Kreativitas Mahasiswa pada tahun 2013 yang dibiayai oleh Dinas Pendidikan Tinggi.


Dokumen yang terkait

Efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek fraksi air ekstrak etanolik herba Tempuyung (Sonchus arvensis L.) terhadap aktivitas ALT-AST SERUM pada tikus putih jantan terinduksi karbon tetraklorida.

0 2 125

Efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang dekok herba Bidens pilosa L. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida.

1 2 99

Efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek infusa herba Bidens pilosa L. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida.

1 4 113

Efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang dekokta Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.) terhadap aktivitas AST-ALT pada tikus jantan Galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

3 7 127

Efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang infusa herba Bidens pilosa L. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida.

1 1 94

Efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang ekstrak Etanol 50% HERBA Sonchus arvensis Linn. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus putih jantan terinduksi karbon tetraklorida.

1 6 112

Efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek infusa herba Sonchus arvensis L. terhadap aktivitas AST-ALT pada tikus jantan Galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 5 100

Efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang ekstrak etanol biji persea americana mill. terhadap aktivitas alt dan ast serum pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

1 2 117

Efek hepatoprotektif jangka panjang ekstrak metanol-air biji persea americana mill. terhadap aktivitas alt-ast serum pada tikus jantan wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 155

Efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang ekstrak etanol biji persea americana mill. terhadap aktivitas alt dan ast serum pada tikus terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 115