Efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek infusa herba Sonchus arvensis L. terhadap aktivitas AST-ALT pada tikus jantan Galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.
INTISARI
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek hepatoprotektif dan dosis efektif pemberian jangka pendek infusa herba Sonchus arvensis L. terhadap tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.
Jenis penelitian merupakan penelitian yang bersifat esperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus yang dibagi secara acak dalam 6 kelompok. Tikus yang digunakan dalam penelitian adalah tikus putih jantan galur Wistar umur 2-3 bulan dengan berat ± 150-250 gram. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB secara intraperitonial dan setelah jam ke-24 diambil darahnya. Kelompok II (kontrol negatif) diberi pelarut hepatoktoksin yaitu olive oil 2 mL/kgBB secara intraperitonial kemudian 6 jam kemudian dilakukan pencuplikan darah. Kelompok III (kontrol infusa) diberikan perlakuan infusa herba Sonchus arvensis L. dan 6 jam kemudian diambil darahnya. Kelompok IV-VI (kelompok perlakuan) diberikan praperlakuan dengan variasi dosis 0,375; 0,75; dan 1,5 g/kgBB, kemudian 6 jam setelah praperlakuan infusa secara peroral diberikan karbon tetraklorida dengan dosis 2 ml/kgBB secara intraperitonial. Pada jam ke-24 diambil darahnya melalui sinus orbitalis mata tikus. Data ALT dan AST yang didapat dianalisis dengan Saphiro-Wilk untuk melihat distribusi data dan dilanjutkan dengan analisis dengan uji One Way ANOVA untuk mengetahui perbedaan aktivitas serum antar kelompok.
Hasil penelitian menunjukkan adanya efek hepatoprotektif infusa herba
Sonchus arvensis L. dengan persen hepatoprotektif serum ALT untuk peringkat dosis 1,5 ; 0,75 ; dan 0,375 g/kgBB adalah 93,72% ; 57,27% dan 64,09%. Persen hepatoprotektif serum AST berturut-turut adalah 90,72% ; 49,23% ; dan 25,99%. Berdasarkan data ini diperoleh dosis efektif pemberian infusa herba Sonchus arvensis L. adalah sebesar 1,5 g/kgBB.
Kata kunci : infusa, herba, Sonchus arvensis L., hepatoprotektif, ALT, AST, karbon tetraklorida, jangka pendek
(2)
ABSTRACT
The research aims to know the hepatoprotective effect and the effective dose of Sonchus arvensis L. herbs infusion in short time period applied for male Wistar rats induced carbon tetrachloride.
This research method was purely experimental with randomized complete direct sampling design. This research used 30 male Wistar rats that were divided randomly into 6 groups. Furthermore, the rats that was used for the research was white male Wistar rats, aged 2-3 months with ± 150-250 gram weight. Group I (hepatotoxine control) was given carbon tetrachloride dose 2 mL/kgBW intraperitonially and then their blood was drawn after 24 hours. Group II (negative control) was given olive oil dose 2 mL/kgBB intraperitonially and then had their blood drawn after 6 hours. Group III (treatment control) was given Sonchus arvensis L. herbs infusion treatment and their blood drawn after 6 hours. Group IV - VI (treatment groups) were given pre-treatment with dose 0.375, 0.75, and 1.5 g/kgBW, then 6 hours after treatment given carbon tetrachloride at a dose of 2 mL/kgBW intraperitonially. On 24 hours, the blood drawn through rat’s eyes
sinus orbitalis. The ALT and AST data were analyzed with Saphiro-Wilk to see the data distribution and One Way ANOVA to determine the serum activity differences for each group.
The result of the research shown that the effect of hepatoprotective
Sonchus arvensis L. herbs infusion with hepatoprotective percentage of ALT serum for doses 0.375, 0.75, and 1.5 g/kgBB were 64.09, 57.27, and 93.72%. The hepatoprotective percentage of AST serum are 25.99, 49.23, and 90.72%. Based on those data, the most effective dose of herbs Sonchus arvensis L. in short term peiod is 1.5 g/kgBW.
Keywords: infusion, herbs, Sonchus arvensis L., hepatoprotective, ALT, AST, carbon tetrachloride, short-term.
(3)
EFEK HEPATOPR HERBA Sonchus a TIKUS JANT
Dia
Me
i
PROTEKTIF PEMBERIAN JANGKA PEND s arvensis L. TERHADAP AKTIVITAS AST NTAN GALUR WISTAR TERINDUKSI KA
TETRAKLORIDA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
emperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Farmasi
Brigita Yulise NIM : 118114012
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2015
NDEK INFUSA ST-ALT PADA KARBON
(4)
(5)
(6)
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
! !
"# $
%
& $
(7)
(8)
(9)
vii
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
penyertaan-Nya dalam proses menyelesaikan naskah skripsi ini. Naskah skripsi ini berjudul
“Efek Hepatoprotektif Pemberian Jangka Pendek Infusa Herba Sonchus arvensis
L. Terhadap Aktivitas AST-ALT pada Tikus Jantan Galur Wistar Terinduksi Karbon Tetraklorida”. Naskah skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam
memperoleh gelar Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya dalam proses pelaksanaan dan penyusunan
naskah ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Prof. Dr. CJ Soegiharjo, Apt. selaku Dosen Pembimbing dan Dosen
Penguji, atas bimbingan, arahan, bantuan, dukungan, motivasi kesabaran,
ketulusan dan saran sepanjang proses penyusunan skripsi tersebut.
3. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku Dosen penguji skripsi ini atas
saran dan dukungannya kepada penulis.
4. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Apt., Ph.D., selaku Dosen Penguji skripsi ini
atas saran dan dukungannya kepada penulis.
5. Ibu Agustina Setiawati M.Sc., Apt., selaku Kepala Laboratorium Fakultas
(10)
viii
laboratorium Imono, Farmakologi-Toksikologi, Farmakognosi-Fitokimia,
Anatomi-Fisiologi Manusia, Biofarmasetika-Farmakokinetika, dan Kimia
Analisis demi terselesaikannya skripsi ini, dan sebagai Dosen Pembimbing
Akademik penulis yang telah mendukung dan membantu penulis selama
proses perkuliahan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
6. Bapak Supardjiman, Bapak Kayatno, Bapak Heru, Bapak Wagiran selaku
Laboran Laboratorium Fakultas Farmasi atas kerja sama dan bantuannya
kepada penulis.
7. Seluruh Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas didikan
dan bimbingan selama proses pendidikan penulis di Fakultas Farmasi
Sanata Dharma.
8. Rekan-rekan Tim Skripsi Sonchus arvensis L. : Diana Fransisca Tirtawati, Margareta Jeanne Retnopalupi, Fransisca Setyaningsih, Agnes Eka Titik
Yulikawanti, Irvan Septya Giantama Balrianan, Vania Stefi Yulianti atas
segala kerja sama, bantuan dan dukungan selama proses penyelesaian
skripsi.
9. Sahabat-sahabat tercinta Chatarina Danik Wijayanti, Andrea Nita Karisa,
Gilda Todingbua, Novita Lily Vindasari, Novianti Ekasari, Cecillia Sendy
Setya, Vina Puspitasari, Anastasya Setya, Lucia Ventyningrum, dan
Agesty atas dorongan, doa dan saran yang menyertai sepanjang proses
(11)
ix
10. Teman-teman Kelas FKK A 2011 dan teman-teman Fakultas Farmasi
Sanata Dharma atas kebersamaan, bantuan dan dukungan yang diberikan.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu oleh penulis yang
telah berperan dalam membantu penulis selama proses penyusunan skripsi
ini.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi yang telah disusun dengan sebaik
mungkin ini akan terdapaat kekurangan mengingat keterbatasan pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan untuk kemajuan dan kesempurnaan karya-karya
berikutnya. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang ilmu farmasi dan
semua pihak baik di lingkungan akademis maupun di lingkungan masyarakat.
Yogyakarta, 12 Juni 2015
(12)
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
INTISARI ... xvii
ABSTRACT ... xviii
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Perumusan masalah ... 3
2. Keaslian penelitian ... 3
3. Manfaat penelitian ... 4
B. Tujuan Penelitian ... 4
1. Tujuan umum ... 4
(13)
xi
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 5
A. Herba Sonchus arvensis L. ... 5
1. Deskripsi tanaman ... 5
2. Klasifikasi tanaman ... 6
3. Kandungan kimia ... 7
4. Kegunaan herba Sonchus arvensis L. ... 7
B. Hepar ... 8
1. Anatomi dan fisiologi hepar ... 8
2. Kerusakan hepar ... 10
C. Hepatotoksin ... 11
D. Karbon Tetraklorida ... 12
E. ALT dan AST ... 13
F. Metode Infundansi ... 14
G. Landasan Teori ... 15
H. Hipotesis ... 16
BAB III. METODE PENELITIAN ... 17
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 17
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 17
1. Variabel utama ... 17
2. Variabel pengacau ... 17
3. Definisi operasional ... 18
C. Bahan Penelitian ... 19
(14)
xii
2. Bahan kimia ... 19
D. Alat Penelitian ... 20
1. Alat infundasi ... 20
2. Alat uji hepatoprotektif ... 21
E. Tata Cara Penelitian ... 21
1. Determinasi herba Sonchus arvensis L. ... 21
2. Pembuatan serbuk kering herba Sonchus arvensis L. ... 21
3. Penetapan kadar air serbuk kering herba Sonchus arvensis L. ... 22
4. Pembuatan infusa herba Sonchus arvensis L. ... 22
5. Penetapan dosis infusa herba Sonchus arvensis L. ... 23
6. Pembuatan larutan karbon tetraklorida dalam olive oil ... 23
7. Uji pendahuluan ... 23
8. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji... 24
9. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST ... 24
F. Tata Cara Analisis Hasil ... 25
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26
A. Penyiapan Bahan ... 26
1. Determinasi serbuk kering herba Sonchus arvensis L. ... 26
2. Pembuatan serbuk kering herba Sonchus arvensis L. ... 26
3. Penetapan kadar air serbuk herba Sonchus arvensis L. ... 27
4. Penetapan konsentrasi infusa ... 28
B. Uji pendahuluan ... 28
(15)
xiii
2. Penetapan waktu pencuplikan darah hewan uji ... 28
3. Penentuan dosis infusa herba Sonchus arvensis L. ... 33
C. Hasil Uji Efek Hepatoprotektif Jangka pendek Infusa Herba Sonchus arvensis L. pada Tikus Jantan Terinduksi Karbon Tetraklorida ... 33
1. Kontrol negatif pelarut olive oil 2 ml/kgBB ... 37
2. Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB ... 38
3. Kontrol perlakuan infusa herba Sonchus arvensis L. 1,5 g/kgBB ... 39
4. Kelompok perlakuan infusa herba Sonchus arvensis L. pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB ... 40
D. Rangkuman Pembahasan ... 46
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 48
A. Kesimpulan ... 48
B. Saran ... 48
DAFTAR PUSTAKA ... 49
LAMPIRAN ... 51
(16)
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Komposisi dan konsentrasi reagen ALT ... 20
Tabel II. Komposisi dan konsentrasi reagen AST ... 20
Tabel III. Aktivitas serum ALT-AST setelah pemberian karbon tetraklorida
dosis 2 ml/kgBB pada selang waktu 0,24,dan 48 jam ... 29
Tabel IV. Perbedaan kenaikan aktivitas serum ALT setelah induksi karbon
tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada pencuplikan darah jam ke-0, 24,
dan 48 ... 30
Tabel V. Perbedaan kenaikan aktivitas serum AST setelah induksi karbon
tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada pencuplikan darah jam ke-0, 24,
dan 48 ... 32
Tabel VI. Purata ± SE aktivitas serum ALT dan AST serta persen efek
hepatoprotektif tikus perlakuan infusa herba Sonchus arvensis L.
terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB ... 34
Tabel VII. Perbandingan aktivitas ALT seluruh kelompok kontrol dengan
kelompok perlakuan variasi dosis infusa herba Sonchus arvensis L. 35 Tabel VIII. Perbandingan aktivitas AST seluruh kelompok kontrol dengan
kelompok perlakuan variasi dosis infusa herba Sonchus arvensis L. 36 Tabel IX. Aktivitas serum ALT dan AST kontrol olive oil pada jam 0 dan
ke-24 ... 37
Tabel X. Perbandingan aktivitas serum ALT-AST kontrol olive oil pada jam ke-0 dan jam ke-24 ... 38
(17)
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Herba Sonchus arvensis L. ... 5 Gambar 2. Mekanisme toksisitas karbon tetraklorida ... 13
Gambar 3. Histogram rata-rata aktivitas serum ALT setelah induksi karbon
tetraklorida pada jam ke-0, 24, dan 48. ... 31
Gambar 4. Histogram rata-rata aktivitas serum AST setelah induksi karbon
tetraklorida pada jam ke-0, 24, dan 48. ... 32
Gambar 5. Histogram rata-rata aktivitas serum ALT tikus perlakuan infusa herba
Sonchus arvensis L. terinduksi karbon tetraklorida ... 35 Gambar 6. Histogram rata-rata aktivitas serum AST tikus perlakuan infusa herba
(18)
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto Serbuk Herba Sonchus arvensis L. ... 52
Lampiran 2. Foto Pembuatan Infusa Herba Sonchus arvensis L. ... 52
Lampiran 3. Foto Infusa Herba Sonchus arvensis L. ... 52
Lampiran 4. Surat Determinasi Herba Sonchus arvensis L. ... 53
Lampiran 5.Surat Medical and Health Research Ethics Committee (MHREC) 54 Lampiran 6. Hasil analisis statistik aktivitas serum ALT dan AST pada uji pendahuluan pencuplikan darah hewan uji setelah induksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB ... 55
Lampiran 7. Hasil analisis statistik data ALT dan AST pada kelompok kontrol olive oil dosis 2 ml/kgBB ... 62
Lampiran 8. Hasil analisis statistik data kontrol CCl4 kontrol olive oil, kontrol infusa, dan kelompok perlakuan infusa herba Sonchus arvensis L. dosis 0,375 g/kgBB; 0,75 g/kgBB; dan 1,5 g/kgBB ... 66
Lampiran 9. Perhitungan persen hepatoprotektif ... 77
Lampiran 10. Penetapan kadar air serbuk herba Sonchus arvensis L. ... 78
(19)
xvii
INTISARI
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek hepatoprotektif dan dosis efektif pemberian jangka pendek infusa herba Sonchus arvensis L. terhadap tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.
Jenis penelitian merupakan penelitian yang bersifat esperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus yang dibagi secara acak dalam 6 kelompok. Tikus yang digunakan dalam penelitian adalah tikus putih jantan galur Wistar umur 2-3 bulan dengan berat ± 150-250 gram. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB secara intraperitonial dan setelah jam ke-24 diambil darahnya. Kelompok II (kontrol negatif) diberi pelarut hepatoktoksin yaitu olive oil 2 mL/kgBB secara intraperitonial kemudian 6 jam kemudian dilakukan pencuplikan darah. Kelompok III (kontrol infusa) diberikan perlakuan infusa herba Sonchus arvensis L. dan 6 jam kemudian diambil darahnya. Kelompok IV-VI (kelompok perlakuan) diberikan praperlakuan dengan variasi dosis 0,375; 0,75; dan 1,5 g/kgBB, kemudian 6 jam setelah praperlakuan infusa secara peroral diberikan karbon tetraklorida dengan dosis 2 ml/kgBB secara intraperitonial. Pada jam ke-24 diambil darahnya melalui sinus orbitalis mata tikus. Data ALT dan AST yang didapat dianalisis dengan Saphiro-Wilk untuk melihat distribusi data dan dilanjutkan dengan analisis dengan uji One Way ANOVA untuk mengetahui perbedaan aktivitas serum antar kelompok.
Hasil penelitian menunjukkan adanya efek hepatoprotektif infusa herba
Sonchus arvensis L. dengan persen hepatoprotektif serum ALT untuk peringkat dosis 1,5 ; 0,75 ; dan 0,375 g/kgBB adalah 93,72% ; 57,27% dan 64,09%. Persen hepatoprotektif serum AST berturut-turut adalah 90,72% ; 49,23% ; dan 25,99%. Berdasarkan data ini diperoleh dosis efektif pemberian infusa herba Sonchus arvensis L. adalah sebesar 1,5 g/kgBB.
Kata kunci : infusa, herba, Sonchus arvensis L., hepatoprotektif, ALT, AST, karbon tetraklorida, jangka pendek
(20)
xviii
ABSTRACT
The research aims to know the hepatoprotective effect and the effective dose of Sonchus arvensis L. herbs infusion in short time period applied for male Wistar rats induced carbon tetrachloride.
This research method was purely experimental with randomized complete direct sampling design. This research used 30 male Wistar rats that were divided randomly into 6 groups. Furthermore, the rats that was used for the research was white male Wistar rats, aged 2-3 months with ± 150-250 gram weight. Group I (hepatotoxine control) was given carbon tetrachloride dose 2 mL/kgBW intraperitonially and then their blood was drawn after 24 hours. Group II (negative control) was given olive oil dose 2 mL/kgBB intraperitonially and then had their blood drawn after 6 hours. Group III (treatment control) was given Sonchus arvensis L. herbs infusion treatment and their blood drawn after 6 hours. Group IV - VI (treatment groups) were given pre-treatment with dose 0.375, 0.75, and 1.5 g/kgBW, then 6 hours after treatment given carbon tetrachloride at a dose of 2 mL/kgBW intraperitonially. On 24 hours, the blood drawn through rat’s eyes
sinus orbitalis. The ALT and AST data were analyzed with Saphiro-Wilk to see the data distribution and One Way ANOVA to determine the serum activity differences for each group.
The result of the research shown that the effect of hepatoprotective
Sonchus arvensis L. herbs infusion with hepatoprotective percentage of ALT serum for doses 0.375, 0.75, and 1.5 g/kgBB were 64.09, 57.27, and 93.72%. The hepatoprotective percentage of AST serum are 25.99, 49.23, and 90.72%. Based on those data, the most effective dose of herbs Sonchus arvensis L. in short term peiod is 1.5 g/kgBW.
Keywords: infusion, herbs, Sonchus arvensis L., hepatoprotective, ALT, AST, carbon tetrachloride, short-term.
(21)
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Hati merupakan organ terbesar dalam rangka abdomen yang memiliki
peran yang sangat kompleks untuk mempertahankan hidup. Hati juga mempunyai
kemampuan menetralkan atau mendetoksifikasi zat-zat kimia dan dengan
demikian sangat berpotensi mengalami kerusakan akibat paparan bahan-bahan
toksik (Sari, Indrawati, dan Djing, 2008). Kerusakan hati dapat disebabkan oleh
bahan-bahan kimia beracun serta obat-obatan tertentu, dan telah menjadi masalah
toksikologi yang serius (Syaifuddin, 2006).
Kerusakan hati yang terjadi dapat berupa nekrosis, perlemakan hati atau
infeksi akibat virus patogen. Menurut WHO (2013), 500 juta penduduk dunia
terkena infeksi virus hepatitis B atau C, yang setiap tahunnya adalah membunuh
1,5 juta manusia. Prevalensi perlemakan hati di Indonesia sendiri sebesar 30,6%
(Sofia, Nurdjanah, dan Ratnasari, 2009).
Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan tumbuhan dan
sebagian besar diantaranya merupakan jenis tumbuhan yang kaya akan khasiat
sebagai obat herbal. Obat tradisional dengan efektivitas yang lebih baik dan efek
samping yang lebih sedikit dalam terapi telah menggantikan berbagai obat sintetis
dalam sistem pengobatan alopatik modern (Sakhtivel and Guruvayoorappan,
2012). Salah satu tanaman herbal yang cukup dikenal di Indonesia ada Sonchus arvensis L. (tempuyung) yang memiliki kandungan senyawa-senyawa flavonol,
(22)
glikosida flavonoid dan monoasil galaktosilgliserol (Xu, Sun, Sun, Qiu, Liu,
Jiang, and Yuan, 2008). Kandungan antioksidan yang terdapat dalam Sonchus arvensis L. cukup tinggi untuk dapat menangkap radikal bebas yang dapat merusak organ hati. Pembentukan radikal bebas yang berlebihan akan
mengakibatkan stress oksidatif yang dapat menimbulkan gangguan pada hati
(Agoes, 2010).
Penelitian ini menggunakan infusa herba Sonchus arvensis L. dengan pemberian jangka pendek. Teknik infusa yang dilakukan dengan perebusan
dengan air ini merupakan teknik sederhana yang umum digunakan masyarakat
untuk memperoleh khasiat suatu tanaman herbal. Teknik penyarian dengan
perebusan ini umumnya digunakan dalam pembuatan obat tradisional seperti
jamu. Penyarian dengan infundasi akan menarik senyawa polar sperti flavonoid.
Selain itu, flavonoid serta fenolik yang susah larut air atau semipolar juga akan
tersari dengan adanya proses pemanasan. Dengan teknik infundasi diharapkan
senyawa-senyawa ini tersari dan dapat memberikan efek hepatoprotektif.
Penelitian dengan pemberian jangka pendek dilakukan untuk melihat bagaimana
pengaruh praperlakuan infusa herba Sonchus arvensis L. enam jam sebelum induksi hepatotoksin terhadap aktivitas ALT-AST di hati. Penelitian dengan
jangka pendek ini dapat membantu mengetahui apakah konsumsi herba Sonchus arvensis L. dapat menurunkan aktivitas ALT-AST dalam waktu relatif singkat. ALT dan AST merupakan indikator yang umum digunakan untuk mengukur
kerusakan hati. Menurut Sari (2008), ALT merupakan indikator yang lebih
(23)
dengan AST. AST tidak hanya berada di hati, tetapi juga di otot jantung, otot
rangka ginjal pancreas, otak, paru-paru, sel darah putih dan sel darah merah.
Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian terkait aktivitas infusa herba
Sonchus arvensis L. sebagai hepatoprotektif dengan pemberian jangka pendek pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida dan mengetahui dosis
optimum pemberian infusa yang dapat memberikan efek optimal dalam
melindungi hati.
1. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka dapat dirumuskan perumusan
masalah sebagai berikut.
a. Apakah pemberian jangka pendek infusa herba Sonchus arvensis L. Memiliki pengaruh hepatoprotektif terhadap aktivitas serum ALT-AST
pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida?
b. Berapakah dosis efektif pemberian jangka pendek infusa herba Sonchus arvensis L. pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida?
2. Keaslian penelitian
Sejauh studi pustaka yang dilakukan oleh peneliti, penelitian tentang
efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek infusa herba Sonchus arvensis
L. terhadap aktivitas serum ALT-AST tikus jantan galur Wistar terinduksi
karbon tetraklorida belum pernah dilakukan.
Penelitian serupa tentang efek hepatoprotektif Sonchus arvensis L. yang pernah dilakukan adalah meneliti efek hepatoprotektif ekstrak metanol
(24)
Sonchus arvensis L. yang dilakukan oleh Alkhreaty, Khan, Khan, and Sahreen, dalam “CCl4 induced genotoxicity and DNA oxidative damages in
rats: hepatoprotective effect of Sonchus arvensis” (2014).
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru mengenai
efek hepatoprotektif dari infusa herba Sonchus arvensis L. dengan pemberian jangka pendek.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat luas
mengenai dosis pemberian infusa herba Sonchus arvensis L. yang paling baik.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas hepatoprotektif infusa
herba Sonchus arvensis L. dengan pemberian jangka pendek.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui apakah pemberian jangka pendek infusa herba Sonchus arvensis L. dapat memberikan efek hepatoprotektif terhadap aktivitas AST-ALT tikus jantan yang diinduksi karbon tetraklorida.
b. Mengetahui dosis efektif pemejanan jangka pendek infusa herba Sonchus arvensis L. yang dapat memberikan efek hepatoprotektif yang optimal pada tikus jantan yang terinduksi karbon tetraklorida.
(25)
5
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA A. Herba Sonchus arvensis L. 1. Deskripsi tanaman
Gambar 1. Sonchus arvensis L.
Herba Sonchus arvensis L. masuk ke dalam famili Asteraceae. Nama lain untuk tumbuhan ini, di Jawa disebut dengan ga-ling; di Sunda
disebut rayana, jombang, jombang lalakina, lempung, lampenas; di Jawa Tengah disebut tempuyung; di China disebut Niu she tou; di Perancis disebut laiton des champs; di Inggris disebut sow thistle. Tempuyung tumbuh di tempat terbuka yang terkena sinar matahari atau sedikit
terlindung seperti tebing-tebing, tepi saluran air atau tanah terlantar,
kadang ditanam sebagai tanaman obat. Tanaman yang berasal dari Eurasia
ini ditemukan pada daerah yang banyak turun hujan pada ketinggian
50-1650 mdpl. Tempuyung merupakan tanaman terna tahunan, tegak, akar
tunggang yang kuat. Batang berongga dan berusuk. Daun tunggal, bagian
(26)
lanset atau lonjong, ujung runcing, pangkal bentuk jantung, tepi berbagi
menyirip tidak teratur, panjang 6-48cm, lebar 3-12cm, warnanya hijau
muda. Daun yang keluar dari tangkai bunga bentuknya lebih kecil dengan
pangkal memeluk batang, letak berjauhan, berseling. Perbungaan
berbentuk bonggol yang tergabung dalam malai, bertangkai, mahkota
bentuk jarum, warnanya kuning cerah, lama kelamaan menjadi merah
kecokelatan. Buah kotak, berusuk lima, bentuknya memanjang sekitar
4mm, pipih, berambut, cokelat kekuningan. Tumbuhan ini sangat
beranekaragam. Yang berdaun kecil disebut lempung, dan yang berdaun
besar dengan tinggi mencapai 2meter disebut rayana. Batang muda dan
daun walaupun rasanya pahit bisa dimakan sebagai lalap. Perbanyakan
dengan biji (Manganti dan Irena, 2011). Herba Sonchus arvensis L. dapat dilihat pada Gambar 1.
2. Klasifikasi tanaman
a. Klasifikasi Sonchus arvensis L.
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliosida
Anak kelas : Asteridae
Bangsa : Asterales
Suku : Asteraceae
Marga : Sonchus
(27)
b. Nama daerah :Tempuyung (Jawa Tengah); ga-ling (Jawa);
rayana, jombang, jombang lalakina, lempung, lampenas (Sunda). c. Nama asing : Niu she tou (China; laiton des champs
(Perancis); sow thistle (Inggris).
(Manganti dan Irena, 2011). 3. Kandungan kimia
Secara kimia tanaman tempuyung mengandung alfa-laktoserol,
beta-laktoserol, manitol, inositol, silika, kalium, flavonoid dan taraksasterol,
sedangkan kandungan utama daunnya adalah ion-ion mineral (silika,
kalium, magnesium, dan natrium) dan senyawa organik (flavonoid,
kumarin, taraksasterol, inositol, dan asam fenolat) sementara kandungan
utama akarnya adalah senyawa flavonoid, apigenin 7-0 glukosida
(Manganti dan Irena, 2011). Senyawa flavonol, glikosida flavonoid dan
monoasil galaktosilgliserol telah diisolasi dari tempuyung (Xu et. al.,
2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Khan (2012) juga menunjukkan
kandungan flavonoid dan fenolik yang tinggi pada herba Sonchus arvensis L.. Serbuk Sonchus arvensis L. mengandung senyawa orientin, kamferol, mirisetin, hiperusida, katekin dan kuersetin yang dapat
terdeteksi dalam ekstrak metanol-asam hidroklorida 25% dengan KCKT
pada panjang gelombang 220 nm detektor UV-Vis.
4. Kegunaan herba Sonchus arvensis L.
Kelompok genus Sonchus telah digunakan sebagai obat
turun-temurun di China untuk mengatasi demam dan inflamasi. Selain itu, juga
(28)
darah. Tanaman itu sendiri memiliki kelebihan lainnya, yakni nikmat
dikonsumsi dan mudah ditanam untuk mengobati gangguan pada
payudara, asma, batuk, dan gangguan pernapasan lainnya. Sonchus arvensis L. ini juga bersifat insektisidal dan memiliki aktivitas anti inflamasi (Xu, et al., 2008). Sonchus arvensis L. telah digunakan secara tradisional untuk mengobati batu ginjal, batu empedu, disentri, hemoroid,
gout arthritis, apendisitis, mastitis, hipertensi, luka bakar dan memar (Alkhreaty, et al., 2014).
B. Hepar 1. Anatomi dan fisiologi hepar
Hepar adalah kelenjar terbesar dalam tubuh manusia, dengan berat 1,5
kg atau 1500 g. Bagian superior dari hepar cembung dan terletak di bawah
kubah kanan diafragma. Bagian inferior hepar cekung dan dibawahnya
terdapat ginjal kanan, gaster, pankreas, dan usus. Hepar dibagi menjadi dua
lobus, yaitu lobus kiri dan kanan (Baradero, Dayrit, dan Siswandi, 2005).
Setiap lobus dari hepar dibagi dalam struktur-struktur yang disebut lobulus.
Lobulus ini adalah mikroskopik yang merupakan unit fungsional dari hepar
yang bersegi enam atau heksagonal. Di dalam lobules terdapat sel-sel hepar
(hepatosit) yang tersusun seperti lapisan-lapisan plat dan berbentuk sinar dan
mengelilingi hepatikum. Setiap segi dari lobulus terdapat cabang-cabang vena
porta, arteria hepatica, dan kanalikuli empedu. Diantara deretan sel-sel hepar
yang berbentuk seperti sinar, terdapat sinusoid yang membawa darah dari
cabang-cabang vena porta dan arteria hepatica ke vena hepatica. Sel-sel fagosit yang disebut sel Kupffer terdapat pada dinding sinusoid. Sel-sel
(29)
Kupffer ini menelan eritrosit dan leukosit yang mati, mikroorganisme, dan
benda asing yang masuk ke dalam hepar (Baradero, dkk., 2005). Rusaknya
beberapa sel hati, atau bahkan sekelompok kecil dapat mengalami perbaikan
tanpa gangguan arsitektur. Kerusakan sel hati yang luas yang terjadi disertai
kerusakan arsitekturnya, akan disembuhkan dengan pembentukan jaringan
parut dan regenerasi noduler sel-sel hati, sehingga terjadi sirosis (Sarjadi,
1994).
Fungsi utama hepar adalah untuk metabolisme bahan makanan seperti
karbohidrat, protein dan lemak. Hepar juga berfungsi untuk menyimpan
vitamin, besi dan tembaga, juga sebagai tempat konjugasi dan ekskresi steroid
adrenal dan gonad serta detoksifikasi zat endogen dan eksogen. Fungsi
detoksifikasi ini dilakukan oleh enzim-enzim hati yang melakukan oksidasi,
reduksi dan hidrolisis atau konjugasi zat-zat yang membahayakan dan
mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif (Price dan Wilson,
2005).
Hepar memiliki struktur seragam yang memiliki kelompok sel yang
dipersatukan oleh sinusoid. Sel-sel hepar mendapat suplai darah dari vena
portae hepatis yang kaya akan makanan dan tidak mengandung oksigen,
namun terkadang bersifat toksik, serta dari arteri hepatika yang mengandung
oksigen. Sistem peredaran darah yang tidak biasa ini dapat menyebabkan
sel-sel hepar mendapatkan suplai darah yang relatif kurang oksigen yang
mengakibatkan hepar memiliki potensi besar untuk mengalami kerusakan dan
(30)
2. Kerusakan hepar
Jenis-jenis kerusakan hepar yang dapat terjadi adalah sebagai berikut.
a. Perlemakan hati (Steatosis)
Perlemakan hati atau steatosis ditunjukkan dengan adanya akumulasi lipid yang tidak normal pada sel-sel hati, umumnya
penumpukan trigliserida. Jenis toksikan yang dapat menyebabkan
perlemakan beragam dengan mekanisme yang berbeda-beda. Umumnya
akumulasi lipid berhubungan dengan gangguan sintesis atau sekresi
lipoprotein (Hodgson, 2010).
b. Cholestasis
Kolestasis terjadi karena penekanan atau penghentian aliran
empedu. Inflamasi atau penyumbatan saluran empedu disebabkan oleh
retensi garam empedu serta akumulasi bilirubin yang akan menyebabkan
penyakit kuning (jaundice). Kolestasis juga terjadi karena adanya perubahan membran permeabilitas hepatosist atau canaliculi empedu. Senyawa/bahan kimia memiliki efek pada permeabilitas membran dan
mengganggu gradien Na+ dan K+ dapat menyebabkan kolestasis (Hodgson,
2010).
c. Fibrosis dan sirosis
Senyawa kimia hepatotoksik dapat menyebabkan kerusakan
hepatosit yang mengakibatkan fibrosis hati. Fibrosis ditandai oleh deposisi
kolagen, proteoglikan, glikoprotein dan bahkan fibrosis kronis terjadi pada
(31)
merusak bentuk hati dan mengganggu aliran darah yang akan
mengakibatkan kerusakan hati bersifat irreversibel (Hodgson 2010).
Sirosis terjadi akibat paparan senyawa yang bersifat hepatotoksik
yang ditandai dengan fibrosis yang meluas dan terbentuk jaringan parut.
Kerusakan yang beranjut dapat menyebabkan gagal hati (Hodgson, 2010).
d. Nekrosis
Nekrosis menunjukkan kematian sel hepatosit yang biasanya
terjadi pada kerusakan akut. Nekrosis dapat terjadi pada bagian tertentu sel
hepatosit (focal necrosis) atau menyerang keseluruhan lobus hepar atau disebut massive necrosis (Hodgson, 2010).
e. Hepatitis
Hepatitis merupakan inflamasi pada hepar yang umumnya
disebabkan oleh infeksi virus (Hodgson, 2010).
f. Karsinogenesis
Tipe umum dari kanker hepar seperti karsinoma. Beberapa kasus
karsinogenesis disebabkan oleh karsinogen seperti aflatoksin, cycasin dan
safrole serta penggunaan obat-obat kimia sintetik (Hodgson, 2010).
C. Hepatotoksin
Obat dan senyawa yang dapat menyebabkan kerusakan hati dibedakan
menjadi dua, yaitu sebagai dapat diramalkan (dengan kejadian tinggi) dan tidak
dapat diramalkan (dengan kejadian rendah). Hepatotoksin teramalkan adalah suatu
senyawa atau obat yang mempengaruhi sebagian besar individu, yang akan
(32)
ini bergantung pada jumlah dosis yang diberikan. Contoh senyawa hepatotoksin
teramalkan, yaitu parasetamol (asetaminofen), karbon tetraklorida, salisilat,
tetrasiklin dan metrotexat. Hepatotoksin tidak dapat diramalkan adalah senyawa
atau obat yang hanya akan memberikan efek toksik pada orang-orang tertentu, dan
tidak tergantung pada dosis pemberian. Contoh senyawa jenis ini, yaitu
klorpromazin, halotan dan isoniazid (Forrest, 2006). Kerusakan hati dapat
diakibatkan karena toksisitas langsung oleh obat atau metabolitnya, atau mungkin
sebagai tanggapan idiosinkrasi pada orang yang mempunyai gen khusus yang
mempengaruhinya. Masa laten antara mulai terapi dan permulaan penyakit hati
membantu mencari etiologinya (Soriano, 2008).
D. Karbon Tetraklorida
Karbon tetraklorida (CCl4) merupakan salah satu senywa golongan
halometana yang biasa digunakan dalam penelitian-penelitian sebagai senyawa
selektif untuk induksi kerusakan hati. Induksi dari senyawa CCl4 akan
menghasilkan senyawa radikal reaktif yang mengaktivasi kerusakan sel (Sen,
Sahin, Agus, Bayav, Sevim, and Semiz, 2007). Senyawa ini tidak berwarna,
berbau aromatis, tahan pada suhu ruangan. Kelarutan senyawa dalam air 793
mg/L pada suhu 25oC (Department of Health and Human Services, 2011).
Karbon tetraklorida (CCl4) merupakan senyawa kimia yang bersifat lebih
ekstensif dalam merusak hepar jika dibandingkan dengan senyawa kimia lainnya.
CCl4 dikonversi menjadi triklorometil (CCl3•) dan kemudian diubah menjadi
radikal triklorometilperoksi (CC3O2•) yang bersifat lebih reaktif. Nekrosis yang
(33)
banyak mengandung
jawab mengaktifkan
gambar 2, ikatan kov
akan memulai pengha
transport lipid keluar
sehingga menyebabk
membentuk radikal tr
peroksidasi lipid (Tim
enzim gluthation (G intermediet yang bers
untuk menginduksi te
Gam
Aminotransfer
asam-asam amino me
meliputi serum Serum
disebut aspartate tran
g isoenzim CYP dalam konsentrasi tinggi ya
an CCl4 (Hodgson, 2010). Seperti yang dap
ovalen dari radikal bebas triklorometil dengan
hambatan sekresi lipoprotein yang bertanggung
ar hepatosit dan menyebabkan lipid terakumul
bkan perlemakan hati (steatosis). Reaksi d
l triklorometilperoksi yang menjadi penyebab
Timbrell, 2000). Radikal triklorometil yang b
(GSH) membentuk phosgene. Metabolit ersifat reaktif dan dapat bereaksi dengan makro
terjadinya kerusakan sel (Hodgson, 2010).
mbar 2. Mekanisme toksisitas karbon tetraklori
E. ALT dan AST
ferase merupakan gugus enzim yang mengkatal
menjadi 2-oxo-acid melalui transfer gugus-gug
rum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SG
ransferase (AST) dan Serum Glutamic Pyruvi
yang bertanggung
apat dilihat pada
gan makromolekul
ungjawab terhadap
ulasi di hepatosit,
i dengan oksigen
ab awal terjadinya
g bereaksi dengan
t ini merupakan
kromolekul seluler
lorida
atalis interkonversi
gugus amino yang
(SGOT) atau juga
(34)
(SGPT) atau juga disebut alanine transferase (ALT), dimana transfer gugus-gugus ini menjadi pertanda adanya kerusakan pada sel hati. ALT merupakan
enzim sitosol yang diproduksi di dalam hati yang kadarnya akan meningkat bila
terjadi kerusakan pada hati.
Kadar ALT dalam jumlah absolut lebih sedikit dari kadar AST, tetapi
kadar ALT di dalam hati lebih banyak dari kadar AST di dalam hati. AST yang
terdapat dalam mitokondria juga sitoplasma, selain diproduksi di hati juga
diproduksi di jantung, otot rangka, dan ginjal, juga termasuk salah satu enzim
penanda adanyaa kerusakan pada hati bila kadarnya meningkat (Satriani, 2009).
F. Metode Infundasi
Metode ekstrasi dapat dibedakan menjadi infundasi, maserasi, perlokasi,
dan penyarian berkesinambungan. Metode maserasi merupakan cara penyarian
sederhana yang dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan
penyari selama beberapa hari pada suhu kamar dan terlindungan dari cahaya
(Sudarmaji, Haryono, dan Suhardi, 1989).
Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi
simplisia nabati dengan air pada suhu 90oC selama 15 menit. Pembuatan infusa
merupakan cara yang paling sederhana untuk membuat sediaan herbal dari bahan
lunak. Sediaan cair infusa dapat dikonsumsi panas atau dingin. Sediaan herbal
yang mengandung minyak atsiri akan berkurang khasiatnya apabila tidak
menggunakan penutup pada pembuatan infusa (Badan Pengawas Obat dan
(35)
G. Landasan Teori
Hati merupakan salah satu organ penting dalam tubuh manusia karena peran
matabolisme dan detoksifikasi racun dalam tubuh. Kerusakan sel-sel hepatosit
dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding sel dan melepaskan
enzim-enzim transaminase menuju aliran darah. Kerusakan sel hati dapat
disebabkan oleh obat-obatan tertentu (Dongare, Dhande, and Kadam, 2013).
Karbon tetraklorida (CCl4) adalah zat hepatotoksik yang sering digunakan
dalam penelitian yang berkaitan dengan hepatotoksisitas. CCl4 dapat
menyebabkan kerusakan pada hati yang disebabkan oleh radikal bebas
triklorometil, CCl4 memerlukan aktivasi metabolisme terutama oleh enzim
sitokrom P450 di hati. Aktivasi tersebut akan mengubah CCl4 menjadi metabolit
yang lebih toksik, sehingga dapat menyebabkan keruskan hati pada hewan coba
dan manusia. Pembentukan radikal bebas yang berlebihan akan mengakibatkan
stress oksidatif yang dapat menimbulkan gangguan pada hati (Tappi, Lintong, and
Loho, 2013).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Khan (2012) terhadap aktivitas
antioksidan dan sitolitik, tanaman Sonchus arvensis L. memiliki aktivitas antioksidan yang kuat. Salah satu cara penggunaan tempuyung ini adalah merebus
daun atau seluruh tumbuhan sebanyak 15-60 g, lalu diminum (Agoes, 2010,).
Penyarian dengan infundasi akan menarik senyawa polar seperti flavonoid. Selain
itu, flavonoid serta fenolik yang susah larut air atau semipolar juga akan tersari
dengan adanya proses pemanasan (Xu, Chen, Xhang, Jiang, Ye, 2008).
Kandungan kimia yang terdapat dalam daun tempuyung kemungkinan besar
(36)
glikosida (luteolin-7-O-glukosida dan apigenin-7-O-glukosida). Kemungkinan
juga akan terlarut sedikit senyawa kumarin (skopoletin), flavonoid bebas
(kaempferol) dan aglikon dari glikosida (Chairul, Sumarny, dan Chairul, 2003).
Senyawa flavonol, glikosida flavonoid dan monoasil galaktosilgliserol telah
diisolasi dari tempuyung (Xu, Sun, Sun, Qiu, Liu, Jiang, dan Yuan, 2008), selain
itu juga dikatakan bahwa kandungan dari tanaman ini dapat menghambat
hepatotoksisitas karbon tetraklorida (CCl4) yang diberikan pada mencit jantan.
Serum transaminase adalah indikator yang peka terhadap kerusakan sel-sel
hati. Hati yang mengalami nekrosis atau kehancuran akan menyebabkan kenaikan
aktivitas transaminase pada serum. Enzim transaminase akan masuk dalam
pembuluh darah dan membuat aktivitas transaminase dalam darah meningkat,
lebih tinggi dari aktivitas normalnya (Hartono, Nurwanti, Ikasari, dan Wiryanto,
2005).
H. Hipotesis
Pemberian jangka pendek infusa herba Sonchus arvensis L. memiliki efek hepatoprotektif pada tikus jantan yang terinduksi karbon tetraklorida.
(37)
17
BAB III
MEODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian mengenai efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek infusa
herba Sonchus arvensis L. terhadap aktivitas serum ALT-AST pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida merupakan jenis penelitian
eksperimantal murni dengan rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel utama
a. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini variasi dosis pemejanan infusa herba
Sonchus arvensis L. b. Variabel tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah efek hepatoprotektif
infusa herba Sonchus arvensis L. yang ditandai dengan penurunan aktivitas serum ALT-AST (U/I) tikus jantan galur Wistar terinduksi
karbon tetraklorida setelah pemberian infusa herba Sonchus arvensis L. jangka pendek.
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali
Variabel pengacau yang dalam penelitian ini adalah kondisi hewan uji
yang digunakan, yaitu tikus jantan galur Wistar dengan berat badan ±
(38)
herba Sonchus arvensis L. dan bahan uji berupa serbuk kering herba
Sonchus arvensis L. Cara pemberian hepatotoksin secara intraperitonial
dengan selang waktu pemberian infusa herba Sonchus arvensis L. selama enam jam yang diberikan secara per oral.
b. Variabel pengacau tak terkendali
Variabel pengacau tak terkendali pada penelitian ini adalah kondisi
patofisiologis dari hewan uji, yaitu tikus jantan galur Wistar.
3. Definisi operasional
a. Herba Sonchus arvensis L.
Didefinisikan semua bagian tumbuhan di atas tanah (batang, daun,
bunga, dan buah) Sonchus arvensis L. b. Infusa herba Sonchus arvensis L.
Infusa herba Sonchus arvensis L. adalah sediaan cair infundasi herba
Sonchus arvensis L. dengan konsentrasi 15%. c. Efek hepatoprotektif
Efek hepatoprotektif didefinisikan sebagai kemampuan infusa herba
Sonchus arvensis L. melindungi hati dari hepatotoksin yang ditandai dengan penurunan aktivitas ALT-AST pada tikus jantan galur Wistar
terinduksi karbon tetraklorida.
d. Jangka pendek
Didefinisikan sebagai selang waktu pemberian hepatotoksin karbon
tetraklorida (CCl4) diberikan pada waktu 6 jam setelah pemberian infusa
(39)
e. Dosis efektif
Didefinisikan sebagai sejumlah gram per kilogram berat badan (g/kgBB)
infusa herba Sonchus arvensis L. terkecil yang memiliki persen hepatoprotektif dari aktivitas ALT-AST yang paling mendekati 100%
proteksi hati.
C. Bahan Penelitian
1. Bahan utama
a. Bahan uji herba Sonchus arvensis L. yang diperoleh dari daerah Cangkringan, Kaliurang, Sleman, Yogyakarta.
b. Hewan uji yang digunakan adalah tikus jantan galur Wistar dengan umur
2-3 bulan, berat badan ± 150-250 g yang diperoleh dari Laboratorium
Imono Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bahan kimia
a. Pelarut infusa yang digunakan adalah aquadest yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
b. Hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida (Merck ®).
c. Kontrol negatif dan pelarut hepatotoksin yang digunakan adalah olive oil
yang diperoleh dari PT. Brataco Chemika, Yogyakarta.
d. Blanko pengukuran aktivitas serum ALT-AST menggunakan aqua bidestilata yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
(40)
e. Reagen ALT Reagen yang digunakan adalah reagen ALT DiaSys.
Komposisi dan konsentrasi dari reagen ALT adalah sebagai berikut (Tabel
I.)
Tabel I. Komposisi dan konsentrasi reagen ALT
Komposisi pH Konsentrasi
R1 : TRIS 7,15 140 mmol/L
L-Alanine 700 mmol/L
LDH (lactate dehydrogenase) ≥2300 U/L
R2 : 2-Oxoglutarate 85 mmol/L
NADH 1 mmol/L
Pyroxidal-5 phospate FS: Good’s buffer
Pyridoxal-5-phosphate 9,6 pH 100 mmol/L 13 mmol/L
f. Reagen AST yang digunakan adalah reagen AST DiaSys. Komposisi dan konsentrasi dari reagen AST adalah sebagai berikut (Tabel II.)
Tabel II. Komposisi dan konsentrasi reagen AST
Komposisi pH Konsentrasi
R1 : TRIS 7,15 140 mmol/L
L-Aspartate 700 mmol/L
MDH (malate dehydogenase) ≥800 U/L
LDH (lactate dehydrogenase) ≥1200 U/L
R2 : 2-Oxoglutarate 65 mmol/L
NADH 1 mmol/L
Pyroxidal-5 phospate FS: Good’s buffer
Pyridoxal-5-phosphate
pH
9,6
100 mmol/L 13 mmol/L
D. Alat Penelitian
1. Alat infundasi
Alat-alat infundasi yang digunakan terdiri dari alat-alat gelas berupa Beaker glass, gelas ukur, labu ukur, pipet ukur, pipet tetes, batang pengaduk, panci
(41)
enamel, timbangan air.
2. Alat uji hepatoprote
Alat-alat yang digu
alat gelas berupa B
pipet tetes, batang
Centurion Scientifi
1cc, pipa kapiler,
stopwatch, blue tip
1. Determinasi herba
Determinasi s
bagian Biologi
Yogyakarta.
2. Pembuatan serbuk
Herba tempuy
akar sebanyak 20
selama 12 jam hin
potong menggunak
potong-potong dike
selama 4-5 hari. S
menggunakan ayak
an analitik, termometer, stopwatch, kain flanne
otektif
igunakan dalam menguji efek hepatoprotektif ya
Beaker glass, gelas ukur, labu ukur, tabung re ang pengaduk (Pyrex Iwaki Glass®),mikrop
tific®, vortex Genie Wilten®, spuit injeksi per r, tabung eppendorf, Vitalab mikro (Microlab
tip dan yellow tip.
E. Tata Cara Penelitian
a
i serbuk kering herba Sonchus arvensis L.
Farmasi Fakultas Farmasi Universitas
uk kering herba Sonchus arvensis L.
uyung berupa bagian batang, daun, dan bung
0 kg dicuci bersih dengan air mengalir dan di
ingga tampak tidak basah lagi. Kemudian tana
akan pisau hingga berukuran 5-10 cm. Tanama
ikeringkan pada oven untuk menguapkan air p
. Setelah kering, tanaman digiling hingga han
akan nomor 40.
nnel, dan penangas
f yaitu seperangkat
reaksi, pipet ukur,
opipet, sentrifuge
eroral dan syringe
lab-200 Merck®),
dilakukan oleh
s Gadjah Mada
unga tanpa bagian
diangin-anginkan
anaman di
potong-man yang sudah di
r pada suhu 50o C
(42)
3. Penetapan kadar air serbuk kering herba Sonchus arvensis L.
Serbuk kering herba Sonchus arvensis L. yang telah diayak melewati mesh 40, dimasukkan ke dalam alat moisture balance ± 5 g kemudian diratakan. Bobot serbuk kering daun tersebut ditimbang sebagai bobot sebelum
pemanasan (bobot A), setelah itu dipanaskan pada suhu 105°C selama 15
menit. Serbuk kering herba Sonchus arvensis L. yang telah dipanaskan kemudian ditimbang kembali dan dihitung sebagai bobot setelah pemanasan
(bobot B). Kemudian dilakukan perhitungan terhadap selisih bobot A dan
bobot B yang merupakan kadar air serbuk herba Sonchus arvensis L. 4. Pembuatan infusa herba Sonchus arvensis L.
Sebanyak 7,5 g serbuk kering herba Sonchus arvensis L. dibasahi dengan aquadest hingga dua kali bobot serbuk (15 ml) kemudian dicampur dalam 50,0
ml pelarut aquadest sehingga aquadest yang digunakan sebanyak 65,0 ml. campuran dipanaskan pada suhu 90oC selama 15 menit dalam panci enamel
agar pemanasannya merata. Waktu 15 menit mulai dihitung ketika suhu
campuran sudah mencapai 90oC dan dijaga suhunya selama 15 menit. Setelah
15 menit dipanaskan dengan suhu 90oC, campuran diambil dan disaring serta
diperas menggunakan kain flannel, dimasukkan ke dalam labu ukur hingga
didapatkan 50 ml larutan infundasi herba Sonchus arvensis L.. Dengan demikian, diperoleh infusa herba dengan konsentrasi 15%.
(43)
5. Penetapan dosis infusa herba Sonchus arvensis L.
Dasar penetapan peringkat dosis adalah bobot tertinggi tikus, konsentrasi
maksimum ekstrak dan pemberian cairan secara peroral separuhnya, yaitu 2,5
ml. Penetapan dosis tertinggi infundasi herba Sonchus arvensis L. adalah : D x BB = C x V
D x BB tertinggi tikus ( kg/BB) = C ekstrak (mg/ml) x 2,5ml
D = x mg/kg BB
Dua dosis lainnya diperoleh dengan menurunkan 2 dan 4 kalinya dari dosis
tertinggi.
6. Pembuatan larutan karbon tetraklorida dalam olive oil
Pembuatan larutan tetraklorida dilakukan dengan perbandingan volume
karbon tetraklorida dan pelarut sebesar 1:1. Pelarut yang digunakan untuk
melarutkan karbon tetraklorida adalah olive oil. Karbon tetraklorida dilarutkan dalam volume yang sama dengan olive oil.
7. Uji pendahuluan.
a. Penetapan dosis hepatotoksin CCl4.
Pemilihan dosis CCl4 dilakukan untuk mengetahui pada dosis
berapa CCl4 bisa menyebabkan kerusakan hati tikus yang ditandai dengan
peningkatan aktivitas ALT-AST serum paling tinggi tetapi tidak
menimbulkan kematian.
b. Penetapan waktu pencuplikan darah
Waktu pencuplikan darah didapatkan dengan melakukan orientasi
(44)
tetraklorida. Dari hewan uji diambil darah pada jam ke-0, 24, dan 48
setelah pemejanan tetraklorida, kemudian diukur aktivitas ALT dan AST.
8. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji
Hewan percobaan yang dibutuhkan sebanyak 30 ekor tikus jantan dibagi
secara acak dalam enam kelompok sama banyak. Kelompok I merupakan
kontrol hepatotoksin CCl4 diberikan CCl4 dalam olive oil (1:1) dengan dosis 2 ml/kgBB secara intraperitonial. Kelompok II merupakan kontrol negatif yaitu
pemberian olive oil 2 ml/kgBB secara intraperitonial. Kelompok III merupakan kontrol perlakuan yaitu pemberian infusa herba Sonchus arvensis L. secara per oral, enam jam kemudian diambil darahnya dan dilakukan pengukuran aktivitas
ALT-AST. Kelompok IV-VI diberikan infusa herba Sonchus arvensis L., kemudian pada 6 jam setelah perlakuan diberikan dosis CCl4. Pada jam ke-24
setelah diberi CCl4, kelompok kontrol hepatotoksin, kontrol negatif dan
kelompok variasi dosis diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis mata tikus, kemudian ditampung dalam Eppendorf yang kemudian disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 3500 rpm dan bagian supernatannya
diambil untuk diukur aktivitas ALT-AST.
9. Pengukuran Aktivitas ALT-AST
Pengukuran aktivitas ALT-AST dilakukan dengan menggunakan alat
Micro-vitalab 200 yang telah divalidasi. Darah tikus yang sudah diambil didiamkan selama 5-10 menit kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000
rpm selama 15 menit. Serum diambil dan dipindahkan ke Eppendorf dan sentrifugasi lagi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit.
(45)
Serum diambil sebanyak 100 µl dan dicampur dengan 1000 µl reagen I,
divortex dan didiamkan selama OT 2 menit, kemudian dicampur 500 µl reagen
II lalu divortex dan OT 1 menit. Setelah OT 1 menit serum tersebut kemudian
diukur dengan mikro-vitalab.
F. Tata Cara Analisis Hasil
Data aktivitas ALT-AST diperoleh dengan menggunakan uji Saphiro-Wilk
sebagai uji normalitas untuk melihat distribusi data dan analisis varian untuk
melihat homogenitas varian antar kelompoknya sebagai syarat analisis
parametik. Jika data terdistribusi normal, dilanjutkan dengan uji ANOVA one way dengan taraf kepercayaan 95% untuk melihat perbedaan masing-masing kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe unntuk melihat perbedaan antara kelompok bermakna (p<0,05)atau tidak bermakna (p>0,05). Bila
distribusi tidak normal, dilakukan analisis dengan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan aktivitas ALT-AST antar kelompok. Kemudian
dilanjutkan dengan Mann-Whitney untuk kebermaknaan perbedaan tiap kelompok.
Perhitungan persen efek hepatoprotektif terhadap hepatotoksin karbon
tetraklorida diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
(1 −(aktivitas ALT seruv pada kontrol CCl − (aktivitas ALT seruv pada perlakuan
(aktivitas ALT seruv pada kontrol CCl − kontrol × 100%
(1 −(aktivitas AST seruv pada kontrol CCl − (aktivitas AST seruv pada perlakuan
(46)
26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian bertujuan untuk membuktikan efek hepatoprotektif infudasi
herba tempuyung terhadap tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon
tetraklorida. Untuk membuktikan hal tersebut maka dilakukan pengukuran
aktivitas ALT-AST serum sebagai parameter kerusakan hepar.
A. Penyiapan Bahan 1. Determinasi herba Sonchus arvensis L.
Determinasi herba Sonchus arvensis L. dilakukan untuk memastikan
bahwa herba yang digunakan dalam penelitian adalah benar herba Sonchus
arvensis L.. Determinasi herba Sonchus arvensis L. dilakukan oleh bagian
Biologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Hasil yang diperoleh dari determinasi ini membuktikan bahwa herba yang
digunakan dalam penelitian benar merupakan herba Sonchus arvensis L..
2. Pembuatan serbuk kering herba Sonchus arvensis L.
Pembuatan serbuk kering herba tempuyung dilakukan dengan proses
pengumpulan bahan, pencucian, perajangan, pengeringan, penggilingan dan
pengayakan. Herba berupa bagian batang, daun, dan bunga tanpa bagian akar
dicuci bersih dengan air mengalir dan diangin-anginkan untuk menghilangkan
pengotor yang ada pada permukaan bagian tanaman. Kemudian tanaman di
potong-potong menggunakan pisau hingga berukuran 5-10 cm untuk
(47)
yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air, sehingga mempercepat
waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis juga dapat
menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah
menguap. Tanaman yang sudah di potong-potong dikeringkan dengan tujuan
untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat
disimpan dalam waktu yang lama. Setelah kering, tanaman digiling hingga
hancur, lalu diayak kembali menggunakan ayakan nomor 40 (ukuran lubang
ayakan 425 µm)
3. Penetapan kadar air serbuk herba Sonchus arvensis L.
Penetapan kadar air serbuk herba Sonchus arvensis L. ini bertujuan
untuk mengetahui kandungan air dalam serbuk herba Sonchus arvensis L.,
sehingga dapat diketahui apakah serbuk herba yang digunakan memenuhi
persyaratan serbuk yang baik atau tidak. Syarat serbuk yang baik menurut
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI yaitu memiliki kadar
air kurang dari 10%. Penetapan kadar air serbuk herba Sonchus arvensis L.
menggunakan alat moisture balance dengan metode gravimetri. Penetapan kadar air diawali dengan serbuk yang digunakan dipanaskan pada suhu 105°C
selama 15 menit. Pemanasan pada suhu 105°C bertujuan untuk menguapkan
kandungan air pada serbuk. Setelah serbuk dipanaskan, dilakukan
penghitungan kadar air. Penghitungan kadar air dilakukan pada replikasi
sebanyak 3 kali. Kadar air yang diperoleh pada serbuk herba Sonchus arvensis
L. sebesar 6,86% yang menunjukkan bahwa serbuk yang digunakan
(48)
4. Penetapan konsentrasi infusa
Penetapan konsentrasi maksimal infundasi dilakukan untuk
menentukan dosis maksimal infusa herba Sonchus arvensis L.. Konsentrasi
maksimal adalah konsentrasi dimana semua serbuk herba Sonchus arvensis L.
terbasahi dan terendam oleh pelarut air. Hasil dari pembuatan infusa
didapatkan konsentrasi maksimal sebesar 15% yang akan digunakan untuk
menentukan dosis maksimal infusa herba Sonchus arvensis L..
B. Uji Pendahuluan 1. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida
Senyawa model hepatotoksin yang digunakan dalam penelitian adalah
karbon tetraklorida. Tujuan dari penetapan dosis hepatotoksin karbon
tetraklorida adalah untuk menentukan dosis karbon tetraklorida yang dapat
menyebabkan kerusakan ringan, yaitu steatosis pada hati tikus yang ditandai
dengan peningkatan aktivitas ALT dan didukung oleh peningkatan AST.
Dosis hepatotoksin yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada
penelitian Murugesan, Sathiskumar, Jayabalan, Binupriya, Swaminantan and
Yun (2009) yaitu 2 mL/kgBB yang dapat menyebabkan steatosis tanpa
menyebabkan kematian hewan uji. Pelarut karbon tetraklorida yang digunakan
adalah olive oil dengan perbandingan 1:1.
2. Penetapan waktu pencuplikan darah hewan uji
Penetapan waktu pencuplikan darah hewan uji dilakukan untuk
mengetahui jangka waktu karbon tetraklorida dengan dosis 2 mL/kgBB
(49)
dilakukan melalui intraperitonial dengan maksud agar hepatotoksin
terabsorbsi dengan cepat melalui rongga peritoneal sehingga dapat
menimbulkan hepatotoksisitas dalam waktu singkat. Pencuplikan darah hewan
uji dilakukan pada jam ke-0, 24, dan 48 melalui sinus orbitalis setelah diinduksi karbon tetraklorida dengan dosis 2 ml/kgBB secara intraperitonial
kemudian dilakukan pengukuran aktivitas ALT dan AST. Data purata ALT
dan AST pada jam ke-0, 24 dan 48 disajikan dalam tabel III.
Tabel III. Aktivitas serum ALT-AST setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada selang waktu 0,24,dan 48 jam Selang
Waktu (jam)
Purata Aktivitas Serum ALT±SE (U/I)
Purata Aktivitas Serum AST±SE (U/I)
0 54 ± 3,54 100,2 ± 9,9
24 198,4 ± 23,77 521,2 ± 90,69
48 74 ± 8,2 177,2 ± 17,15
Keterangan : SE = Standar Error
Berdasarkan tabel III aktivitas serum ALT dan AST pada jam ke-24
menunjukkan aktivitas yang paling tinggi dibandingkan dengan pencuplikan
darah pada jam ke-0 dan ke-48. Aktivitas serum ALT mengalami kenaikan
sebesar empat kali lipat dari aktivitas ALT pada jam ke-0. Begitu pula pada
aktivitas AST, pada jam ke-24 mengalami kenaikan sebesar 5 kali lipat
dibandingkan aktivitas serum pada jam ke-0. Pada jam ke-48, aktivitas serum
ALT mengalami penurunan yang cukup signifikan. Dengan demikian tidak
dilakukan pencuplikan pada jam ke-72 karena sudah diperoleh waktu dimana
karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB memberikan kerusakan hati paling berat
(50)
Data aktivitas ALT serum ALT dianalisis dengan uji Shapiro-Wilk
dan didapatkan distribusi normal ( p>0,05) dan dengan levene test didapatkan variansi tidak homogen (p=0,033). Setelah itu dilanjutkan dengan uji Tamhane
untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara jam ke-0, 24, dan 48. Hasil
analisis statistik aktivitas serum ALT menunjukkan perbedaan bermakna
(p<0,05) pada jam ke-0 dan jam ke-48 terhadap jam ke-24. Hasil analisis
statistik aktivitas serum ALT pada jam ke-0 dan jam ke-48 menunjukkan
perbedaan tidak bermakna (p>0,05). Hal ini menjelaskan bahwa data statistik
pada jam ke-24 mengalami peningkatan yang sangat tinggi, sedangkan pada
jam ke-0 dan ke-48 aktivitas ALT memiliki aktivitas yang hampir sama
dimana pada jam ke-48 terjadi penurunan aktivitas ALT yang signifikan
hingga mendekati nilai normal. Dilihat dari histogram kenaikan aktivitas ALT,
kenaikan paling tinggi terjadi pada jam ke-24. Hal ini menunjukkan bahwa
kerusakan hati paling besar terjadi pada jam ke-24 yang ditandai dengan
puncak tertinggi aktivitas ALT pada jam ke-24 dibandingkan pencuplikan
pada jam lainnya. Hasil statistik aktivitas serum ALT dapat dilihat pada tabel
IV dan histogram kenaikan aktivitas ALT pencuplikan waktu setelah induksi
karbon tetraklorida pada gambar 3.
Tabel IV. Perbedaan kenaikan aktivitas serum ALT setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada pencuplikan darah
jam ke-0, 24, dan 48
ALT Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48
0 BB BTB
24 BB BB
48 BTB BB
Keterangan : BB = Berbeda bermakna (p<0,05) BTB = Berbeda tidak bermakna (p>0,05)
(51)
Gambar 3. His kar
Aktivitas
ke-24, sama sep
aktivitas AST pa
dibandingkan akt
aktivitas AST tida
dapat pula dikelu
aktivitas AST yan
normal (p>0,05)
(p=0,103). Analisi
ANOVA) untuk m
Scheffe. Pada pen bermakna (p>0,05
menunjukkan perb
Histogram rata-rata aktivitas serum ALT set arbon tetraklorida pada jam ke-0, 24, dan 48
as serum AST yang paling tinggi terjadi pada p
eperti yang terjadi pada kenaikan serum A
pada jam ke-24 mencapai kenaikan hingga
ktivitas AST pada pencuplikan jam ke-0. N
idak spesifik menggambarkan adanya kerusaka
eluarkan melalui otot atau organ lainnya. Has
ang diuji dengan Shapiro-Wilk menunjukkan d 5) dan dengan levene test menunjukkan var lisis statistik dilanjutkan dengan analisis pola se
melihat kebermaknaan perbedaan aktivitas A
encuplikan jam ke-0 dan ke-48 menunjukkan
,05) dan pada hasil aktivitas AST pada jam
erbedaan yang bermakna pada terhadap pencup
setelah induksi 48.
a pencuplikan jam
ALT. Kenaikan
ga lima kalilipat
Namun kenaikan
kan di hati karena
asil analisis data
n data terdistribusi
variansi homogen
a searah (One Way
s AST melalui uji
n perbedaan tidak
jam ke-0 dan 48
(52)
(p>0,05). Hal in
mengalami pening
48 aktivitas AST m
terjadi penurunan
normal. Tabe induksi karbon ALT 0 24 48 Keterangan :
Gambar 4. His kar
Diagram
dan 48 setelah
peningkatan AST
pada jam ke-48 a
ini menunjukkan bahwa data statistik pa
ingkatan yang sangat tinggi, sedangkan pada ja
T memiliki aktivitas yang hampir sama dimana
an aktivitas AST yang signifikan hingga m
bel V. Perbedaan kenaikan aktivitas serum A on tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada pencu
jam ke-0, 24, dan 48
Jam ke-0 Jam ke-24 J
BB BB
BTB BB
BB = Berbeda bermakna (p<0,05) BTB = Berbeda tidak bermakna (p>0,05)
Histogram rata-rata aktivitas serum AST set arbon tetraklorida pada jam ke-0, 24, dan 48
m batang aktivitas AST pada pencuplikan wak
ah induksi karbon tetraklorida 2ml/kgBB
T paling tinggi pada jam ke-24. Hal ini menu
8 aktivitas serum AST sudah kembali mende
pada jam ke-24
a jam 0 dan
ke-na pada jam ke-48
a mendekati nilai
AST setelah cuplikan darah Jam ke-48 BTB BB setelah induksi 48.
aktu jam ke-0, 24,
B menunjukkan
enunjukkan bahwa
(53)
kerusakan paling besar ditandai pada jam ke-24. Berdasarkan hasil analisis
data aktivitas ALT dan AST tersebut maka jam ke-24 ditetapkan sebagai
waktu pencuplikan darah pada uji selanjutnya.
3. Penentuan dosis infusa herba Sonchus arvensis L.
Penetapan dosis infusa herba Sonchus arvensis L. bertujuan untuk menentukan peringkat dosis yang akan digunakan dalam penelitian ini.
Penetapan dosis dosis infusa herba Sonchus arvensis L. didasarkan pada berat badan maksimal tikus yang digunakan dalam penelitian (250 g), konsentrasi
maksimal infusa herba Sonchus arvensis L. (15%) dan setengah rute per oral yang dapat diberikan pada tikus (2,5 ml). Diperoleh dosis maksimal infusa
herba Sonchus arvensis L. sebesar 1,5 g/kgBB kemudian ditentukan tiga peringkat dosis infusa herba Sonchus arvensis L. dengan menurunkan 2 dan 4 kalinya dari dosis tertinggi. Dosis II didapat dengan membagi dosis
maksimum (1,5 g/kgBB) sebanyak 2 nilai dan dosis I didapat dengan
membagi dosis maksimum sebanyak 4 nilai, dengan demikian diperoleh
peringkat dosis 0,375; 0,75; dan 1,5 g/kgBB.
C. Hasil uji efek hepatoprotektif jangka pendek infusa herba Sonchus arvensis L. pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida
Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk membuktikan efek
hepatoprotektif infusa herba Sonchus arvensis L. berdasarkan penurunan aktivitas ALT yang didukung oleh penurunan aktivitas AST dengan pra-perlakuan
pemberian tiga peringkat dosis berbeda infusa herba Sonchus arvensis L. selama enam jam sebelum diinduksi hepatotoksin karbon tetraklorida dengan dosis
(54)
2ml/kgBB. Peringkat dosis yang digunakan yaitu dosis terendah sebesar 0,375
g/kgBB, dosis tengah sebesar 0,75 g/kgBB, dan dosis tinggi sebesar 1,5 g/kgBB.
Tabel VI. Purata ± SE aktivitas serum ALT dan AST serta persen efek hepatoprotektif tikus perlakuan infusa herba Sonchus arvensis L.
terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB
Kelompok
Purata ± SE aktivitas serum
ALT (U/I)
Purata ± SE aktivitas serum AST
(U/I)
Persen hepatoprotektif
ALT (%)
Persen hepatoprotektif
AST (%)
I 232,2 ± 19,54 529,4 ± 90,54 - -
II 41,6 ± 2,33 99,2 ± 8,92 - -
III 73 ± 6,19 158,8 ± 5,14 - -
IV 106,8 ± 12,53 417,6 ± 43,46 64,09 25,99
V 119,2 ± 20,26 317,6 ± 17,34 57,27 49,23
VI 53 ± 1,87 138,6 ± 12,49 93,72 90,84
Keterangan :
I : Kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB II : Kelompok kontrol negatif Olive oil dosis 2 ml/kgBB
III : Kelompok kontrol infusa herba Sonchus arvensis L. dosis 1,5 g/kgBB IV : Kelompok praperlakuan dosis 0,375 g/kgBB 6 jam + CCl4 2 ml/kgBB V : Kelompok praperlakuan dosis 0,75 g/kgBB 6 jam + CCl4 2 ml/kgBB VI : Kelompok praperlakuan dosis 1,5 g/kgBB 6 jam + CCl4 2 ml/kgBB SE : Standar error
(55)
Tabel VII. Perbandingan aktivitas ALT seluruh kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan variasi dosis infusa herba Sonchus arvensis L.
Kelompok perlakuan Kontrol hepatotoksin CCl4 2ml/kgBB Kontrol negatif Olive oil 2ml/kgBB Kontrol IHSA 1,5g/kgBB IHSA dosis 0,375g/kgB
B + CCl4
2ml/kgBB
IHSA dosis 0,75g/kgB
B + CCl4
2ml/kgBB
IHSA dosis 1,5g/kgBB
+ CCl4
2ml/kgBB Kontrol
hepatotoksin CCl4 2ml/kgBB
BB BB BB BB BB
Kontrol negative Olive
oil 2ml/kgBB
BB BTB BB BB BTB
Kontrol IHSA
1,5g/kgBB BB BTB BTB BB BTB
IHSA dosis 0,375g/kgBB + CCl4 2ml/kgBB
BB BB BTB BTB BB
IHSA dosis 0,75g/kgBB
+CCl4
2ml/kgBB
BB BB BB BTB BB
IHSA dosis 1,5g/kgBB + CCl4 2ml/kgBB
BB BTB BTB BB BB
Keterangan : IHSA = Infusa herba Sonchus arvensis L. BB = Berbeda bermakna (p ≤ 0,05) BTB = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05)
Gambar 5. Histogram rata-rata aktivitas serum ALT tikus perlakuan infusa herba Sonchus arvensis L. terinduksi karbon tetraklorida
(56)
Tabel VIII. Perbandingan aktivitas AST seluruh kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan variasi dosis infusa herba Sonchus arvensis L.
Kelompok perlakuan Kontrol hepatotoksin CCl4 2ml/kgBB Kontrol negatif Olive oil 2ml/kgBB Kontrol IHSA 1,5g/kgBB IHSA dosis 0,375g/kgB
B + CCl4
2ml/kgBB
IHSA dosis 0,75g/kgB
B + CCl4
2ml/kgBB
IHSA dosis 1,5g/kgBB
+ CCl4
2ml/kgBB Kontrol
hepatotoksin CCl4 2ml/kgBB
BB BB BTB BB BB
Kontrol negative Olive
oil 2ml/kgBB
BB BTB BB BB BTB
Kontrol IHSA
1,5g/kgBB BB BTB BB BB BTB
IHSA dosis 0,375g/kgBB + CCl4 2ml/kgBB
BTB BB BB BTB BB
IHSA dosis 0,75g/kgBB
+CCl4
2ml/kgBB
BB BB BB BTB BB
IHSA dosis 1,5g/kgBB + CCl4 2ml/kgBB
BB BTB BTB BB BB
Keterangan : IHSA = Infusa herba Sonchus arvensis L. BB = Berbeda bermakna (p ≤ 0,05) BTB = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05)
Gambar 6. Histogram rata-rata aktivitas serum AST tikus perlakuan infusa herba Sonchus arvensis L. terinduksi karbon tetraklorida
(57)
1. Kontrol negatif pelarut Olive oil dosis 2 ml/kgBB
Kontrol negatif yang digunakan pada penelitian ini adalah Olive oil
sebagai pelarut hepatotoksin. Induksi pelarut hepatotoksin ini diberikan
melalui jalur intraperitoneal. Dosis yang diberikan sama dengan dosis karbon tetraklorida karena olive oil merupakan pelarut hepatotoksin, yaitu 2 ml/kgBB. Tujuan dilakukan pengukuran aktivitas serum pada kelompok kontrol pelarut
adalah untuk melihat apakah olive oil sebagai pelarut memberikan pengaruh terhadap kenaikan aktivitas ALT dan AST hewan uji. Pengujian ini dapat
memastikan bahwa kenaikan aktivitas ALT-AST yang terjadi adalah karena
induksi hepatotoksin dan pelarut yang digunakan tidak mempengaruhi hasil
pengukuran. Pengambilan sampel darah uji dilakukan pada jam 0 dan
ke-24 setelah induksi olive oil.
Tabel IX. Aktivitas serum ALT dan AST kontrol olive oil pada jam ke-0 dan ke-24
Selang Waktu (jam)
Purata Aktivitas Serum ALT±SE (U/I)
Purata Aktivitas Serum AST±SE (U/I)
0 57 ± 5,07 111,4 ± 11,8
24 41,6 ± 2,34 99,2 ± 8,92
Keterangan : SE = standar error
Hasil pengukuran aktivitas serum ALT pada jam ke-0 dan ke-24
berturut-turut adalah 57 ± 5,07 dan 41,6 ± 2,34. Hasil pengukuran aktivitas
serum AST berturut-turut adalah 111,4 ± 11,8 dan 99,2 ± 8,92. Analisis data
dilakukan untuk perbandingan aktivitas serum ALT dan AST ini dilakukan
menggunakan analisis statistik uji t berpasangan untuk melihat perbedaan
kondisi pada jam ke-0 (sebelum perlakuan) dan pada jam ke-24 (sesudah
(58)
Tabel X. Perbandingan aktivitas serum ALT-AST kontrol olive oil pada jam ke-0 dan jam ke-24
Selang waktu (jam)
Aktivitas serum ALT Aktivitas serum AST Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-0 Jam ke-24
0 BB BTB
24 BB BTB
Keterangan : BB = Berbeda bermakna (p<0,05) BTB = Berbeda tidak bermakna (p>0,05)
Uji t berpasangan aktivitas ALT menunjukkan adanya perbedaan
bermakna pada aktivitas ALT jam ke-0 dan jam ke-24 (p<0,05). Walaupun
terjadi peningkatan aktivitas ALT yang bermakna setelah pemberian olive oil
namun kenaikan masih berada pada rentang normal sehingga dapat diartikan
olive oil tidak memberikan efek hepatotoksik. Aktivitas serum AST menunjukkan perbedaan tidak bermakna antara jam ke-0 dan jam ke-24
(p>0,05). Dari data ini dapat disimpulkan bahwa pemberian olive oil sebagai pelarut karbon tetraklorida tidak memberikan pengaruh dalam peningkatan
aktivitas serum ALT dan AST dalam penelitian yang dilakukan.
2. Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2 ml/kgBB
Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST pada kelompok kontrol
hepatotoksin dengan dosis 2 ml/kgBB bertujuan untuk mengetahui pengaruh
pemberian karbon tetraklorida 2 ml/kgBB sebagai hepatotoksin terhadap
aktivitas ALT dan AST yang menandai terjadinya kerusakan hati. Aktivitas
ALT dan AST yang tinggi pada jam ke-24 menunjukkan adanya kerusakan
hati akibat induksi hepatotoksin. Pengujian ini dilakukan dengan memejankan
(59)
jalur intraperitonial dan 24 jam kemudian darah tikus diambil melalui sinus orbitalis untuk kemudian diukur aktivitas ALT dan AST-nya. Hasil dari pengukuran aktivitas serum ALT seperti yang dapat dilihat pada tabel VI,
terjadi peningkatan hingga 232,2 ± 19,54 (U/I). Hal ini memberikan
perbedaan bermakna terhadap kontrol negatif (p<0,05). Kenaikan aktivitas
ALT ini menunjukkan kenaikan hingga mencapai 5 kali lipat, terjadi
kerusakan hati yang berat pada hewan uji.
Hasil pengukuran aktivitas AST kelompok kontrol hepatotoksin
menunjukkan peningkatan aktivitas serum AST yang sangat tinggi (529,4 ±
90,54 U/I). Hal ini memberikan perbedaan bermakna terhadap kontrol negatif
(p<0.05). Adanya kenaikan rata-rata aktivitas ALT yang didukung kenaikan
aktivitas AST ini menunjukkan bahwa pemberian karbon tetraklorida dosis 2
ml/kgBB memiliki efek hepatotoksik pada hewan uji.
3. Kontrol perlakuan (infusa herba Sonchus arvensis L. 1,5 g/kgBB)
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk melihat pengaruh pemberian
infusa herba Sonchus arvensis L. terhadap aktivitas ALT dan AST hewan uji. Dosis pemejanan infusa herba Sonchus arvensis L. adalah dosis tertinggi peringkat dosis, yaitu 2 g/kgBB. Infusa herba Sonchus arvensis L. diberikan melalui rute oral dan pada 6 jam berikutnya dilakukan pencuplikan darah
untuk dilakukan pengukuran aktivitas ALT-AST.
Pada tabel VI kontrol perlakuan infusa herba Sonchus arvensis L. dosis 1,5 g/kgBB memberikan nilai aktivitas ALT sebesar 73 ± 6,19 (U/I). Aktivitas
(1)
AST LSD
(I) Kelompok (J) Kelompok
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound Kontrol
hepatotoksin 2 ml/kgBB
Kontrol Olive oil 2 ml/kgBB 430.20000* 59.57997 .000 307.2330 553.1670 Kontrol IHSA 1,5 g/kgBB 370.60000* 59.57997 .000 247.6330 493.5670 IHSA 0,375 g/kgBB 111.80000 59.57997 .073 -11.1670 234.7670 IHSA 0,75 g/kgBB 211.80000* 59.57997 .002 88.8330 334.7670 IHSA 1,5 g/kgBB 390.80000* 59.57997 .000 267.8330 513.7670 Kontrol Olive
oil 2 ml/kgBB
Kontrol hepatotoksin 2
ml/kgBB -430.20000
*
59.57997 .000 -553.1670 -307.2330
Kontrol IHSA 1,5 g/kgBB -59.60000 59.57997 .327 -182.5670 63.3670 IHSA 0,375 g/kgBB -318.40000* 59.57997 .000 -441.3670 -195.4330 IHSA 0,75 g/kgBB -218.40000* 59.57997 .001 -341.3670 -95.4330 IHSA 1,5 g/kgBB -39.40000 59.57997 .515 -162.3670 83.5670 Kontrol IHSA
1,5 g/kgBB
Kontrol hepatotoksin 2
ml/kgBB -370.60000
*
59.57997 .000 -493.5670 -247.6330
Kontrol Olive oil 2 ml/kgBB 59.60000 59.57997 .327 -63.3670 182.5670 IHSA 0,375 g/kgBB -258.80000* 59.57997 .000 -381.7670 -135.8330 IHSA 0,75 g/kgBB -158.80000* 59.57997 .014 -281.7670 -35.8330 IHSA 1,5 g/kgBB 20.20000 59.57997 .738 -102.7670 143.1670 IHSA 0,375
g/kgBB
Kontrol hepatotoksin 2
ml/kgBB -111.80000 59.57997 .073 -234.7670 11.1670
Kontrol Olive oil 2 ml/kgBB 318.40000* 59.57997 .000 195.4330 441.3670 Kontrol IHSA 1,5 g/kgBB 258.80000* 59.57997 .000 135.8330 381.7670 IHSA 0,75 g/kgBB 100.00000 59.57997 .106 -22.9670 222.9670 IHSA 1,5 g/kgBB 279.00000* 59.57997 .000 156.0330 401.9670 IHSA 0,75
g/kgBB
Kontrol hepatotoksin 2
ml/kgBB -211.80000
*
59.57997 .002 -334.7670 -88.8330
Kontrol Olive oil 2 ml/kgBB 218.40000* 59.57997 .001 95.4330 341.3670 Kontrol IHSA 1,5 g/kgBB 158.80000* 59.57997 .014 35.8330 281.7670
(2)
IHSA 0,375 g/kgBB -100.00000 59.57997 .106 -222.9670 22.9670 IHSA 1,5 g/kgBB 179.00000* 59.57997 .006 56.0330 301.9670 IHSA 1,5
g/kgBB
Kontrol hepatotoksin 2
ml/kgBB -390.80000
*
59.57997 .000 -513.7670 -267.8330
Kontrol Olive oil 2 ml/kgBB 39.40000 59.57997 .515 -83.5670 162.3670 Kontrol IHSA 1,5 g/kgBB -20.20000 59.57997 .738 -143.1670 102.7670 IHSA 0,375 g/kgBB -279.00000* 59.57997 .000 -401.9670 -156.0330 IHSA 0,75 g/kgBB -179.00000* 59.57997 .006 -301.9670 -56.0330 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
(3)
Lampiran 9. Perhitungan Persen hepatoprotektif
Rumus menghitung persen hepatoprotektif serum ALT-AST adalah sebagai
berikut :
(1 −(aktivitas ALT seruv pada kontrol CCl − (aktivitas ALT seruv pada perlakuan
(aktivitas ALT seruv pada kontrol CCl − kontrol × 100%
(1 −(aktivitas AST seruv pada kontrol CCl − (aktivitas AST seruv pada perlakuan
(aktivitas AST seruv pada kontrol CCl − kontrol × 100%
1.
ALT
(1 −(aktivitas ALT seruv pada kontrol CCl − (aktivitas ALT seruv pada perlakuan
(aktivitas ALT seruv pada kontrol CCl − kontrol × 100%
%hepatoprotektif kelompok IV = (1 −
($$%,$ '((%($$%,$' ),*
× 100% = 93,72%
%hepatoprotektif kelompok V
= (1 −
($$%,$ '())+,$($$%,$' ),*
× 100%= 57,27%
%hepatoprotektif kelompok VI = (1 −
($$%,$'(),*,-($$%,$' ),*
× 100%= 64,09%
2.
AST
(1 −(aktivitas AST seruv pada kontrol CCl − (aktivitas AST seruv pada perlakuan
(aktivitas AST seruv pada kontrol CCl − kontrol × 100%
%hepatoprotektif kelompok IV = (1 −
(.$+, '()%-,*(.$+, '++,$
× 100%= 90,84%
%hepatoprotektif kelompok V
= (1 −
(.$+, '(%)(,*(.$+, '++,$
× 100%= 49,23%
%hepatoprotektif kelompok VI = (1 −
(.$+, '( )(,*(4)
Lampiran 10. Penetapan kadar air serbuk kering herba
Sonchus arvensis
L.
(5)
Lampiran 11. Perhitungan Konversi Dosis untuk Manusia
Nilai konversi tikus 200 g ke manusia = 56,0
Dosis untuk manusia = dosis tikus 200 g x nilai konversi tikus 200 g ke manusia
Maka dapat ditetapkan dosis infusa herba
Sonchus arvensis
L. untuk manusia
adalah sebagai berikut :
Infusa herba
Sonchus arvensis
L. 1,5 g/kgBB tikus
1,5 g/kgBB
= 1,5 g/1000 gBB
= 0,3 g/200 gBB
= 0,3 g/ 200 gBB x 56,0
= 16,8 g/70 kgBB manusia
Infusa herba
Sonchus arvensis
L. 0,75 g/kgBB tikus
0,75 g/kgBB = 0,75 g/1000 gBB
= 0,15 g/200 gBB
= 0,15 g/ 200 gBB x 56,0
= 8,4 g/70 kgBB manusia
Infusa herba
Sonchus arvensis
L. 0,375 g/kgBB tikus
0,375 g/kgBB = 0,375 g/1000 gBB
= 0,075 g/200 gBB
= 0,075 g/ 200 gBB x 56,0
(6)