Pengaruh waktu pemberian infusa herba Bidens pilosa L. jangka pendek sebagai hepatoprotektif terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida.
herba Bidens pilosa L. secara akut sebagai hepatoprotektif pada tikus betina galur Wistar yang terinduksi CCl4 dengan melihat penurunan aktivitas serum ALT-AST, serta
mendapatkan waktu efektifnya.
Penelitian bersifat eksperimental murni dengan rancangan penelitian lengkap pola searah. Sebanyak 30 tikus betina galur Wistar, umur 2-3 bulan, berat badan ± 120-200 g dibagi secara acak ke dalam enam kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Kelompok I (kontrol negatif) diberikan olive oil 2 mL/kgBB secara i.p., kelompok II (kontrol hepatotoksin) diinduksikan CCl4 2 mL/kgBB secara i.p., kelompok III (kontrol
infusa herba) diberikan infusa herba Bidens pilosa L. 1 g/kgBB secara p.o. dalam waktu 6 jam, kelompok IV-VI (perlakuan) diberikan infusa herba Bidens pilosa L. 1 g/kgBB untuk uji waktu protektif 1, 4, dan 6 jam dan diinduksikan CCl4 2 mL/kgBB secara i.p. kemudian pada
jam ke-24 setelah pemberian CCl4 diambil darah melalui sinus orbitalis mata untuk
penetapan aktivitas ALT-AST. Data dianalisis menggunakan One Way ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc Scheffe.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu paling efektif pemberian infusa herba
Bidens pilosa L. untuk menghasilkan penurunan aktivitas ALT dan AST tikus adalah 4 jam dengan presentase hepatoprotektif serum ALT 106,14%, serta persentase hepatoprotektif serum AST 102,34%.
(2)
The aim of this study are to prove the influence of hepatoprotective time infusion of
Bidens pilosa L. herb in acute and the most effective protection time of the ALT-AST serum in rats that induced by CCl4.
This study is a pure experimental with randomized complete direct sampling design. A total of 30 female Wistar rats, age 2-3 months, weighing ± 120-200 g were divided into six groups by five rats each. Rats in group I were orally administered 2 mL/kgBW olive oil, group II were intraperitoneal administered CCl4 2 mL/kgBW as hepatotoxin, group III were
orally administered 1 g/kgBW infusion of Bidens pilosa L. for 6 hours, group IV administered 1 g/kgBW infusion of Bidens pilosa L. and was injected with CCl4 2 mL/kgBW
after 1 hours, group V administered 1 g/kgBW infusion of Bidens pilosa L. and was injected with CCl4 2 mL/kgBW after 4 hours, group VI administered 1 g/kgBW infusion of Bidens
pilosa L. and was injected with CCl4 2 mL/kgBW after 6 hours. Data of ALT-AST activity
were analyzed by One Way ANOVA and continued to Post Hoc Scheffe test.
This study showed that the most effective protection time to give influence of ALT-AST in rats that induced by CCl4 is 4 hours with %hepatoprotective ALT serum was 106.14
% and the % hepatoprotective AST serum was 102.34 %.
(3)
AKTIVITAS ALT-AST SERUM PADA TIKUS BETINA TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Vina Alvionita Soesilo NIM : 118114095
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
i
AKTIVITAS ALT-AST SERUM PADA TIKUS BETINA TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Vina Alvionita Soesilo NIM : 118114095
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(5)
(6)
(7)
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“Winners do not do different things, but do things differently”
w Kupersembahkan skripsi ini untuk:
Papa Mamaku atas kasih sayang yang mereka berikan kepadaku, keluarga besarku,
Sahabat-sahabat dan teman-temanku yang selalu menemaniku, Almamaterku tercinta
(8)
(9)
(10)
vii
PRAKATA
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pengaruh Waktu Pemberian Infusa Herba Bidens Pilosa L. Secara Akut Sebagai Hepatoprotektif Terhadap Aktivitas ALT-AST Serum Pada Tikus
Terinduksi Karbon Tetraklorida” sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi
untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Saya menyadari sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sejak penyusunan proposal
sampai dengan terselesaikannya naskah skripsi ini. Bersama ini saya
menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya serta penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada:
1. Rektor Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberi
kesempatan kepada saya untuk menimba ilmu di Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Pembimbing dan Dosen
Penguji yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan,
masukan, motivasi, kritikan dan saran selama penelitian serta penyusunan
skripsi ini.
3. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji yang memberikan
bimbingan, kritik dan saran yang membangun untuk skripsi ini.
4. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dosen Penguji yang memberikan
(11)
viii
5. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt. selaku Kepala Laboratorium Fakultas
Farmasi yang telah memberikan ijin dalam penggunaan semua fasilitas
laboratorium untuk kepentingan penelitian skripsi ini.
6. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., yang telah memberikan bantuan dalam
determinasi serbuk Bidens pilosa L.
7. Bapak Kayatno, Bapak Heru Purwanto, Bapak Suparjiman, Bapak Kunto, dan
Bapak Suparlan selaku laboran laboratorium Fakultas Farmasi yang telah
banyak membantu dalam proses pelaksanaan penelitian.
8. Seluruh Dosen dan Karyawan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta atas ilmu, pengalaman, masukan, keceriaan, dan persahabatan
yang telah diberikan.
9. Orang tua beserta keluarga saya yang senantiasa memberikan dukungan
moral maupun material.
10. Alexander Budi Kuncoro, Leonardo Susanto Utomo, Prasetyo Handy
Kurniawan, dan Apriyanto Gomes sebagai rekan kerja dalam penelitian
skripsi ini. Terima kasih atas kesabaran, kepercayaan, kerjasama,
persahabatan, keceriaan dan semangat selama ini.
11. Sahabat-sahabatku Gabriella Septiana Suryadi, Giacinta Puspananda
Christara, Rio Irawan, Andrea Nita Karisa, Monica Oktavia Badjau, Mery Tri
Utami, dan Agnes Eka Titik Yulianti yang telah menemani dengan segala
canda tawa, mendukung, memotivasi, mendoakan, dan senantiasa
(12)
ix
12. Semua teman-teman FST A 2011 yang bersama-sama berjuang, terima kasih
telah menjadi teman yang baik bagi penulis.
13. Teman angkatan 2011 yang bersama-sama berjuang dan mengisi sebagian
cerita hidupku, terima kasih atas kebersamaan dan bantuan selama
perkuliahan.
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas segala bantuan,
semangat, dan doa yang menyertai penulis dari awal penelitian hingga
selesainya penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna. Oleh
karena itu, penulis menerima segala kritik, saran dan masukan yang berguna dari
semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya di Bidang Farmasi.
Yogyakarta, 14 Januari 2015
(13)
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
INTISARI ... xviii
ABSTRACT ... xix
BAB I PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Permasalahan... 4
2. Keaslian penelitian ... 5
3. Manfaat penelitian ... 6
B. Tujuan Penelitian ... 6
1. Tujuan umum ... 6
(14)
xi
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 8
A. Anatomi Fisiologi Hati ... 8
B. Kerusakan Hati ... 12
C. Hepatotoksin ... 14
D. Karbon Tetraklorida ... 15
E. Pengukuran Serum Alanin Aminoransferase dan Aspartat Aminotransferase ... 19
F. Herba Ketul (Bidens pilosa L.) ... 19
1. Taksonomi ... 19
2. Morfologi Tanaman ... 20
3. Kandungan kimia dan kegunaannya ... 21
G. Infusa ... 22
H. Landasan Teori ... 23
I. Hipotesis ... 24
BAB III METODE PENELITIAN ... 25
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 25
B. Variabel Penelitian dan Definisi operasional ... 25
1. Variabel penelitian... 25
2. Definisi operasional ... 26
C. Bahan Penelitian ... 27
1. Bahan utama ... 27
2. Bahan kimia ... 27
(15)
xii
E. Tata Cara Penelitian ... 28
1. Determinasi Herba Bidens pilosa L. ... 28
2. Pengumpulan bahan uji ... 29
3. Pembuatan serbuk herba Bidens pilosa L. ... 29
4. Penetapan kadar air serbuk herba Bidens pilosa L. ... 29
5. Pembuatan infusa herba Bidens pilosa L. ... 30
6. Pembuatan larutan karbon tetraklorida konsentrasi 50% ... 30
7. Penetapan dosis infusaHerba Bidens pilosa L. ... 30
8. Penetapan dosis karbon tetraklorida ... 31
9. Penetapan waktu pengambilan cuplikan darah ... 31
10.Pengelompokan dan perlakuan hewan uji ... 31
11.Pembuatan serum ... 32
12.Penetapan aktivitas ALT dan AST ... 32
13.Perhitungan % hepatoprotektif ... 33
F. Tata Cara Analisis Hasil ... 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35
A. Hasil Determinasi Serbuk Bidens pilosa L. ... 35
B. Penetapan Kadar Air Serbuk Herba Bidens pilosa L. ... 35
C. Uji Pendahuluan ... 36
1. Penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida ... 36
2. Penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji ... 37
D. Hasil Uji Waktu Protektif Pemberian Infusa Herba Bidens pilosa L. secara Akut pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida ... 42
(16)
xiii
1. Kontrol negatif (oilve oil 2 mL/kgBB) ... 45
2. Kontrol hepatotoksin (karbon tetraklorida 2 mL/kgBB) ... 47
3. Kontrol perlakuan (infusa herba Bidens pilosa L. dosis 1 g/kgBB) ... 48
4. Kelompok perlakuan infusa herba Bidens pilosa L. dengan dosis 1 g/kgBB pada tikus terinduksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB ... 49
E. Rangkuman Pembahasan ... 56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 58
A. Kesimpulan ... 58
B. Saran ... 58
DAFTAR PUSTAKA ... 59
LAMPIRAN ... 64
(17)
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Penelitian yang sudah pernah dilakukan ... 5
Tabel II. Peningkatan Relatif dari Beberapa Serum Enzim Pada Cedera
Hati ... 18
Tabel III. Komposisi dan Konsentrasi Reagen ALT ... 28
Tabel IV. Komposisi dan Konsentrasi Reagen AST ... 28
Tabel V. Purata aktivitas serum ALT setelah pemberian karbon
tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada penetapan waktu
pencuplikan darah (n=5) ... 37
Tabel VI. Perbandingan aktivitas ALT setelah pemberian karbon
tetraklorida pada tiap waktu pencuplikan darah ... 39
Tabel VII. Purata aktivitas serum AST setelah pemberian karbon
tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada penetapan waktu
pencuplikan darah (n=5) ... 39
Tabel VIII. Perbandingan aktivitas ALT setelah pemberian karbon
tetraklorida pada tiap waktu pencuplikan darah ... 41
Tabel IX. Pengaruh Waktu Protektif Pemberian Secara Akut Infusa
Herba Bidens pilosa L. Terhadap Hepatotoksisitas Karbon
Tetraklorida Dilihat dari Aktivitas ALT dan AST ... 42
Tabel X. Perbandingan hasil antara seluruh kelompok kontrol terhadap
perlakuan pemberian herba Bidens pilosa L. berdasarkan serum
(18)
xv
Tabel XI. Perbandingan hasil antara seluruh kelompok kontrol terhadap
perlakuan pemberian herba Bidens pilosa L. berdasarkan serum
AST pada variasi waktu tertentu ... 45
Tabel XII. Perbandingan ALT kelompok kontrol oilve oil pada
pencuplikan darah jam ke-0 dan jam ke-24 ... 46
Tabel XIII. Perbandingan AST kelompok kontrol oilve oil pada
(19)
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Anatomi Hati ... 8
Gambar 2. Struktur Mikroskopik Hati ... 10
Gambar 3. Mekanisme Biotransformasi dan Oksidasi Karbon Tetraklorida ... 16
Gambar 4. Tanaman Bidens pilosa L., bunga Bidens pilosa L., dan biji Bidens pilosa L. ... 20 Gambar 5. Diagram batang purata aktivitas serum ALT tikus setelah
pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada
penetapan waktu pencuplikan darah ... 38
Gambar 6. Diagram batang purata aktivitas serum AST tikus setelah
pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada
penetapan waktu pencuplikan darah ... 40
Gambar 7. Diagram batang purata pengaruh waktu protektif pemberian
infusa herba Bidens pilosa L. secara akut terhadap
hepatotoksisitas karbon tetraklorida dilihat dari aktivitas ALT... 43
Gambar 8. Diagram batang purata pengaruh waktu protektif pemberian
infusa herba Bidens pilosa L. secara akut terhadap
hepatotoksisitas karbon tetraklorida dilihat dari aktivitas AST ... 44
Gambar 9. Diagram batang rata-rata perbandingan ALT kontrol oilve oil
jam ke-0 dari kontrol olive oil jam ke-24 ... 47 Gambar 10. Diagram batang rata-rata perbandingan AST kontrol oilve
(20)
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto serbuk herba Bidens pilosa L. ... 65
Lampiran 2. Foto infusa herba Bidens pilosa L. ... 65
Lampiran 3. Surat determinasi tanaman Bidens pilosa L. ... 66
Lampiran 4. Surat ethical clearance ... 67
Lampiran 5. Hasil analisis statistik data ALT dan AST pada uji pendahuluan waktu pencuplikan darah hewan uji setelah induksi karbon tetraklorida (2 mL/kgBB) ... 68
Lampiran 6. Hasil analisis statistik data ALT dan AST pada kelompok kontrol olive oil dosis 2 mL/kgBB ... 75
Lampiran 7. Hasil analisis statistik data ALT dan AST pada kelompok kontrol olive oil, kontrol CCl4, kontrol infusa, dan perlakuan pemberian infusa herba Bidens pilosa L. dosis 1 g/kgBB pada tikus terinduksi karbon tetraklorida 2 mL/kgBB ... 78
(21)
xviii
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya pengaruh waktu pemberian infusa herba Bidens pilosa L. secara akut sebagai hepatoprotektif pada tikus betina galur Wistar yang terinduksi CCl4 dengan melihat penurunan aktivitas
serum ALT-AST, serta mendapatkan waktu efektifnya.
Penelitian bersifat eksperimental murni dengan rancangan penelitian lengkap pola searah. Sebanyak 30 tikus betina galur Wistar, umur 2-3 bulan, berat badan ± 120-200 g dibagi secara acak ke dalam enam kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Kelompok I (kontrol negatif) diberikan olive oil 2 mL/kgBB secara i.p., kelompok II (kontrol hepatotoksin) diinduksikan CCl4
2 mL/kgBB secara i.p., kelompok III (kontrol infusa herba) diberikan infusa herba
Bidens pilosa L. 1 g/kgBB secara p.o. dalam waktu 6 jam, kelompok IV-VI (perlakuan) diberikan infusa herba Bidens pilosa L. 1 g/kgBB untuk uji waktu protektif 1, 4, dan 6 jam dan diinduksikan CCl4 2 mL/kgBB secara i.p. kemudian
pada jam ke-24 setelah pemberian CCl4 diambil darah melalui sinus orbitalis mata
untuk penetapan aktivitas ALT-AST. Data dianalisis menggunakan One Way ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc Scheffe.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu paling efektif pemberian infusa herba Bidens pilosa L. untuk menghasilkan penurunan aktivitas ALT dan AST tikus adalah 4 jam dengan presentase hepatoprotektif serum ALT 106,14%, serta persentase hepatoprotektif serum AST 102,34%.
(22)
xix
ABSTRACT
The aim of this study are to prove the influence of hepatoprotective time infusion of Bidens pilosa L. herb in acute and the most effective protection time of the ALT-AST serum in rats that induced by CCl4.
This study is a pure experimental with randomized complete direct sampling design. A total of 30 female Wistar rats, age 2-3 months, weighing ± 120-200 g were divided into six groups by five rats each. Rats in group I were orally administered 2 mL/kgBW olive oil, group II were intraperitoneal administered CCl4 2 mL/kgBW as hepatotoxin, group III were orally administered
1 g/kgBW infusion of Bidens pilosa L. for 6 hours, group IV administered 1 g/kgBW infusion of Bidens pilosa L. and was injected with CCl4 2 mL/kgBW
after 1 hours, group V administered 1 g/kgBW infusion of Bidens pilosa L. and was injected with CCl4 2 mL/kgBW after 4 hours, group VI administered 1
g/kgBW infusion of Bidens pilosa L. and was injected with CCl4 2 mL/kgBW
after 6 hours. Data of ALT-AST activity were analyzed by One Way ANOVA and continued to Post Hoc Scheffe test.
This study showed that the most effective protection time to give influence of ALT-AST in rats that induced by CCl4 is 4 hours with
%hepatoprotective ALT serum was 106.14 % and the % hepatoprotective AST serum was 102.34 %.
Key words : Bidens pilosa L., herb, infusion, acute, ALT, AST, carbon tetrachloride
(23)
1
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang
Metabolisme adalah segala proses kimia yang terjadi di dalam tubuh
organisme hidup yang meliputi pemanfaatan bahan makanan untuk kebutuhan
energi, pertumbuhan, dan perbaikan sel. Selainitu, metabolisme juga menyangkut
proses pembongkaran (katabolisme) dan proses penyusunan (anabolisme) suatu
senyawa seperti karbohidrat, protein, dan lemak (Sumardjo, 2009). Organ yang
berperan penting dalam proses metabolisme ini adalah hati. Hati memiliki
kapasitas cadangan yang membantu fungsi jaringan. Bila organ hati telah
mengalami kerusakan melebihi 80 %, maka kerusakan hati akan tampak. Ada
banyak penyebab kerusakan hati diantaranya infeksi virus, imunologi, dan induksi
suatu senyawa atau obat (Williamson, David, dan Fred, 1996).
Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Departemen Kesehatan RI
tahun 2007 menjelaskan bahwa penyakit gangguan fungsi hati dengan golongan
umur 15-44 tahun menduduki urutan pertama sebagai penyebab kematian di
daerah pedesaan, sedangkan untuk daerah perkotaan penyakit ini menduduki
urutan ketiga. Perlemakan hati merupakan salah satu gangguan fungsi hati yang
sering terjadi selain hepatitis, dimana pada kondisi ini terjadi penumpukan zat
lemak di dalam sel hati, terutama trigliserida. Dilihat dari penyebabnya,
perlemakan hati ada dua macam yaitu disebabkan oleh konsumsi alkohol berlebih
(24)
perlemakan hati non alkoholik mencapai 30-100% pada obesitas di dunia
(Angulo, 2002).
Perlemakan hati merupakan penyakit dengan penyebab yang multi
faktorial, sehingga faktor risiko perlu dipertimbangkan dalam upaya pencegahan.
Faktor risiko yang memiliki hubungan erat dengan perlemakan hati adalah umur,
hiperlipidemia, diabetes melitus, dan kegemukan. Kontribusi faktor risiko
menunjukkan bila kegemukan dapat dihilangkan pada populasi tersebut maka
perlemakan hati akan turun 30,6 % menjadi 11,7 % (Machmud, 2000).
Pengobatan kerusakan hati hingga kini belum ada yang bersifat spesifik.
Namun, hingga saat ini obat komplementer maupun alternatif untuk gangguan
fungsi hati masih terus dikembangkan guna memperoleh hasil yang lebih
memuaskan ditinjau dari manfaat pengobatan maupun efek sampingnya.
Pengobatan penyakit hati dapat dilakukan dengan terapi suportif seperti diet dan
pengeluaran racun. Pengobatan dilanjutkan dengan terapi aktif, baik dengan
menggunakan obat konvensional maupun obat tradisional dari bahan alam yang
dapat memberikan efek yang menguntungkan untuk perbaikan hati (Williamson,
dkk., 1996).
Di tengah perkembangan dunia kesehatan, back to nature merupakan isu yang tengah mendunia dan berdampak besar pada peningkatan penggunaan bahan
alam sebagai obat. Di Indonesia, obat bahan alam dibagi menjadi tiga kategori
yaitu jamu merupakan ramuan tradisional yang belum teruji secara klinis, obat
herbal terstandar yaitu obat tradisional yang sudah melewati tahap uji pra klinis
(25)
praklinis dan klinis (Herdiani, 2012). Beragam flora yang tumbuh di Indonesia
mendorong untuk terus melakukan eksplorasi tanaman terkait dengan manfaat
bagi dunia kesehatan. Penggunaan bahan alam dalam dunia pengobatan bersifat
empirik yang telah diwariskan secara turun temurun dan telah menjadi bagian
penting dari kehidupan masyarakat.
Herba Bidens pilosa L. atau yang biasa dikenal herba ketul di Jawa berasal dari Amerika Selatan dan sekarang ditemukan di hampir semua negara
wilayah tropis dan subtropis di seluruh dunia termasuk Indonesia. Seluruh
tanaman, termasuk akar, batang, daun dan bunga digunakan dalam berbagai obat
juga sebagai bahan teh herbal yang populer. Berdasarkan penelitian Kviencinski,
dkk., (2011) dilaporkan bahwa dengan pemberian fraksi etil asetat herba Bidens pilosa L. dosis 15 mg/kgBB p.o secara berulang dalam jangka waktu 10 hari pada mencit yang terinduksi CCl4 didapatkan hasil bahwa beberapa kandungan Bidens
pilosa L. dapat menangkal terjadinya aktivitas radical scavenging sehingga dapat mencegah terjadinya kerusakan hati yang diakibatkan oleh karbon tetraklorida.
Selain itu, herba Bidens pilosa L. juga memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi pada fraksi air daripada ekstrak metanol yaitu memiliki IC50 sebesar 44,77
µg/mL pada ekstrak metanol, sedangkan pada fraksi air memiliki IC50 sebesar
97,40 µg/mL (Ariyanti, 2007). Adanya aktivitas antioksidan yang tinggi, herba
Bidens pilosa L. diduga memiliki kemampuan hepatoprotektif terhadap kerusakan hati yang disebabkan oleh senyawa-senyawa model seperti karbon tetraklorida
(CCl4). Mekanisme hepatotoksik dari senyawa CCl4 dengan terbentuknya radikal
(26)
hasil biotransformasi di hati oleh enzim sitokrom P450 reduktase dan kofaktor
NADPH. Radikal yang terbentuk akan berikatan dengan membran hepatosit dan
organel sel sehingga terjadi peroksidasi lipid serta ketidakseimbangan kalsium
yang memicu kematian sel (Timbrell, 2008). Informasi mengenai kemampuan
hepatoprotektif dari infusa herba Bidens pilosa L. belum banyak tersedia, apalagi cara pembuatan rebusan herba Bidens pilosa L. di masyarakat mirip dengan pembuatan infusa. Dengan demikian, pada penelitian ini pemberian infusa herba
Bidens pilosa L. dilakukan secara akut untuk membandingkan pengaruh pemberian jangka panjang infusa herba Bidens pilosa L. 1 g/kgBB pada tikus terinduksi karbon tetraklorida. Selain itu, penelitian ini juga ingin membuktikan
apakah dengan pemberian infusa herba Bidens pilosa L. secara langsung dapat menurunkan aktivitas ALT-AST. Dosis infusa herba Bidens pilosa L. yang digunakan pada penelitian ini adalah 1 g/kgBB, hal ini didasarkan pada penelitian
Kurniawan (2015), yang mana dosis ini memberikan penurunan purata ALT dan
AST terendah.
1. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
a. Apakah pemberian infusa herba Bidens pilosa L. dosis 1 g/kgBB secara akut memiliki pengaruh terhadap penurunan aktivitas ALT dan AST pada tikus
(27)
b. Berapakah waktu paling efekif pemberian infusa herba Bidens pilosa L. secara akut untuk memberikan pengaruh terhadap penurunan aktivitas ALT dan AST
pada tikus terinduksi karbon tetraklorida?
2. Keaslian penelitian
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sudah pernah dilakukan
adalah dimana belum ada penelitian mengenai efek hepatoprotektif infusa herba
Bidens pilosa L. secara akut pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida. Penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan herba Bidens pilosa
L. yaitu:
Tabel 1. Penelitian yang sudah pernah dilakukan
Peneliti, Penerbit, Tahun Judul Penelitian Hasil Penelitian
Kviencinski, dkk., The Libyan Journal of Medicine, 2011
Brazilian Bidens pilosa Linné yields fraction containing quercetin-derived flavonoid with free radical scavenger activity and hepatoprotective effects
Hasil penelitian menunjukkan selama praperlakuan 10 hari
(15 mg/kgBB p.o) Bidens
pilosa L. dapat melindungi kerusakan hati dengan cara
mengahambat terjadinya
peristiwa peroksidasi lipid akibat induksi CCl4.
Ariyanti, Fakultas Farmasi
Universitas Gadjah Mada,
2007
Uji Aktivitas Antioksidan Fraksi Air Ekstrak Metanolik Herba Ketul (Bidens pilosa
L.)
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa di dalam ekstrak
metanol dan fraksi air terdapat
senyawa flavonoid. Uji
kuantitaif menunjukkan
ekstrak metanol memiliki IC50
44,77 µg/mL, sedangkan fraksi air memiliki IC50 97,40 µg/mL
Silva, Fischer, Tavares, Silva,
de Athayde-Filho, dan
Barbosa-Filho, Molecules,
2011
Compilation of Secondary
Metabolites from Bidens
pilosa L.
Herba Bidens pilosa L.
mengandung flavonoid dan poliasetilen yang berkhasiat
untuk menyembuhkan
(28)
Bersamaan dengan penelitian ini, dilakukan penelitian mengenai efek
hepatoprotektif jangka pendek infusa herba Bidens pilosa L. pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida oleh Kurniawan (2015). Sejauh penelusuran
pustaka, penelitian pengaruh waktu protektif pemberian infusa herba Bidens pilosa L. secara akut terhadap aktivitas ALT-AST pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida belum pernah dilakukan.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis. Hasil penelitian diharapkan memberikan
sumbangan bagi ilmu kefarmasian mengenai pengaruh pemberian infusa herba
Bidens pilosa L. secara akut terhadap penurunan aktivitas ALT dan AST.
b. Manfaat praktis. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan
informasi waktu penggunaan infusa herba Bidens pilosa L. sebagai pengobatan heptoprotektif pada kondisi perlemakan hati (steatosis) non alkoholik.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh dari
pemberian infusa herba Bidens pilosa L. dosis 1 g/kgBB dan waktu paling efektif pemberian infusa herba Bidens pilosa L. terhadap penurunan aktivitas ALT dan AST pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida.
2. Tujuan khusus
a. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh dari
(29)
penurunan aktivitas ALT dan AST pada tikus betina terinduksi karbon
tetraklorida.
b. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui waktu paling efektif
pemberian infusa herba Bidens pilosa L. secara akut terhadap penurunan aktivitas ALT dan AST pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida.
(30)
8
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA A. Anatomi dan Fisiologi Hati
Organ adalah kumpulan dari beberapa jaringan untuk melakukan fungsi
tertentu di dalam tubuh. Organ terbesar yang ada di dalam tubuh manusia adalah
hati dengan berat sekitar 2-3 % dari rata-rata berat badan manusia. Organ ini
terletak pada kuadran kanan atas abdomen, dan dilindungi oleh cartilage costalis. Posisi hati dapat dipertahankan akibat memperoleh tekanan dari organ lain di
dalam abdomen dan tekanan dari ligamentum peritoneum. Hati memiliki dua lobus, dimana lobus kanan memiliki ukuran yang lebih besar daripada lobus kiri
(Gambar 1). Kedua lobus tersebut dipisahkan oleh ligamentum falsiformis pada bagian anterior, lekukan ligamentum teres pada bagian inferior dan lekukan untuk
ligamentum venosum di bagian posterior (Misih dan Bloomston, 2010).
Gambar 1. Anatomi hati (Misih dan Bloomston, 2010)
Pembuluh yang berperan dalam menyuplai darah untuk hati yaitu arteri
hepatika dan vena porta. Arteri hepatika membawa darah yang kaya akan oksigen
(kejenuhan oksigen (95-100 %) dengan kecepatan aliran ± 500 mL/menit. Vena
(31)
nutrien dan sisa bakteri atau zat toksin dari saluran pencernaan (lambung, usus,
pankreas, dan limpa) dengan kecepatan aliran darah ± 1000 mL/menit. Kedua
pembuluh darah tersebut selanjutnya mengalirkan darah menuju kapiler hati yang
disebut sinusoid, diteruskan ke vena sentralis pada tiap lobulus (Tso dan McGill,
2003).
Struktur mikroskopik hati menggambarkan suatu sistem yang komplek
yang terdiri dari beberapa sel dan pembuluh darah (Gambar 2). Sel hati berbentuk
polihedral dan diameternya kira-kira 20-30 µ m. Sebagian besar sel hati memiliki
satu nukleus, namun ditemui juga yang memiliki nukleus ganda yang membagi
diri dengan cara mitosis. Usia sel hati diperkirakan 150 hari dan memiliki daya
regenerasi yang tinggi (North-Lewis, 2008). Kerusakan hati yang mengakibatkan
hanya 10-20 % jaringan hati yang masih berfungsi sudah cukup untuk
mempertahankan hidup individu. Dalam tiap miligram jaringan hati ditemukan
kira-kira 202.000 sel yang terdiri atas 171.000 sel parenkim hati dan 31.000
sel-sel lain termasuk sel-sel Kupffer (Price dan Wilson, 2005). Hepatosit atau sel-sel
parenkim hati berperan dalam proses metabolisme yang merupakan fungsi hati
yang utama. Hepatosit terletak diantara sinusoid yang terdiri atas darah dan
saluran empedu. Sel Kupffer adalah sel makrofag pada hati yang terletak di lumen
sinusoid dan berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh (Tso dan McGill,
2003). Makrofag akan teraktivasi oleh bakteri atau antigen asing yang masuk ke
dalam hati atau sitokin yang dihasilkan oleh sel T helper. Sel Kupffer akan mensekresikan sitokin yang dapat memicu sel proinflamatori ke hati dan
(32)
melepaskan interferon-γ, yang berfungsi sebagai proteksi antiviral pada sel lokal (North-Lewis, 2008).
Gambar 2. Struktur Mikroskopik Hati (Chandrasoma dan Taylor, 1995).
Hati mempunyai peranan penting dan memiliki berbagai macam fungsi di
dalam tubuh. Fungsi-fungsi utama hati, yaitu membantu menjaga keseimbangan
glukosa darah (metabolisme karbohidrat), membantu pembentukan protein
terutama albumin, membantu metabolisme protein (tempat menyusun asam amino
menjadi protein, memproduksi sebagian besar protein plasma, memproduksi
faktor pembekuan darah, mengubah amonia menjadi urea), penyimpanan vitamin
atau zat besi, membersihkan darah dengan melawan infeksi (pertahanan tubuh),
memproduksi dan mensekresikan empedu, membantu metabolisme lemak
(memproduksi dan merombak kolesterol menjadi garam empedu), serta
mendetoksifikasi zat-zat beracun dalam tubuh (Sargent dkk., 2009).
Dalam memetabolisme karbohidrat hati mensekresikan hormon seperti
insulin yang berfungsi merubah glukosa menjadi glikogen dan glukagon yang
(33)
mekanisme hati dalam menjaga kadar glukosa dalam darah. Ketika glukosa darah
tinggi maka kelebihan glukosa akan disimpan dalam hati dalam bentuk glikogen
dan juga sebaliknya ketika glukosa darah di bawah normal maka hati akan
memecah glikogen menjadi glukosa (Ganong, 2010).
Proses metabolisme protein dalam hati adalah deaminasi asam amino,
pembentukan urea dari amonia dalam cairan tubuh, pembentukan protein plasma,
merubah asam amino menjadi bentuk lain. Deaminasi asam amino perlu
dilakukan sebelum asam amino tersebut dirubah menjadi energi atau dirubah
menjadi karbohidrat atau lemak. Semua protein plasma kecuali gama globulin
diproduksi di hati. Hati dapat memproduksi protein plasma 15-50 g/hari (Guyton
dan Hall, 2006).
Lemak yang masuk ke hati akan dipecah menjadi gliserol dan asam
lemak. Asam lemak ini akan mengalami mengalami beta oksidasi membentuk
acetyl coenzyme A yang kemudian masuk kedalam siklus asam sitrat. Hati sendiri tidak dapat menggunakan seluruh acetyl CoA yang terbentuk namun akan merubah acetyl CoA tersebut menjadi asam asetoasetat yang ditransport keluar menuju jaringan lain. Kolesterol yang disintesis di hati sebagian akan dirubah
menjadi garam empedu dan sebagian lainnya akan digunakan bersama fosfolipid
untuk membentuk membran serta komponen sel lainnya (Guyton dan Hall, 2006).
Hati memiliki kemampuan luar biasa untuk regenerasi setelah kehilangan
jaringan hati yang signifikan baik dari sebagian hepatektomi atau kerusakan hati
akut, asalkan kerusakan ini tidak disertai oleh infeksi virus atau peradangan.
(34)
menyebabkan lobus yang tersisa memperbesar dan mengembalikan hati ke
ukuran aslinya. Pada tikus regenerasi ini terjadi sangat cepat dan hanya
membutuhkan waktu lima sampai tujuh hari. Saat regenerasi hepatosit dapat
bereplikasi hingga dua kali kecepatan normalnya. Faktor yang berperan dalam
proses regenerasi hati adalah Hepatocyte Growth Factor (HGF). Pada hepatektomi parsial kadar HGF dalam darah meningkat hingga 20 kali lipat.
Beberapa growth factor lain yang mungkin terlibat dalam proses regenerasi sel hati adalah Epidermal Growth Factor, Tumor Necrosis Factor, dan interleukin-6 (Guyton dan Hall, 2006).
B. Kerusakan Hati
Kerusakan hati disebabkan karena adanya kerusakan yang parah pada
sel-sel hepatosit atau kerusakan berulang sel parenkim. Hati memiliki kapasitas
cadangan, sehingga manifestasi klinis dari kerusakan hati baru akan muncul
ketika telah terjadi kerusakan hati yang mencapai 80-90 %. Kerusakan hati dibagi
menjadi tiga kategori, yaitu kerusakan hati akut, kerusakan hati kronis, dan
disfungsi hati tanpa nekrosis yang tampak (Crawford dan Liu, 2010).
Berdasarkan manifestasi klinis yang terjadi dan pola spesifik pada
histopatologi, kerusakan sel hati dapat dibagi lebih lanjut menjadi:
1. Nekrosis
Nekrosis ditandai dengan adanya pembengkakan, kebocoran, disintegrasi
inti sel, dan inflamasi (Klaassen, 2008). Kematian sel-sel hepatosit pada organ
hati disebut nekrosis hati. Nekrosis dapat bersifat fokal (sentral, pertengahan,
(35)
tetapi tidak selalu kritis karena hati memiliki kapasitas pertumbuhan kembali yang
tinggi. Kematian sel berlangsung bersama dengan pecahnya membran plasma.
Sebelum sel pecah, tidak ada perubahan ultrastruktural membran yang dapat
dideteksi. Namun ada beberapa perubahan yang mendahului kematian sel seperti
edema sitoplasma, dilatasi retikulum endoplasma, dan agregasi polisom.
Akumulasi trigliserid dalam sel biasanya berupa butiran lemak. Perubahan yang
terdahulu merupakan pembengkakan mitokondria progresif dengan kerusakan
krista, pembengkakan sitoplasma, penghancuran organel dan ini, dan pecahnya
membran plasma (Lu, 1995).
2. Perlemakan hati (Steatosis)
Perlemakan hati merupakan penumpukan lemak pada sel hepatosit,
terkadang disertai penurunan kadar lipoprotein dan plasma lipid. Pada dasarnya
penumpukan lemak di hati dapat terjadi karena proses sintesis lipoprotein atau
sekresi lipoprotein terganggu. Kelebihan lemak dapat terjadi karena kelebihan
asam lemak bebas dari jaringan adiposa atau gangguan pelepasan trigliserida dari
hati ke plasma dalam bentuk lipoprotein (VLDL). Beberapa tahapan yang dapat
terganggu dan menyebabkan penumpukan lemak di hati, yaitu gangguan pada
sintesis protein, gangguan konjugasi trigliserida dengan lipoprotein, gangguan
transfer VLDL melewati membran sel, terjadi penurunan sintesis fosfolipid,
gangguan oksidasi lipid, kurangnya energi (ATP) dalam proses sintesis lipid dan
protein (Hodgson, 2009).
Perlemakan pada hati dapat bersifat akut maupun kronik. Perlemakan
(36)
kronik dapat disebabkan karena senyawa seperti etanol dan metotreksat. Senyawa
toksik tersebut memiliki mekanisme yang beragam dalam menyebabkan
perlemakan hati. Mekanisme paling umum adalah rusaknya pelepasan trigliserid
hati ke plasma. Karena trigliserid hati hanya disekresi bila dalam keadaan
terkonjugasi dengan lipoprotein (Lu, 1995). Perlemakan hati mungkin tidak
berbahaya akan tetapi dapat berkembang menjadi steatohepatitis yang
dihubungkan dengan kerusakan hati akut. Steatohepatitis dapat berkembang
mejadi fibrosis maupun kanker hati (Klaassen, 2008).
2. Sirosis
Sirosis ditandai dengan adanya pembentukan kolagen yang tersebar di
sebagian besar hati. Pada umumnya sirosis dapat disebabkan karena paparan
kronis senyawa kimia. Akumulasi jaringan fibroblast menyebabkan kurangnya
aliran darah sehingga menyebabkan proses metabolisme dan detoksifikasi hati
terganggu. Hal ini kemudian dapat mengakibatkan kerusakan hati yang lebih
parah bahkan menimbulkan gagal hati. Konsumsi etanol secara berlebihan dan
jangka waktu lama dapat menyebabkan sirosis hati (Hodgson, 2009).
C. Hepatotoksin
Hepatotoksisitas dibagi berdasarkan pola insidensi dan morfologi
histopatologi. Hepatotoksin intrinsik (teramalkan) merupakan senyawa yang
sudah jelas bersifat toksik pada hati, memiliki hubungan dosis-respon, dan
biasanya menunjukkan toksisitas yang sama antara manusia dan hewan.
Hepatotoksin idiosinkratik (takteramalkan) menunjukkan toksisitas terbatas pada
(37)
metabolit yang dihasilkan dikarenakan perubahan gen pemetabolisme obat.
Kerusakan hati tergantung pada agen hepatotoksin, kekuatan agen hepatotoksin,
dan tipe pemberian secara akut atau kronis. Sel hati yang rusak mengeluarkan
enzim spesifik seperti alanine aminotransferase (ALT), aspartat aminotransferase
(AST), dan alkalin fosfatase. Enzim ALT dan AST menjadi penanda adanya
kerusakan hepatosit (Hodgson, 2009).
D. Karbon Tetraklorida
Karbon tetraklorida sebelumnya pernah digunakan sebagai penghilang
noda, pembersih karpet, pelarut, pemadam api, serta sebagai antihelmintik pada
pengobatan hewan. Penggunaan karbon tetraklorida saat ini terbatas untuk
perantara bahan kimia dalam produksi senyawa organik terklorinasi. Karbon
tetraklorida memiliki kelarutan dalam lemak tinggi, sehingga karbon tetraklorida
yang terserap tubuh akan tinggal di jaringan lemak, hati, sumsum tulang, ginjal
serta otak (Wexler, Anderson, Peyster, Gad, Hakkinen, Kamrin, dkk., 2005).
Karbon tetraklorida mengalami reduksi dan pemecahan homolitik yang
dikatalisis oleh enzim P450 membentuk radikal bebas triklorometil (●CCl3).
Radikal bebas triklorometil ini dapat bereaksi langsung dengan makromolekul
yang ada dalam sel maupun dengan oksigen. Ketika bereaksi dengan oksigen
radikal bebas triklorometil akan membentuk radikal bebas triklorometil peroksi
yang lebih reaktif. Radikal bebas triklorometil peroksi bersifat lebih elektrofil
sehingga dapat bereaksi dengan asam lemak tak jenuh memicu terjadinya
peroksidasi asam lemak (Ruch, Klaunig, Schlutz, Askari, Lacher, Pereira, dkk.,
(38)
Gambar 3. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida (Timbrell, 2008)
Sebagai enzim mikrosomal CYP2E1 akan mempengaruhi aktivasi
metabolit dari senyawa yang terbentuk, hal ini dapat meningkatkan atau
mengurangi sifat toksik dari senyawa induk. Dalam hal ini CYP2E1 berfungsi
sebagai agen pereduksi dan mengkatalis adisi elekron dan mengakibatkan
hilangnya satu ion klorin sehingga membentuk radikal bebas triklorometil (•CCl3)
(Gambar 3) yang merupakan metabolit reaktif. Radikal bebas triklorometil ini jika
dengan adanya O2 (oksigen) akan berubah menjadi radikal bebas
triklorometilperoksi (•OOCCl3) yang lebih reaktif (Gambar 3) (Gregus dan
Klaaseen, 2001).
Radikal triklorometil yang dihasilkan dapat mengalami salah satu dari
(39)
termasuk enzim itu sendiri dan retikulum endoplasma. Dengan demikian, radikal
bebas triklorometil berikatan secara kovalen dengan lemak mikrosomal dan
protein, dan akan bereaksi secara langsung dengan membran fosfolipid dan
kolesterol yang bersifat toksik. Reaksi ini juga akan menghasilkan kloroform,
yang merupakan salah satu metabolit dari karbon tetraklorida. Hasil lain dari
reaksi ini adalah radikal lipid yang akan mengaktifkan senyawa oksigen reaktif
selanjutnya mengakibatkan peroksidasi lipid (Gambar 3) (Timbrell, 2008).
Pembentukan peroksidasi lipid hasil dari pemecahan lemak tak jenuh
dapat memberikan senyawa karbonil seperti 4-hydroxyalkenal dan
hydroxynonenal lainnya. Senyawa-senyawa tersebut diketahui memiliki efek biokimia, seperti menghambat sintesis protein dan menghambat enzim glukosa-6-
fosfatase (Timbrell, 2008). Setelah pemejanan karbon tetraklorida selama satu
sampai tiga jam, trigliserida menumpuk di hepatosit dan terlihat sebagai droplet
lipid. Lipid dalam hati yang terbentuk ini dapat menghambat sintesis protein
sehingga menurunkan produksi lipoprotein, yang mana lipoprotein ini
bertanggung jawab dalam transport lipid untuk keluar dari hepatosit. Akibat
menurunnya produksi lipoprotein akan terhambat sehingga menyebabkan
steatosis (Timbrell, 2008). Pada keadaan steatosis ini, struktur retikulum endoplasma mengalami distorsi, sintesa protein menjadi lambat, selanjutnya akan
terjadi penyimpangan dengan cepat terhadap aktivitas enzim yang berada di
retikulum endoplasma (Wahyuni, 2005).
Proses peroksidasi lipid juga dapat menghasilkan produk yang dapat
(40)
2008). Kerusakan ini berupa gangguan integritas membran yang menyebabkan
keluarnya berbagai isi sitoplasma, antara lain enzim ALT. Enzim ALT yang ada
di dalam sel hati akan keluar dan masuk ke dalam peredaran darah sehingga
jumlah enzim ALT dalam darah meningkat (Wahyuni, 2005). Berdasarkan
Zimmerman (1999) terdapat peningkatan serum enzim yang berbeda untuk
toksikan yang berbeda (Tabel II).
Tabel II. Peningkatan relatif dari beberapa serum enzim pada cedera hati
Toxicant Lesion Degree of increase in serum enzyme levels
Zona necrosis Steatosis AST ALT OCT, SDH
CCl4 + + 4+ 3+ 4+
Thioacetamide + - 4+ 3+ 4+
Tetracycline - + 2 + 1+
Ethionine - + + - +
Phosphorous ± + 1-2+ 1-2+ 1-2+
Menurut penelitian Madhavan, Murali, Yoganarsimhan, dan Pandey
(2012) dilaporkan peningkatan nilai ALT hingga tiga kali lipat dari nilai normal
pada tikus terinduksi karbon tetraklorida. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Yadav, Kumar, Singh, Sharma, dan Sutar (2011) juga menunjukkan adanya
kenaikan nilai ALT hingga tiga kali lipat pada tikus yang diinduksi karbon
tetraklorida.
Tubuh sebenarnya mempunyai sistem pertahanan untuk mengatasi
radikal bebas, salah satunya adalah glutation-S-transferase (GST) sebagai
antioksidan endogen. Jika terdapat radikal bebas di dalam tubuh senyawa ini akan
(41)
E. Pengukuran serum Alanin Aminotransferase (ALT) dan Aspartat Aminotransferase (AST)
Enzim aminotransferase adalah indikator yang paling sering digunakan
untuk melihat adanya kerusakan hati. Alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat
aminotransferase (AST) mengkatalis perpindahan alanin dan aspartat dari gugus
keton pada asam ketoglutarat membentuk piruvat dan oksaloasetat. Alanin
aminotransferase terdapat spesifik pada sel hati, sedangkan aspartat
aminotransferase terdapat pada beberapa jaringan misalnya jantung, otot rangka,
ginjal dan hati. AST berada pada sitosol sel hati dan juga mitokondria, sedangkan
ALT hanya berada pada sitosol (Thapa dan Walia, 2007).
Kenaikan ALT dan AST yang mencapai 1-3 kali lipat batas normal dapat
terjadi karena sepsis neonatal hepatitis, artesia ekstrahepatik bilier, perlemakan
hati, sirosis, Non-Alcoholic Steatohepatitis (NASH), keracunan obat, dan gangguan otot. Kenaikan mencapai 3-20 kali biasanya disebabkan karena hepatitis
akut, hepatitis kronis, hepatitis autoimun, obstruksi empedu akut serta konsumsi
alkohol berlebih. Kenaikan lebih dari 20 kali lipat terjadi karena hepatitis kronis,
dan nekrosis kronis pada sel hati yang disebabkan oleh obat atau toksin (Thapa
dan Walia, 2007).
F. Herba Ketul (Bidens pilosa L.) 1. Taksonomi:
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
(42)
Sub Kelas : Asteridae
Bangsa : Asterales
Keluarga : Asteraceae
Marga : Bidens
Varietas : Bidens pilosa L.
(Bartolome, Villasenor, dan Yang, 2013).
(a) (b)
(c)
Gambar 4. Tanaman Bidens pilosa L. (a), bunga Bidens pilosa L. (b), dan biji Bidens pilosa L. (c) (Bartolome, dkk., 2013)
2. Morfologi Tanaman
Tanaman Bidens pilosa Linn. merupakan tanaman terna (berbatang lunak) yang berasal dari Amerika. Tanaman ini tumbuh di dekat air, kebun atau
ladang, halaman rumah, dan pinggiran jalan di ketinggian 250-2.500 meter dpl.
(43)
berwarna hijau. Daun terbagi tiga, berbentuk bulat telur dengan tepi bergerigi.
Bunga bertangkai panjang, mahkota bunga berwarna putih dengan putik berwarna
kuning (Sugiarto dan Putera, 2008). Pada Gambar 4., menggambarkan herba
Bidens pilosa L. memiliki batang yang tegak dan berwarna hijau, tepi daun bergerigi, memiliki bunga yang berwana putih atau kuning, biji berwarna hitam
berbentuk runcing dan berukuran panjang. Bidens pilosa L. dapat tumbuh rata-rata setinggi 60 cm dan tinggi maksimalnya 150 cm pada lingkungan yang sesuai
(Bartolome, dkk., 2013).
3. Kandungan kimia dan kegunaannya
Kandungan fitokimia pada Bidens pilosa L. sangat beragam, diantaranya golongan senyawa flavonoid, fenolik, dan asam lemak esensial (Bartolome,
Villasenor, dan Yang, 2013). Penelitian Chiang dkk. (2004) menyebutkan bahwa
kandungan flavonoid herba Bidens pilosa L. yang diisolasi dari ekstrak, fraksi etil asetat, fraksi butanol, dan fraksi air yaitu heptyl-2-o- -xylofuranosyl-(1→6) -glucopyranoside, 3-o-rabinobioside, quercetin 3-o-rutinoside, chlorogenic acid, 3,4-di-o-caffeoylquinic acid, 3,5-di-o-caffeoylquinic acid, 4,5-di-o-caffeoylquinic acid, jacein, dan centaurein memiliki aktivitas terhadap penghambatan radikal DPPH. Muchuweti, Mupure, Ndhlala, Murenje, dan Benhura (2007) menyatakan
bahwa kandungan fenolik herba Bidens pilosa L. yang diisolasi dari ekstrak metanol yaitu vanilin, hydroxybenzaldehyde, caffeic acid, coumaric acid, dan
ferulic acid juga memiliki aktivitas terhadap penghambatan radikal DPPH. Aktivitas antioksidan dari senyawa flavonoid yang ditemukan dalam herba Bidens pilosa L. berkaitan dengan efek hepatoprotektif melalui penghambatan aktivasi
(44)
NF- B yang dimungkinkan dapat mengurangi stres oksidatif yang dihasilkan
selama kerusakan hati (Yuan dkk., 2008).
G. Infusa
Metode infundasi digunakan untuk menyari kandungan aktif dari
simplisia yang larut dalam air panas. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari
yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh bakteri dan jamur sehingga sari yang
diperoleh dengan cara ini harus segera diproses sebelum 24 jam. Cara ini sangat
sederhana dan sering digunakan oleh perusahaan obat tradisional. Pada umumnya
proses dimulai dengan membasahi simplisia dengan air dua kali bobot bahan,
untuk bunga empat kali bobot bahan dan untuk karagen sepuluh kali bobot bahan.
Bahan baku ditambah dengan air, pada umumnya jika tidak dinyatakan lain
diperlukan 100 bagian air untuk 10 bagian bahan kemudian dipanaskan selama
15 menit pada suhu 90 0C untuk infusa atau 30 menit untuk dekokta. Penyarian
dilakukan pada saat cairan masih panas kecuali bahan yang mengandung minyak
atsiri (BPOM RI, 2013).
Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia
nabati dengan air pada suhu 90 0C selama 15 menit (Dirjen POM, 1995).
Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat
aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Namun penyarian ini
menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar baik oleh kuman maupun
kapang sehingga sediaan ini tidak boleh disimpan lebih dari 1 hari atau 24 jam
(45)
H. Landasan Teori
Hati merupakan organ penting dalam tubuh manusia yang berperan
dalam proses metabolisme serta detoksifikasi. Kerusakan hati dapat berwujud
nekrosis atau sirosis. Adanya kerusakan hati dapat diketahui dengan mengukur
aktivitas enzim yang dikeluarkan sel hati menuju ke darah. Enzim yang dapat
digunakan sebagai parameter kerusakan hati adalah alanine aminotransferase
(ALT), aspartat aminotransferase (AST), dan alkaline phosphatase. Enzim ALT dan AST menjadi penanda adanya kerusakan hepatosit (Hodgson, 2009).
Karbon tetraklorida merupakan senyawa yang sering digunakan sebagai
model hepatotoksin. Karbon tetraklorida dapat menyebabkan nekrosis
sentrilobuler karena mengandung banyak enzim CYP 450 (Hodgson, 2009).
Senyawa ini akan dimetabolisme oleh CYP450 menjadi radikal bebas trikloro
metil (●CCl3). Radikal bebas trikloro metil dapat berikatan dengan makromolekul
seperti lipid dan protein atau bereaksi dengan oksigen membentuk triklorometil
peroksi radikal. Triklorometil peroksi radikal ini dapat bereaksi dengan asam
lemak tak jenuh yang dapat menginisiasi terjadinya peroksidasi lipid (Klasseen,
2008).
Senyawa bioaktif utama Bidens pilosa L. adalah golongan senyawa flavonoid, fenolik, dan asam lemak esensial (Bartolome dkk., 2013). Aktivitas
antioksidan dari senyawa flavonoid yang ditemukan dalam herba Bidens pilosa L. berkaitan dengan efek hepatoprotektif melalui penghambatan aktivasi NF- B
yang dimungkinkan dapat mengurangi stres oksidatif yang dihasilkan selama
(46)
Waktu pemberian yang dipilih adalah satu, empat dan enam jam. Enam
jam merupakan waktu paling lama pemberian infusa mengacu pada penelitian
Permatasari (2013). Penelitian ini dilakukan secara akut untuk membandingkan
pengaruh pemberian jangka panjang infusa herba Bidens pilosa L. 1 g/kgBB pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida yang dilakukan oleh Utomo (2015)
yang juga dilakukan secara bersama. Selain itu, juga ingin membuktikan apakah
dengan pemberian infusa herba Bidens pilosa L. secara langsung dapat menurunkan aktivitas ALT-AST.
I. Hipotesis
Waktu protektif pemberian infusa herba Bidens pilosa L. secara akut memiliki pengaruh terhadap penurunan aktivitas ALT-AST pada tikus betina
(47)
25
BAB III
METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni di mana
dilakukan dengan pemberian perlakuan terhadap variabel penelitian. Rancangan
penelitian ini termasuk rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah waktu pemberian infusa herba
Bidens pilosa L. dosis 1 g/kgBB secara akut pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida.
b. Variabel tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah aktivitas ALT dan AST
pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida setelah pemberian infusa herba
Bidens pilosa L. secara akut.
c. Variabel pengacau terkendali
Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kondisi hewan
uji, yaitu tikus galur Wistar dengan jenis kelamin betina, berat badan 120-200 g,
dan umur 2-3 bulan, frekuensi pemberian infusa herba Bidens pilosa L., yaitu secara berturut-turut selama 1, 4, dan 6 jam secara per oral, cara pemberian
(48)
pilosa L. yang diambil dari Dusun Jenengan, Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
d. Variabel pengacau tak terkendali
Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah keadaan
patologis hewan uji.
2. Definisi operasional
1. Herba Bidens pilosa L.
Herba Bidens pilosa L. adalah semua bagian tumbuhan di atas tanah (batang, daun, bunga, dan buah) Bidens pilosa L.
2. Infusa herba Bidens pilosa L.
Infusa herba Bidens pilosa L. adalah infusa yang diperoleh dengan cara menginfudasi 16,0 g serbuk kering herba Bidens pilosa L. dalam 132,0 mL aquadest pada suhu 90 0C selama 15 menit sehingga diperoleh konsentrasi infusa
herba Bidens pilosa L. 16%.
3. Pengaruh waktu protektif pemberian infusa herba Bidens pilosa L. Pengaruh waktu protektif pemberian infusa herba Bidens pilosa L. merupakan kemampuan infusa herba Bidens pilosa L. dosis 1 g/kgBB yang diberikan dalam waktu 1, 4, dan 6 jam yang melindungi hati dengan cara
menurunkan kadar ALT-AST pada tikus betina galur Wistar terinduksi karbon
tetraklorida.
4. Akut
Akut dikarenakan penelitian ini dilakukan secara berturut-turut dengan
(49)
C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama
a. Hewan uji
Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih betina galur Wistar (berat
badan 120-200 g, umur: 2-3 bulan) diperoleh dari Laboratorium Imono
Fakultas Farmasi USD Yogyakarta.
b. Bahan uji
Bahan uji yang digunakan adalah herba Bidens pilosa L.yang diperoleh pada bulan Juli 2014 dari Dusun Jenengan, Desa Maguwoharjo, Kecamatan
Depok, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Bahan kimia
a. Bahan hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida (Merck®) berupa cairan, tidak berwarna, berbau khas yang diperoleh dari
Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi USD Yogyakarta.
b. Kontrol negatif dan pelarut karbon tetraklorida berupa olive oil (Filippo Berio) diperoleh dari Brataco Yogyakarta.
c. Aquadest sebagai pelarut untuk infusa diperoleh dari Laboratorium
Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi USD Yogyakarta.
d. Blanko pengujian ALT dan AST menggunakan aqua bidestilata (PT.
Ikapharmindo Putramas, Jakarta) yang diperoleh dari Laboratorium Kimia
Analisis Instrumental Fakultas Farmasi USD Yogyakarta.
e. Bahan untuk mengukur aktivitas ALT dan AST berupa reagen ALT dan
(50)
Tabel III. Komposisi dan Konsentrasi Reagen ALT
Komposisi pH Konsentrasi
R1: TRIS 7,15 140 mmol/L
L-Alanine 700 mmol/L
LDH (Lactate dehydrogenase) ≥ 2300 U/l
R2 : 2-Oxoglutarate 85 mmol/L
NADH 1 mmol/L
Pyridoxal-5 phosphate FS :
Good’s buffer
Pyridoxal-5-phosphate
9,6 100 mmol/L
13 mmol/L
Tabel IV. Komposisi dan Konsentrasi Reagen AST
Komposisi pH Konsentrasi
R1: TRIS 7,65 110 mmol/L
L-Aspartate 320 mmol/L
MDH (Malate dehydrogenase) ≥ 800 U/l
LDH (Lactate dehydrogenase) ≥ 1200 U/l
R2 : 2-Oxoglutarate 65 mmol/L
NADH 1 mmol/L
Pyridoxal-5 phosphate FS :
Good’s buffer
Pyridoxal-5-phosphate
9,6 100 mmol/L
13 mmol/L
D. Alat Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah oven, panci enamel, seperangkat alat gelas, yaitu Beaker glass, gelas ukur, batang pengaduk, labu ukur, tabung reaksi, pipet tetes, termometer, penangas air, timbangan analitik, kain
flannel, moisture balance, spuit injeksi per oral dan syringe (Terumo 3 cc), spuit injeksi intra peritoneal, mikropipet, pipa kapiler, Eppendorf, tabung reaksi, Vitalab mikro 200 (Merck), stopwatch, vortex dan centrifuge (Heraus Chirst, Labofuge A).
E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi herba Bidens pilosa L.
Determinasi herba Bidens pilosa L. dilakukan dengan metode perbandingan dengan bahan otentik, yaitu dengan cara mencocokkan ciri-ciri
(51)
Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Sleman. Determinasi dilakukan dengan mencocokkan herba Bidens pilosa L. yang diperoleh dari Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta dengan karakteristik herba Bidens pilosa L. pada buku referensi karangan Backer (1963). Determinasi tanaman dilakukan oleh Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., dosen
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
2. Pengumpulan bahan uji
Bahan uji yang digunakan adalah herba Bidens pilosa L. yang masih segar dan berwarna hijau. Bagian yang diambil adalah semua bagian tumbuhan di
atas tanah (batang, daun, bunga, dan buah), dipilih yang masih bagus dan
terhindar dari penyakit, dipanen pada bulan Juli 2014 dari Dusun Jenengan, Desa
Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta.
3. Pembuatan serbuk herba Bidens pilosa L.
Herba Bidens pilosa L. dicuci bersih dengan air mengalir, dipotong-potong dan dikeringanginkan. Setelah itu, dioven pada suhu 50 0C selama 24 jam.
Setelah benar-benar kering, herba diserbuk dan diayak dengan ayakan nomer
mesh 40. Pembuatan serbuk dilakukan di Laboratorium Fakultas Farmasi
Universitas Gadjah Mada.
4. Penetapan kadar air pada serbuk herba Bidens pilosa L.
Serbuk kering herba Bidens pilosa L.yang sudah diayak, dimasukkan ke dalam alat moisture balance sebanyak 5 g kemudian diratakan. Bobot serbuk kering herba tersebut ditetapkan sebagai bobot sebelum pemanasan (bobot A),
(52)
setelah itu dipanaskan pada suhu 110/105 0C selama 15 menit. Serbuk kering
herba Bidens pilosa L. ditimbang kembali dan dihitung sebagai bobot setelah pemanasan (bobot B). Perhitungan terhadap selisih bobot A terhadap bobot B
yang merupakan kadar air serbuk herba Bidens pilosa L.
5. Pembuatan infusa herba Bidens pilosa L.
Serbuk kering herba Bidens pilosa L. diambil sejumlah 16,0 g. Serbuk kering tersebut kemudian dibasahi aquadest dengan 2 kali bobot serbuk. Sebanyak
100,0 mL pelarut aquadest ditambahkan ke dalam panci enamel berisi serbuk
yang telah dibasahi tersebut. Pemanasan diilakukan pada suhu 90 0C dan dijaga
tetap dalam suhu tersebut selama 15 menit. Campuran kemudian diambil dan
diperas menggunakan kain flannel dan ditambahkan aquadest hingga didapatkan
volume perasan 100,0 mL infusa herba Bidens pilosa L.
6. Pembuatan larutan karbon tetraklorida konsentrasi 50%
Berdasarkan penelitian Janakat dan Al-Merie (2002), larutan karbon
tetraklorida dibuat dalam konsentrasi 50% dimana perbandingan volume karbon
tetraklorida dan pelarut adalah 1 : 1. Larutan karbon tetraklorida dibuat dengan
cara melarutkan 10 mL karbon tetraklorida ke dalam 10 mL olive oil kemudian diaduk. Dosis karbon tetraklorida sebesar 2,0 mL/kgBB.
7. Penetapan dosis infusa herba Bidens pilosa L.
Dosis infusa Bidens pilosa L. yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan dosis pada penelitian yang dilakukan Kurniawan (2015), yaitu
(53)
8. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida
Pemilihan dosis karbon tetraklorida bertujuan untuk mengetahui dosis
karbon tetraklorida yang mampu menyebabkan kerusakan hati dengan adanya
peningkatan aktivitas ALT dan AST namun tidak menimbulkan kematian. Dosis
hepatotoksin yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2,0 mL/kgBB karbon
tetraklorida dalam olive oil dengan perbandingan 1:1 dan diberikan secara
intraperitoneal (Murugesan, Sathiskumar, Jayabalan, Binupriya, Swaminantan, dan Yun, 2009).
9. Penetapan waktu pengambilan cuplikan darah
Untuk menetapkan waktu pencuplikan darah dilakukan orientasi dengan
menggunakan lima hewan uji. Pengambilan darah dilakukan melalui sinus orbitalis mata. Kelima hewan uji diambil darah pada jam ke-0, 24, dan 48 setelah pemejanan karbon tetraklorida, kemudian diukur aktivitas ALT dan AST.
Penelitian Janakat Al-Merie (2002) menunjukkan bahwa aktivitas ALT tikus
terangsang karbon tetraklorida yang dilarutkan dalam olive oil (1:1) dengan dosis 2 mL/kgBB mencapai maksimal pada jam ke-24 setelah pemberiannya, kemudian
pada jam ke-48 berangsur-angsur menurun.
10. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji
Sejumlah 30 ekor tikus dibagi menjadi 6 kelompok masing-masing 5
ekor tikus. Kelompok I (Kontrol negatif) diberikan olive oil dengan dosis 2,0 mL/kgBB, setelah 24 jam diambil darahnya lewat sinus orbitalis mata. Kelompok II (Kontrol positif CCl4) diberikan CCl4 dosis 2,0 mL/kgBB, setelah 24 jam
(54)
diberikan infusa Bidens pilosa L. dengan dosis 1,0 g/kgBB. Kelompok IV sampai VI diberikan infusa herba Bidens pilosa L. dengan dosis 1,0 g/kgBB secara per oral kemudian secara berturut-turut pada jam ke-1, 4, dan 6 setelah pemberian infusa dilakukan pemberian dosis hepatotoksin karbon tetraklorida sebesar 2
mL/kgBB. Pada jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida semua
kelompok diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis mata untuk penetapan aktivitas ALT dan AST.
11. Pembuatan serum
Darah tikus yang telah diambil dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf
kemudian didiamkan selama 10 menit. Tabung kemudian di sentrifuge dengan
kecepatan 8000 rpm selama 15 menit, bagian jernih (supernatan) diambil dan
dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf kemudian di sentrifuge dengan kecepatan 8000 rpm selama 10 menit.
12. Penetapan aktivitas alanine aminotransferase (ALT) dan aspartate aminotransterase (AST)
Alat yang digunakan untuk menganalisis adalah Mikro Vitalab 200. Pada
analisis aktivitas ALT serum dilakukan sejumlah reaksi yaitu: serum sejumlah 100
L ditambahkan reagen I sejumlah 1000 L dicampur, kemudian divortex selama 5 detik, dan didiamkan selama 2 menit, setelah itu ditambahkan dengan reagen II
sejumlah 250 L, kemudian divortex selama 5 detik, dan didiamkan selama 1 menit. Aktivitas enzim dibaca pada panjang gelombang 340 nm pada suhu 37 0C.
Pada analisis aktivitas AST dilakukan sejumlah reaksi yaitu: serum sejumlah 100
L ditambahkan reagen I sejumlah 1000 L dicampur, kemudian divortex selama 5 detik, dan didiamkan selama 2 menit, setelah itu ditambahkan dengan reagen II
(55)
sejumlah 250 L, kemudian divortex selama 5 detik, dan didiamkan selama 1 menit. Aktivitas enzim dibaca pada panjang gelombang 340 nm, pada suhu 37 0C,
dengan faktor koreksi, dan dinyatakan dengan satuan U/l. Pengukuran aktivitas
serum ALT dan AST dilakukan di Laboratorium Biokimia Fisiologi Manusia,
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
13. Perhitungan % hepatoprotektif
Perhitungan % hepatoprotektif diperoleh menggunakan rumus:
(1- ( )
( )) x 100%
(1- ( )
( )) x 100%
(Wakchaure, Jain, Singhai, Somani, 2013).
F. Tata Cara Analisis Hasil
Data yang diperoleh dilakukan editing, coding, dan entry dalam file
komputer. Setelah dilakukan clearing, data dianalisis secara statistik dengan bantuan progam SPSS versi 16.
Analisis deskriptif menampilkan nilai rerata dan simpang baku dari
variabel, hasil ditampilkan dalam tabel.Uji normalitas menggunakan uji Shapiro Wilks. Data yang terdistribusi normal dilakukan uji One Way Anova dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan masing-masing kelompok data
tidak berpasangan yang lebih dari dua kelompok. Setelah itu, dilanjutkan dengan
uji Post Hoc test Scheffe untuk melihat kebermaknaan perbedaan masing-masing kelompok. Perbedaan bermakna (signifikan) dinyatakan dengan nilai p<0,05 dan tidak bermakna (tidak signifikan) p>0,05.
(56)
Data aktivitas ALT dan AST yang diperoleh pada kelompok dengan
distribusi yang tidak normal dianalisis dengan uji Kruskall-Wallis dan kebermaknaan perbedaan antar kelompok dianalisis dengan menggunakan uji
Mann-Whitney. Data aktivitas ALT dan AST yang diperoleh pada dua kelompok berpasangan dianalisis dengan menggunakan uji t-berpasangan. Perbedaan
bermakna (signifikan) dinyatakan dengan nilai p<0,05 dan tidak bermakna (tidak
(57)
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui adanya pengaruh dari
pemberian infusa herba Bidens pilosa L. dosis 1 g/kgBB secara akut terhadap penurunan aktivitas ALT dan AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dan
untuk mengetahui waktu paling efektif pemberian infusa herba Bidens pilosa L. secara akut terhadap penurunan aktivitas ALT dan AST pada tikus terinduksi
karbon tetraklorida. Pada penelitian ini digunakan indikator berupa aktivitas ALT
dan AST pada serum darah tikus yang diamati secara kuantitatif yang dapat
menunjukkan kerusakan hati yang terjadi.
A. Hasil Determinasi Serbuk Bidens pilosa L.
Tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah Bidens pilosa L. atau dikenal dengan nama Indonesia ketul. Determinasi bertujuan untuk
memastikan tanaman yang digunakan benar merupakan Bidens pilosa L. Determinasi serbuk hingga tingkat spesises dilakukan di Laboratorium
Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma oleh
Yohanes Dwiatmaka, M.Si. dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta. Determinasi dilakukan dengan mencocokan secara organoleptis dan
mikroskopik serbuk Bidens pilosa L. (Lampiran 1.). Hasil dari determinasi membuktikan bahwa serbuk herba tersebut benar serbuk herba Bidens pilosa L.
B. Penetapan Kadar Air Serbuk Herba Bidens pilosa L.
Penetapan kadar air yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk
(58)
diketahui persyaratan serbuk yang baik atau tidak. Syarat serbuk yang baik yaitu
memiliki kadar air kurang dari 10% (Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan
Makanan RI, 1995). Penetapan kadar air serbuk herba Bidens pilosa L. dilakukan dengan alat moisture balance menggunakan metode gravimetri. Serbuk yang akan digunakan dipanaskan pada suhu 110/105 0C selama 15 menit. Suhu yang
digunakan 110/105 0C dimaksudkan supaya kandungan air menguap. Setelah
serbuk dipanaskan di dalam alat, dilakukan perhitungan terhadap kadar air yang
diteliti. Pengukuran ini dilakukan dengan replikasi sebanyak tiga kali. Hasil
perhitungan menunjukkan serbuk herba Bidens pilosa L. memiliki kadar air sebesar 8,61 %. Hal ini menunjukkan serbuk herba Bidens pilosa L. telah memenuhi persyaratan kadar air serbuk yang baik karena memiliki kadar air
kurang dari 10 %.
C. Uji Pendahuluan 1. Penentuan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida
Dosis hepatotoksik karbon tetraklorida merupakan dosis dimana senyawa
model karbon tetraklorida mampu menyebabkan kerusakan hati ringan berupa
steatosis pada hati tikus. Adanya kerusakan hati ditandai dengan meningkatnya aktivitas ALT dan AST tikus akibat induksi karbon tetraklorida. Menurut
Zimmerman (1999) dan Windrawati (2013) menyebutkan bahwa karbon
tetraklorida dosis 2 mL/kgBB telah mampu meningkatkan aktivitas ALT kurang
lebih sebesar tiga kali dan AST tikus empat kali lipat dari semula. Penelitian
Janakat dan Al-Merie (2002) serta Windrawati (2013) menyebutkan bahwa
(59)
hepatotoksik. Berdasarkan hasil studi pustaka yang dilakukan, dosis senyawa
karbon tetraklorida yang digunakan sebesar 2 mL/kgBB.
2. Penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji
Penentuan waktu pencuplikan darah dilakukan untuk mengetahui waktu
yang menunjukkan efek hepatotoksik yang maksimal dari senyawa model karbon
tetraklorida (CCl4). Efek hepatotoksik ditandai dengan peningkatan aktivitas
serum ALT dan AST tikus pada selang waktu tertentu setelah penginduksian
senyawa model CCl4 secara intraperitonial. Data aktivitas serum ALT dan AST
setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada jam ke 0, 24, dan 48
dapat dilihat pada tabel V.
Tabel V. Purata aktivitas serum ALT setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada penetapan waktu pencuplikan darah (n=5)
Selang waktu (jam) Purata aktivitas serum ALT ± SE (U/l)
0 51,2 ± 3,69
24 153 ± 2,12
48 61,4 ± 2,36
Keterangan: SE = Standard Error
Data ALT yang didapatkan dianalisis menggunakan uji Shapiro Wilks
diperoleh signifikansi p>0,05, yaitu 0,612 untuk kelompok jam ke-0, 0,410 untuk
kelompok jam ke-24, 0,435 untuk kelompok jam ke-48. Hal tersebut
menunjukkan distribusi data dari setiap kelompok normal (p>0,05). Hasil analisis
dari pola searah (One Way ANOVA) dari data ALT tikus setelah terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB, diketahui data memiliki signifikansi 0,000
(p<0,05), kemudian dilanjutkan dengan uji Post Hoc Scheffe dengan nilai signifikasi = 0,000 (p<0,05), dapat diketahui perbedaan antar kelompok. Data
(60)
Gambar 5. Diagram batang purata aktivitas serum ALT tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada penetapan waktu pencuplikan darah
Pada tabel V dan gambar 8 tersebut, terlihat bahwa aktivitas serum ALT
yang paling besar terlihat pada jam ke-24 (153 ± 2,12U/l). dibandingkan dengan
jam ke-0 (51,2 ± 3,69 U/l), aktivitas serum ALT mengalami kenaikan 3-4 kali.
Pada pencuplikan darah jam ke-48 (61,4 ± 2,36U/l), aktivitas serum ALT kembali
normal (hampir sama dengan jam ke-0). Hasil uji statistik aktivitas serum ALT
menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara aktivitas serum
ALT pada jam ke-24 dengan jam ke-0 dan 48 (p=0,000), akan tetapi terdapat
perbedaan yang tidak bermakna antara aktivitas ALT pada jam ke-0 dengan jam
ke-48 (p=0,072). Hal ini menunjukkan bahwa pada jam ke-48 aktivitas serum
ALT sudah normal kembali seperti pada aktivitas serum ALT jam ke-0. Dari hasil
ini dapat dinyatakan bahwa pada jam ke-24, karbon tetraklorida akan
menyebabkan kerusakan hati paling parah. Akan tetapi pada jam ke-48, metabolit
karbon tetraklorida sudah mulai dieksresikan sehingga kerusakan yang disebabkan
(61)
sel-sel hati yang merupakan mekanisme fisiologis hati untuk menggantikan sel
yang rusak sehingga kondisi organ hati kembali membaik dan aktivitas serum
ALT dapat kembali normal. Hasil uji statistik aktivitas serum ALT pada berbagai
jam pencuplikan dapat dilihat pada tabel VI.
Tabel VI. Perbandingan aktivitas ALT setelah pemberian karbon tetraklorida pada tiap waktu pencuplikan darah
Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48
Jam ke-0 BB BTB
Jam ke-24 BB BB
Jam ke-48 BTB BB
Keterangan: BB=Berbeda Bermakna BTB= Berbeda Tidak Bermakna
Data AST yang didapatkan dianalisis menggunakan uji Shapiro Wilks
diperoleh signifikansi p>0,05, yaitu 0,658 untuk kelompok jam ke-0, 0,853 untuk
kelompok jam ke-24, 0,272 untuk kelompok jam ke-48. Hal tersebut
menunjukkan distribusi data dari setiap kelompok normal (p>0,05). Hasil analisis
dari pola searah (One Way ANOVA) dari data ALT tikus setelah terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB, diketahui data memiliki signifikansi 0,000
(p<0,05), kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe dengan nilai signifikasi = 0,000 (p<0,05), dapat diketahui perbedaan antar kelompok. Data tersaji pada
tabel VII.
Tabel VII. Purata aktivitas serum AST setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada penetapan waktu pencuplikan darah (n=5)
Selang waktu (jam) Purata aktivitas serum AST ± SE (U/l)
0 109,0 ± 4,62
24 425,6 ± 10,43
48 150,6 ± 7,02
(62)
Gambar 6. Diagram batang purata aktivitas serum AST tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada penetapan waktu pencuplikan darah
Sama halnya dengan aktivitas serum ALT, aktivitas serum AST juga
diukur pada waktu pencuplikan yang sudah ditentukan yaitu 24 dan 48 jam setelah
pemejanan hepatotoksin. Tujuan dari pencuplikan ini adalah untuk melihat waktu
ketika karbon tetraklorida menyebabkan kerusakan hati yang ditandai dengan
kenaikan aktivitas serum AST yang paling tinggi. Dari hasil tersebut,
menunjukkan bahwa kenaikan serum AST paling tinggi terjadi pada jam ke-24
(425,6 ± 10,43 U/l). sama seperti aktivitas serum ALT, hal ini menunjukkan
kerusakan hati paling parah terjadi pada jam ke-24. Kenaikan aktivitas serum AST
pada jam ke-24 dibandingkan jam ke-0 (109,0 ± 4,62 U/l) sebesar 3-4 kali lipat.
Pada jam ke-48 (150,6 ± 7,02 U/l) aktivitas serum AST sudah mulai mengalami
penurunan (Gambar 6). Hasil uji statistik aktivitas serum AST menyatakan bahwa
terdapat perbedaan yang bermakna antara aktivitas serum AST pada jam ke-24
dengan kelompok jam ke-0 dan jam ke-48 (p=0,000 dan p=0,009). Hal ini
(1)
Range 21.00 Interquartile Range 15.00
Skewness .699 .913 Kurtosis -.265 2.000
Tests of Normality
Kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. SGOT Kontrol Hepatotoksin 24
jam .182 5 .200
*
.981 5 .939
Kontrol Olive Oil 24 jam .193 5 .200* .933 5 .619 Kontrol Infusa Jangka
Pendek .242 5 .200
*
.884 5 .330
Perlakuan 1 jam .254 5 .200* .889 5 .350 Perlakuan 4 jam .147 5 .200* .995 5 .994 Perlakuan 6 jam .196 5 .200* .964 5 .833 a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Oneway
Descriptives SGOT
N Mean
Std. Deviation
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower
Bound
Upper Bound Kontrol Hepatotoksin
24 jam 5 4.0960E2 17.41551 7.78845 387.9758 431.2242 389.00 434.00 Kontrol Olive Oil 24
jam 5 1.0180E2 4.65833 2.08327 96.0159 107.5841 97.00 108.00 Kontrol Infusa
Jangka Pendek 5 1.0800E2 11.97915 5.35724 93.1259 122.8741 95.00 122.00 Perlakuan 1 jam 5 1.0640E2 4.03733 1.80555 101.3870 111.4130 100.00 110.00
(2)
Perlakuan 4 jam 5 94.6000 3.36155 1.50333 90.4261 98.7739 90.00 99.00 Perlakuan 6 jam 5 2.3400E2 8.21584 3.67423 223.7987 244.2013 225.00 246.00 Total 30 1.7573E2 117.43169 21.44000 131.8836 219.5830 90.00 434.00
Test of Homogeneity of Variances SGOT
Levene Statistic df1 df2 Sig. 4.776 5 24 .004
ANOVA SGOT
Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 397661.467 5 79532.293 846.689 .000 Within Groups 2254.400 24 93.933
Total 399915.867 29
Post Hoc Test
Multiple Comparisons SGOT
Scheffe
(I) Kelompok (J) Kelompok
Mean Difference
(I-J)
Std.
Error Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound
Upper Bound Kontrol Hepatotoksin
24 jam
Kontrol Olive Oil 24
jam 307.80000
*
6.12971 .000 285.6114 329.9886
Kontrol Infusa
Jangka Pendek 301.60000
*
6.12971 .000 279.4114 323.7886
Perlakuan 1 jam 303.20000* 6.12971 .000 281.0114 325.3886 Perlakuan 4 jam 315.00000* 6.12971 .000 292.8114 337.1886 Perlakuan 6 jam 175.60000* 6.12971 .000 153.4114 197.7886
(3)
Kontrol Olive Oil 24 jam
Kontrol Hepatotoksin
24 jam -307.80000
*
6.12971 .000 -329.9886 -285.6114
Kontrol Infusa
Jangka Pendek -6.20000 6.12971 .957 -28.3886 15.9886 Perlakuan 1 jam -4.60000 6.12971 .988 -26.7886 17.5886 Perlakuan 4 jam 7.20000 6.12971 .922 -14.9886 29.3886 Perlakuan 6 jam -132.20000* 6.12971 .000 -154.3886 -110.0114 Kontrol Infusa
Jangka Pendek
Kontrol Hepatotoksin
24 jam -301.60000
*
6.12971 .000 -323.7886 -279.4114
Kontrol Olive Oil 24
jam 6.20000 6.12971 .957 -15.9886 28.3886 Perlakuan 1 jam 1.60000 6.12971 1.000 -20.5886 23.7886 Perlakuan 4 jam 13.40000 6.12971 .464 -8.7886 35.5886 Perlakuan 6 jam -126.00000* 6.12971 .000 -148.1886 -103.8114 Perlakuan 1 jam Kontrol Hepatotoksin
24 jam -303.20000
*
6.12971 .000 -325.3886 -281.0114
Kontrol Olive Oil 24
jam 4.60000 6.12971 .988 -17.5886 26.7886 Kontrol Infusa
Jangka Pendek -1.60000 6.12971 1.000 -23.7886 20.5886 Perlakuan 4 jam 11.80000 6.12971 .600 -10.3886 33.9886 Perlakuan 6 jam -127.60000* 6.12971 .000 -149.7886 -105.4114 Perlakuan 4 jam Kontrol Hepatotoksin
24 jam -315.00000
*
6.12971 .000 -337.1886 -292.8114
Kontrol Olive Oil 24
jam -7.20000 6.12971 .922 -29.3886 14.9886 Kontrol Infusa
Jangka Pendek -13.40000 6.12971 .464 -35.5886 8.7886 Perlakuan 1 jam -11.80000 6.12971 .600 -33.9886 10.3886 Perlakuan 6 jam -139.40000* 6.12971 .000 -161.5886 -117.2114 Perlakuan 6 jam Kontrol Hepatotoksin
24 jam -175.60000
*
6.12971 .000 -197.7886 -153.4114
Kontrol Olive Oil 24
jam 132.20000
*
(4)
Kontrol Infusa
Jangka Pendek 126.00000
*
6.12971 .000 103.8114 148.1886
Perlakuan 1 jam 127.60000* 6.12971 .000 105.4114 149.7886 Perlakuan 4 jam 139.40000* 6.12971 .000 117.2114 161.5886 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
(5)
Lampiran 8. Perhitungan % hepatoprotektif
(1-
(
)
(
kontrol
)
)x100%
Kelompok perlakuan infusa herba
Bidens pilosa
L. 1 jam
=(1-
(
,
, )
(
,
, )
)x
100%
= -84,57%
Kelompok perlakuan infusa herba
Bidens pilosa
L. 4 jam
=(1-
(
, )
(
,
, )
)x
100%
= 107,83%
Kelompok perlakuan infusa herba
Bidens pilosa
L. 6 jam
=(1-
(
, )
(
,
, )
)x
100%
= 87,17%
(1-
(
)
(
)
)x100%
Kelompok perlakuan infusa herba
Bidens pilosa
L. 1 jam
=(1-
(
,
, )
(
,
, )
)x
100%
= 98,51%
Kelompok perlakuan infusa herba
Bidens pilosa
L. 4 jam
=(1-
(
,
, )
(
,
, )
)x
100%
= 102,34%
Kelompok perlakuan infusa herba
Bidens pilosa
L. 6 jam
=(1-
(
, )
(
,
, )
)x
100%
(6)