3.3 Kekerasan Gender
Jika membicarakan mengenai kekerasan gender tidak akan lepas dari stereotipe gender yang ada di dalam masyarakat. Karena dengan adanya
strereotipe, akan selalu muncul ketidakadilan yang merugikan kaum perempuan. Stereotipe ini adalah bentuk dari pemikiran yang ada di dalam masyarakat, yang
dibentuk oleh budaya patriarki, sehingga terjadi kekerasan baik secara fisik maupun verbal, yang akan dikaitkan dengan stereotipe dan juga ketidakadilan
gender yang menimpa kaum perempuan. Pengertian dari kekerasan gender adalah tindakan seorang laki-laki atau
sejumlah laki-laki dengan mengerahkan kekuatan tertentu sehingga menimbulkan kerugian atau penderitaan secara fisik, seksual atau psikologis pada seorang
perempuan atau sekelompok perempuan, termasuk tindakan yang bersifat memaksa, mengancam, dan atau berbuat sewenang-wenang, baik yang terjadi
dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam kehidupan pribadi di ruang domestik dan publik La Pona dalam Sugihastuti dkk, 2010:172. Dalam
masyarakat yang patriarkhis, banyak budaya, kepercayaan tradisional, norma dan institusi sosial melegitimasi kondisi sub-ordinasi ini, yang menyebabkan
kekerasan terhadap perempuan dilanggengkan. Perempuan yang mengalami kekerasan domestik kekerasan dalam rumah tangga seringkali tidak memiliki
kekuatan untuk melawan Sugihastuti dkk, 2010:85. Dalam novel Rembang Jingga kekerasan gender yang terjadi pada tokoh meliputi kekerasan fisik,
kekerasan verbal, kekerasan psikis dan kekerasan sosial-politik.
3.3.1 Kekerasan Fisik Kekerasan fisik atau biologis adalah segala macam tindakan yang
mengakibatkan penderitaan fisik pada korbannya La Pona dalam Sugihastuti dkk, 2010:179. Kekerasan fisik menggunakan anggota tubuh seperti memukul,
menampar, meludahi, menjambak, menendang, menyulut dengan rokok, serta melukai dengan barang atau senjata Meiyanti dalam Sugihastuti dkk, 2010 : 179.
Kekerasan fisik dalam novel ini terjadi karena kecemburuan Herlambang terhadap Ires istrinya. Ires digambarkan sangat mencintai dan hormat pada
suaminya. Namun, rasa cinta dan hormat Ires dibalas dengan pukulan dan tendangan yang dilakukan oleh Herlambang. Hal ini membuat Ires tidak mampu
berbuat apa-apa. Bahkan untuk membela dirinya sendiri. Walaupun pernah satu kali kabur dari rumah karena tidak tahan dengan sikap suaminya, namun pada
akhirnya iapun memaafkan sikap suaminya yang sebenarnya tidak bisa dimaafkan lagi. Semenjak Ires kembali ke rumah Herlambang, ia tidak diperbolehkan untuk
berkomunikasi dengan teman-temannya. Ires tidak berani untuk membantah, karena ia tahu apa yang akan terjadi jika ia berani untuk membantah. Pernyataan
tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Rasa cinta dan hormat di hati Ires perlahan berubah menjadi rasa
takut. Ires pernah kabur, pulang ke rumah orangtuanya. Itu terjadi ketika malam sebelumnya dia menerima pukulan dahsyat dari
Herlambang, karena malam itu Herlambang melihat Ires membuka akun
Facebook. Berarti
Herlambang mendapatkan
istrinya berhubungan lagi dengan teman-teman lamanya. Detik itu juga
Herlambang langsung menghujam Ires dengan segala tuduhan dan ketika Ires membantah, Herlambang kalap. Dipukulnya Ires berkali-
kali dan dibentur-benturkan kepala istrinya ke dinding. Begitu siuman besok paginya, dan didapatinya suaminya tidak berada dirumah, Ires
kabur Oetoro, 2015 : 72.
Tak hanya tidak diizinkan untuk berkomunikasi dengan teman-teman lamanya, Ires juga tidak diizinkan untuk berinteraksi dengan dunia luar bahkan
untuk mengikuti kegiatan di sekitar rumah. Alhasil dunia Ires yang tadinya bebas, menjadi terkekang. Ia tak dapat melakukan apa-apa. Karena ia tahu jika ia
membantah, suaminya akan menggunakan kekuasaannya untuk menyakiti dirinya. Suatu ketika, saat Herlambang menyuruhnya untuk membeli nasi pecel,
Ires berjumpa dengan seorang penjaga warung makan yang bernama Diar. Diar mengajak Ires untuk ikut kelompok belajar yang didirikan oleh beberapa
pengacara muda, memberi kesempatan kepada perempuan yang kurang mampu untuk menambah ilmunya. Ires setuju untuk ikut. Namun, ia harus tahu kapan
suaminya berangkat ke kantor dan kapan suaminya pulang ke rumah. Awalnya kegiatan ini berjalan dengan mulus. Namun, tanpa disadari oleh Ires, Herlambang
tiba —tiba pulang ke rumah lebih awal dan melihat Ires sedang menulis di meja
makan. Herlambangpun tahu jika Ires mengikuti kelompok belajar tanpa sepengetahuan dirinya. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah
ini. Ires mematung melihat suaminya yang tiba-tiba berada di
hadapannya. Dia tidak mendengar suara mobil datang. Hari itu menjadi hari yang sangat naas bagi Ires. Setengah jam kemudian Ires
meringkuk di pojok ruang makan, yang dilakukannya cukup lama, karena dia tidak bisa bergerak. Bergeming karena rasa sakit yang
amat sangat. Tangannya memegang dada dan perut, mencoba menahan sakit itu. Warna ungu mulai terlihat di sekitar mata, lengan
dan kaki. Tulang rusuknya seakan hancur. Ires berusaha berdiri, tapi terjatuh setiap kali. Herlambang duduk di kursi kebanggaannya
menghisap rokok dalam-dalam sambil memandang Ires. Puas rasanya bisa mengeluarkan emosi yang terpendam sejak tadi Oetoro, 2015 :
88.
Serupa dengan tokoh Ires, tokoh Diar juga mengalami kekerasan fisik yang dilakukan oleh ayahnya. Kekerasan fisik ini terjadi setelah Sugeng, menjual Diar
pada seorang laki-laki di sebuah hotel. Diar yang tidak terima dirinya dijual oleh ayahnya sendiri, hanya dapat menangis dan megatakan ketidaksetujuannya pada
segala sesuatu yang telah dilakukan oleh Sugeng. Sugeng yang mendengar hal itu, langsung menampar Diar. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah
ini. “Wes, ora popo. Ojo nangis, Ayok mulih,” kata Sugeng dengan
mimik biasa-biasa saja, seolah tak ada apa-apa dan segera mengajak pulang.
“Bapak keterlaluan Bapak sengaja ya? Aku diperkosa sama dia…” Tiba-tiba sesuatu terdengar keras. Rasa panas luar biasa di pipi
kirinya, berubah dratis dari dingin yang dirasakan Diar sebelumnya karena sedang berada di area terbuka malam hari. Panas yang
membakar, menjalar-jalar hingga ke mata, hidung dan seluruh wajah. Itulah tamparan keras dari Sugeng yang mendarat di pipi Diar, saat
kalimat belum lagi selesai diucapkan. Saat kesedihan belum selesai dikeluhkan Oetoro, 2015 : 61.
Tidak hanya ditampar oleh Sugeng, Diar juga ditarik dan dipaksa untuk naik ke motor yang mereka pakai untuk menuju ke hotel. Dengan kekuatan
Sugeng sebagai laki-laki yang tinggal di desa, Diar tidak dapat mengelak dan hanya pasrah. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
Dengan kekuatan seorang laki-laki yang biasa hidup di desa, dengan kekuatan seorang ayah yang diktator, ditariknya tangan Diar,
diseretnya tubuh itu, dipaksanya naik ke boncengan motornya. Tanpa kata-kata lagi mereka bersepedamotor kembali ke kabupaten. Hanya
suara mesin motor dan isak Diar yang terdengar Oetoro, 2015 : 61.
Malam itu menjadi malam yang sangat kelam bagi Diar, karena pada malam itu ia dijual oleh ayahnya untuk menjadi perempuan pekerja seks.
Pekerjaan yang bukan menjadi keinginan Diar. Diar merasa terpaksa melakukan hal tersebut karena ekonomi keluarganya yang berada di bawah garis kemiskinan
dan menurut Sugeng, menjual anaknya yang masih muda pada laki-laki hidung belang adalah solusi yang tepat untuk meningkatkan ekonomi keluarga mereka.
Hal ini terbukti bahwa beberapa hari kemudian, Sugeng memiliki modal untuk membeli peralatan tambal ban milik tetangga mereka yang sudah meninggal.
3.3.2 Kekerasan Verbal Menurut Baryadi 2012:35-36 kekerasan verbal adalah kekerasan yang
menggunakan bahasa, yaitu kekerasan yang menggunakan kata-kata, kalimat, dan unsur-unsur bahasa lainnya. Kekerasan verbal meliputi menghina, berkata kasar
dan kotor. Kekerasan verbal yang terjadi dalam novel ini dapat dilihat dari perkataan
Herlambang terhadap Ires, istrinya. Herlambang yang dulunya sangat baik pada Ires dan keluarganya, berubah menjadi pemarah dan ringan tengan setelah
menikah dengan Ires. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. “Lama amat sih? Padahal, Cuma diminta beli rokok di warung depan,
gimana kalau disuruh k Blok M…, bisa-bisa setahun baru balik. Kamu ketemu pacar ya?” teriak Herlambang, berdiri tegak di hadapan
Ires Oetoro, 2015 : 69
Tak hanya saat diminta membeli rokok, perkataan sinis Herlambang juga terlontar saat Ires menyajikan ayam goreng yang terlihat lebih coklat dari
biasanya. Herlambang langsung menolak memakan makanan itu, dan menyuruh Ires membeli pecel lele di warung. Ires sempat merasa heran, tidak biasanya
Herlambang menyuruh Ires membeli makanan di luar. Karena setiap Ires melakukan kesalahan saat menyajikan makanan, Herlambang langsung pergi
membeli makanan sendiri. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
“Goreng ayam saja nggak becus. Nggak berguna sekali hidupmu, Res. Beli pecel lele sana untukku. Ayam ini kamu yang makan, biar tahu
rasanya makan sampah.” Diambilnya uang dari dompetnya dan dilempar begitu saja di atas meja untuk Ires memungut sambil terus
menundukkan kepala. Oetoro, 2015 : 73.
3.3.3 Kekerasan Psikis Kekerasan psikis termasuk kategori kekerasan nonseksual. Jenis kekerasan
ini melibatkan secara langsung kondisi psikologis perempuan yang menjadi korbannya Sugihastuti, 2010 : 183. Kekerasan psikis dapat mengakibatkan
menurunnya rasa percaya diri, meningkatkan rasa takut, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan tidak berdaya. Kekerasan psikis memiliki kaitan dengan
kekerasan verbal dan kekerasan fisik. Karena kekerasan psikis merupakan akibat yang ditimbulkan dari kekerasan verbal dan kekerasan fisik.
Kekerasan psikis yang dialami oleh tokoh Ires, merupakan akibat dari kekerasan verbal dan kekerasan fisik yang dilakukan oleh suaminya, Herlambang.
Ires sangat menghormati Herlambang sebagai suami dan kepala keluarga. Namun, rasa hormat yang diberikan oleh Ires, dibalas dengan pukulan dan makian oleh
Herlambang. Awalnya Ires merasa Herlambang akan segera berubah dengan berlalunya waktu. Tetapi, semakin lama sindiran dan pukulan dari Herambang
semakin intensif dan membuat Ires tidak dapat melakukan apa-apa. Bahkan orang tuanya hanya menyarankan Ires untuk bersabar dan memperbanyak doa.
Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Sejak itu, dunia luar Ires tertutup. Jalan keluar apa yang bisa dicapai
jika harus melawan seorang jaksa? Seorang yang memiliki koneksi dengan hamba-hamba hukum lainnya? Bagi Ires, tak ada. Bahkan
orang tua Ires pun takut dengan ancaman-ancaman dari menantu mereka dan hanya meminta agar Ires lebih bersabar dan lebih banyak
berdoa Oetoro, 2015 : 72.
Kekerasan yang dilakukan oleh Herlambang, menyebabkan Ires merasa takut dan tidak berdaya untuk membantah semua yang dilakukan oleh
Herlambang. Akibatnya, Herlambang semakin semena-mena terhadap Ires. Apalagi ketika Herlambang melihat Ires sedang belajar tanpa ijinnya. Emosinya
seketika itu langsung meningkat. Tanpa peringatan terlebih dahulu, Herlambang langsung memukuli Ires tanpa ampun.
Diar, sahabat Ires yang khawatir dengan keadaan Ires datang menemui Ires. Apa yang dikhawatirkan oleh Diar memang benar terjadi. Ia melihat wajah Ires
yang penuh dengan memar dan badannya pun semakin kurus. Diar mengajak Ires untuk kabur dari rumah. Namun, Ires menolak dengan alasan ia takut jika
Herlambang mengetahui keberadaannya, Herlambang akan semakin menyiksa dan mengekangnya. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
Mendengar cerita Ires, Diar langsung mengajaknya pergi dari rumah itu. Pertama-tama Ires menolak, takut Herlambang akan mengetahui
keberadaannya. Selain itu, dia tidak berani karena tidak memiliki apa- apa untuk hidup sendiri. Ires pun masih ingat apa yang terjadi setelah
ia kabur ke rumah orangtuanya. Dia ingat ancaman-ancaman Herlambang. Bulu kuduknya berdiri membayangkan kemungkinan-
kemungkinan yang akan terjadi Oetoro, 2015 : 89.
3.3.4 Kekerasan Kekuasaan Kekuasaan adalah kemampuan berbuat atau bertindak. Kekuasaan adalah
kemampuan memobilisasi sumber daya uang, orang untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Kekuasaan adalah kemampuan mempengaruhi relung kehidupan.
Kekuasaan tidak bisa dinilai baik atau buruk. Kekuasaan bernilai netral Barbara Booles dan Lydia Swan dalam Handayani dkk, 2008:168.
Ketika Ires menemani Diar pergi ke terminal untuk pulang ke Rembang, diam-diam Herlambang menyewa seorang tukang ojek untuk mencari informasi
tentang keberadaan Ires yang menghilang setelah dipukuli habis-habisan oleh Herlambang. Dengan diketahuinya keberadaan Ires, Herlambang langsung
berangkat menuju Rembang untuk mencari Ires untuk membalas dendam. Dengan menggunakan jabatannya sebagai jaksa, sangat mudah bagi Herlambang untuk
mencari tempat tinggal Diar di Rembang. Akhirnya Herlambang menemukan tempat tinggal Diar. Ia pun mencari cara untuk membalas dendam pada Ires.
Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Dengan menggunakan jabatannya, Herlambang tidak memerlukan
waktu lama untuk mendapatkan keterangan mengenai Diar dan di mana kemungkinan dia tinggal. Dua hari dia menunggu dengan sia-
sia saat Ires keluar rumah sendiri. Tempat dia menunggu semakin tak nyaman. Dia tak bisa berlama-lama berada di warung tetangga Mbah
Karto karena mengundang tanda tanya pemilik Oetoro, 2015 : 103.
Agar tetangga Mbah Karto tidak mencurigainya, Herlambang akhirnya bersembunyi di balik ilalang di dekat tambak. Amarahnya semakin meningkat
setelah serangga-serangga yang ada di tambak mulai mengigitnya. Matahari mulai terbenam. Ini adalah saat yang tepat bagi Herlambang untuk memulai rencananya,
yaitu membakar rumah Mbah Karto beserta penghuninya. Termasuk Ires dan teman-temanya yang sedang ada di dalam rumah Mbah Karto. Pernyataan tersebut
dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Matahari terbenam merupakan saat yang paling tepat untuk
mengendap-endap menyiram bensin di sekeliling rumah. Tidak akan ada yang melihat. Mata Herlambang bersinar mengikuti gerakan api
yang
berkobar. Dilihatnya
Ires pontang-panting
berusaha memadamkan karyanya. Sengaja dia menampakkan diri agar Ires bisa
melihatnya, agar Ires bisa merasakan penderitaannya, agar Ires bisa menyesali perbuatannya telah meninggalkan dirinya, agar Ires bisa
merasakan semua itu sebelum dia perlahan mati terbakar Oetoro, 2015 : 104.
Pada saat Ires dan teman-temannya tengah saling membantu untuk memadamkan api yang semakin membesar, Herlambang memunculkan dirinya,
agar Ires dapat melihat dirinya dan dapat mengingat kesalahan-kesalahan yang telah dibuat oleh Ires pada Herlambang. Ires yang melihat keberadaan
Herlambang, langsung merasa bersalah karena sudah membawa teman-teman barunya ke dalam masalahnya dengan Herlambang. Setelah melihat hasil
karyanya, Herlambang merasa puas karena sudah membalaskan dendamnya pada Ires.
Tak lama setelah musibah yang mereka alami, Ires mulai berani untuk menceritakan segala sesuatu yang ia lihat pada saat kebakaran terjadi. Karina yang
memiliki teman seorang pengacara langsung menghubunginya untuk membantu menyelesaikan permasalahan Ires dan Herlambang. Tak lama setelahnya,
Herlambang dimasukkan ke dalam penjara dengan tuduhan kekerasan dalam rumah tangga dan percobaan pembunuhan.
Tak terima dengan perlakuan teman-teman Ires. Herlambang kembali menyusun rencana untuk membalas dendam pada Ires. Walaupun ia dipenjara,
Herlambang tetap berusaha agar seluruh rencananya dapat terlaksana dengan baik. Ia juga rela berbuat baik pada Ires, agar Ires percaya bahwa Herlambang telah
berubah menjadi lebih baik. Untuk melancarkan rencananya itu, Herlambang meminta Ires untuk datang ke Rembang, untuk mengantarkan surat perjanjian jual
beli rumah mereka. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. “Herlambang meminta Ires untuk menemuinya di rumah tahanan di
Rembang, untuk membicarakan masalah rumah yang mereka tempati selama ini. Namun, Herlambang memberi kejutan pada Ires dengan
menemuinya di hotel tempat Ires menginap. Ires sangat terkejut karena Herlambang berdiri didepannya. Herlambang bercerita bahwa
ia berkelakuan baik saat di rutan. Sehingga ia boleh pergi hingga jam enam sore. Ires sama sekali tidak tahu bahwa Herlambang telah
membayar puluhan juta pada seorang sipir agar ia boleh keluar selama
sehari.” Oetoro, 2015 : 213.
Setelah pertemuan hari itu, Ires tidak pernah terlihat lagi. Bahkan ia tidak sempat untuk mengucapkan sepatah kata pun pada teman-temannya. Dendam
Herlambang telah terbalaskan. Hanya dengan uang dan kekuasaan, Herlambang dapat membalaskan seluruh dendamnya pada Ires. Tak berapa lama, kematian Ires
terungkap. Teman-temannya pun membangun sebuah yayasan yang diberi nama SRI, untuk membantu perempuan-perempuan yang teraniaya. Agar kekerasan
yang dialami oleh Ires tidak terjadi lagi, dan mereka dapat membantu mencari solusi.
3.4 Rangkuman