Budaya patriarki terhadap tokoh perempuan dalam Novel "Rembang Jingga" karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi: pendekatan feminisme.

(1)

ABSTRAK

Christanti, Catharina Novia. 2016. Budaya Patriarki Terhadap Tokoh Perempuan dalam Novel Rembang Jingga Karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi : Pendekatan Feminisme. Skripsi Strata Satu (S-1). Yogyakarta : Sastra Indonesia. Fakultas Sastra. Univesitas Sanata Dharma.

Penelitian ini mengangkat tema mengenai budaya patriarki yang dialami tokoh Ires, Diar dan Karina dalam novel Rembang Jingga karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan gambaran alur, tokoh dan penokohan, serta latar dan mendeskripsikan gambaran budaya patriarki terhadap tokoh perempuan yang meliputi stereotipe gender dan kekerasan gender dalam novel Rembang Jingga. Pendekatan srukural dibatasi pada aspek alur, tokoh, penokohan, serta latar untuk menganalisis budaya patriarki. Pendekatan feminisme digunakan untuk mendalami stereotipe gender dan kekerasan gender dalam novel ini. Metode pengumpulan data yang dipakai studi pustaka. Metode analisis data yang dipakai metode hermeneutika. Metode penyajian hasil analisis data yang dipakai metode formal dan deskripsi kualitatif.

Hasil penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu struktur dan budaya patriarki. Struktur dibagi menjadi empat, yaitu alur, tokoh dan penokohan, serta latar. Alur yang digunakan dibagi menjadi tiga, yaitu tahap awal, tahap tengah, serta tahap akhir. Tokoh utama dalam novel ini adalah Ires dan Herlambang, sedangkan tokoh tambahan adalah Karina, Diar, Amanda, Sugeng dan Dodi. Latar yang digunakan adalah latar tempat, waktu, dan latar sosial.

Budaya patriarki dibagi menjadi dua, yaitu stereotipe gender dan kekerasan gender. Stereotipe gender yang tergambar dalam novel terlihat dalam pembagian kerja dan pendidikan. Pembagian kerja akan dibagi menjadi dua, yaitu di luar rumah dan di dalam rumah. Sementara itu, kekerasan gender yang tergambar daalam novel, yaitu kekerasan fisik, kekerasan verbal, kekerasan psikis dan kekerasan kekuasaan. Budaya patriarki dialami oleh beberapa tokoh perempuan yang ada dalam novel Rembang Jingga seperti Ires, Diar dan Karina. Namun, budaya patriarki yang paling dominan terlihat pada tokoh Ires. Tokoh Ires sebagai tokoh utama menjadi korban yang diakibatkan adanya budaya patriarki yang dibentuk oleh masyarakat. Berkat bantuan dari teman-temannya, tokoh Ires sempat berhasil bebas dari kekerasan gender yang dilakukan oleh suaminya. Tetapi, ia kembali terpuruk dan mati akibat kekerasan yang dilakukan oleh suaminya. Tokoh Diar dan tokoh Karina pun mengalami hal yang sama dengan tokoh Ires, namun kedua tokoh tersebut berhasil bebas dari belenggu budaya yang menerpa mereka, dengan mengubah pola pikir mereka yang selama ini mereka gunakan.


(2)

ABSTRACT

Christanti, Catharina Novia. 2016. Patriarchal System Displayed Towards Women Characters on Rembang Jingga Novel by TJ Oetoro and Dwiyana Premadi: Feminism Approach. An Undergraduate Thesis. Yogyakarta: Indonesian Literature Study Program. Faculty of Literature. Sanata Dharma University.

This research discusses patriarchy system that was experienced by Ires, Diar and Karina on Rembang Jingga, a novel by TJ Oetoro and Dwiyana Premadi. The purposes of this study are (1) to describe the plot, character and characterization, and settings, and (2) to describe patriarchal system that includes gender stereotype and gender abuse in the novel. The structural approach is used to analyze plot, character and characterization, and settings. The data collecion method in this analysis is library research. The methods used for the analysis is hermeneutic method. The analysis presented used in this research are formal method, and qualitative descriptive method.

The results of this research are divided into two parts, the structural analysis and the patriarchal system analysis in Rembang Jingga novel. The structural analysis consists of plot, character and characterization, and settings. The plot is separated into three parts: the beginning, middle, and ending. The main characters of this novel are Ires and Herlambang, while the additional characters are Karina, Diar, Amanda, Sugeng, and Dodi. The settings analyzed are the setting of place, setting of time, and social background.

The patriarchy system analysis is divided into two parts, the gender stereotype and the gender abuse. The gender stereotype illustrated in the novel can be seen on the right to get education and the attribution of duties. Duties are divided into ones done in the house and outside the house. Meanwhile, the gender abuses described in the novel are physical abuse, verbal abuse, mental abuse, and power abuse. The patriarchal system was experienced by some women characters in Rembang Jingga novel, such as Ires, Diar, and Karina. However, the patriarchal system can be seen dominantly displayed on Ires. Ires, as the main character, was the victim of patriarchal system shaped by society. Aided by her friends, Ires almost got her freedom from gender abuse by her husband. Yet, she failed and died because of his husband’s ill treatments. The same thing happened to Diar and Karina. Even so, they succeeded to free themselves from the patriarchal system by changing their mindset they had been confined to.


(3)

BUDAYA PATRIARKI TERHADAP TOKOH PEREMPUAN

DALAM NOVEL REMBANG JINGGA

KARYA TJ OETORO DAN DWIYANA PREMADI:

PENDEKATAN FEMINISME

Tugas Akhir

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Catharina Novia Christanti NIM 124114006

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

BUDAYA PATRIARKI TERHADAP TOKOH PEREMPUAN

DALAM NOVEL REMBANG JINGGA

KARYA TJ OETORO DAN DWIYANA PREMADI:

PENDEKATAN FEMINISME

Tugas Akhir

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Catharina Novia Christanti NIM 124114006

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah membimbing dan memberi berkat kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Budaya Patriarki Terhadap Tokoh Perempuan dalam Novel

Rembang Jingga karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi”.

Penulis menyadari bahwa terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. S.E. Peni Adji, S.S., M.Hum., selaku pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, bantuan, waktu dan dukungan kepada penulis, selama proses penyelesaian skripsi ini.

2. Drs. B. Rahmanto, M.Hum., selaku pembimbing II yang selalu memberikan waktunya untuk membimbing, serta masukan bagi penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.

3. Dr. Paulus Ari Subagyo, M.Hum., selaku dosen pembimbing akademik. 4. Seluruh Dosen Prodi Sastra Indonesia S.E. Peni Adji, S.S., M.Hum, selaku

kaprodi, Drs. Hery Antono, M.Hum, selaku wakil prodi, Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum, Drs. F.X. Santosa, Dra. Fransisca Tjandrasih Adji, M.Hum, Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum dan Sony Christian Sudarsono, M.A yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama mengikuti studi di Sanata Dharma Yogyakarta.


(10)

vii

5. Dr. Paulus Ari Subagyo, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma.

6. Kedua orangtua penulis, Bapak J. Paino Rahardjo, S.H dan Ibu Christina Tri Handayani, yang telah memberikan dukungan baik secara moril dan materil, serta selalu mendoakan penulis setiap saat. Mereka yang menjadi inspirasi bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Kedua kakak penulis, Theresia Sri Wahyuni, S.Pd, M.M dan Elisabet Dwi Mayasari, S.T, M.T, serta kakak ipar penulis Aking Wijang Pambudi, A.Md yang selalu memberikan motivasi dan perhatian kepada penulis.

8. Kedua keponakan penulis, Yohana Gendhis Ayu dan Yosia Laras Rekinayu yang selalu memberikan penghiburan bagi penulis.

9. Seluruh staff dan karyawan perpustakaan Sanata Dharma yang telah membantu dan menyediakan buku-buku referensi yang diperlukan oleh penulis.

10.Seluruh teman-teman angkatan 2012 Santi, Bella, Venta, Lina, Retha, Silvy, Gabby, Roby, Carlos, Ovi, Kasi, Mei, Willy, Patrick dan Peng.

11.Keluaraga besar Sastra Indonesia, terima kasih untuk semangat, dukungan dan motivasi yang diberikan selama ini.

12.Teman-teman Stero Clement, Dheta, Lusi, dan Lisna terima kasih untuk dukungannya.

Serta pihak yang andil dalam proses penyelesaian. Semoga jasa baik mereka mendapatkan balasan dari Tuhan. Akan tetapi semua kekurangan dan


(11)

(12)

ix

PERSEMBAHAN

Karya ini ku persembahkan untuk Tuhan Yang Maha Esa, dan sebagai kado ulang tahun pernikahan kedua orangtuaku,


(13)

x MOTTO

Banyak hal yang bisa menjatuhkanmu

Tapi satu-satunya hal yang benar-benar bisa menjatuhkanmu adalah dirimu sendiri -R.A. Kartini-

Ketika kau memiliki sebuah impian yang tinggi, jangan pernah lupakan impian itu hanya karena mendengar omogan orang lain


(14)

xi

ABSTRAK

Christanti, Catharina Novia. 2016. Budaya Patriarki Terhadap Tokoh Perempuan dalam Novel Rembang Jingga Karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi : Pendekatan Feminisme. Skripsi Strata Satu (S1). Yogyakarta : Sastra Indonesia. Fakultas Sastra. Univesitas Sanata Dharma.

Penelitian ini mengangkat tema mengenai budaya patriarki yang dialami tokoh Ires, Diar dan Karina dalam novel Rembang Jingga karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan gambaran alur, tokoh dan penokohan, serta latar dan mendeskripsikan gambaran budaya patriarki terhadap tokoh perempuan yang meliputi stereotipe gender dan kekerasan gender dalam novel Rembang Jingga. Pendekatan srukural dibatasi pada aspek alur, tokoh, penokohan, serta latar untuk menganalisis budaya patriarki. Pendekatan feminisme digunakan untuk mendalami stereotipe gender dan kekerasan gender dalam novel ini. Metode pengumpulan data yang dipakai studi pustaka. Metode analisis data yang dipakai metode hermeneutika. Metode penyajian hasil analisis data yang dipakai metode formal dan deskripsi kualitatif.

Hasil penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu struktur dan budaya patriarki. Struktur dibagi menjadi empat, yaitu alur, tokoh dan penokohan, serta latar. Alur yang digunakan dibagi menjadi tiga, yaitu tahap awal, tahap tengah, serta tahap akhir. Tokoh utama dalam novel ini adalah Ires dan Herlambang, sedangkan tokoh tambahan adalah Karina, Diar, Amanda, Sugeng dan Dodi. Latar yang digunakan adalah latar tempat, waktu, dan latar sosial.

Budaya patriarki dibagi menjadi dua, yaitu stereotipe gender dan kekerasan gender. Stereotipe gender yang tergambar dalam novel terlihat dalam pembagian kerja dan pendidikan. Pembagian kerja akan dibagi menjadi dua, yaitu di luar rumah dan di dalam rumah. Sementara itu, kekerasan gender yang tergambar daalam novel, yaitu kekerasan fisik, kekerasan verbal, kekerasan psikis dan kekerasan kekuasaan. Budaya patriarki dialami oleh beberapa tokoh perempuan yang ada dalam novel Rembang Jingga seperti Ires, Diar dan Karina. Namun, budaya patriarki yang paling dominan terlihat pada tokoh Ires. Tokoh Ires sebagai tokoh utama menjadi korban yang diakibatkan adanya budaya patriarki yang dibentuk oleh masyarakat. Berkat bantuan dari teman-temannya, tokoh Ires sempat berhasil bebas dari kekerasan gender yang dilakukan oleh suaminya. Tetapi, ia kembali terpuruk dan mati akibat kekerasan yang dilakukan oleh suaminya. Tokoh Diar dan tokoh Karina pun mengalami hal yang sama dengan tokoh Ires, namun kedua tokoh tersebut berhasil bebas dari belenggu budaya yang menerpa mereka, dengan mengubah pola pikir mereka yang selama ini mereka gunakan.


(15)

xii ABSTRACT

Christanti, Catharina Novia. 2016. Patriarchal System Displayed Towards Women Characters on Rembang Jingga Novel by TJ Oetoro and Dwiyana Premadi: Feminism Approach. An Undergraduate Thesis. Yogyakarta: Indonesian Literature Study Program. Faculty of Literature. Sanata Dharma University.

This research discusses patriarchy system that was experienced by Ires, Diar and Karina on Rembang Jingga, a novel by TJ Oetoro and Dwiyana Premadi. The purposes of this study are (1) to describe the plot, character and characterization, and settings, and (2) to describe patriarchal system that includes gender stereotype and gender abuse in the novel. The structural approach is used to analyze plot, character and characterization, and settings. The data collecion method in this analysis is library research. The methods used for the analysis is hermeneutic method. The analysis presented used in this research are formal method, and qualitative descriptive method.

The results of this research are divided into two parts, the structural analysis and the patriarchal system analysis in Rembang Jingga novel. The structural analysis consists of plot, character and characterization, and settings. The plot is separated into three parts: the beginning, middle, and ending. The main characters of this novel are Ires and Herlambang, while the additional characters are Karina, Diar, Amanda, Sugeng, and Dodi. The settings analyzed are the setting of place, setting of time, and social background.

The patriarchy system analysis is divided into two parts, the gender stereotype and the gender abuse. The gender stereotype illustrated in the novel can be seen on the right to get education and the attribution of duties. Duties are divided into ones done in the house and outside the house. Meanwhile, the gender abuses described in the novel are physical abuse, verbal abuse, mental abuse, and power abuse. The patriarchal system was experienced by some women characters in Rembang Jingga novel, such as Ires, Diar, and Karina. However, the patriarchal system can be seen dominantly displayed on Ires. Ires, as the main character, was the victim of patriarchal system shaped by society. Aided by her friends, Ires almost got her freedom from gender abuse by her husband. Yet, she failed and died because of his husband’s ill treatments. The same thing happened to Diar and Karina. Even so, they succeeded to free themselves from the patriarchal system by changing their mindset they had been confined to.


(16)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH .... v

KATA PENGANTAR ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ix

MOTTO ... x

ABSTRAK ... xi

ABSTRACT ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Hasil Penelitian ... 5

1.5 Tinjauan Pustaka ... 6

1.6 Landasan Teori ... 7

1.6.1 Kajian Struktural... 8

1.6.2 Kajian Feminisme ... 12


(17)

xiv

1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 17

1.7.2 Metode dan Tahap Analisis Data... 18

1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data ... 18

1.8 Sistematika Penyajian ... 19

BAB II ANALISIS STRUKTUR NOVEL REMBANG JINGGA KARYA TJ OETORO DAN DWIYANA PREMADI ... 20

2.1 Pengantar ... 20

2.2 Analisis Alur ... 20

2.2.1 Tahap Awal... 20

2.2.2 Tahap Tengah ... 21

2.2.3 Tahap Akhir ... 23

2.3 Analisis Tokoh dan Penokohan ... 24

2.3.1 Tokoh Utama Protagonis ... 24

2.3.2 Tokoh Utama Antagonis ... 26

2.3.3 Tokoh Tambahan ... 29

2.4 Analisis Latar ... 37

2.4.1 Latar Tempat ... 37

2.4.2 Latar Waktu ... 42

2.4.3 Latar Sosial ... 46


(18)

xv

BAB III BUDAYA PATRIARKI TERHADAP TOKOH PEREMPUAN

DALAM NOVEL REMBANG JINGGA

KARYA TJ OETORO DAN DWIYANA PREMADI ... 52

3.1 Pengantar ... 52

3.2 Stereotipe Gender ... 52

3.2.1 Stereotipe Gender dalam Pembagian Kerja ... 53

3.2.2 Stereotipe Gender dalam Pendidikan ... 57

3.3 Kekerasan Gender ... 59

3.3.1 Kekerasan Fisik ... 60

3.3.2 Kekerasan Verbal ... 63

3.3.3 Kekerasan Psikis ... 64

3.3.4 Kekerasan Kekuasaan ... 66

3.4 Rangkuman ... 69

BAB IV PENUTUP ... 72

4.1 Kesimpulan ... 72

4.2 Saran ... 79

LAMPIRAN ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Karya sastra merupakan proses kreatif dari seorang pengarang, yang menghasilkan sebuah gagasan, konsep dan ide yang mengambil tema dari masyarakat. Proses kreatif ini menjadikan masyarakat (pembaca) merasa bahwa karya sastra yang dibuat oleh pengarang, menggambarkan kehidupan dirinya sendiri, walaupun gambaran kehidupan ini berdasarkan imajinasi yang dibuat

pengarang. Karya sastra menyampaikan “pemahaman” tentang kehidupan dengan

caranya sendiri (Budianta, 2003: 7).

Dalam kenyataannya, kehidupan ini meyebabkan munculnya budaya patriarki. Budaya partiarki ini merupakan bentuk dari diskriminasi yang diterima oleh kaum laki-laki dan kaum perempuan berdasarkan adat istiadat dan agama (Fakih, 2003:15). Budaya ini mengatakan bahwa kaum perempuan harus dikontrol oleh kaum laki-laki. Sehingga untuk melakukan sesuatu hal, kaum perempuan harus meminta izin terlebih dahulu pada kaum laki-laki, agar mereka boleh menjalankan kegiatan atau pekerjaan mereka. A system of male authority which

oppresses women through its social, political and economic institutions (sistem

otoritas laki-laki yang menindas kaum perempuan melalui jalan sosial, politik dan lembaga ekonomi) (Humm, 1990:159).


(20)

Novel Rembang Jingga karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi ini membahas mengenai kaum perempuan yang mengalami ketidakadilan yang diakibatkan budaya patriarki. Kaum perempuan dalam novel ini tidak hanya mengalami diskriminasi oleh adat istiadat, namun juga mengalami ketidakadilan gender yang disebabkan oleh perbedaan pandangan mengenai gender laki-laki dan perempuan oleh masyarakat. Ketidakadilan gender ini dapat menyebabkan terjadinya kekerasan seperti pemukulan dan serangan fisik dalam rumah tangga, dan juga menyebabkan terbentuknya pikiran-pikiran masyarakat yang beranggapan bahwa tugas utama kaum perempuan adalah ibu rumah tangga yang setiap harinya di rumah melayani suami mereka, dan bukan bekerja. Akibatnya, jika kaum perempuan hendak aktif untuk mengikuti sebuah kegiatan yang banyak digeluti oleh kaum laki-laki, seperti bidang politik, bisnis dan sebagainya akan dianggap aneh atau bertentangan dengan kodrat perempuan.

Budaya patriarki tidak hanya menyebabkan ketidakadilan gender dan kekerasan gender, namun juga stereotipe gender. Sterotipe ini, membedakan kodrat dan peran antara kaum laki-laki dan perempuan. Kaum perempuan dikategorikan sebagai yang lemah, sedangkan kaum laki-laki adalah berani (Gambel, 2010:422). Hal ini berhubungan dengan gender yang digambarkan oleh pengarang melalui karya sastra yang ia ciptakan. Gender bukanlah sesuatu yang kita dapatkan semenjak lahir dan bukan juga sesuatu yang kita miliki, melainkan sesuatu yang kita lakukan, sesuatu yang kita tampilkan (Sugihastuti dkk, 2010:4).

Gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural (Fakih, 2003: 8).


(21)

Konstruksi ini secara terus menerus berubah dari waktu ke waktu. Konstruksi sosial ini membedakan gender berdasarkan jenis kelamin (seks) dan sifat, serta ciri-ciri khas dari laki-laki dan perempuan. Konstruksi ini menyebabkan terjadinya perbedaan pandangan dan penilaian terhadap kaum laki-laki dan perempuan yang hingga saat ini sulit untuk diubah.

Berdasarkan penjelasanan di atas, dapat disimpulkan bahwa novel

Rembang Jingga dipilih sebagai data penelitian, karena dalam novel ini

membicarakan mengenai budaya patriarki yang dianut oleh masyarakat dan hal ini dapat menyebabkan adanya stereotipe gender dan kekerasan gender terhadap kaum perempuan. Masyarakat yang masih menganut budaya patriarki menganggap bahwa perempuan bertugas untuk mengurus rumah tangga dan kaum laki-laki bertugas mencari nafkah. Sehingga kaum perempuan harus menuruti segala perintah yang diberikan oleh kaum laki-laki. Dalam hal ini, kaum perempuan tidak diperkenankan untuk membantah perintah yang diberikan kaum laki-laki.

Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan kritik sastra feminis untuk meneliti novel ini. Pemilihan teori ini didasarkan karena salah satu masalah yang ada dalam novel Rembang Jingga yang berkaitan dengan teori feminis. Selain itu, diharapkan dengan menggunakan teori ini penulis dapat terbantu untuk menemukan konsepsi gender yang ada dalam novel Rembang Jingga. Untuk menganalisis budaya patriarki terhadap tokoh perempuan yang terlihat dalam stereotipe gender dan kekerasan gender, terlebih dahulu diteliti gambaran alur,


(22)

tokoh dan penokohan, serta latar yang ada dalam novel Rembang Jingga sebagai dasar analisis.

Novel Rembang Jingga ini merupakan karangan dari TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi dan merupakan hasil dari kompetisi menulis yang diadakan oleh Kompas Gramedia. TJ Oetoro merupakan seorang wartawan yang lahir dan besar dan bersekolah di Jakarta. Ia pernah bekerja di beberapa media, yang bertema wanita, gaya hidup dan properti. Setelah bertahun-tahun bergelut dalam bidang penulisan feature, ia tergerak untuk mempelajari penulisan fiksi. Melalui kursus menulis yang diselenggarakan oleh PlotPoint, dan di mentori oleh Clara Ng. Novel Rembang Jingga ini merupakan novel kolabarasi kedua TJ, dengan Dwiyana Premadi.

Dwiyana Premadi adalah penulis yang lahir di Surabaya, namun banyak melalui masa sekolahnya di Jakarta. Dwiyana mengawali kariernya dengan bekerja di berbagai perusahaan konsultan teknik dan periwisata. Dwiyana menggeluti dunia sastra sejak usia muda dan menguasai beberapa bahasa sehingga mempermudah dirinya untuk melakukan perjalan ke banyak tempat dan mengenal sosial budaya tempat – tempat tersebut.

1.2Rumusan Masalah

Masalah yang mendasari penelitian ini diwujudkan melalui pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.

1.2.1 Bagaimana alur, tokoh dan penokohan, serta latar yang ada dalam novel


(23)

1.2.2 Bagaimana deskripsi budaya patriarki terhadap tokoh perempuan yang meliputi stereotipe dan kekerasan gender dalam novel Rembang Jingga?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut

1.3.1 Mendeskripsikan gambaran alur, tokoh dan penokohan, serta latar yang ada dalam novel Rembang Jingga.

1.3.2 Mendeskripsikan gambaran budaya patriarki terhadap kaum perempuan yang meliputi stereotipe dan kekerasan gender dalam novel Rembang

Jingga.

1.4Manfaat Hasil Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu, manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1.4.1 Manfaat Teoretis

a. Hasil penelitian ini merupakan contoh penerapan teori struktur sastra dan kritik sastra feminis.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan bagian studi gender.


(24)

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mempelajari mengenai macam-macam jenis kekerasan seperti kekerasan fisik, verbal, psikis dan kekerasan sosial-politik. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat digunakan untuk mempelajari ketidakadilan yang masih sering dialami oleh kaum perempuan.

1.5Tinjauan Pustaka

Dalam tinjauan pustaka ini dipaparkan mengenai penelitian karya sastra dan kekerasan gender yang ada dalam novel Rembang Jingga. Novel Rembang

Jingga karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi, pernah dibahas oleh Hesti

Septiana (2015) dalam makalahnya yang berjudul Kekerasan Seksual pada Tokoh

Diar menggunakan pendekatan psikoanalisis. Namun, untuk pendekatan

feminisme, sejauh pengetahuan penulis belum pernah diteliti. Walaupun karya ini belum pernah diteliti menggunakan pendekatan feminisme namun, tema mengenai budaya patriarki, stereotipe gender, dan kekerasan gender yang ada di dalam novel ini sering diangkat menjadi tema dalam artikel atau tulisan-tulisan ilmiah.

Risma Sinaga (2010) dalam tesisnya yang berjudul Dalam Bayang-Bayang

Budaya Patriarki membahas mengenai sistem budaya patriarki Batak Toba yang

membedakan hak antara perempuan dan laki-laki, yang mengakibatkan adanya relasi kekuasaan yang timpang, dimana laki-laki diposisikan lebih penting daripada perempuan. Hal ini mengakibatkan perempuan menjadi terpinggirkan dan rentan mengalami kekerasan dan berbagai macam bentuk ketidakadilan.


(25)

Andika Wijaya (2010) dalam artikel yang berjudul Stereotipe Gender

dalam Film“It’s a Boy Girl Thing” & “She’s theMan” membahas mengenai

stereotipe gender yang dikonstruksi oleh masyarakat. Pembentukan stereotipe ini selain karena pengalaman empiris berkaitan dengan sejumlah anggota kelompok, dapat juga diturunkan dari generasi-generasi sebelumnya. Dalam artikel ini juga menjelaskan bahwa perempuan adalah makhluk lemah lembut yang tidak boleh berkata-kata kasar dan tidak boleh melakukan kegiatan laki-laki, seperti bermain sepakbola, basket dll. Sedangkan laki-laki boleh melakukan hal yang tidak boleh dilakukan oleh perempuan.

Ariefa Efianingrum (2008) dalam jurnal yang berjudul Pendidikan dan

Pemajuan Perempuan : Menuju Keadilan Gender membahas mengenai kekerasan

terhadap perempuan (kekerasan gender) yang muncul akibat ketidakadilan yang menimpa kaum perempuan. Kekerasan ini tidak hanya serangan fisik saja, tetapi juga yang bersifat non fisik.

Berdasarkan paparan di atas, penelitian tentang budaya patriarki terhadap tokoh perempuan yang meliputi stereotipe gender dan kekerasan gender dalam novel Rembang Jingga, belum pernah dibahas.

1.6Landasan Teori

Dalam landasan teori ini dipaparkan pengertian feminisme, budaya patriarki, stereotipe gender dan kekerasan gender, yang meliputi kekerasan fisik, verbal dan kekerasan kekuasaan.


(26)

1.6.1 Kajian Struktural

Untuk mengkaji “Gambaran Budaya Patriarki Terhadap Tokoh Perempuan yang meliputi Stereotipe Gender dan Kekerasan Gender dalam novel Rembang

Jingga karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi,” diperlukan kajian struktural

dengan kepentingan untuk mendalami stereotipe gender dan kekerasan gender dalam novel ini. Penulis membatasi kajian struktural pada aspek alur, tokoh, penokohan dan latar. Ketiga aspek struktural tersebut merupakan unsur penting untuk menganalisis kajian Budaya Patriarki Terhadap Tokoh Perempuan dalam novel Rembang Jingga.

1.6.1.1Alur

Alur merupakan penataan peristiwa dalam prosa naratif atau drama. Alur mengandung konflik yang menjadi dasar lakuan dan membuat tokoh terus bergerak dari satu peristiwa ke peristiwa lain hingga mencapai klimaks (Budianta, 2003:174). Menurut Stanton, plot atau alur merupakan cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau mengemukakan terjadinya peristiwa yang lain (Nurgiyantoro, 2009:113).

Alur dapat dibedakan menjadi tiga yaitu tahap awal, tengah dan akhir. Tahap awal disebut juga sebagai tahap perkenalan, yang berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap-tahap berikutnya. Tahap awal berfungsi untuk memberikan informasi dan penjelasan seperlunya khususnya yang berkaitan dengan pelataran dan penokohan.


(27)

Selain itu, pada tahapan awal, konflik (masalah-masalah) yang dihadapi tokoh perlahan-lahan dimunculkan (Nurgiyantoro, 2009:142-145).

Tahap tengah menampilkan pertentangan dan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan pada tahap sebelumnya, menjadi semakin meningkat, semakin menegangkan. Konflik yang dikisahkan merupakan konflik yang terjadi pada diri seorang tokoh, konflik internal, konflik eksternal, pertentangan antar tokoh (Nurgiyantoro, 2009:145).

Tahap akhir atau klimaks, merupakan bagian penyelesaian yang ada dalam sebuah cerita. Dalam bagian ini, diceritakan mengenai akhir dari sebuah novel. Penyelesaian sebuah cerita dapat dibedakan menjadi dua yaitu penyelesaian terbuka dan penyelesaian tertutup. Penyelesaian tertutup menunjuk pada keadaaan akhir sebuah karya fiksi yang memang sudah selesai, sudah habis sesuai dengan tuntutan logika cerita yang dikembangkan. Sesuai dengan logika cerita itu, para

tokoh cerita telah menerima “nasib” sebagaimana peran yang disandangnya.

Sedangkan penyelesaian terbuka menunjuk pada keadaan akhir sebuah cerita yang sebenarnya masih belum berakhir. Berdasarkan tuntutan dan logika cerita, cerita masih potensial untuk dilanjutkan, konflik belum sepenuhnya diselesaikan. Tokoh-tokoh cerita belum (semuanya) ditentukan “nasib”-nya sesuai dengan peran yang diembannya (Nurgiyantoro, 2009: 145-148).

1.6.1.2 Tokoh dan Penokohan

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik


(28)

sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian, selain itu tokoh utama menjadi tokoh yang mendominasi sebagian besar cerita. Sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh yang paling sedikit muncul dalam cerita, dan tidak dipentingkan keberadaannya. Kehadirannya hanya ada pada saat tokoh utama diceritakan (terkait dengan tokoh utama), baik secara langsung maupun tidak langsung (Nurgiyantoro, 2009 : 176).

Tokoh utama akan dibedakan menjadi dua, yaitu protagonis dan anatagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya secara popular disebut hero. Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita, pembaca (Nurgiyantoro, 2009 : 178). Selain itu, tokoh protagonis merupakan tokoh yang pertama-tama akan menghadapi masalah dan juga sebagai penggerak alur. Tokoh antagonis merupakan tokoh yang beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung maupun tidak langsung, bersifat fisik maupun batin (Nurgiyantoro, 2009 : 179). Tokoh antagonis juga merupakan penyebab masalah yang menimpa tokoh protagonis.

Perwatakan orang dalam karya naratif dan drama, yang mencakupi pemberian sifat-sifat tertentu, baik secara langsung melalui deskripsi maupun secara tidak langsung melalui kata-kata dalam penampilan tokoh (Budianta, 2003 : 186).


(29)

1.6.1.3 Latar

Latar merupakan tempat dan hubungan waktu tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2009 : 216). Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi.

Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu dan sosial. Latar tempat menyarankan pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama yang jelas (Nurgiyantoro, 2009 : 227).

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa

-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya

dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah (Nurgiyantoro, 2009 : 230). Latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain yang tergolong latar spiritual (Nurgiyantoro, 2009:233).


(30)

1.6.2 Kajian Feminisme

Feminisme menurut Goefe (Sugihastuti dkk, 2010 : 93) ialah teori tentang persamaan antara laki-laki dan perempuan di bidang ekonomi, politik dan sosial; atau kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan perempuan. Feminisme dapat dibagi menjadi tiga aliran, yaitu liberal, radikal dan marxis.

Feminis liberal muncul sebagai kritik terhadap teori politik liberal yang pada umumnya menjunjung tinggi nilai otonomi, persamaan dan nilai moral serta kebebasan individu, namun pada saat yang sama dianggap mendiskriminasikan kaum perempuan. Asumsi dasar feminisme liberal berakar pada pandangan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik (Fakih, 2012 : 81).

Feminis radikal berpendapat bahwa penindasan perempuan terjadi akibat seksualitas dan sistem gender yang dikembangkan oleh sistem patriarki. Feminis radikal memperjuangkan mengenai kekerasan terhadap perempuan (Arivia, 2003:103).

Feminisme marxis mempermasalahkan pada kelas yang menyebabkan perbedaan fungsi dan status perempuan. Feminis marxis berpendapat bahwa eksistensi sosial menentukan kesadaran diri. Perempuan tidak dapat membentuk dirinya sendiri bila secara sosial dan ekonomi ia masih bergantung pada laki-laki (Arivia, 2003: 112).


(31)

1.6.2.1 Budaya Patriarki

Patriarki menurut Bhasin (Sugiastuti, 2010:93) merupakan sebuah sistem dominasi dan superioritas laki-laki, terhadap perempuan. Dalam partiarki melekat ideologi yang menyatakan bahwa laki-laki lebih tinggi daripada perempuan, bahwa perempuan harus dikontrol oleh laki-laki, bahwa perempuan adalah bagian dari milik laki-laki. Dengan demikian, terciptalah konstruksi sosial yang tersusun sebagai kontrol atas perempuan dan laki-laki berkuasa penuh mengendalikan hal tersebut. Patriarchy is the power of the father: a familial-social, ideological,

political system in which men (patriarki adalah kekuasaan dari ayah : sebuah

hubungan sosial keluarga, perjuangan ideologi, sistem politik pada kaum laki-laki) (Eisenstein, 1984:5).

Menurut Jung, seorang neo-Freundian, laki-laki dan wanita pada dasarnya tidak mempunyai perbedaan psikologis yang amat nyata. Perbedaan hanya muncul karena pengaruh budaya dan kepercayaan masyarakat. Jung melihat bahwa kebudayaan, terutama kebudayaan Eropa yang patriarkal, menekankan perlunya perbedaan laki-laki dan wanita (Handayani, 2008 : 164).

1.6.2.2 Stereotipe Gender

Sebelum dipaparkan mengenai pengertian stereotipe gender, akan diberikan penjelasan mengenai stereotipe dan gender. Stereotipe secara umum adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu (Fakih, 2003: 16). Gender adalah perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan yang dikostruksi secara sosial, yakni perbedaan yang bukan kodrat atau bukan


(32)

ketentuan Tuhan melainkan diciptakan oleh manusia melalui proses sosial dan kultural yang panjang (Fakih, 2003:72). Gender was the culturally and socially

shaped cluster of expectations, attributes, and behaviors assigned to that category of human being by the society into which the child was born (gender dulunya

dikenal sebagai pembagi atau penyekat antara budaya dan sosial pada ekspektasi, atribut, dan tanda-tanda tingkah laku yang dikategorikan sebagai manusia oleh kelompok sosial dimana seorang anak telah lahir) (Eisenstein, 1984:7). Menurut Maggie Humm, gender adalah konstruksi sosial yang lebih menindas perempuan daripada laki-laki dan gender merupakan konstruksi yang dibentuk oleh kaum patriarki (Jackson dkk, 2009:331).

Stereotipe gender adalah kategori luas yang merefleksikan kesan dan keyakinan apa perilaku yang tepat untuk pria dan wanita. Pengertian lain dari stereotipe gender adalah bentuk keyakinan yang dimiliki seseorang atau suatu kelompok tentang karakteristik atribut-atribut peran sosial yang seharusnya dilakukan oleh suatu kelompok jenis kelamin tertentu yaitu jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

Sementara itu, Stereotipe gender yang terjadi dalam masyarakat, merupakan diskriminasi yang terjadi pada kaum perempuan yang berakibat membatasi, menyulitkan, memiskinkan dan merugikan kaum perempuan. Diskriminasi ini yaitu keyakinan masyarakat bahwa laki-laki adalah pencari nafkah dan pekerjaan yang dilakukan kaum perempuan dinilai hanya sebagai

“tambahan” dan oleh karenanya boleh saja dibayar lebih rendah (Fakih, 2012 :


(33)

sedangkan laki-laki berkebun, merawat mobil, dan memperbaiki rumah (Sugihastuti, 2010 : 57).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa stereotipe gender adalah keyakinan yang dimiliki oleh sekelompok orang mengenai peran sosial, kesan dan keyakinan mengenai pembagian jenis kelamin.

1.6.2.3 Kekerasan Gender

Sebelum dipaparkan mengenai pengertian kekerasan gender, akan diberikan penjelasan mengenai kekerasan, dan pengertian kekerasan secara fisik atau biologis, kekerasan verbal, dan kekerasan sosial-politik. Menurut Saraswati (La Pona dkk, 2002 : 6) kekerasan merupakan suatu bentuk tindakan yang yang dilakukan terhadap pihak lain, yang pelakunya perseorangan atau lebih, yang dapat mengakibatkan penderitaan bagi pihak lain. Kekerasan dapat dibagi menjadi tiga yaitu, kekerasan fisik atau biologis, kekerasan verbal, dan kekerasan sosial-politik.

Kekerasan fisik atau biologis adalah segala macam tindakan yang mengakibatkan penderitaan fisik pada korbannya (La Pona dalam Sugihastuti dkk, 2010:179). Contoh kekerasan fisik menurut Baryadi (2012: 35) adalah pemukulan, penganiayaan, pemerkosaan, penusukan, pembunuhan, pembakaran, pengeboman, penembakan, dan sebagainya.

Menurut Baryadi (2012:35-36) kekerasan verbal adalah kekerasan yang menggunakan bahasa, yaitu kekerasan yang menggunakan kata-kata, kalimat, dan unsur-unsur bahasa lainnya. Kekerasan verbal meliputi menghina, berkata kasar


(34)

dan kotor yang dapat mengakibatkan menurunnya rasa percaya diri, meningkatkan rasa takut, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan tidak berdaya.

Kekerasan psikis termasuk kategori kekerasan nonseksual. Jenis kekerasan ini melibatkan secara langsung kondisi psikologis perempuan yang menjadi korbannya (Sugihastuti, 2010 : 183). Kekerasan psikis dapat mengakibatkan menurunnya rasa percaya diri, meningkatkan rasa takut, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan tidak berdaya.

Kekuasaan adalah kemampuan berbuat atau bertindak. Kekuasaan adalah kemampuan memobilisasi sumber daya (uang, orang) untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Kekuasaan adalah kemampuan mempengaruhi relung kehidupan. Kekuasaan tidak bisa dinilai baik atau buruk. Kekuasaan bernilai netral (Barbara Booles dan Lydia Swan dalam Handayani dkk, 2008:168).

Kekerasan gender adalah tindakan seorang laki-laki atau sejumlah laki-laki dengan mengerahkan kekuatan tertentu sehingga menimbulkan kerugian atau penderitaan secara fisik, seksual atau psikologis pada seorang perempuan atau sekelompok perempuan, termasuk tindakan yang bersifat memaksa, mengancam, dan / atau berbuat sewenang-wenang, baik yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam kehidupan pribadi di ruang domestik dan publik (La Pona dalam Sugihastuti dkk, 2010:172). Hal ini berkembang antara lain karena status subordinasi perempuan dalam masyarakat yang patriarkhis. Dalam masyarakat yang patriarkhis, banyak budaya, kepercayaan tradisional, norma dan institusi sosial melegitimasi kondisi sub-ordinasi ini, yang menyebabkan kekerasan terhadap perempuan dilanggengkan. Perempuan yang mengalami


(35)

kekerasan domestik (kekerasan dalam rumah tangga) seringkali tidak memiliki kekuatan untuk melawan (Sugihastuti dkk, 2010:85).

1.7 Metode dan Teknik Penelitian

Penelitian ini dilakukan melaui tiga tahap, yakni (i) pengumpulan data, (ii) analisis data, (iii) penyajian hasil analisis data. Berikut akan diuraikan masing-masing tahap dalam penelitian ini.

1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Objek penelitian ini adalah konsepsi gender dan kekerasan. Data yang akan dikumpulkan diperoleh dari sumber tertulis yaitu novel Rembang Jingga yang terbit tahun 2015. Novel Rembang Jingga merupakan novel karangan TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi, yang bergenre novel dewasa.

Sumber yang digunakan adalah : Judul : Rembang Jingga

Pengarang : TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Tahun Terbit : 2015

Halaman : 232 halaman

Data yang dikumpulkan berupa kata-kata yang mengandung stereotipe gender dan kekerasan gender. Pengumpulan data menggunakan metode studi


(36)

pustaka. Studi kepustakaan yaitu mengadakan penelitian dengan cara mempelajari dan membaca literatur-literatur yang ada hubungannya dengan permasalahan yang menjadi obyek penelitian.

1.7.2 Metode dan Tahap Analisis Data

Langkah berikutnya adalah analisis data. Setelah data terklasifikasi, kemudian data dianalisis menggunakan metode hermeneutika. Hermeneutika adalah salah satu jenis filsafat yang mempelajari tentang interpretasi makna yang terdapat pada karya sastra. Metode hermeneutika tidak mencari makna yang benar, melainkan makna yang paling optimal (Ratna, 2013:44-46). Data dianalisis menggunakan hermeneutika, yaitu dengan membaca karya sastra sebagaimana yang dikemukakan oleh Riffatere, dimulai dengan langkah heuristik yaitu pembacaan dengan jalan meniti tataran gramatikalnya dan dilanjutkan dengan pembacaan retroaktif, sebagaimana yang terjadi pada metode hermeneutik untuk menangkap maknanya (Faruk, 2014:144).

1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Setelah metode analisis data, tahap berikutnya adalah penyajian hasil analisis data. Analisis data disajikan menggunakan metode formal dan deskripsi kualitatif. Metode formal adalah analisis dengan mempertimbangkan aspek bentuk (unsur karya sastra) (Ratna, 2013:49). Sedangkan analisis secara deskripsi kualitatif yaitu dengan menggunakan data-data yang telah diperoleh kemudian


(37)

menganalisis isi dari data tersebut dengan menggunakan penafsiran (Ratna, 2013:48).

1.8 Sistematika Penyajian

Laporan hasil penelitian ini disusun dalam empat bab. Bab pertama pendahuluan. Bab pendahuluan berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penelitian. Latar belakang menguraikan alasan mengapa penulis melakukan penelitian ini. Rumusan masalah menjelaskan masalah-masalah yang ditemukan dalam penelitian ini. Tujuan penelitian mendeskripsikan tujuan diadakan penelitian ini. Manfaat penelitian memaparkan manfaat yang bisa diambil dari hasil penelitian ini. Tinjauan pustaka mengemukakan penelitian karya sastra yang pernah mengambil tema kekerasan gender. Landasan teori menyampaikan teori yang digunakan sebagai landasan penelitian. Metode penelitian merincikan teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik penyampaian hasil analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini. Sistematika penyajian menguraikan urutan hasil penelitian dalam proposal ini. Bab II berisi tentang hasil analisis struktur novel Rembang Jingga yang meliputi alur, tokoh dan penokohan, serta latar yang ada dalam novel

Rembang Jingga. Bab III berisi tentang gambaran budaya patriarki yang meliputi

stereotipe gender dan kekerasan gender dalam novel Rembang Jingga. Bab IV berisi tentang penutup yang terdiri dari kesimpulan hasil analisis data dan saran.


(38)

BAB II

ALUR, TOKOH, PENOKOHAN, DAN LATAR

DALAM NOVEL REMBANG JINGGA

2.1 Pengantar

Pada bab ini, peneliti akan membahas struktur novel Rembang Jingga yang akan dibatasi pada alur, tokoh dan penokohan, serta latar. Bagian alur digunakan oleh penulis untuk mengungkapkan peristiwa-peristiwa yang tersusun dalam novel tersebut. Tokoh dan penokohan digunakan penulis untuk mengungkapkan tokoh-tokoh serta watak dari tokoh-tokoh dalam novel Rembang

Jingga karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi. Latar digunakan penulis untuk

mengungkapkan konteks tempat kejadian dan suatu masa yang dialami oleh tokoh dalam novel.

2.2 Alur

Alur dalam novel Rembang Jingga akan dibagi menjadi tiga tahap, untuk menjelaskan konflik yang terjadi dalam novel ini. Ada pun tiga tahapan itu adalah tahap awal, tahap tengah dan tahap akhir.

2.2.1 Tahap Awal

Ires berkenalan dengan Herlambang suaminya pada saat ia mengantar ayahnya ke sebuah klinik untuk berobat. Herlambang, yang sedang menemani


(39)

ibunya, duduk di hadapan Ires. Ternyata ayah Ires dan ibu Herlambang adalah teman satu kantor di Departemen Kesehatan, tempat ayah Ires dulu bekerja. Sejak itu, Herlambang dan Ires sering bertemu. Ires merasa sangat bahagia karena dapat berkenalan dengan Herlambang yang sangat sopan dan dapat dibanggakan di depan teman-temannya.

2.2.2 Tahap Tengah

Perkenalan Ires dan Herlambang berlanjut hingga ke pernikahan, karena ayah Ires tidak mampu untuk membiayai sekolahnya akibat kecelakaan sepeda motor yang menyebabkan ayah Ires harus pensiun dini. Setelah menikah, ternyata Herlambang tidak memberikan kasih sayang seperti pada saat mereka berpacaran. Herlambang bahkan memukuli Ires, dan tidak megizinkan Ires untuk pergi ke mana pun tanpa sepengetahuan Herlambang. Ires pun tidak diizinkan melanjutkan kuliah. Diar, sahabat Ires yang mengenalnya di warung makan tempat Ires membeli pecel lele, yang mengetahui kondisi Ires yang setiap hari dipukuli oleh Herlambang, mengajak Ires untuk kabur dari rumahnya. Diar merasa kasihan dengan nasib Ires yang semakin hari semakin memprihatinkan.

Saat Ires menginap di kos Diar, Diar mendapat kabar buruk. Ayahnya meninggal dunia, dan tidak ada yang mengurus pemakaman. Karena takut hal buruk menimpa Ires, Diar lalu mengajak Ires untuk pergi ke Rembang menemaninya. Sebenarnya Diar merasa ragu apakah keputusannya untuk pulang dan mengurus pemakaman ayahnya sudah benar atau sebaliknya. Karena selama ini, ayahnya selalu membuat hidup Diar menjadi susah. Sugeng, ayah Diar pernah


(40)

mejual Diar demi keinginanya untuk membeli peralatan tambal ban bekas milik tetangga warung mereka. Tidak hanya sekali, Sugeng pun pernah menjajakan anaknya untuk pelanggan warung mereka yang adalah supir-supir truk yang berhenti untuk mengisi perut. Namun, karena Mbahnya yang meminta Diar untuk pulang, akhirnya Diar bersedia untuk pulang ke Rembang.

Di Rembang, Ires bertemu dengan teman-teman baru. Mereka adalah Karina dan Amanda. Amanda sudah tidak asing lagi bagi Diar karena Mbah Karto, nenek Diar pernah bekerja di rumah Amanda cukup lama dan Diar juga pernah tinggal di rumah Amanda untuk membantu Mbah Karto bekerja di sana. Karina adalah sahabat dekat Amanda sejak mereka kecil. Bahkan sebelum Karina mengenal Dodi, pacarnya yang meninggalkan Karina yang tengah mengandung anak mereka. Mereka berempat bertemu ketika mereka sama-sama berada di rumah Mbah Karto, nenek Diar di Rembang. Pertemuan mereka di Rembang tercium oleh Herlambang. Tanpa aba-aba, Herlambang pun langsung memulai rencana yang telah disusunnya untuk membalaskan dendam pada Ires. Malam hari saat mereka sedang beristirahat, Herlambang mengitari rumah Mbah Karto, untuk menyiramkan bensin. Setelah seluruh bensin habis, ia pun mulai menyalakan api dan membakar rumah Mbah Karto.

Setelah kebakaran yang menimpa mereka, Diar akhirnya memiliki inisiatif untuk membujuk Ires agar ia mau bercerita pada teman-teman yang lain. Diar mengetahui bahwa Karina adalah wanita karier yang sangat sukses, dan pasti memiliki koneksi dengan pengacara-pengacara handal. Ia meminta Ires untuk bercerita pada Karina dan Amanda mengenai masalah keluarganya, agar


(41)

permasalahan rumah tangga Ires dan Herlambang dapat segera selesai. Dengan bantuan teman-temannya, proses perceraian Ires dan Herlambang sedikit demi sedikit mulai selesai. Ia akhirnya bisa bebas dari Herlambang. Sambil menanti proses perceraian ia, Amanda, Karina, dan Diar mendirikan sebuah yayasan yang terispirasi oleh kisah Ires yang menjadi korban KDRT.

2.2.3 Tahap Akhir

Pada saat persiapan pembukaan yayasan mereka, tiba-tiba Herlambang menelepon Ires untuk menyelesaikan penjualan rumah mereka. Herlambang mengajak Ires untuk bertemu di Rembang, untuk menyelesaikan semua masalah mereka. Ketika mereka bertemu, Herlambang tampak sangat berbeda. Ia terlihat sangat baik dan sopan, seperti pada saat mereka pertama kali bertemu. Tidak ada kata-kata kasar, dan juga pukulan yang biasanya diterima oleh Ires. Ires mengira Herlambang telah berubah. Tetapi sikap baik Herlambang pada Ires memiliki arti lain. Saat di akhir cerita Ires ditemukan tewas oleh warga yang sedang mengambil peralatan pancing di gubuk tambak di Rembang. Warga menemukan mayat Ires tiga hari kemudian setelah pertemuannya dengan Herlambang. Wajah Ires tidak dapat dikenali lagi, akibat pukulan yang diterimanya. Hal ini menjadi bukti bahwa Herlambang yang telah membunuh Ires pada saat mereka bertemu di dekat tambak di Rembang.


(42)

2.3 Tokoh dan Penokohan

Berdasarkan analisis alur, tokoh dan penokohan akan dibagi menjadi tiga yaitu tokoh utama protagonis, tokoh utama antagonis dan tokoh tambahan. Tokoh utama protagonis dalam novel RJ ini adalah Ires, sementara tokoh utama antagonis adalah Herlambang. Tokoh tambahan dalam novel ini adalah Karina, Diar, Amanda, Sugeng dan Dodi.

2.3.1 Tokoh Utama Protagonis

Berdasarkan analisis, tokoh Ires merupakan tokoh utama protagonis dalam Novel Rembang Jingga. Sebagai tokoh utama protagonis, tokoh Ires merupakan tokoh yang diutamakan ceritanya dan merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, serta selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Ia juga merupakan tokoh yang sering menghadapi banyak permasalahan.

2.3.1.1 Penokohan Tokoh Ires

Berdasarkan analisis, Ires merupakan tokoh utama dalam cerita ini yang menjadi korban kekerasan gender oleh suaminya. Sebelum memutuskan untuk menikah dengan Herlambang, Ires pernah mengenyam pendidikan di Akademi Administrasi. Namun di tahun kedua Ires harus rela berhenti sekolah akibat ayahnya mengalami kecelakaan sepeda motor yang mengakibatkan ayahnya harus berhenti bekerja. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

Di tahun kedua Ires bersekolah di Akademi Administrasi, ayah Ires mengalami kecelakaan sepeda motor yang mengakibatkan dia harus berhenti bekerja dan mengambil pensiun dini. Uang pensiun dan hasil penjualan di warung depan rumah hanya cukup untuk


(43)

kehidupan sehari-hari. Dengan berat hati suami-istri Soenaryo menyampaikan hal tersebut pada Ires (Oetoro, 2015: 70).

Herlambang yang mendengar cerita dari Ires bahwa ayahnya tidak dapat membiayai Ires sekolah lagi, langsung mengajak Ires untuk menikah. Awalnya Ires merasa ragu, karena semakin dekat hubungan mereka, semakin terlihat sifat Herlambang yang yang kasar dan sering memarahi Ires, terutama ketika Ires sedang berkumpul dengan teman-temannya. Namun, Ires menepis semua keraguannya atas Herlambang.

Ires memberitahu orangtuanya mengenai lamaran Herlambang. Orangtua Ires langsung menyetujui pinangan Herlambang, mengingat pekerjaan Herlambang yang stabil sebagai jaksa muda. Mereka langsung membayangkan kehidupan putri mereka yang serba enak dan tidak kesusahan. Namun kenyataannya, Ires justru hidup sengsara. Ia diperlakukan seperti budak oleh Herlambang. Bila Herlambang tidak menyukai pekerjaan yang dilakukan Ires, Herlambang akan memukul dan memarahi Ires.

Semakin hari Herlambang semakin mengekang Ires. Semua kegiatan dimonitor dan dicuriagi. Dia bisa menelepon Ires di rumah beberapa kali dalam sehari hanya untuk mengecek istrinya ada di rumah atau tidak. Namun, ketika Herlambang diangkat menjadi asisten jaksa, Herlambang tidak bisa secara langsung datang ke rumah atau pun menelepon Ires. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

Pada awalnya, Herlambang sering pulang untuk makan siang, namun sejak dia diangkat sebagai asisten jaksa, sulit baginya untuk mengecek Ires secara langsung (Oetoro, 2015: 71).


(44)

Tokoh Ires dapat disimpulkan sebagai tokoh perempuan yang lemah lembut dan memiliki sikap nrimo atau menerima semua keadaan yang menimpa dirinya. Hal ini dibuktikan ketika ayahnya harus pensiun dini karena kecelakaan kerja yang menimpa ayahnya. Ires dengan sabar menerima kenyataan yang harus menimpanya. Dengan sikapnya yang seperti ini, Ires dianggap lemah tidak mampu untuk melawan kekerasan yang dilakukan oleh suaminya kepadanya. Ires tahu jika ia melawan pukulan-pukulan yang diberikan Herlambang pada dirinya, maka Herlambang akan lebih menjadi-jadi dan semakin nekat untuk memukuli Ires. Tidak hanya pukulan-pukulan saja, Ires juga sering menerima makian dari suaminya.

2.3.2 Tokoh Utama Antagonis

Berdasarkan analisis, Herlambang merupakan tokoh antagonis dalam novel

Rembang Jingga. Tokoh Herlambang menjadi tokoh antagonis, karena beroposisi

dengan tokoh protagonis, secara langsung maupun tidak langsung, bersifat fisik maupun batin (Nurgiyantoro, 2009 : 179). Tokoh antagonis juga merupakan penyebab masalah yang menimpa tokoh protagonis.

2.3.2.1 Penokohan Tokoh Herlambang

Herlambang adalah suami dari Ires. Pada awal pertemuan, Herlambang yang memiliki paras yang menawan, bersikap baik dan sopan pada Ires dan keluarganya. Wajah tampan Herlambang membuat Ires merasa bangga jika


(45)

berjalan berdampingan dengan Herlambang di depan teman-temannya. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

Ada rasa bangga pada diri Ires jika membanyangkan dia terlihat berjalan bersama Herlambang di mata teman-teman sekolahnya. Wajah Herlambang yang tampan, gagah dengan kemeja dan dasi, ditambah tindak tanduknya yang sopan serta terlihat selalu melindungi Ires (Oetoro, 2015: 70).

Selain wajah Herlambang yang sangat menawan, kedudukannya sebagai jaksa muda membuat ayah dan ibu Ires menyetujui pernikahan Ires dan Herlambang. Dengan kedudukannya sebagai jaksa muda mereka merasa kehidupan anak mereka akan menjadi lebih baik dan calon menantu mereka akan memperbolehkan Ires untuk melanjutkan sekolah yang terputus.

Namun perjalanan waktu, sikap Herlambang berubah. Rasa hormat Ires padanya berubah menjadi rasa takut. Herlambang sering memukul dan mencaci Ires. Apalagi saat Ires melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan keinginannya. Saat Ires kabur, ia mencari Ires sampai menyusun rencana untuk membalas dendam pada Ires karena sudah berani untuk kabur dari rumahnya. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

Memang benar, Herlambang tidak menemukan siapa-siapa di rumah saat dia pulang kantor. Dalam hati dia sudah merencanakan untuk memberi Ires hukuman karena pergi tanpa pamit kepadanya. Beberapa bulan berlalu sejak Ires kabur. Herlambang tidak pernah berhenti mencari dan pencarian itu menjadi obsesi barunya (Oetoro, 2015: 90).

Herlambang yang meminta tolong tukang ojek yang sering “mangkal” di dekat warung tempat Diar berjualan, untuk mencari keberadaan Ires. Tukang ojek itu menyetujui tugas baru yang harus diembannya asalkan ia menerima imbalan


(46)

yang setimpal. Herlambang pun menyetujuinya. Tukang ojek itu pun mencari tahu keberadaan Ires dan akhirnya ia menemukan keberadaan Ires di Rembang. Tukang ojek itu memberikan kabar baik bagi Herlambang. Tak lama setelah itu, Herlambang sudah berada di Rembang untuk membalaskan dendamnya pada Ires.

Pada malam yang sudah ditentukan, Herlambang melancarkan rencananya. Ia menanti waktu malam hari agar tidak dicurigai oleh warga sekitar rumah tempat Ires dan teman-teman barunya berkumpul. Setelah Herlambang menyiram bensin kesekeliling rumah Mbah Karto, ia mulai menyalakan api. Tak lama kemudian rumah yang terbuat dari kayu itu mulai terbakar. Pemandangan itu membuat Herlambang menjadi puas. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

Matahari terbenam merupakan saat yang tepat untuk mengendap-endap menyiram bensin di sekeliling rumah. Tidak akan ada yang melihat. Mata Herlambang bersinar mengikuti gerakan api yang berkobar. Dilihatnya Ires pontang-panting berusaha memadamkan karyanya. Sengaja ia menampakkan diri agar Ires bisa melihatnya, agar Ires bisa merasakan penderitaannya, agar Ires bisa menyesali perbuatannya telah meninggalkannya dirinya, agar Ires bisa merasakan semua itu sebelum dia perlahan mati terbakar. Herlambang menyaksikan rumah Mbah Karto menyala, berlomba mewarnai malam Rembang (Oetoro, 2015: 104).

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh Herlambang memiliki paras yang sangat tampan dan sangat menawan. Ia pun memiliki sikap yang sangat baik dan sopan terhadap Ires dan keluarganya. Namun, semakin hari sikapnya semakin berubah. Herlambang mulai menunjukkan sikapnya yang sebenarnya.


(47)

Setiap Herlambang merasa kesal. Ia pasti melampiaskan kekesalannya pada Ires dengan memarahi dan memukulinya. Tetapi, dalam novel Rembang Jingga ini tidak digambarkan alasan mengapa Herlambang memiliki sikap yang kasar terhadap istrinya, Ires. Hal ini cukup mengecewakan, karena pembaca tidak bisa mengetahui alasan yang menyebabkan sikap Herlambang yang tadinya sangat baik, menjadi kasar dan temperamental.

2.3.2 Tokoh Tambahan dalam Novel Rembang Jingga

Tokoh tambahan merupakan tokoh yang lebih sedikit muncul dalam cerita dan tidak terlalu dipentingkan. Kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tak langsung. Tokoh tambahan biasanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita (Nurgiyantoro, 2009 : 176-177). Berdasarkan analisis, tokoh tambahan dalam novel RJ ini adalah Karina, Diar, Amanda, Sugeng dan Dodi.

2.3.2.1 Tokoh dan Penokohan Karina

Karina adalah teman baru Ires, yang membantunya mencari pengacara untuk perceraian Ires. Karina yang memiliki banyak kenalan pengacara langsung menanyakan pada salah satu temannya. Dan temannya itu pun bersedia untuk membantu menyelesaikan masalah Ires. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini.

Menurut pengacara yang saya ceritakan tadi, pada dasarnya proses perceraian bisa dilaksanakan walau Herlambang sedang terlibat dalam proses hukum lain. Lalu dengan adanya kekerasan dalam rumah tangga, permintaan Ires untuk bercerai biasanya akan


(48)

dikabulkan oleh hakim. Jadi, sekarang ini kita bereskan apa yang harus dikerjakan di tempat ini, terutama yang berhubungan dengan polisi. Setelah itu, sambil menunggu pra persidangan dilaksanakan, kita semua bisa ke Jakarta. Ires bisa bertemu dengan Darma (Oetoro, 2015: 143).

Karina merupakan wanita karier yang cukup sukses. Namun ternyata ia memiliki masa lalu yang cukup kelam. Ia memiliki anak dari hubungan dengan mantan kekasinya. Walaupun ia telah menikah dengan orang lain, namun keluarganya, terlebih ayah dan ibunya, hingga saat ini belum bisa menerima Kukuh (anak Karina) dalam kehidupan mereka. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut.

Karina masih kelihatan tegar, namun Amanda tahu bagaimana terpuruk hatinya menghadapi orangtuanya yang belum juga mau menerima Kukuh sepenuh hati sebagai cucu mereka. Kehamilan Karina yang di luar dugaan mengubah semuanya. Mereka seperti menutup semua pintu pergaulan, malu dengan kondisi anaknya dan takut dihujat (Oetoro, 2015: 108-109).

Orang tua Karina mengetahui kehamilan Karina sebelum putri mereka kembali ke Amerika. Karina menceritakan dengan jujur apa yang terjadi dan mengutarakan keinginannya untuk merawat anak yang ada dikandungannya.

Dengan berita kehamilan tersebut, kebanggan atas prestasi putri tunggal mereka kandas begitu saja dan Karina dianggap mempermalukan mereka. Walau dengan seribu juta permintaan maaf, mohon pengampunan, Karina dibiarkan sendiri menghadapi masalahnya. Nasib Karina masih beruntung karena adanya Roger, bosnya di Amerika yang mau menikahinya dan menganggap bayi yang dikandungannya itu anaknya sendiri. Walaupun mereka akhirnya menikah, namun Roger akhirnya meninggalkan mereka selama-lamanya karena sakit yang


(49)

dideritanya. Setelah kematian Roger, Karina pun mulai berubah. Ia mulai menjadi lebih tegar dalam menghadapi setiap masalah yang dihadapinya bahkan masalahnya dengan kedua orangtuannya yang hingga saat ia menikah dengan Roger belum terselesaikan.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Karina adalah tokoh yang sangat tegar dalam menghadapi permasalahan di kehidupannya. Pada awalnya Karina merasa sangat sedih karena orang tuanya tidak menerima keadaannya yang mengandung anak hasil dari hubungan gelap dengan Dodi pacarnya. Namun, dengan adanya Roger, Karina mulai berubah menjadi lebih tegar. Dukungan dari Amanda, sahabatnya juga menjadi obat mujarab yang membuat Karina menjadi kuat dan lebih semangat menjalani hari-harinya.

2.3.2.2 Tokoh dan Penokohan Diar

Diar adalah seorang gadis asal Rembang yang dijual oleh ayahnya demi memperbaiki ekonomi keluarga mereka. Namun, uang hasil penjualan dirinya tidak pernah sampai ditangan Diar. Pada awalnya Diar menolak permintaan ayahnya. Namun, ketika Diar menolak permintaan ayahnya, ia selalu memukuli Diar tanpa ampun. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini.

Tak peduli lagi Sugeng dengan keberatan Diar yang sepulangnya dari hotel kusam itu langsung mandi lama sekali di dalam MCK. Meskipun waktu itu sudah menjelang tengah malam. Diar merasa jijik, kotor dan hina. Disabuninya tubuhnya berkali-kali. Juga rambutnya, semuanya. Mandi lagi dan mandi lagi terus menerus (Oetoro, 2015: 62).


(50)

Tak tahan dengan perlakuan ayahnya, Diar memutuskan untuk melarikan diri. Namun, ia tak berani untuk keluar dari rumahnya. Karena setiap ia berpikir untuk keluar dari rumah, pada malam hari ia selalu bermimpi buruk. Tertangkap oleh ayahnya pada saat kabur dari rumah. Suatu ketika, dewi fortuna sedang berpihak padanya. Pada saat Diar dan ayahnya akan pergi ke pasar, mendadak ada orang yang meminta tolong untuk menambal ban. Kemudian ayah Diar meminta Agus, tetangga mereka untuk mengantar Diar ke pasar. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini.

Pasar di hari pasar tentu saja ramai. Diar sibuk kesana kemari membeli bahan makanan sesuai daftar belanjaan yang tertulis dikertas. Sulitnya, Agus mengikuti terus ke mana Diar pergi. Nanti pasti ada kesempatan. Setelah selesai belanja, Agus mengambil motor di parkiran dan menyalakan mesin. Saat itulah Diar kabur setelah berkata pada Agus bahwa ada bahan makanan yang tertinggal (Oetoro, 2015: 67-68).

Diar akhirnya berhasil kabur dari rumahnya dan sampai di kota Tegal. Di sana ia bertemu dengan pak Kasan pemilik warung makan tegal, yang akhirnya membawanya ke Jakarta untuk menjadi karyawan di cabang warung makan tegal miliknya. Kaburnya Diar, mempertemukannya dengan Ires. Pada awal pertemuan Ires dan Diar hanya berbincang-bincang biasa antar penjual makanan dan pembeli. Lama kelamaan Ires menceritakan semua permasalahannya. Hingga Diar mengajak Ires untuk kabur dan tinggal sementara di kontrakkannya.

Dari penjelasan di atas disimpulkan bahwa tokoh Diar adalah tokoh yang digambarkan berani untuk mengambil resiko. Walau pun awalnya ia tidak berani untuk keluar dari rumah yang sudah membuatnya menjadi menderita, akhirnya ia


(51)

memberanikan diri untuk kabur dan memulai hidup baru. Diar juga digambarkan sebagai tokoh yang kuat dan sabar menghadapi cobaan yang sedang diterimanya.

2.3.2.3 Tokoh dan Penokohan Amanda

Amanda memiliki seorang saudara perempuan yang bernama Linda. Linda adalah kebanggan keluarga mereka, dengan prestasi dan kemampuan yang ia miliki. Namun, sejak kabar kematian Linda akibat over dosis narkoba, orang tua Amanda menjadi kecewa pada Linda. Hingga saat pemakamannya tidak ada satu pun dari orangtua mereka yang hadir kecuali Amanda. Amanda dengan tegar terus menerus meminta agar orang tuanya bisa memaafkan Linda. Namun, kedua orang tuanya, terutama ayahnya belum bisa memaafkan Linda hingga ia dimakamkan. Sampai pada saat Karina diminta datang untuk mengemasi barang-barang Linda, ia menemukan diary Linda, yang membuka sebuah cerita yang sudah lama dipendam oleh Linda. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini.

Tapi ada satu buku yang bertulisan rapih dan diisi penuh. Karina mengurungkan niatnya menutup diary itu. Dengan duduk di lantai bersandar di kaki tempat tidur, Karina tak bisa menahan diri untuk terus membaca isinya. Tulisan kak Linda sangat menarik. Di situ tercurah perasaan hati Linda tentang kehidupannya, tentang keluarganya, dan banyak perasaanya kepada adiknya Amanda (Oetoro, 2015: 33).

Mendengar bahwa Karina menemukan buku diary Linda, Amanda dan Karina memutuskan kembali ke Rembang, tempat masa kecil mereka untuk mencari jawaban dari permasalahan Linda. Mereka menuju rumah Mbah Karto pengasuh Amanda dan Linda pada saat mereka masih kecil. Mereka menemukan


(52)

jawaban bahwa Linda merasa cemburu dengan Amanda yang tidak pernah dipaksa oleh orang tua mereka untuk selalu berusaha mendapatkan nilai yang terbaik. Mbah Karto juga menjelaskan jika dulu Amanda adalah anak sangat penurut dan patuh terhadap kedua orang tuanya, sebaliknya Linda menjadi anak yang pembangkang.

Kesimpulan dari pernyataan di atas adalah tokoh Amanda digambarkan sebagai anak yang tegar dan memiliki keinginan yang tinggi untuk membuat kedua orang tuanya memaafkan kesalahan kakaknya, Linda. Ia pun sampai pergi ke Rembang untuk mencari akar dari permasalahan yang menimpa kakaknya dan akhirnya membuat Linda terjerumus narkoba. Ia juga digambarkan sebagai anak yang patuh terhadap nasehat yang diberikan orang tuanya.

2.3.2.4. Tokoh dan Penokohan Sugeng

Sugeng ayah Diar dan mereka tidak pernah dekat, seperti hubungan ayah dan anak pada umumnya. Ini disebabkan karena sejak kecil Diar sudah dirawat oleh Mbah Karto, nenek Diar. Diar mulai tinggal dengan kedua orang tuanya saat Sugeng memerlukan batuan Diar untuk membantu pekerjaan mereka di warung. Pada awalnya Diar mengira ia akan membatu pekerjaan ibunya di dapur. Namun kenyataannya, Diar malah dijadikan pekerja seks oleh ayahnya sendiri. Semenjak saat itu, Diar mulai membenci Sugeng. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini.

Mulanya Diar mengira akan dibutuhkan di warung itu untuk membantu si Mbok bekerja, tidak tahunya dia juga dipekerjakan sebagai PSK (Oetoro, 2015: 63).


(53)

Pada saat Diar mengeluhkan hal yang menimpanya, Sugeng lalu menampar pipi Diar dengan kekuatan seorang laki-laki yang biasa hidup di desa. Diar tidak bisa melakukan apa-apa, selain menangis. Dari hasil menjual anak semata wayangnya itu, Sugeng dapat membeli peralatan tambal ban, yang dibeli dari tetangga mereka yang sudah meninggal dunia. Namun, uang hasil menjual Diar tidak pernah sampai ke tangan Diar.

Kesimpulan yang dapat diambil dari penjelasan di atas adalah Sugeng merupakan tokoh yang tega menjual anaknya sendiri demi mencapai apa yang diinginkannya. Ia digambarkan sebagai ayah yang keras dan teguh pada pendiriannya. Tidak ada yang bisa mengubah keputusan yang telah diambil oleh Sugeng, bahkan istrinya sendiri. Dengan sikapnya yang seperti ini, ia cukup ditakuti oleh anak dan istrinya. Mereka tidak ingin mendapatkan masalah jika berurusan dengan Sugeng.

2.3.2.5. Tokoh dan Penokohan Dodi

Dodi adalah mantan pacar Karina sekaligus ayah kandung dari Kukuh. Dodi pada awalnya digambarkan sebagai laki-laki yang tidak bertanggungjawab, atas kehamilan yang terjadi pada Karina. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini.

Karina baru menyelesaikan masa magangnya di New York. Dia mendapat libur dua bulan untuk berlibur di Indonesia sebelum nantinya kembali ke Amerika bekerja di perusahaan yang sama. Masa-masa indah itu ternyata berakhir penuh duka dan Dodi pergi meninggalkannya tanpa jejak, tanpa pesan setelah diberitahu adanya buah hasil hubungan mereka (Oetoro, 2015: 111).


(54)

Setelah bertahun-tahun, Karina dan Dodi akhirnya bertemu. Pertemuan mereka terjadi akibat kecelakaan yang menimpa Kukuh. Dodi datang untuk memberikan bantuan darah bagi Kukuh. Dalam perjalanan menuju rumah sakit, ada perasaan menyesal terhadap sikapnya belasan tahun lalu yang meninggalkan Karina serta bayi yang dikandungnya. Ia merasa malu atas sikap pengecutnya terhadap Karina dan dirinya sendiri. Dia bersyukur dengan kehidupan Karina yang mapan, tetapi hatinya pun ikut merasakan hancurnya perasaan Karina yang juga ditinggalkan suami, ayah angkat dari anaknya. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini.

Dodi bisa merasakan kesedihan dan kehilangan yang sama karena pada tahun-tahun tersebut dia juga sedang terpuruk sebab bangkrut saat Amelia, putrinya, menderita leukimia. Pengobatannya mahal, menguras seluruh tabungan dan harta benda kaluarganya. Lalu Amelia meninggal, disusul rumah tangganya yang hancur berantakan. Anak meninggal dunia karena sakita, kondisi keuangan yang morat-marit dan kemudian Rahmi, istrinya, menggugat cerai (Oetoro, 2015: 116).

Dodi digambarkan sebagai tokoh yang memiliki hidup yang bebas dan tidak punya beban dalam hidup, sehingga Dodi dapat memilih jalan hidupnya sendiri dan tidak didikte oleh kedua orang tuanya. Hal ini yang membuat Karina menjadi iri dan kagum terhadap Dodi. Ia juga digambarkan sebagai tokoh yang pengecut dan tidak bisa menerima kenyataan bahwa ia adalah ayah dari anak yang dikandung Karina. Pada akhirnya Dodi menerima kenyataan bahwa ia memiliki anak dari Karina dan ia pun memperbaiki hubungannya dengan Karina dan Kukuh anaknya. Mereka akhirnya hidup bahagia walaupun tidak menjadi keluarga.


(55)

2.4 Latar

Latar dalam novel ini akan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu latar tempat, latar waktu dan latar sosial. Masing-masing (kecuali latar sosial) akan dibatasi dengan latar luas dan latar sempit.

2.4.1 Latar Tempat 2.4.1.1Latar Luas

1.Rembang

Rembang merupakan tempat bertemunya Ires dengan teman-teman barunya. Mereka adalah Karina dan Amanda. Ires sangat senang, karena saat ia mendapat masalah pada rumah tangganya, Ires mendapatkan dukungan dari Diar dan kedua teman barunya. Mereka juga yang membantu Ires menyelesaikan masalah perceraiannya dengan Herlambang. Sejak Herlambang ditahan di Rembang, atas dugaan pembakaran rumah, hubungan Ires dan Herlambang semakin membaik. Herlambang sering berkomunikasi dengan Ires mengenai penjualan rumah mereka.

Suatu ketika, Ires menelepon Herlambang untuk memberitahunya bahwa rumah mereka akan segera terjual. Ires merasa senang, karena ia dapat terbebas dari tumah yang membuat ia harus bermimpi buruk setiap hari. Ia juga berjanji pada Herlambang untuk segera mengirimkan surat perjanjian jual beli rumah pada Herlambang. Akan tetapi, Herlambang yang memiliki rencana buruk terhadap Ires, meminta Ires untuk datang ke Rembang dan mengantar sendiri surat perjanjian rumah pada Herlambang di Rembang. Ires menyetujui pertemuan


(56)

mereka. Namun, Ires tidak menyadari bahaya yang sudah menunggunya. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini.

“Besok saya poskan surat perjanjian jual beli ini, jadi Mas Herlambang bisa segera tanda tangan.”

“Res, gimana kalau Ires datang ke Rembang dan mengantar surat itu? Aku ingin sekali bertemu Ires untuk terakhir kalinya dan akan kubuat pertemuan terakhir nanti menjadi kenangan yang baik yang tidak terlupakan.” (Oetoro, 2015: 206).

2.Jakarta

Jakarta merupakan tempat yang sudah lama diimpikan Diar untuk melarikan diri. Tetapi, ia tidak memiliki kesempatan untuk melarikan diri, karena takut dengan ayahnya. Suatu ketika, Diar akhirnya berhasil kabur dari rumahnya. Ia bertekat untuk pergi dan memulai hidup yang baru. Ia berencana untuk pergi ke Jakarta, ke tempat keluarga Anwar, majikan Mbah Karto dulu. Namun sayang, uang Diar tidak cukup untuk naik bus ke Jakarta. Uang yang dimilikinya hanya dapat membawanya ke kota Tegal. Saat sampai di Tegal, Diar merasa sangat lapar, dan memutuskan untuk memasuki sebuah warung milik pak Kasan. Diar yang tidak memiliki uang lalu menyodorkan ponselnya untuk membayar makanan yang akan dia makan. Tetapi, pemilik warung menolaknya dan meminta Diar untuk menyimpan ponselnya itu. Pak Kasan sudah melihat gerak-gerik Diar, dan berfikir bahwa Diar bisa menjadi karyawan di warungnya. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini.

Saat ini, Kasan sedang membutuhkan tenaga kerja di warung. Biasanya ia mempekerjakan perempuan-perempuan muda yang selama ini dinilainya terampil memasak dan melayani tamu warung. Selama ini perempuan yang bekerja di warungnya tidak semua berhati mulia. Tak jarang yang ternyata bekerja tidak becus


(57)

atau tidak tulus. Bagaimana dengan perempuan ini ya? (Oetoro, 2015:78).

Setelah satu bulan masa percobaan, akhirnya Diar diterima bekerja di warung pak Kasan. Karena memiliki sifat welas asih membuat Diar diterima dengan gembira di keluarga pengelola warung tegal itu. Warung tegal yang dikelola oleh keluarga pak Kasan jumlahnya sangat banyak dan ada di beberapa kota terutama Jakarta. Saat perputaran karyawan, Diar memilih untuk pindah ke Jakarta. Kota yang diincarnya sejak pertama kali kabur. Di kota itu, Diar pernah tinggal bersama si Mbah di rumah keluarga Anwar sebagai pembantu rumah tangga. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini.

Walaupun satu-satunya destinasi Jakarta yang dia ketahui adalah rumah keluarga Anwar, Diar enggan bertandang ke rumah itu. Dia harus selalu berhati-hati dengan statusnya sebagai anak yang sedang kabur dari rumah (Oetoro, 2015: 85).

3.Amerika

Amerika adalah tempat dimana Karina meraih kesuksesannya menjadi wanita karier. Bantuan dari kerabatnya, 19 tahun yang lalu Karina mendapatkan kesempatan magang di negeri Paman Sam setelah lulus kuliah. Karena ia sangat rajin dalam bekerja, akhirnya Karina diangkat sebagai pegawai tetap. Di sana lah Karina berkenalan dengan Dodi yang juga bekerja di perusahaan yang sama.

Dodi yang bebas menentukan arah hidupnya, membuat Karina kagum pada Dodi. Karina ingin hidup seperti Dodi yang bebas menentukan hidup. Selama ini hidup Karina selalu ditentukan oleh kedua orang tuanya. Sehingga pada saat Dodi mengutarakan maksudnya untuk menjadikan Karina sebagai gadisnya, Karina


(58)

selalu berusaha untuk menuruti apa yang diinginkan Dodi. Namun, ketika Dodi mengetahui Karina mengandung anak mereka, Dodi tiba-tiba menghilang dan tidak bisa dihubungi. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini.

Masih ada di ingatan Karina, pertemuannya kembali dengan Dodi saat liburan setelah setahun berpisah. Mereka bertemu hampir setiap hari. Karina baru menyelesaikan masa magangnya di New York. Dia mendapat libur dua bulan untuk berlibur di Indonesia sebelum nantinya kembali ke Amerika bekerja di perusahaan yang sama. Masa-masa indah itu ternyata berakhir penuh duka dan Dodi pergi meninggalkannya tanpa jejak, tanpa pesan setelah diberitahu adanya buah hasil hubungan mereka (Oetoro, 2015: 110-111).

Setelah Dodi pergi meninggalkan Karina, Roger atasan Karina muncul untuk menyelamatkan harga diri Karina. Ia menawarkan diri untuk menikahi Karina dan menganggap anak yang dikandung Karina sebagai anaknya. Karina akhirnya menyetujuinnya. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini.

Nasib Karina masih beruntung dengan adanya Roger yang jelas-jelas mencintainya sejak pertama kali berkenalan. Dengan statusnya sebagai pegawai dan warga Negara lain, Karina harus jujur mengutarakan keadaannya. Tanpa pikir panjang, Roger menawarkan diri untuk menikahi dirinya dan menganggap bayi yang dikandungnya itu anaknya sendiri. Mereka menikah dengan segera agar aib tidak terlalu terlihat (Oetoro, 2015: 113).

2.4.2 Latar Sempit

1. Warung Mbah Karto

Warung Mbah Karto di Rembang adalah tempat yang dituju oleh Amanda dan Karina setelah pemakaman Linda. Mereka datang ke Rembang, setelah


(1)

akan merasa takut dan tidak berdaya untuk melakukan perlawanan terhadap pelaku kekerasan psikis. Mereka merasa tidak mampu untuk melawan dan merasa bahwa perlawanannya akan menjadi sia-sia.

Tokoh Ires mengalami kekerasan psikis yang diakibatkan kekerasan fisik dan verbal yang dilakukan oleh suaminya, Herlambang. Kekerasan yang telah dilakukan Herlambang terhadap Ires menyebabkan Ires menjadi takut dan tidak berdaya untuk membantah seluruh perintah dari Herlambang. Walaupun sahabatnya telah membujuknya untuk melarikan diri dari rumahnya, ia tidak berani dan memilih untuk tinggal. Dampak kekerasan fisik dan verbal terhadap seseorang dapat menyebabkan psikologis orang tersebut menjadi terganggu. Hingga orang tersebut dapat merasakan takut, tidak berdaya dan hilangnya rasa percaya diri.

Kekerasan kekuasaan bertujuan untuk menguntungkan salah satu pihak. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan jabatannya dan sejumlah uang untuk mendapatkan sebuah informasi penting. Tokoh Herlambang pun menggunakan jabatannya untuk mengetahui dimana keberadaan Ires dan Diar temannya. Setelah ia mengetahui tempat mereka berada, ia pun langsung menyusul Ires dan Diar ke Rembang. Di sana Herlambang mulai menjalankan rencananya, membakar rumah tempat Ires tinggal di Rembang. tak lama setelah kejadian itu, Herlambang ditangkap dengan tuduhan pembunuhan berencana dan kekerasan dalam rumah tangga. Namun, beberapa bulan kemudian, Herlambang dapat menghirup udara segar di luar penjara, setelah menyuap salah satu sipir agar ia dapat keluar selama satu hari untuk membalaskan dendamnya pada Ires.


(2)

Dari pernyataan di atas, dapat ditarik kesimpulan budaya patriarki dialami oleh beberapa tokoh perempuan yang ada dalam novel Rembang Jingga seperti Ires, Diar dan Karina. Namun, budaya patriarki yang paling dominan terlihat pada tokoh Ires. Tokoh Ires sebagai tokoh utama menjadi korban yang diakibatkan adanya budaya patriarki yang dibentuk oleh masyarakat. Berkat bantuan dari teman-temannya, tokoh Ires sempat berhasil bebas dari kekerasan gender yang dilakukan oleh suaminya. Tetapi, ia kembali terpuruk dan mati akibat kekerasan yang dilakukan oleh suaminya. Tokoh Diar dan tokoh Karina pun mengalami hal yang sama dengan tokoh Ires, namun kedua tokoh tersebut berhasil bebas dari belenggu budaya yang menerpa mereka, dengan mengubah pola pikir mereka yang selama ini mereka gunakan.

4.2Saran

Penelitian dan pembahasan mengenai budaya patriarki yang meliputi kekerasan gender dan stereotipe gender telah dianalisis dalam karya ilmiah ini. Dari penelitian yang telah dilaksanakan, disarankan kepada peneliti selanjutnya dapat menggunakan psikoanalisis sebagai bahan kajian terhadap novel ini. Karena cerita di dalam novel ini juga mengangkat mengenai psikoanalisis.

Untuk mengatasi budaya patriarki ini, maka perlu adanya kesetaraan gender (kedudukan yang setara laki-laki dan perempuan dalam segala hal).


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ahlaq, Mufti Makarim. 2012. Memaknai “Kekerasan” URL : makaarim.wordpress.com/2012/07/18/memaknai-kekerasan/.

Diunduh: 20/07/2016, 18.30.

Arivia, Gadis. 2003. Filsafat Berpespektif Feminis. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.

Baryadi, I Praptomo. 2012. Bahasa, Kekuasaan dan Kekerasan. Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma.

Budianta, Melani, dkk. 2003. Membaca Sastra. Magelang: Indonesia Tera.

Eisenstein, Hester. 1984. Contemporary Feminist Thought. Massachusetts: G. K. Hall & Co.

Efianingrum, Ariefa. 2008. “Pendidikan dan Pemajuan Perempuan : Menuju Keadilan Gender”. Jurnal Fondasia, Universitas Negeri Yogyakarta.

Fakih, Mansour. 2003. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Faruk. 2014. Metode Penelitian Sastra; Sebuah Penjelajahan Awal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gamble, Sarah. 2010. Pengatar Memahami Feminisme dan Postfeminisme. Yogyakarta: Jalasutra.

Handayani, Christina S. dan Ardhian Novianto. 2008. Kuasa Wanita Jawa. Yogyakarta : PT LKiS Pelangi Aksara Yogyakarta.

Humm, Maggie. 1990. The Dictionary Of Feminist Theory. USA: Ohio State University Press.


(4)

Jackson, Stevi dan Jackie Jones. 2009. Teori-Teori Feminis Kontemporer. Yogyakarta: Jalasutra.

Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Oetoto, TJ dan Dwiyana Premadi. 2015. Rembang Jingga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Septiana, Hesti. 2015. “Kekerasan Seksual pada Tokoh Diar”. Disampaikan dalam Seminar Nasional Asosiasi Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia, Univeristas Sebelas Maret.

Sinaga, Risma. 2010. “Dalam Bayang-Bayang Budaya Patriarki”. Tesis pada Program Magister Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma.

Strada, Eddy. 2014. Materi IPS, Sosiologi dan Antropologi. URL : https:/rangkumanmateriips.blogspot.co.id/20014/10/pengertian-dan-bentuk-kekerasan-sosial.html?m=1. Diunduh 23/02/2016, 20.00

Sugihastuti dan Itsna Hadi Saptiawan. 2010. Gender dan Inferioritas Perempuan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Wijaya, Andika. 2010. Stereotipe Gender dalam Film“It’s a Boy Girl Thing”

& “She’s the Man” URL :

https://katakecil.wordpress.com/2010/04/21/stereotipe-gender-

dalam-film%E2%80%9Cit%E2%80%99s-a-boy-girl- thing%E2%80%9D-%E2%80%9Cshe%E2%80%99s-the-man%E2%80%9D/. Diunduh 16/02/2016, 14.00


(5)

LAMPIRAN

Sinopsis Rembang Jingga

Amanda Anwar menemukan kakaknya, Linda, tewas karena overdosis narkoba. Meninggalnya Linda menimbulkan kemarahan orang tuanya. Amanda berusaha membuka hati ayahnya dengan mencari tahu penyebab Linda terjerumus ke dunia narkoba melalui sebuah buku harian.

Beberapa tahun setelah suaminya meninggal dunia, Karina Hakim memutuskan meninggalkan New York bersama anaknya kembali ke Jakarta untuk membangun kehidupan baru. Sahabatnya, Amanda mengajaknya pergi ke Rembang untuk membuktikan sebuah fakta dalam buku harian Linda. Melewati New York, Jakarta, Rembang, ternyata masa lalu Karina masih terus menghantuinya.

Tidak tahan dipaksa jadi pelacur oleh ayahnya, Diar memutuskan minggat dari tempat prostitus di Pantura. Jaln panjang dan berliku harus ditempuh Diar, bahkan menjadi pelayan warung nadi di Tegal sampai akhirnya ke Jakarta. Hingga takdir hidup membuat Diar harus pulang lagi ke Rembang.

Setelah menikah, Ires berharap mendapatkan kasih sayang dari suami yang sangat dicintainya. Namun, yang ia dapatkan hanya kekerasan fisik dan mental. Pertemuan Ires dan Diar memberi harapan baru baginya. Ires mengikuti ajakan Diar untuk kabur dari rumah. Ires yang lugu dan berhati lembut tidak mengira suaminya menyimpan dendam dan bertekat mengejarnya ke mana pun.

Di Rembang keempatnya bertemu, bersahabat, dan akhirnya malapetaka yang timbul mambuat salah satu dari mereka harus membayar mahal.


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Catharina Novia Christanti lahir di Balikpapan 28 November 1993. Ia adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Pada tahun 2000-2006, ia menempuh pendidikan tingkat SD di SD Santa Maria, Cirebon. Pada tahun 2006-2007, ia menempuh pendidikan SMP di SMP Santa Maria, Cirebon dan pada tahun 2007-2009, ia melanjutkan pendidikan SMP di SMP Pangudi Luhur 1, Yogyakarta. Pada tahun 2009-2012, ia menempuh pendidikan SMA di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta. Kemudian pada tahun 2012 ia memulai studi S1-nya di Program Studi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Pada tahun 2016, ia mengakhiri masa studinya dengan penelitian untuk tugas akhirnya yang berjudul “Budaya Patriarki Terhadap Tokoh Perempuan dalam Novel Rembang Jingga Karya TJ Oetoro dan Dwiyana Premadi: Pendekatan Feminisme”.


Dokumen yang terkait

Citra Perempuan dan Ideologi Feminisme dalam Empat Novel Karya A. Hasjmy

3 46 7

CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL CANTING KARYA ARSWENDO ATMOWILOTO: KAJIAN FEMINISME DAN IMPLEMENTASINYA Citra Perempuan dalam Novel Canting Karya Arswendo Atmowiloto: Kajian Feminisme dan Implementasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMP.

1 8 18

CITRA WANITA TOKOH UTAMA DALAM NOVEL PEREMPUAN JOGJA KARYA ACHMAD MUNIF: TINJAUAN FEMINISME SASTRA DAN Citra Wanita Tokoh Utama Dalam Novel Perempuan Jogja Karya Achmad Munif: Tinjauan Feminisme Sastra Dan Relevansinya Sebagai Bahan Ajar Sastra DiSMA.

0 4 11

CITRA PEREMPUAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LASMI KARYA NUSYA KUSWANTIN: TINJAUAN FEMINISME DAN Citra Perempuan Tokoh Utama Dalam Novel Lasmi Karya Nusya Kuswantin: Tinjauan Feminisme Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra Di Sma.

0 2 13

CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL IBUK KARYA IWAN SETYAWAN: TINJAUAN FEMINISME Citra Perempuan Dalam Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan: Tinjauan Feminisme Sastra.

1 3 12

CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL IBUK KARYA IWAN SETYAWAN: TINJAUAN FEMINISME Citra Perempuan Dalam Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan: Tinjauan Feminisme Sastra.

0 9 12

Perlawanan Tokoh Utama Perempuan terhadap Konstruksi Gender dalam Novel Perempuan Keumala Karya Endang Moerdopo: Kajian Feminisme.

0 0 2

TOKOH PEREMPUAN DALAM NOVEL SINGKAR KARYA SITI AMINAH.

0 9 122

WANITA DAN KETIDAKADILAN GENDER DALAM NOVEL REMBANG JINGGA KARYA TJ OETORO DAN DWIYANA PREMADI: Kajian Kritik Sastra Feminis.

0 5 13

KEPRIBADIAN TOKOH-TOKOH PEREMPUAN DALAM NOVEL PEREMPUAN JOGJA KARYA ACHMAD MUNIF.

1 3 157