2.4 Latar
Latar dalam novel ini akan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu latar tempat, latar waktu dan latar sosial. Masing-masing kecuali latar sosial akan dibatasi
dengan latar luas dan latar sempit. 2.4.1
Latar Tempat 2.4.1.1
Latar Luas 1.
Rembang Rembang merupakan tempat bertemunya Ires dengan teman-teman
barunya. Mereka adalah Karina dan Amanda. Ires sangat senang, karena saat ia mendapat masalah pada rumah tangganya, Ires mendapatkan dukungan dari Diar
dan kedua teman barunya. Mereka juga yang membantu Ires menyelesaikan masalah perceraiannya dengan Herlambang. Sejak Herlambang ditahan di
Rembang, atas dugaan pembakaran rumah, hubungan Ires dan Herlambang semakin membaik. Herlambang sering berkomunikasi dengan Ires mengenai
penjualan rumah mereka. Suatu ketika, Ires menelepon Herlambang untuk memberitahunya bahwa
rumah mereka akan segera terjual. Ires merasa senang, karena ia dapat terbebas dari tumah yang membuat ia harus bermimpi buruk setiap hari. Ia juga berjanji
pada Herlambang untuk segera mengirimkan surat perjanjian jual beli rumah pada Herlambang. Akan tetapi, Herlambang yang memiliki rencana buruk terhadap
Ires, meminta Ires untuk datang ke Rembang dan mengantar sendiri surat perjanjian rumah pada Herlambang di Rembang. Ires menyetujui pertemuan
mereka. Namun, Ires tidak menyadari bahaya yang sudah menunggunya. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini.
“Besok saya poskan surat perjanjian jual beli ini, jadi Mas Herlambang bisa segera tanda tangan.”
“Res, gimana kalau Ires datang ke Rembang dan mengantar surat itu? Aku ingin sekali bertemu Ires untuk terakhir kalinya dan akan
kubuat pertemuan terakhir nanti menjadi kenangan yang baik
yang tidak terlupakan.” Oetoro, 2015: 206.
2. Jakarta
Jakarta merupakan tempat yang sudah lama diimpikan Diar untuk melarikan diri. Tetapi, ia tidak memiliki kesempatan untuk melarikan diri, karena
takut dengan ayahnya. Suatu ketika, Diar akhirnya berhasil kabur dari rumahnya. Ia bertekat untuk pergi dan memulai hidup yang baru. Ia berencana untuk pergi ke
Jakarta, ke tempat keluarga Anwar, majikan Mbah Karto dulu. Namun sayang, uang Diar tidak cukup untuk naik bus ke Jakarta. Uang yang dimilikinya hanya
dapat membawanya ke kota Tegal. Saat sampai di Tegal, Diar merasa sangat lapar, dan memutuskan untuk memasuki sebuah warung milik pak Kasan. Diar
yang tidak memiliki uang lalu menyodorkan ponselnya untuk membayar makanan yang akan dia makan. Tetapi, pemilik warung menolaknya dan meminta Diar
untuk menyimpan ponselnya itu. Pak Kasan sudah melihat gerak-gerik Diar, dan berfikir bahwa Diar bisa menjadi karyawan di warungnya. Pernyataan tersebut
dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini. Saat ini, Kasan sedang membutuhkan tenaga kerja di warung.
Biasanya ia mempekerjakan perempuan-perempuan muda yang selama ini dinilainya terampil memasak dan melayani tamu
warung. Selama ini perempuan yang bekerja di warungnya tidak semua berhati mulia. Tak jarang yang ternyata bekerja tidak becus
atau tidak tulus. Bagaimana dengan perempuan ini ya? Oetoro, 2015:78.
Setelah satu bulan masa percobaan, akhirnya Diar diterima bekerja di warung pak Kasan. Karena memiliki sifat welas asih membuat Diar diterima
dengan gembira di keluarga pengelola warung tegal itu. Warung tegal yang dikelola oleh keluarga pak Kasan jumlahnya sangat banyak dan ada di beberapa
kota terutama Jakarta. Saat perputaran karyawan, Diar memilih untuk pindah ke Jakarta. Kota yang diincarnya sejak pertama kali kabur. Di kota itu, Diar pernah
tinggal bersama si Mbah di rumah keluarga Anwar sebagai pembantu rumah tangga. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini.
Walaupun satu-satunya destinasi Jakarta yang dia ketahui adalah rumah keluarga Anwar, Diar enggan bertandang ke rumah itu. Dia
harus selalu berhati-hati dengan statusnya sebagai anak yang sedang kabur dari rumah Oetoro, 2015: 85.
3. Amerika
Amerika adalah tempat dimana Karina meraih kesuksesannya menjadi wanita karier. Bantuan dari kerabatnya, 19 tahun yang lalu Karina mendapatkan
kesempatan magang di negeri Paman Sam setelah lulus kuliah. Karena ia sangat rajin dalam bekerja, akhirnya Karina diangkat sebagai pegawai tetap. Di sana lah
Karina berkenalan dengan Dodi yang juga bekerja di perusahaan yang sama. Dodi yang bebas menentukan arah hidupnya, membuat Karina kagum pada
Dodi. Karina ingin hidup seperti Dodi yang bebas menentukan hidup. Selama ini hidup Karina selalu ditentukan oleh kedua orang tuanya. Sehingga pada saat Dodi
mengutarakan maksudnya untuk menjadikan Karina sebagai gadisnya, Karina
selalu berusaha untuk menuruti apa yang diinginkan Dodi. Namun, ketika Dodi mengetahui Karina mengandung anak mereka, Dodi tiba-tiba menghilang dan
tidak bisa dihubungi. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini.
Masih ada di ingatan Karina, pertemuannya kembali dengan Dodi saat liburan setelah setahun berpisah. Mereka bertemu hampir
setiap hari. Karina baru menyelesaikan masa magangnya di New York. Dia mendapat libur dua bulan untuk berlibur di Indonesia
sebelum nantinya kembali ke Amerika bekerja di perusahaan yang sama. Masa-masa indah itu ternyata berakhir penuh duka dan
Dodi pergi meninggalkannya tanpa jejak, tanpa pesan setelah diberitahu adanya buah hasil hubungan mereka Oetoro, 2015:
110-111.
Setelah Dodi pergi meninggalkan Karina, Roger atasan Karina muncul untuk menyelamatkan harga diri Karina. Ia menawarkan diri untuk menikahi
Karina dan menganggap anak yang dikandung Karina sebagai anaknya. Karina akhirnya menyetujuinnya. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di
bawah ini. Nasib Karina masih beruntung dengan adanya Roger yang jelas-
jelas mencintainya sejak pertama kali berkenalan. Dengan statusnya sebagai pegawai dan warga Negara lain, Karina harus
jujur mengutarakan keadaannya. Tanpa pikir panjang, Roger menawarkan diri untuk menikahi dirinya dan menganggap bayi
yang dikandungnya itu anaknya sendiri. Mereka menikah dengan segera agar aib tidak terlalu terlihat Oetoro, 2015: 113.
2.4.2 Latar Sempit
1. Warung Mbah Karto
Warung Mbah Karto di Rembang adalah tempat yang dituju oleh Amanda dan Karina setelah pemakaman Linda. Mereka datang ke Rembang, setelah
menbaca buku harian Linda, kakak Amanda. Amanda dan Karina menutuskan untuk kembali ke Rembang untuk mencari penyebab utama Linda kecanduan
narkoba dan akhirnya meninggal sia-sia, akibat overdosis. Saat mereka berkunjung ke warung Mbah Karto, mereka melihat bahwa
warung itu tidak mengalami perubahan sama sekali. Hanya lantainya saja yang berubah. Dulu lantainnya yang terbuat dari tanah liat, kini telah disemen. Pernak-
pernik di warung itu pun juga tidak ada yang berubah. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini.
Warung Mbah Karto tak banyak berubah sejak belasan tahun yang lalu. Warung sederhana yang menjual makanan khas Pantura Jawa
Tengah. Lantai tanah liat telah dilapis dengan semen, dinding warung juga telah dikapur kembali Oetoro, 2015: 35.
2. Warung Bu Endang Warung Bu Endang merupakan warung milik Sugeng dan Endang, yang
menyediakan makanan khas daerah pantura. Beberapa bulan sebelumnya warung Bu Endang memiliki satu karyawan yang membatu mereka. Namun, karyawan itu
pindah ke warung lain, karena di sana terdapat televisi. Akhirnya, Sugeng meminta Diar untuk datang ke Pantura untuk membantu mereka. Diar yang sedari
kecil tinggal bersama dengan Mbah Karto sempat menolak. Namun, Mbah Karto memberikan perintah pada Diar untuk pergi ke Pantura dan membantu kedua
orang tuannya. Diar mengira kedatangannya ke sana adalah untuk membantu urusan dapur.
Tetapi ayahnya malah menjualnya pada laki-laki hidung belang di sebuah hotel yang tidak terlalu mahal. Saat Diar bertanya pada ayahnya mengapa ia dijual,
ayahnya malah menamparnya. Akhirnya pada saat ia pulang ke warung milik ayahnya yang bernama warung Bu Endang, ia pun segera menuju ke MCK untuk
mebersihkan tubuhnya yang telah kotor hingga berkali-kali. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini.
MCK untuk digunakan para pemilik dan pekerja warung-warung terdapat sekitar 20 meter jaraknya dari warung Bu Endang. Itu
nama warung milik Sugen g… Oetoro, 2015: 55
2.4.3 Latar Waktu
2.4.3.1 Latar Waktu Luas
Latar waktu luas dalam novel ini terjadi pada tahun 2012 hingga 2013. Pada tahun 2012, Ires dan Herlambang telah menikah. Pada tahun itu juga Ires
menerima perlakuan buruk dari Herlambang. Perlakuan buruk yang diterima Ires pada awalnya hanya sindiran mengenai makanan yang kurang sedap, dan Ires
yang terlalu lama membeli rokok di warung. Bahkan, Herlambang juga menyindir Ires ketika ada salah satu tetangga mengajak Ires untuk mengikuti kegiatan
disekitar rumahnya. Sindiran itu lama-lama berkembang menjadi pukulan dan tendangan, yang setiap hari harus diterima oleh Ires. Pernyataan tersebut dapat
dibuktikan pada kutipan di bawah ini. “Nggak usah ikut macam-macam. Bikin kepala kamu tambah
besar,” bentak Herlambang sembari mengambil bungkusan rokok dari tangan Ires dengan kasar. Pembicaraan seperti ini jadi
makanan Ires sehari-hari. Hari ini dia beruntung, tidak ada pukulan atau tendangan Herlambang yang mendarat di tubuhnya.
Suaminya itu memang ringan tangan, suka memukul.
Oetoro, 2015 : 69
Ires tidak berani melawan perintah dari Herlambang, karena ia tahu jika ia melawan perintah dari Herlambang, ia akan mendapatkan masalah besar. Selain
pukulan dan tendangan, ia juga akan mendapat masalah hukum, jika berani untuk melawan perintah Herlambang. Hal itu diakibatkan pekerjaan Herlambang sebagai
jaksa yang memiliki koneksi dengan penegak hukum lainnya. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini.
Jalan keluar apa yang bisa dicapai jika harus melawan seorang jaksa? Seorang yang memiliki koneksi dengan hamba-hamba
hukum lainnya? Bagi Ires, tak ada Oetoro, 2015 : 72.
Pada bulan Mei tahun 2012, Ires bertemu dengan Diar di warung tegal. Di sana Ires membeli pecel lele untuk Herlambang, karena pada hari itu, masakan
yang dibuat oleh Ires tidak disukai oleh Herlambang. Awalnya Ires merasa bingung untuk membuka percakapan dengan Diar, sambil menunggu pesanan
pecel lelenya disiapkan. Diar yang sangat ramah, membuka percakapan mereka dengan mengatakan bahwa ia sering melihat Ires membeli rokok di warung
sebelah. Setelah percakapan yang sedikit canggung itu, mereka menjadi semakin akrab. Ires sering datang ke warung Diar untuk mengobrol. Pertemuan ini tidak
diketahui oleh Herlambang. Bahkan kunjungan Diar ke rumah Ires juga tidak diketahui oleh Herlambang. Sampai pada saat Ires sedang belajar di rumah,
Herlambang tiba-tiba pulang ke rumah dan melihat Ires sedang belajar. Herlambang menjadi marah dan memberi Ires pukulan bertubi-tubi, hingga Ires
hanya dapat meringis kesakitan akibat pukulan yang tak henti-hentinya. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini.
Ires mematung melihat suaminya yang tiba-tiba berada di hadapannya. Dia tidak mendengar suara mobil datang. Hari itu
menjadi hari yang naas bagi Ires… Setengah jam kemudian Ires meringkuk di pojok ruang makan,
yang dilakukannya cukup lama, karena ia tidak bisa bergerak. Bergeming karena rasa sakit yang amat sangat. Tangannya
memegang dada dan perut, mencoba menahan rasa sakit itu Oetoro, 2015 : 88.
Diar merasa khawatir, karena beberapa bulan tidak ada kabar dari Ires. Dia akhirnya memutuskan untuk berkunjung ke rumah Ires untuk melihat keadaan
Ires. Dan benar, kondisi Ires cukup parah, hingga Diar tidak mengenali Ires. Diar yang merasa kasihan pada Ires, mengajak Ires untuk tinggal di kamar kos Diar.
Awalnya Ires merasa ragu. Tetapi Diar meyakinkan Ires untuk meninggalkan rumah yang membuat Ires menjadi sengsara. Akhirnya Ires menyetujuinya.
Bulan Mei 2013, saat Ires menginap di kamar kos Diar, Diar mendapat kabar bahwa ayahnya meninggal. Diar enggan untuk datang ke Rembang. Tetapi
neneknya memberi perintah agar Diar pulang ke Rembang. Akhirnya ia dan Ires berangkat menuju Rembang. Di Rembang Ires bertemu dengan teman-teman
barunya, yaitu Karina dan Amanda yang sedang mencari penyebab kakak Amanda menjadi kecanduan narkoba.
Ires menyangka bahwa kepergiannya ke Rembang tidak akan diketahui oleh Herlambang. Namun, dengan jabatannya sebagai jaksa muda, ia dapat
menyuruh orang lain untuk menemukan tempat persembunyian Ires. Sesampainya Herlambang ke Rembang, ia langsung mencari ide untuk membalaskan
dendamnya pada Ires. Setelah Herlambang menemukan cara untuk membalaskan
dendamnya pada Ires, ia langsung mencari tempat persembunyian menunggu malam hari untuk membalaskan dendam pada Ires.
2.4.4 Latar Waktu Sempit
1. Malam Setelah Herlambang menemukan keberadaan Ires di Rembang, Herlambang
pun mencari cara untuk membalaskan dendamnya pada Ires. Ia juga memperhatikan gerak-gerik Ires dan teman-teman barunya. Bagi Herlambang
tawa dan kebahagiaan Ires pada saat itu bukan membuat Herlambang menjadi bahagia, namun malah menbuat Herlambang semakin dibakar amarah. Pernyataan
tersebut dapat dibuktikan pada kutipan di bawah ini. Malam hari saat semua orang berada di rumah Mbah Karto,
Herlambang memulai aksinya. Ia mulai menuangkan bensin kesekeliling rumah Mbah Karto, dan akhirnya membakarnya.
Herlambang menyaksikan rumah Mbah Karto menyala berlomba
mewarnai malam Rembang… Oetoro, 2015: 104.
2. Subuh
Selepas keluarga Anwar mengunjungi rumah sakit untuk memastikan jenazah yang ada di rumah sakit itu adalah jenazah Linda, semua orang di
keluarga Anwar tidak ada yang bisa tidur. Semua merasa kecewadan sedih melihat kematian Linda yang tragis. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada
kutipan di bawah ini.
Tak lama lagi azan subuh berkumandang dan tidak ada seorang pun yang bisa tidur di rumah ini… Oetoro, 2015: 20.
2.4.5 Latar Sosial
Latar sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.
Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,
keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain yang tergolong latar spiritual Nurgiyantoro, 2009:233.
Latar sosial yang Nampak pada novel ini adalah mengenai budaya patriarki terhadap kaum perempuan. Perempuan dalam novel Rembang Jingga ini
diceritakan harus tunduk dan patuh terhadap perintah dari kaum laki-laki. Budaya patriarki yang ada dalam novel ini terjadi pada tokoh Ires, ketika Ires menikah
dengan Herlambang. Pada awal mereka berpacaran, Herlambang memperlakukan Ires dengan baik. Namun, saat mereka menikah, Herlambang mulai menunjukkan
sifat aslinya. Ia mulai melarang Ires untuk melakukan kegiatan-kegiatan di luar rumah, seperti mengikuti kelompok mengaji dan organisasi lainnya. Pernyataan
tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. “Lama amat sih? Padahal, cuma diminta beli rokok di warung depan,
gimana kalau disuruh ke Blok M…, bisa-bisa setahun baru balik. Kamu ketemu pacar ya?” teriak Herlambang, berdiri tegak dihadapan
Ires.
“Ndak, mas. Tadi ketemu ibu Tin, tetangga nomer 5, dia Tanya kapan saya bisa ikut kelompok mengaji. Saya bilang harus minta izin mas
dulu,” jawab Ires lirih, tak berani menatap mata Herlambang.
“Nggak usah ikut macam-macam. Bikin kepala kamu tambah besar,” bentak Herlambang sembari mengambil bungkusan rokok dari tangan
Ires dengan kasar Oetoro, 2015 : 69.
Jabatan Herlambang sebagai jaksa muda, membuat ia semakin mengekang dan membuat Ires tunduk terhadap perintahnya. Ires yang hanya ibu rumah tangga
biasa tidak mampu untuk melawan perintah dari Herlambang. Karena ia tahu jika ia melawan perintah Herlambang, maka Herlambang akan semakin mengekang
Ires. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Sejak itu, dunia luar Ires tertutup. Jalan keluar apa yang bisa dicapai
jika harus melawan seorang jaksa? Seorang yang memiliki koneksi dengan hamba-hamba hukum lainnya? Bagi Ires, tak ada. Bahkan
orang tua Ires pun takut dengan ancaman-ancaman dari menantu mereka dan hanya meminta agar Ires lebih bersabar dan lebih banyak
berdoa Oetoro, 2015 : 72.
2.5 Rangkuman