Implementasi Penetapan Tersangka Miranda S. Goeltom menurut Kitab
c Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberikan keterangan tertentu; dan
d cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu
dipercaya. Pada dasarnya status tersangka bisa diterapkan kepada orang yang
diduga melakukan tindak pidana. Bisa jadi, sebelumnya yang bersangkutan berstatus sebagai saksi. Namun, di dalam ruang sidang, hakimlah yang paling
berkuasa, termasuk memilah-milah siapa saksi yang harus dimintai keterangan untuk menguatkan terlaksananya perubahan status itu. Jika dalam
persidangan ditemukan bukti keterlibatan saksi dalam suatu perkara, hakim dapat meminta aparat penegak hukum lain untuk menindaklanjuti dugaan
keterlibatan saksi tersebut. Jika ditemukan bukti yang cukup dalam perkara yang sama, maka bisa saja saksi dapat langsung dikenakan status tersangka.
Tetapi Hakim biasanya menyarankan dan tidak langsung menetapkan status tersangka.
Kewenangan hakim untuk secara langsung menetapkan saksi menjadi tersangka dikenal KUHAP, tetapi untuk tindak pidana memberikan
keterangan palsu. Sebelum status tersangka ditetapkan, hakim lebih dahulu memperingatkan saksi berupa ancaman sanksi memberikan keterangan palsu.
Jika tetap memberikan keterangan yang diduga hakim palsu, maka hakim langsung memerintahkan saksi ditahan dan dituntut oleh penuntut umum
karena sumpah palsu. Jika hakim menetapkan demikian, maka Panitera
langsung membuat berita acara pemeriksaan sidang untuk diserahkan ke penuntut umum sebagai dasar menuntut tersangka.
38
Dalam Pasal 183 KUHAP juga diatur bahwa Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya. Akan tetapi dalam praktek persidangan perkara pidana di pengadilan, termasuk perkara korupsi, keterangan minimal dua orang saksi
yang bersesuaian satu sama lain dan tidak ditemukan alat bukti lainnya termasuk keterangan terdakwa yang menyangkal dakwaan dan keterangan
saksi tersebut dipandang valid oleh hakim dan hakim yakin akan kesalahan terdakwa maka hakim akan menyatakan terdakwa bersalah dan menjatuhkan
pidana terhadap terdakwa tersebut. Jika hakim berpendapat bahwa keterangan saksi-saksi tersebut yang
bersesuaian satu sama lain hanya sebagai satu alat bukti, maka 30 terdakwa dalam perkara pidana yang diajukan ke pengadilan yang terdakwanya
menyangkal perbuatannya akan dibebaskan oleh hakim, karena 30 perkara pidana yang diajukan ke pengadilan hanya mempunyai alat bukti saksi-saksi
dan terdakwa menyangkal perbuatannya. Dalam hal ini Hakim memberi penafsiran terhadap undang-undang dengan merujuk pada ketentuan Pasal
185 ayat 2 KUHAP yang menyatakan bahwa “Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap
38
http:www.hukumonline.comklinikdetaillt4fcf870e368a6kewenangan-hakim- mengubah-status-saksi-menjadi-tersangka
, diunduh tanggal 16 Juni 2015 hari selasa, pukul 12.08
perbuatan yang didakwakan padanya”. Selanjutnya dalam ayat ke 3 Pasal 185 KUHAP tersebut diatur lebih lanjut bahwa “Ketentuan sebagaimana
tersebut dalam ayat 2 tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti sah lainnya”. Dari ketentuan yang dikutip diatas dapat disimpulkan bahwa
keterangan seorang saksi saja tanpa didukung minimal satu alat bukti sah lainnya tidak dapat dijadikan dasar untuk menyatakan seseorang bersalah dan
dijatuhkan pidana dan hal mana adalah selaras dengan azas satu saksi bukanlah saksi yang dianut dalam proses peradilan pidana. Dari uraian di atas
ternyata keterangan seorang saksi yang menurut undang-undang tidak dianggap sebagai satu alat bukti sah atau dapat dikatakan baru setengah alat
butki sah, akan tetapi apabila disertai dengan alat bukti sah lainnya tanpa disyaratkan minimal dua alat bukti sah, maka telah dianggap memenuhi
persyaratan minimal dua alat bukti sah yang disyaratkan oleh undang-undang. Dapat ditafsirkan pula bahwa jika ada kesaksian dari dua orang atau
lebih dan hakim yakin akan kebenaran keterangan saksi-saksi tersebut, maka terdakwa harus dinyatakan bersalah dan dipidana. Kalaupun ada hakim yang
berpegang ketat pada prinsip legalisme, hakim boleh menafsirkan bahwa dari keterangan saksi-saksi tersebut telah diperoleh satu alat bukti lain yaitu
petunjuk, karena alat bukti petunjuk diperoleh dari alat bukti keterangan saksi, surat ataupun keterangan terdakwa. Dalam perkara korupsi alat bukti
petunjuk tersebut dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan
alat optik atau yang serupa dengan itu. Demikian pula dari setiap rekaman
data atau infomasi yang dapat dilihat, dibaca, atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang
dikertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf,
tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna, sebagai mana diatur dalam Pasal 26 A Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang
penyelidik ataupun seorang penyidik dalam memproses suatu kasus pidana termasuk kasus korupsi jangan terlalu kaku dengan mempertahankan
pendirian bahwa keterangan dua orang atau lebih saksi-saksi yang bersesuaian satu sama lain hanya dipandang sebagai satu alat bukti saja dan
oleh karena itu kasus tersebut harus dihentikan penyelidikan atau penyidikannya.
Penyelidik ataupun penyidik harus berpandangan progresif dengan berpendapat bahwa dari keterangan saksisaksi tersebut telah diperoleh alat
bukti petunjuk sehingga secara formal ketentuan minimal dua alat bukti sah telah tercukupi dan kasusnya dapat diteruskan ketingkat penyidikan dan atau
penuntutan. Eksistensi dari bukti permulaan yang cukup itu sendiri di Indonesia dianggap sangat penting karena dalam proses penyelidikan untuk
menahan atau menangkap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana diperlukan suatu alat bukti yang harus memenuhi syaratsyarat dalam bukti
permulaan yang cukup agar dapat melanjutkan ke tahap penyidikan. Maka pejabat penyelidik tidak dapat semudah itu menangkap atau menahan
seseorang tanpa mengumpulkan alat bukti yang memenuhi syarat bukti permulaan yang cukup. Tapi dalam prakteknya banyak pejabat penyelidik
yang menahan seseorang tanpa mengetahui alat bukti tersebut memenuhi syarat sebagai bukti permulaan yang cukup atau tidak. Dan keterangan diatas
menjelaskan bahwa sebagian besar kewenangan KPK dalam menetapkan seseorang sebgai tersangka kasus korupsi sesuai dengan penetapan tersangka
secara umum atau sesuai dengan prosedur-prosedur yang terdapat didalam KUHAP.
Kewenangan itu diatur dalam Pasal 174 KUHAP. Sebelum status tersangka ditetapkan, hakim lebih dahulu memperingatkan saksi berupa
ancaman sanksi memberikan keterangan palsu. Jika tetap memberikan keterangan yang diduga hakim palsu, maka hakim langsung memerintahkan
saksi ditahan dan dituntut oleh penuntut umum karena sumpah palsu. Berarti dalam penjelasan sebelumnya dapat kita ketahui bahwa hakim bisa secara
langsung menetapkan saksi menjadi tersangka dan dapat pula secara tidak langsung menetapkan saksi menjadi tersangka, yakni dengan meminta aparat
penegak hukum lain, seperti kejaksaan, kepolisian sampai KPK sebagai salah satu lembaga independen Negara.
Berdasarkan kesaksian Agus Chondro, dan bukti lain data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, tentunya kita dapat menduga
bahwa oknum dibalik kasus penyuapan traveller cheque ini adalah Miranda S Geoltom ditambah lagi kesaksian terdakwa Nunun Nurbaeti yang mengaku
mefasilitasi pertemuan antata Miranda S. Goeltom dengan anggota Komisi XI DPR RI terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior BI.
Wanita yang lahir di Jakarta pada 9 Juni 1949 ini dikenal sebagai guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia FEUI, akhirnya ditetapkan
oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi KPK Abraham Samad, menjadi tersangka dalam kasus pemberian cek pelawat. Jakarta, Kamis 26 Januari
2012. Tuduhan untuk Miranda ditetapkan menjadi tersangka adalah turut membantu atau turut serta dengan tersangka oleh Miranda S. Goeltom
memberikan cek pelawat kepada anggota DPR periode 1999-2004. Sebagai keterangan terbuktinya kasus suap yang dilakukan oleh
Miranda S. Goeltom terhadap anggota Komisi XI DPR RI adalah terbuktinya Dudhie Makmun Murod dari fraksi PDIP, Endin AJ Soefihara dari fraksi PPP
dan Hamka Yandhu dari fraksi Golkar membagi-bagi cek travel BII kepada kolega di fraksinya masing-masing di Komisi IX DPR RI, yaitu:
a. Duhie Makmun Murod yang menerima kantong belanja dengan kode merah, di dalamnya berisi cek BII dengan nilai per lembarnya
Rp50 juta dengan jumlah keseluruhannya kurang lebih Rp9,8 Miliar. Cek tersebut dibagi untuk dirinya sendiri sebanyak 10 cek
senilai Rp500 juta, Agus Condro Prayitno sebanyak 10 lembar senilai Rp500 juta, Emir Moeis sebanyak 4 lembar senilai Rp200
juta, dan selebihnya dibagikan kepada teman-temannya sesama anggota Komisi IX dari fraksi PDIP.
b. Endin AJ Soefihara yang menerima kantong belanja dengan kode warna hijau, di dalamnya berisi cek travel BII dengan nilai per
lembarnya Rp500 juta dengan jumlah keseluruhannya senilai
Rp1,25 Miliar. Cek itu dibagikan untuk dirinya sendiri sebanyak 10 lembar senilai Rp500 juta, Danial Tandjung, Sofyan Usman dan
Uray Faisal Hamid masing-masing 5 lembar senilai Rp250 juta. c. Hamka Yandhu yang menerima kantong belanja dengan kode
warna kuning, di dalamnya berisi cek travel BII dengan nilai per lembarnya Rp50 juta dengan jumlah keseluruhannya senilai Rp7,8
Miliar. Cek itu dibagi untuk dirinya sendiri 10 lembar senilai Rp500 juta, Paskah Suzetta sebanyak 12 lembar senilai Rp600 juta,
dan selebihnya kepada teman-temannya sesama anggota komisi IX dari fraksi Golkar.
39
Dalam penjabaran bukti di atas menunjukkan bahwa adanya kasus suap yang dilakukan Miranda S. Goeltom terhadap anggota Komisi IX
DPR RI merupakan “permohonan” Miranda S. Goeltom agar memilihnya menjadi Deputi Gubernur Senior BI selanjutnya. Didalam Islam jelas di
larang, adapun seseorang yang meminta jabatan sebagai Ketua dijelaaskan dalam hadist sebagai berikut :
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam pernah menasehatkan kepada Abdurrahman bin Samurah :
“Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau meminta kepemimpinan. Karena jika engkau diberi tanpa memintanya, niscaya
39
Lihat, h 41-50 dari 184 h, Putusan Nomor : 39PID.BTPK2012PN.JKT.PST
engkau akan ditolong oleh Allah dengan diberi taufik kepada kebenaran. Namun jika diserahkan kepadamu karena permintaanmu, niscaya akan
dibebankan kepadamu tidak akan ditolong.” Dan
Syaikh Ibnu „Utsaimin juga berkata: “Seseorang yang meminta jabatan seringnya bertujuan untuk meninggikan dirinya di
hadapan manusia, menguasai mereka, memerintahnya dan melarangnya. Tentunya tujuan yang demikian ini jelek adanya. Maka sebagai
balasannya, ia tidak akan mendapatkan bagiannya nanti di akhirat. Oleh karena itu seseorang dilarang untuk meminta jabatan.” Syarh Riyadhdus
Shalihin, 2469.
40
Dengan demikian, Miranda Goeltom dengan dibantu Nunun Nurbaeti, telah memberi cek travel BII senilai Rp20,85 Miliar, yang
merupakan bagian dari total 480 lembar cek travel BII senilai Rp24 Miliar kepada anggota DPR RI. Dengan penjabaran kasus tersebut juga bisa kita
simpulkan penetapan tersangka Miranda S. Goeltom mencukupi 2 alat bukti permulaan, diatur dalam KUHAP