Implementasi Penetapan Tersangka Miranda S. Goeltom menurut
Pengembangan Internasional Amerika USAID, Jakarta. Pada 1998, ia menjadi Presiden Komisaris PT. Bank UPPINDO dan Komisaris Utama PT.
ASKRINDO sebagai wakil pemegang saham Bank Indonesia. Pada 2004, Miranda menjabat Presiden Komisaris PT Rabobank Internasional Indonesia
setelah sebelumnya sempat menjadi Alternate Governor pada Bank Pembangunan Asia untuk Indonesia. Ia turut dalam pemilihan gubernur BI
pada 2003 namun kalah dari Burhanuddin Abdullah. Akhirnya dia harus puas menjabat posisi deputi senior. Jabatan Deputi Senior Gubernur BI ini
disandangnya dari 2004 sampai 2008, setelah sebelumnya menjabat deputi Gubernur BI
41
. Dimulai sekitar awal bulan Mei 2004, Komisi IX DPR RI menerima
tugas dari Pimpinan DPR-RI untuk melaksanakan proses uji kepatutan dan kelayakan fit and proper test dalam rangka pemilihan Deputi Gubernur
Senior Bank Indonesia DGSBI sebagaimana yang diusulkan oleh Presiden RI Megawati Soekarnoputri, sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 41 UU
Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah dengan UU Nomor 3 tahun 2004 - dengan 3 orang calon yaitu Miranda Goeltom,
Hartadi A Sarwono dan Budi Rochadi. Sebelum pelaksanaan pemilihan, Miranda yang pernah gagal dipilih
dalam pemilihan Gubernur Bank Indonesia di tahun 2003 - melakukan pertemuan dengan Nunun Nurbaeti, dimana dalam pertemuan itu ia meminta
Nunun ikut membantu mengusahakan kemenangan Miranda dalam fit and
41
https:id.wikipedia.orgwikiMiranda_Goeltom , diunduh tanggal 2 Juni 2015 hari
selasa, pukul 19.08
proper test Deputi Gubernur Senior BI tahun 2004. Miranda pun meminta Nunun memperkenalkan teman-teman Nunun yang menjadi anggota Komisi
IX DPR RI, guna mencari dukungan atas pencalonannya. Nunun pun menyetujui permintaan Miranda.
Sampai akhirnya pada tahun 2012, Miranda S. Goeltom telah dipersepsikan publik sebagai jantung dari kasus Cek Pelawat yang menjerat
banyak anggota DPR periode 2004-2009. Pemberitaan di media massa telah mendorong kebanyakan orang untuk menghakimi Miranda sebagai orang
yang tahu dan berkepentingan atas beredarnya Cek Pelawat tersebut, yang juga dipersepsikan sebagai landasan terpilihnya Miranda sebagai Deputi
Gubernur Senior Bank Indonesia periode 2004-2008. Penetapan Miranda S. Goeltom sebagai tersangka oleh Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi, Abraham Samad berlandaskan bukti adanya keterlibatan Miranda S. Goeltom dalam kasus yang menjerat Nunun Nurbaeti.
Miranda diduga kuat turut andil dalam kasus ini. Setelah statusnya ditingkatkan menjadi tersangka, KPK mulai mengembangkan penyidikan
dalam kasus ini. Terkait alat bukti yang dimiliki KPK sama akan halnya yang sudah
disebutkan di dalam KUHAP adanya keterangan saksi dan keterangan terdakwa. Tetapi ada bukti tambahan yang menambah kekuatan KPK dalam
menetapkan Miranda S. Goeltom sebagai tersangka yaitu adanya keterangangan saksi yang lain atau keterangan dari beberapa anggota Komisi
IX DPR RI selain Agus Condro dinyatakan sebagai petunjuk. Sehingga ada
tiga bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan Miranda S. Goeltom sebagai tersangka. Bukti keterangan saksi yang lain sah menurut Pasal 44
ayat
2 “
Bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada apabila telah ditemukan sekurang-kurangnya 2 dua alat bukti, termasuk dan tidak terbatas
pada informasi atau data yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan baik secara biasa maupun elektronik atau optic
”. Miranda pun akhirnya dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf b atau
Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 kesatu dan ayat 2 Jo Pasal 56 KUHP
“Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat
atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya”.
Sehingga dapat dipahami bahwa implementasi penetapan tersangka Miranda S. Goeltom sesuai dengan UU KPK dan KUHAP. Tetapi di dalam
melaksanakan kewenangannya sebagai salah satu lembaga independen negara yang mempunyai kekuatan superbody, KPK memiliki satu perbedaan dalam
melakukan pelaksanaan
penyidikan yaitu
tidak dapat
melakukan pemberhentian penyidikan perkara seperti yang bisa dilakukan oleh
Kejaksaan maupun Kepolisian.