“Hmm, begini,” ujar ayah mulai menjelaskan. “Apa yang paling kamu sukai saat ini?”
“Bunga mawar” “Dalam salat, bayangkan saja bagaimana indahnya bunga mawar. Warnanya
yang  menyala,  kelopaknya  yang  tersusun  rapi,  eh  ada  embun  lagi  di  salah  satu kelopaknya. Betul-betul indah, bukan? Nah, selanjutnya, kamu harus ingat, mawar itu
ciptaan  siapa.  Ciptaan  Allah.  Betapa  kuasanya  Allah.  Ingatlah  itu.  Itulah kekhusyukan.”
Karena pendekatan seperti itu, akhirnya Roostien tumbuh dengan penghayatan keagamaan  yang  selalu  menyertakan  nalar.  Roostien  terbiasa  melihat  berbagai
masalah  dari  kacamata  nilai-nilai.  Keislaman  Roostien  tentu  saja  masih  jauh  dari sempurna,  tetapi  ia  bersyukur  bisa  menjadikan  Islam  sebagai  inspirasi  nilai  dan
pengetahuan  dalam  kehidupannya.  Itulah  yang  selalu  ia  ingat  dari  ayahnya. Sederhana dan bersahaja.
Ayah suka mengajak Roostien pergi ke kebun binatang dan pasar buku bekas. Roostien sangat senang mengunjungi pasar buku bekas karena ia bisa berburu buku-
buku Belanda yang sudah usang tapi tergolong buku bagus dan langka. Sesampai di rumah,  ayahnya  akan  membersihkan  sampul  buku-buku  yang  usang  tersebut  dan
menyulapnya menjadi buku baru. Di kebun binatang, Roostien kecil lagi-lagi melihat kekuasaan  Allah.  Ia  terpukau  dengan  „kreativitas’  Allah  mencipta  aneka  ragam
binatang.  Menghayati  bahwa  manusia  di  dunia  tidak  hidup  sendirian.  Melainkan bersama  tumbuhan  dan  hewan  yang  juga  ciptaan-Nya.  Sedang  di  pasar  buku  bekas,
Roostien diajari untuk cinta ilmu pengetahuan dan menghargai buku yang meskipun fisiknya usang namun ilmu di dalamnya tak pernah lekang.
Perpaduan dua karakter orang tua itulah yang membentuk Roostien. Ayahnya pegawai negeri, tertata dan „sangat priyayi’. Sedang ibunya jurnalis sekaligus aktivis
yang  pencilakan  kesana  kemari  mengurus  ini  itu.  Jadi,  jika  orang-orang  melihat Roostien hari ini begitu aktif mengurus „anak jalanan’, anak korban bencana alam dan
korban konflikkekerasan, namun di saat yang lain ia hadir dalam suatu acara formal, maka  sebetulnya  hal  itu  adalah  cerminan  orang  tuanya,  juga  keluarga  yang
membentuknya.
6
C. Karya
1 Lagu
Mengupas Bawang
Karya: Roostien Ilyas
Ibu jangan cari aku Jika aku tidak
Mengupas bawang Ayah jangan marah dulu
Kalau aku tidak mengangkat barang Beri ku kesempatan
Sedikit waktu
6
A. Zakky Zulhazmi dan Nasihin Aziz Raharjo, Tuhan Kenapa Shalat Itu Mahal Ya? Jakarta: Yayasan Nanda Dian Nusantara, 2014, h. 20-24.
Tuk belajar…
7
Begitulah  sebait  lagu  yang  biasa  dinyanyikan  panitia-pendamping  bersama para  peserta  sanlat  yang  kebanyakan  adalah  anak  jalanan  dan  kurang  mampu.
Terdengar  teramat  menyayat  memang.  Namun  seperti  itulah  gambaran  realita  hidup para peserta yang dikepung kemiskinan. Sehingga mereka perlu meminta kesempatan
sedikit waktu kepada ayah dan ibu untuk belajar. Jika diperbandingkan, dari pada menghabiskan waktu seminggu untuk sanlat,
sebenarnya  jauh  lebih  menguntungkan  dan  menghasilkan  uang  jika  mereka  bekerja. Entah  itu
„mengupas  bawang’  atau  „mengangkat  barang.’  Ya,  para  peserta kebanyakan adalah pekerja anak sektor informal. Mayoritas telah putus sekolah. Jadi,
sanlat  adalah  „sedikit  waktu’  mereka  untuk  belajar.  Bergembira,  beristirahat,  dari hiruk pikuk jalanan.
8
2 Lagu
Yasmin
Karya: Roostien Ilyas Ya Allah lindungi Yasmin
Ya Rasul cintai Yasmin Ya Allah peluklah Yasmin
Ya Rasul sayangi kami semua Ashadu ala illaha illallah
Ashadu anna Muhammadar rasulullah
7
Hasil Wawancara dengan Roostien Ilyas, Sabtu. 23 Mei 2015. Pukul 12.30.
8
http:roostienilyas.blogspot.com201311dari-pojok-empati.html?m=1,  diakses  tanggal  13 Oktober 2014 pukul 19.45.
Liriknya  sederhana  dan  sangat  mudah  dihapal.  Lagu  ini  disenandungkan hamper  tiap  malam  sebelum  Yasmin  terlelap.  Roostien  juga  menyanyikan  syahadat
dengan  nada  yang  indah.  Syahadat  pun  tidak  diajarkan  dengan  cara  konvensional yang  kerap  kali  kaku.  Rostien  ingin  tidur  cucunya  diantar  dengan  kalimat-kalimat
yang indah. Dan kalimat syahadat menjadi bagian dari tidur cucunya. Lagu  ini  punya  sifat  cenderung  mudah  diingat.  Lebih-lebih  jika  biasa
dinyanyikan saat  kecil.  Kiranya tak seorang pun tak hapal  lagu  Pelangi-pelangi dan Balonku.  Itu  lantaran  sudah  sejak  kecil  anak-anak  telah  dikenalkan  dan  diajarkan
keindahan  lewat  lagu-lagu.  Maka  ketika  dewasa  yang  diingat  adalah  keindahan- keindahan itu. Bukan kebencian-kebencian.
9
Saat Pesantren Ramadhan anak-anak jalanan lagu ini juga sering dinyanyikan bersama-sama  oleh  Roostien.  Secara  tidak  langsung  lagu  ini  mengajarkan  syahadati
dengan bahasa  yang mudah diingat.  Untuk anak-anak lagu seperti inilah  yang tepat, dengan  syair  yang  sederhana  dan  sedikit  kata-kata  yang  ada  didalamnya.
Membuatnya mudah di ingat serta dipahami maknanya.
3 Buku
Roostien  turut  menyumbang  tulisan  di buku  yang  berjudul  “LAPINDO
HANCURKAN  MARTABAT  BANGSA.”  Penerbit:  GMLL  Gerakan  Menutup Lumpur Lapindo  KalamNusantara Jakarta Indonesia , 2009.
Sebuah buku yang mengungkapkan kejahatan terbesar abad  ini. Kejahatan di negeri Indonesia. Sebuah buku  yang diperbolehkan untuk dikopi dan disebarluaskan
9
A. Zakky Zulhazmi dan Nasihin Aziz Raharjo, Tuhan Kenapa Shalat Itu Mahal Ya? Jakarta: Yayasan Nanda Dian Nusantara, 2014, h. 105-106.