Padahal,  usia  mereka  terpaut  cukup  jauh,  15  tahun.  Tetapi  bagi  mahasiswi  seperti Roostien, pemuda yang dipanggil Mas Ilyas itu justru tampak matang.
Pasangan  ini,  jika  diperhatikan,  sebetulnya  sangat  kontras.  Roostien  yang demonstran  dan  Mas  Ilyas  yang  tentara.  Di  jalan  mereka  bisa  gontok-gontokan,
bahkan  baku  hantam  jika  demonstrasi  memanas.  Namun,  Tuhan  mempertemukan mereka. Perbedaan status lebur. Menyatu dalam cinta yang sama.
Di  sinilah  kehidupan  baru  menanti  Roostien.  Menjadi  istri  seorang  tentara berbeda  dengan  menjadi  istri  orang  biasa.  Roostien  sudah  tentu  harus  bisa
menyesuaikan. Satu hal yang ia yakini: ia tak salah telah memilih Mas Ilyas. Bagaimana  kuliah  Roostien?  Tidak  selesai.  Roostien  memilih  tidak
menyelesaikan kuliahnya.  Bukan karena ia tidak  cerdas, melainkan karena ia terlalu sering  berdebat  dan  adu  argumen  dengan  dosen.  Ujung-ujungnya  mereka  berantem
dan sang dosen ngambek lantas Roostien tidak diperbolehkan ikut ujian. Belum lagi Roostien  sering  meninggalkan  kelas  untuk  urusan  organisasi  dan  demonstrasi.
Lengkaplah sudah. Bangku kuliah memang seperti tidak bersahabat dengan Roostien. Tidak  itu  bangku  kuliah  di  IKIP  Surabaya,  tidak  juga  di  Universitas  Indonesia
Roostien sempat menjadi mahasiswa UI.
4
Waktu  terus  melaju.  Roostien  terus  menapaki  jalan  sebagai  pekerja  sosial. Pengalaman  yang  banyak  kian  menempanya  menjadi  semakin  matang.  Dalam
menangani  masalah  sosial,  ia  hanya  memakai  10  persen  logika,  selebihnya  hati. Kalau pakai logika, semua tak akan jalan, tegas Roostien. Sebab banyak hal-hal yang
4
A. Zakky Zulhazmi dan Nasihin Aziz Raharjo, Tuhan Kenapa Shalat Itu Mahal Ya? Jakarta: Yayasan Nanda Dian Nusantara, 2014, h. 33-39.
tidak  logis  di  dunia  sosial.  Termasuk  soal  finansial,  represi  dari  orang-orang  yang tidak suka dan sebagainya.
Awal mula Roostien bersentuhan dengan dunia sosial adalah saat menangani lokalisasi Kramat Tunggak. Roostien sudah turun ke Kramat Tunggak sejak sebelum
ada  YNDN.  Roostien  melihat  Kramat  Tunggak  dulu  sudah  punya  konsep  bagus. Sudah  ada  pusat  rehabilitasi.  Sayangnya,  pemerintah  mengeluarkan  kebijakan  yang
sembrono dengan membubarkan Kramat Tunggak. Membuat  mereka mengerti untuk  tidak melacur itu tidak semudah membalik
telapak tangan.  Dalam  menangani  pelacur, Roostien menggunakan pendekatan  yang humanis.  Berbenturan  dengan  penggusuran.,  Roostien  mulai  berpikir  untuk
mengubah  strategi.  Ia  sadar,  sebaiknya  ia  tidak  lagi  fokus  pada  pelacur,  melainkan pada  taraf  yang  lebih  awal  lagi,  yakni  anak-
anak., utamanya „anak-anak jalanan.’ia menyebut  apa  yang  akan  dilakukannya  bersama  YNDN  itu  sebagai  tindakan
preventif-edukatif.
5
B. Setting Sosial
Roostien  merupakan  anak  dari  orang  tua  yang  memiliki  sifat  sosialis  dan sederhana.  Keduanya  memberikan  sentuhan-sentuhan  yang  mempengaruhi  Roostien
kelak saat dewasa nanti. Saat  itu  ibunya  pulang  dari  Amerika,  ia  langsung  di  bawa  ke  istana,
menghadap Bung Karno. Saat itu Roostien berumur lima tahun ikut ibunya ke istana. Roostien menyaksikan sang ibu di marahi Bung Karno. Akan tetapi marahnya Bung
5
A. Zakky Zulhazmi dan Nasihin Aziz Raharjo, Tuhan Kenapa Shalat Itu Mahal Ya? Jakarta: Yayasan Nanda Dian Nusantara, 2014, h.51-57.
Karno  bukanlah  marah  yang  membuat  takut  dan  jera.,  melainkan  marah  yang memantik orang untuk bediskusi dan beradu argumen. Pengalaman masuk istana dan
bertemu  orang  nomor  satu  di  Indonesia  membuat  Roostien  terkesan.  Kejadian  itu menempa mentalnya untuk tidak minder dan jadi pemberani.
Dari  sang  ibu  ,  Roostien  mewarisi  semangat  kepedulian  sosial  serta  melihat langsung gambaran seorang aktivis. Sejak kecil Roostien memperhatikan bagaimana
ibunya malang melintang kesana kemari terlibat pelbagai kegiatan. Itu semua terekam dalam  bawah  sadar  Roostien  dan  menemukan  muaranya  ketika  dewasa  :  ternyata  ia
mempunyai panggilan jiwa yang sama dengan ibunya. Berbeda  dengan  sang  ibu,  ayah  Roostien  memiliki  karakter  khas  dalam
mendidik  anak-anaknya.  Teringat  Roostien  sebuah  cerita  :  ketika  kecil  Roostien sering mangkir dari belajar mengaji karena guru mengajinya sangat galak. Sang guru
mengajar  sambil  memegang  rotan.  Salah  lafal,  rotan  itu  dipukulkan  ke  lantai. Mendengar  suaranya  saja  sudah  hampir  merontokan  jantung.  Bagaimana  kalau
sempat mampir ke ujung jari? Untunglah ayah Roostien bisa tampil sebagai pendidik yang baik. Setidaknya
begitu menurut Roostien.  Ayahnya yang pegawai negeri memang tak punya banyak waktu  untuk  terjun  sendiri  mengajari  Roostien  mengaji.  Namun  ayah  Roostien  bisa
menanamkan nilai-nilai agama dengan cara yang begitu pas. Khusyuk  ketika  salat  itu  kok  susah
betul  ya,  Pak,”  tanya  Roostien  suatu ketika.  Guru  agama  di  sekolahnya  mengajarkan  agar  mengingat  Allah  sejak
takbiratulihram  hingga  salam.  Itu  namanya  khusyuk.  Tapi  bagaimana  mengingat Allah tak bisa ia terangkan.
“Hmm, begini,” ujar ayah mulai menjelaskan. “Apa yang paling kamu sukai saat ini?”
“Bunga mawar” “Dalam salat, bayangkan saja bagaimana indahnya bunga mawar. Warnanya
yang  menyala,  kelopaknya  yang  tersusun  rapi,  eh  ada  embun  lagi  di  salah  satu kelopaknya. Betul-betul indah, bukan? Nah, selanjutnya, kamu harus ingat, mawar itu
ciptaan  siapa.  Ciptaan  Allah.  Betapa  kuasanya  Allah.  Ingatlah  itu.  Itulah kekhusyukan.”
Karena pendekatan seperti itu, akhirnya Roostien tumbuh dengan penghayatan keagamaan  yang  selalu  menyertakan  nalar.  Roostien  terbiasa  melihat  berbagai
masalah  dari  kacamata  nilai-nilai.  Keislaman  Roostien  tentu  saja  masih  jauh  dari sempurna,  tetapi  ia  bersyukur  bisa  menjadikan  Islam  sebagai  inspirasi  nilai  dan
pengetahuan  dalam  kehidupannya.  Itulah  yang  selalu  ia  ingat  dari  ayahnya. Sederhana dan bersahaja.
Ayah suka mengajak Roostien pergi ke kebun binatang dan pasar buku bekas. Roostien sangat senang mengunjungi pasar buku bekas karena ia bisa berburu buku-
buku Belanda yang sudah usang tapi tergolong buku bagus dan langka. Sesampai di rumah,  ayahnya  akan  membersihkan  sampul  buku-buku  yang  usang  tersebut  dan
menyulapnya menjadi buku baru. Di kebun binatang, Roostien kecil lagi-lagi melihat kekuasaan  Allah.  Ia  terpukau  dengan  „kreativitas’  Allah  mencipta  aneka  ragam
binatang.  Menghayati  bahwa  manusia  di  dunia  tidak  hidup  sendirian.  Melainkan bersama  tumbuhan  dan  hewan  yang  juga  ciptaan-Nya.  Sedang  di  pasar  buku  bekas,