17
3.5.2 Penyiapan Sampel
Sampel dihomogenkan dengan lumpang dan ditimbang seksama masing- masing 10 g dalam krus porselen.
3.5.3 Proses Destruksi Kering
Sampel yang telah ditimbang seksama 10 g dalam krus porselen, diarangkan di atas hot plate, lalu diabukan dalam tanur dengan temperatur awal
100
o
C dan perlahan-lahan temperatur dinaikkan menjadi 500
o
C dengan interval 25
o
C setiap 5 menit. Pengabuan dilakukan selama 48 jam dihitung saat suhu sudah 500
o
C, setelah itu dibiarkan hingga dingin pada desikator. Bagan alir proses destruksi dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 38.
3.5.4 Pembuatan Larutan Sampel
Abu hasil destruksi dilarutkan dalam 20 ml HNO
3
5 N, lalu dituang ke dalam labu takar 100 ml, dibilas krus porselen dengan aquabidest sebanyak 3 kali
dan dicukupkan dengan aquabidest hingga garis tanda. Kemudian disaring dengan kertas saring Whatman No. 42 dimana 5 ml filtrat pertama dibuang untuk
menjenuhkan kertas saring kemudian filtrat selanjutnya ditampung ke dalam botol. Larutan ini digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Bagan alir
pembuatan larutan sampel dapat dilihat pada Lampiran 4, halaman 39.
3.5.5 Pemeriksaan Kualitatif 3.5.5.1 Kalsium
3.5.5.1.1 Uji Nyala NiCr
Bersihkan kawat NiCr dengan HCl pekat lalu dipijar pada api bunsen sampai tidak memberikan warna khusus pada nyala bunsen. Kemudian celupkan
kawat pada larutan sampel lalu dipijar pada api bunsen, amati warna yang terjadi
Universitas Sumatera Utara
18 pada nyala bunsen. Jika terdapat kalsium akan terbentuk warna merah bata pada
nyala bunsen Vogel,1979.
3.5.5.1.2 Uji Kristal Kalsium dengan Asam Sulfat 1 N
Larutan sampel hasil destruksi sebanyak 1-2 tetes diteteskan pada object glass kemudian ditetesi dengan larutan asam sulfat 1 N vv akan terbentuk
endapan putih lalu diamati di bawah mikroskop. Jika terdapat kalsium akan terlihat kristal berbentuk jarum Vogel, 1979.
3.5.5.2 Besi 3.5.5.2.1 Uji dengan Larutan K
4
[FeCN
6
]
Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 2 ml larutan sampel hasil destruksi, ditambahkan 10 tetes kalium heksasianoferat II. Dihasilkan larutan berwarna
biru tua Vogel, 1979.
3.5.5.2.2 Uji dengan Larutan NH
4
SCN
Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 2 ml larutan sampel hasil destruksi, ditambahkan 3 tetes amonium tiosianat. Dihasilkan larutan berwarna merah
Vogel, 1979.
3.5.6 Pemeriksaan Kuantitatif 3.5.6.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Kalsium
Larutan baku kalsium konsentrasi 1000 μgml dipipet sebanyak 1 ml,
dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan aquabidest konsentrasi larutan
10 μgml. Larutan untuk kurva kalibrasi kalsium dibuat dengan memipet 2,5; 5; 7,5;
10; 12,5 dan 15 ml l arutan baku 10 μgml, masing-masing dimasukkan ke dalam
labu tentukur 25 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan aquabidest larutan ini mengandung 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; 5,0 dan 6,0
μgml dan diukur
Universitas Sumatera Utara
19 absorbansi pada panjang gelombang 422,7 nm, atomisasi dilakukan dengan nyala
udara-asetilen.
3.5.6.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Besi
Larutan baku besi konsentrasi 1000 μgml dipipet sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dan dicukupkan hingga garis tanda
dengan aquabidest konsentrasi larutan 1 0 μgml.
Larutan untuk kurva kalibrasi besi dibuat dengan memipet 1,25; 2,5; 3,75; 5 dan 6,25 ml larutan baku 1
0 μgml, masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan hingga garis tanda dengan aquabidest larutan ini
mengandung 0,5; 1,0; 1,5; 2,0 dan 2,5 μgml dan diukur absorbansi pada panjang
gelombang 248,3 nm, atomisasi dilakukan dengan nyala udara-asetilen.
3.5.6.3 Penetapan Kadar Kalsium dan Besi dalam Sampel 3.5.6.3.1 Penetapan Kadar Kalsium
Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 0,3 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan dengan aquabidest sampai garis tanda
Faktor pengenceran= 25 ml0,3 ml= 83,33 kali. Lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang
422,7 nm, atomisasi dilakukan dengan nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku kalsium.
Konsentrasi kalsium dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.
3.5.6.3.2 Penetapan Kadar Besi
Larutan sampel hasil destruksi dipipet sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan dengan aquabidest hingga garis tanda
Faktor pengenceran= 25 ml10 ml= 2,5 kali. Lalu diukur absorbansinya dengan
Universitas Sumatera Utara
20 menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 248,3 nm,
atomisasi dilakukan dengan nyala udara-asetilen. Nilai absorbansi yang diperoleh harus berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan baku besi. Konsentrasi besi
dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi. Menurut Gandjar dan Rohman 2008, kadar mineral kalsium dan besi
dalam sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut: Kadar mineral
μgg = n
pengencera Faktor
x ml
volume g
sampel Berat
µ i
Konsentras ×
ml g
3.5.7 Analisis Data Secara Statistik 3.5.7.1 Penolakan Hasil Pengamatan
Kadar kalsium dan besi yang diperoleh dari hasil pengukuran masing- masing ke enam larutan sampel, diuji secara statistik dengan uji Q.
Q = terendah
Nilai tertinggi
Nilai terdekat
yang Nilai
dicurigai yang
Nilai −
−
Hasil pengujian atau nilai Q yang diperoleh ditinjau terhadap daftar harga Q pada Tabel 1, apabila QQ
kritis
maka data tersebut ditolak Gandjar dan Rohman, 2008.
Tabel 1. Nilai Q
kritis
pada Taraf Kepercayaan 95 Banyak data
Nilai Q
kritis
4 0,831
5 0,717
6 0,621
7 0,570
8 0,524
Universitas Sumatera Utara
21 Menurut Sudjana 2005, untuk menentukan kadar kalsium dan besi di
dalam sampel dengan taraf kepercayaan 95, α= 0,05, dk= n-1, dapat digunakan
rumus: μ =
X
± t
½ α, dk
. s √n
Keterangan : µ = interval kepercayaan
X = kadar rata-rata sampel
t = harga t tabel sesuai dengan dk = n-1
α = tingkat kepercayaan
s = simpangan baku
n = jumlah perlakuan
3.5.7.2 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Sampel dengan Nilai yang terdapat pada Label Kemasan dan Beda Nilai Rata-Rata Antar Sampel
Pada penelitian dilakukan analisis statistik dari data yang didapatkan dengan menggunakan uji T untuk membandingkan nilai mean bagi suatu variabel
dengan satu nilai yang telah ditetapkan besarnya. Kemudian dilakukan analisis lanjutan dengan menggunakan uji One Way ANOVA yang bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan nilai rata-rata secara signifikan antara 2 kelompok atau lebih Khairunnisa, dkk., 2011.
Data hasil uji T dapat dilihat pada Lampiran 11, halaman 54 dan hasil uji
One Way ANOVA dapat dilihat pada Lampiran 13, halaman 56. 3.5.8 Uji Perolehan Kembali
Recovery
Uji perolehan kembali atau recovery dilakukan dengan metode penambahan larutan baku standard addition method. Dalam metode ini, kadar
mineral dalam sampel ditentukan terlebih dahulu, selanjutnya ditambahkan sejumlah larutan baku ke dalam sampel dan diproses sesuai metode yang
digunakan untuk menetapkan kadar mineral pada sampel. Setelah itu, diukur dan dihitung berapa jumlah larutan baku yang diperoleh kembali Miller, 2005.
Universitas Sumatera Utara
22 Bubur bayi yang telah dihomogenkan ditimbang secara seksama sebanyak
10 gram di dalam krus porselen, lalu ditambahkan 10 ml larutan baku kalsium konsentrasi 1000
μgml dan 0,3 ml larutan baku besi konsentrasi 1000 μgml, kemudian dilanjutkan dengan prosedur destruksi kering seperti yang telah
dilakukan sebelumnya. Menurut Harmita 2004, persen perolehan kembali dapat dihitung dengan
rumus di bawah ini: Perolehan Kembali = C
F
- C
A
x 100 C
A
Keterangan : C
A
= Kadar mineral dalam sampel sebelum penambahan baku mg100 g C
F
= Kadar mineral dalam sampel setelah penambahan baku mg100 g C
A
= Kadar larutan baku yang ditambahkan mg100 g
3.5.9 Simpangan Baku Relatif