Analisis Novel Rojak Ditinjau dari Segi Psikologis

4.2 Analisis Novel Rojak Ditinjau dari Segi Psikologis

4.2.1 Kesepian Manusia dalam kehidupannya selalu mengalami kesepian. Bermacam-macam kesepian yang dialami manusia, antara lain kesepian karena orang tuanya meninggal, ditinggal kekasih dan sebagainya. Kadang-kadang kesepian itu dapat membuat seseorang itu menjadi ketakutan yang sangat dalam sehingga dapat merusak jiwanya. Demikian kuatnya kesepian itu merasuk jiwa seseorang sehingga hidupnya selalu tidak tenang, gelisah, cemas,ketegangan-ketegangan batin yang hebat, membuat dia dapat menjadi frustasi, dan sebagainya. Demikian juga halnya dengan kesepian yang dialami Janice yang disebabkan oleh kegalauan hatinya sejak ditinggal suami dan anak-anaknya ketika pulang ke Indonesia. Kesepian yang dialami Janice dapat dilihat pada kutipan berikut, “ Ibu jadi ke Jakarta dengan Mas Set dan anak-anak. Mereka pergi dengan banyak alasan. Hatiku gundah gulana. Mereka seperti pindah dan meninggalkanku. Kalau tidak, mengapa Ibu mengepak hamper semua barang-barangnya? Yang tertinggal hanya beberapa handuk dan kain seprai yang dibawanya dulu. Aku rasanya seperti dilempar ke laut. Aku penuh kemelut” Rojak: 154. Kutipan di atas adalah penggambaran hati Janice pada hari pertama saat Ibu mertua, suami dan anak-anaknya pulang ke Indonesia. Di apartemennya hanya ia dan Ipah pembantunya saja yang tinggal. Pada awalnya ia juga ingin ikut ke Indonesia tetapi karena pekerjaan mengurungkan niatnya untuk ikut. Kesepian Janice juga terlihat pada kutipan berikut, “ Tapi ada yang tidak klop dan tidak benar. Mengapa ketika memeluk Boy dan Mei-Mei aku seperti akan berpisah lama. Begitu berat rasanya.Mengapa ketika mencium Mas Set seperti aku akan Universitas Sumatera Utara kehilangannya. Begitu menyesakkan rasanya.. mengapa ketika Ibu pergi aku justru ingin ia kembali? Mengapa?.” Rojak:155. Selama ini Janice memang tidak begitu akur dengan Ibu Mertuanya. Tetapi pada saat Ibu pergi ia justru merasa kehilangan. Apalagi ia juga baru ditinggal pergi oleh Ibu kandungnya karena penyakit SARS. Ia benar-benar merasa sangat kesepian. Jiwa manusia saat lahir adalah putih bersih, bagaikan kertas yang belum ditulisi atau bagaikan tabula rasa, akan menjadi apakah orang itu kelak, sepenuhnya tergantung kepada pengalaman-pengalaman apakah yang mengisi tabula rasa tersebut. Pengalamanlah yang penting untuk menentukan faktor-faktor kejiwaan seseorang. Misalnya seseorang itu akan menjadi orang baik atau jahat sepenuhnya tergantung pada pengalaman-pengalaman yang diperolehnya. Lingkungan tempat seseorang itu berada hidup juga faktor yang penting untuk membangun kepribadiannya, misalnya lingkungan keluarga, lingkungan sekolah atau lingkungan kerja, masyarakat, dan juga menyangkut status sosial, ekonomi, atau segala sesuatu yang mengelilingi seseorang itu sepanjang hidupnya, baik dengan keadaan alam di mana ia berada. Tanpa lingkungan yang mempengaruhinya seseorang tidak ada artinya, sebab manusia tidak akan pernah lepas dari lingkungannya. Kesepian yang dirasakan Janice juga terlihat pada kutipan berikut, “ Duh. . . kepalaku. Belum pernah seperti ini. Seperti semen-semen yang dibor dan palu-palu yang dipaku. Aku mendadak sedih, aku seperti ditinggal sendiri. Aku keledai, yang akan ditembak karena kakiku patah dan sudah tidak bisa mengangkat beban. Aku seperti menunggu mati. zRasa sedih, sakit dikhianati, dan ketakutan tak terperi. Sepi..” Rojak:160. Dari kutipan di atas jelas sangat terlihat kesepian yang dirasakan Janice benar- benar menyiksa batinnya. ia sampai tidak tahu lagi harus berbuat apa. Dengan Universitas Sumatera Utara kepulangan suaminya ke Indonesia yang sepertinya tidak akan kembali ke Singapore lagi semakin membuatnya merasa kesepian. Janice merasa tidak siap untuk kehilangan suami dan anak-anaknya. 4.2.2 Frustasi Adanya kesulitan atau masalah, akan membuat seseorang bisa menjadi ambruk atau lebih maju. Ini tergantung pada seseorang yang menghadapinya, sebab masalah itu ibarat pisau atau pedang yang bisa bermanfaat bagi manusia, atau bisa juga melukainya. Saat ini kita sering menemui orang mengalami suatu kegagalan. Kegagalan ini biasa disebut orang dengan frustasi. Adapun penyebab frustasi itu disebabkan oleh faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar berasal dari lingkungan luar orang itu sendiri, sedangkan faktor dalam adalah faktor yang berasal dari diri seseorang itu sendiri. Bermacam-macam penyebab timbulnya frustasi, diantaranya ialah kegagalan dalam pekerjaan, kegagalan dalam bercinta, kegagalan dalam studi, perceraian orang tua, atau kurangnya kasih saying orang tua terhadap anak dan sebagainya. Sebelum penulis melangkah pada permasalan selanjutnya, maka di sini akan diuraikan terlebih dahulu apa pengertian dari frustasi itu. Menurut Taufik Hadi 1990: 123, pengertian frustasi sebagai berikut, “ Frustasi merupakan suatu keadaan di mana satu kebutuhan tidak dapat terpenuhi dan tujuan tidak tercapai. Sehingga seseorang dapat mengalami hambatan atau hambatan dalam usahanya untuk mencapai satu tujuan.” Dari pengertian di atas seseorang akan mengalami suatu frustasi, apabila obyek dan tujuan tidak tercapai karena satu atau beberapa hal yang menghalanginya. Namun perlu diketahui bahwa frustasi dapat mengambil reaksi yang positif bila seseorang Universitas Sumatera Utara mengalami frustasi itu menyadari sepenuh hati, bahwa sebenarnya frustasi bukan merupakan jawaban dari kegagalan, dan reaksi yang negatif jika sikap orang yang frustasi mengalami penyimpangan dari sikap manusia normal. Menurut Rosi 1996:87, “Frustasi adalah suatu keadaan dalam diri individu yang disebabkan oleh tidak tercapainya kepuasan atau tujuan akibat adanya halangan atau rintangan dalam mencapai usaha atau tujuan tersebut.” Dari penjelasan di atas maka frustasi yang dialami Janice terlihat pada kutipan berikut, “ Aku membantu ibu menghilangkan kulit ayam ketika makan siang, serta mengisi gelasnya dengan air putih. Sebagaimanapun aku melayaninya, aku tetap dianggapnya bodoh dan ceroboh. Tidak benar dan tidak berkenan. Aku, pemelik apartemen ini, adalah pembantunya.” Rojak:23. Janice merasa semua pekerjaan yang dilakukannya tetap salah dimata ibu mertuanya. Tidak pernah berkenan di hatinya, padahal ia merasa telah melakukannya dengan maksimal. Pada saat itu, ia merasa suaminya dapat membelanya, tetapi itu hanya harapan karena Setyo sangatlah patuh dan tidak pernah membantah ibunya. Berikut ini kutipan di mana Janice juga merasa frustasi dan hatinya yang tak menentu akibat suaminya yang sedang mengalami masalah dalam pekerjaannya, “ Tidak ada pemecatan kok, Jan. Cuma aku harus bekerja lebih keras`lagi dan aku terpaksa sering ke luar negeri untuk mencoba menarik klien dari sana. Perusahaanku akan mengirimku ke Bintan, Batam, hingga ke Hongkong dan Beijing. Tetapi aku punya firasat tidak enak Jan. aku dan beberapa karyawan asing yakin benar, jika perekonomian Singapura terus memburuk, entah apa yang terjadi. Tidak mungkin kami akan di- phk…” Aku memeluk Mas Set. Aku takut berkata-kata dan menanggapi. Bukankah pria sangat sensitif seputar pekerjaan? Aku tidak mau berkeluh kesah, itu cuma akan membuatnya , semakin hilang semangat dan kepercayaan padaku. Biarlah, toh aku juga bekerja, pikirku. Aku lebih khawatir akan keadaan jiwa Mas Set. Kian hari wajahnya kian muram. Kian hari pula Ibu seperti menyalahkan diriku atas perubahan wajah Universitas Sumatera Utara anaknya. Sering kudengar ia mengomel-ngomel sendiri dengan bahasa daerahnya. Aku tahu pasti, dari nadanya, ia menyindirku. “Wong omah kuwi mestine seneng, bahagia. Mestine isteri nyenengna bojo. Iki kok ora. Kowe kok lesu kaya ngono ‘to le. Ana apa?”. orang menikah mestinya seneng, bahagia. Mestinya sang isteri menyenangkan suami. Ini kok tidak. Wajahmu kok lesu seperti itu anakku, ada apa?. Rojak:60. Dari kutipan di atas terlihat Janice mengalami frustasi dalam hidupnya. Di mana ia sangat mengerti keadaan suaminya yang sedang mengalami masalah dalam pekerjaannya. Ia tidak mengerti mengapa ia yang disalahkan oleh ibu mertuanya. Sebenarnya Janice juga merasa ragu untuk mendukung dan mengijinkan suaminya untuk pergi bekerja ke luar negeri, karena hatinya merasa kepergian suaminya ke luar negeri bukanlah semata hanya untuk urusan pekerjaan saja, tetapi juga untuk main gila dengan perempuan lain. Tetapi ia masih berusaha untuk meredam pikiran buruk itu, karena ia masih mencintai dan ingin sepenuhnya untuk percaya dengan suaminya. Dalam keadaan seperti ini, Janice merasa bingung dan frustasi untuk menghadapi masalah dalam rumah tangganya. Janice juga semakin merasa dirinya selalu salah dimata Ibu mertuanya, ini terlihat pada kutipan berikut, “ Mas Set seperti pijar lampu yang meredup, terus meredup. Ia juga tidak pernah membelaku. Bukannya dari dulu ia selalu membelaku, tetapi paling tidak sebelum pekerjaannya memburuk, Mas Set sering menghiburku jika ibunya menyindir. Kini Mas Set mirip mainan mobil- mobilan Boy yang baterainya soak. Diam tak mau, tapi bergerak setengah-setengah dan pelan.” Rojak:61. Dalam keadaan dirinya yang tidak stabil karena masalah dalam rumah tangganya, ibu mertuanya juga semakin menambah masalah dan semakin ikut campur dalam urusan rumah tangga mereka. Universitas Sumatera Utara Kekalutan hati Janice juga terlihat pada kutipan berikut, “ Aku memejamkan mata dan membungkukkan tubuhku, mengistirahatkan kepalaku dipangkuanku sendiri. Setelah ini, aku harus mengecek apakah Ipah sudah mempersiapkan makan malam, apakah Boy sudah mengerjakan pekerjaan rumahnya, apakah Mei-Meri sudah makan, dan apakah ibu baik-baik saja. Aku tidak perlu bertanya-tanya lagi bagaimana kabar Mas Set, karena sudah berbulan-bulan wajahnya masih suram. Pulang dari Malaysia, Bintan, dan Thailand, wajahnya tetap suram, katanya di sana perekonomian juga jelek. Aku ingin menjadi tiang penyangganya, tapi ia lebih senanang dengan kakinya sendiri. Ketika kuajak jogging, ia lebih memilih tidur.” Rojak:62. Dari kutipan di atas, Janice merasa serba salah. Ia mengijinkan suaminya untuk pergi ke luar negeri untuk menyelesaikan pekerjaannya di sana. Tetapi ketika kembali pulang wajah suaminya tetap suram. Ia semakin heran, untuk apa pergi kalau ternyata tidak membawa kemajuan dalam hal pekerjaannya. Dengan tugas Ipah yang tak lain adalah pembantunya juga ia semakin tak habis pikir. Ipah tetap saja tidak dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Padahal ia telah hampir setahun bekerja bersama Janice. Hal itu juga yang membuat ibu mertuanya dari pertama bertemu dengan ipah sampai sekarang tidak pernah simpati dengannya. Dilain waktu Janice merasa ibu mertuanya semakin ingin menguasai rumah tangganya. Berikut ini kutipannya, “Ma bertanya padaku ketika ia melihat mengapa wajahku muram. Kukatakan bahwa ibu di rumah selalu mengajari anak-anakku menyanyi Jawa. Aku bilang, sebagai balasannya aku sering bernyanyi lagu-lagu Cina yang kukenal ketika taman kanak-kanak dulu. Ma malah tersenyum dan berkata, Rojak rasanya macam-macam.” Ma bilang, jangan merusak ‘rasa’ rojak dengan memberi terlalu bumbu pedas. Kata Ma, sebaiknya aku mencoba menggapai hati ibu, daripada menentangnya. Ma menyarankan aku berdendang dan berpantun di depan anak-anak dengan bahasa Melayu bercampur Cina atau bahkan Indonesia.” Rojak: 83. Ibu Janice selalu memberi semangat kepadanya agar ia juga tidak terlalu memikirkan dengan masalah yang dihadirkan oleh ibu mertuanya. Dukungan seperti Universitas Sumatera Utara inilah yang sebenarnya ia perlukan dari suaminya, tetapi Setyo tidak pernah mau mengerti apa isi hati Janice. Berikut ini kutipan tentang penyesalan dan perasaan bersalah ketika Janice mendengar bahwa ibunya terkena penyakit SARS, “Karma. Susan berbicara seperti Ma. Keluargaku percaya karma, sebab akibat. Sebagai penganut aliran Taoisme dan segala paham tradisional Cina lainnya, Ma percaya jika orang berbuat di luar norma manusia yang terhormat maka bentuk balasan akan berbalik ke dirinya atau ke keluarganya. Aku takut Ma sakit karena perbuatanku. Aku egois dan tidak jujur pada Mas Set, suamiku. Kakiku rasanya gemetar. Kurasakan bumi mengguncangku, memberiku karma.” Rojak: 118-119. Janice teringat akan kesalahan yang telah dilakukannya. Ia teringat karena ia telah berselingkuh dan mengkhianati suaminya. Di dalam penelitian ini, penulis tidak hanya membicarakan keadaan frustasi yang dialami oleh tokoh utama saja. Tetapi tokoh yang lain juga walaupun tidak semua tokoh dan tidak banyak masalah yang diuraikan oleh penulis. Seperti kutipan di bawah ini, di mana pengarang menceritakan keadaan Setyo yang frustasi karena mengetahui bahwa ia bukanlah anak kandung ibunya, “ Setyo tidak percaya apa yang didengarnya. Apa? Bukan anak kandung? Bagaimana bisa? Dari kecil ia tidak pernah mengingat perempuan lain yang disebutnya ibu, selain ibu ini. Perempuan Jawa yang anggun dan menyayanginya.”Rojak:149. Setyo benar-benar tidak percaya bahwa ia bukanlah anak kandung ibunya. Ia juga tidak percaya bahwa ibunya menyimpan rahasia sampai selama ini. Di saat ia sedang mengalami masalah dalam pekerjaannya, sampai akhirnya ia berhenti dari pekerjaannya. Belum lagi masalah dalam rumah tangganya. Setyo sebenarnya merasa kasihan dengan isterinya, tetapi ia merasa tak punya kuasa untuk membantah perintah ibunya untuk pulang ke Indonesia dan meninggalkan isteri yang dicintainya di Singapore. Universitas Sumatera Utara Dari kutipan dan uraian di atas, dapat dilihat bahwa factor penyebab frustasi adalah keadaan jiwa kita yang tidak stabil. Semuanya tergantung diri kita sendiri, bagaimana menyikapi masalah yang sedang kita hadapi. Jika kita menghadapi masalah dengan positif, kita pasti dapat melalui dan menyelesaikan masalah itu. Jika kita menghadapi masalah itu dengan negatif, kita akan tenggelam dan terjerumus dalam masalah itu. 4.2.3 Kepribadian Sigmund Freud Agus Sujanto, dkk, 1980: 59-62 mengatakan bahwa dalam diri seseorang terdapat tiga system kepribadian, yaitu: 1. Das Es the id, yaitu aspek biologis 2. Das Ich the ego , yaitu aspek psikologis 3. Das Uber Ich the super ego , yaitu aspek sosiologis. 1. Das Es Aspek Biologis Das`Es dalam bahasa Inggris the id, disebut juga Freud system der unbewusten. Aspek ini adalah aspek biologis dan merupakan system yang orisinil di dalam kepribadian. Dari aspek inilah kedua aspek yang lain tumbuh. Das Es itu merupakan dunia batin atau dunia subyektif. Das Es berisikan hal-hal yang dibawa sejak lahir unsur- unsur biologis , termasuk insting-insting. Das Es adalah energi psikis yang menggerakkan Das Ich dan Das Uber Ich, energi psikis di dalam Das Es itu merupakan perangsang dari luar maupun dari dalam. Apabila energi meningkat, maka akan menimbulkan ketegangan-ketegangan dan menimbulkan pengalaman tidak menyenangkan yang oleh Das Es tidak dapat dibiarkan, karena itu apabila energi Universitas Sumatera Utara meningkat yang berarti ada tegangan, segeralah Das Es mereduksi energi itu untuk menghilangkan rasa tidak enak itu. Jadi yang menjadi pedoman dalam fungsinya Das Es ialah menghindarkan diri dari ketidakenakan dan mengejar keenakan atau disebut prinsip kenikmatan. Dari penjelasan di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa sikap suami Janice yang tidak menghargai dirinya dan lebih cenderung membela ibunya membuat timbulnya ketegangan-ketegangan atau konflik-konflik dalam dirinya. Semula Janice bertanya-tanya dengan sikap suaminya yang wajahnya semakin terlihat muram setelah pulang bekerja dari luar negeri. Janice mencoba untuk bersabar, tapi lama-kelaman sikap suaminya semakin menyakitkan hati, demikian juga dengan sikap ibu mertuanya yang semakin ikut campur dalam semua urusan rumah tangganya sehingga menimbulkan ketegangan dan pengalaman yang tidak menyenangkan itu dengan sikap berontaknya. Das Es batin Janice mengambil tindakan untuk membalas dengan jalan mengkhianatinya. Tindakan Rina itu untuk mendapatkan kepuasan batinnya sendiri. Ia berfikir bukan hanya suaminya saja yang bisa mengkhianati, ia juga bisa. “Aku rela melakukan apa saj untuknya. Aku mencandunya. Sepertinya getaran hebat di dalam dadaku terlepas dan energiku bertambah setiap bertemu dan bercinta dengannya. Aku harus menemuinya, kalau tidak aku akan kehilangan oksigen dan napasku akan satu-satu dan mungkin berhenti. Aku mungkin sudah gila. Aku ini perempuan bersuami, mana punya dua anak pula. Apa yang kupikirkan? Menemuinya…di Jepang. Aku gila kali ya? Tapi kami tidak lagi rutin bertemu. Aku merindukannya. Setelah hampir setahun rutin bertemu, lalu tiba-tiba tidak bertemu. Aku harus bertemu. Sepertinya aku memang gila. Bukan karena meninggalkan suami, toh aku tahu di luar negeri sana Mas Set juga main gila dengan perempuan lain, untuk apa aku harus susah-susah menjaga kesetiaan sementara suamiku mencampakkan kesetian itu. Rasanya tidak ada pengaruhnya. Tetapi yang kumaksud, meninggalkan anak-anakku? Lalu rumah ini siapa yang mengatur? Ah, biarkan saja ka nada si ibu ningrat itu yang tahu segala-galanya. Rumah ini akan baik-baik saja. Aku harus Universitas Sumatera Utara menemui jantungku, yang memompa oksigen bagi kehidupanku. Aku berteguh, harus menemuinya, harus.” Rojak: 89-90. 2. Das Ich Aspek Psikologis Das Ich dalam bahasa Inggrisnya disebut juga system des bewussten verbewusten. Aspek ini adalah aspek psikologis dan timbul karena kebudayaan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan realitas . Sebagai contoh orang yang merasa lapar harus makan untuk menghilangkan ketegangan yang ada di dalam dirinya. Ini berarti bahwa organisme harus dapat membedakan antara khayalan tentang makanan. Di sinilah letak perbedaan pokok antara das es dan das ich yaitu kalau das es itu hanya subyektif dunia Batin maka das ich dapat membedakan sesuatu yang hanya ada di dalam batin dan sesuatu yang ada di luar dunia batin dunia obyektif , dunia realita . Di dalam fungsinya, das ich berpegang pada prinsip kenyataan atau prinsip realita dan bereaksi dengan proses sekunder. Tujuan realitas prinsip itu adalah mencari obyek yang tepat serasi , untuk mereduksi tegangan yang timbul dalam organisme. Proses sekunder itu adalah berpikir realistis dengan mempergunakan proses sekunder das ich merumuskan suatu rencana untuk perumusan kebutuhan dan mengujinya biasanya suatu tindakan untuk mengetahui apakah rrencana itu berhasil atau tidak. Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa proses das ich yang timbul dalam diri Janice adalah ketika Janice mulai berhubungan dengan seorang laki-laki yang bernama Eric Tan yang sangat mencintainya dan juga sangat dicintainya, padahal ia masih mempunyai Setyo suaminya. Eric Tan yang tak lain adalah pelatih yoga Janice. Tetapi karena Eric dijodohkan oleh orang tuanya mereka berpisah. Eric tiba-tiba menghilang begitu saja bagai ditelan bumi akhirnya mereka berpisah. Universitas Sumatera Utara Akibat perpisahan itu Janice mengalami ketegangan-ketegangan yang timbul dalam dirinya, sehingga membuat ia uring-uringan dalam menjalani kehidupan rumah tangganya. Belum lagi masalah ia dan suaminya, masalah yang ditimbulkan oleh ibu mertuanya, masalah anak-anak yang terbengkalai, pembantunya yang semakin hari semakin membuat ulah dengan hamil tanpa ia tahu siapa yang menghamilinya. Banyak konflik yang dialami Janice antara das es dan das ich. Akhirnya Janice hanyut dalam semua masalah yang tidak bisa ia kendalikan. Pada saat ia mengetahui suami dan anak-anaknya tidak akan kembali ke Jakarta lagi, Eric yang tak lain selingkuhannya, menghilang tiba-tiba, ibu kandung yang selama ini memberi semangat padanya meninggal dunia akhirnya Janice menganiaya pembantunya dengan cara menyiram air panas ke seluruh badan Ipah. Padahal Janice adalah seorang wanita yang sabar dan lemah lembut. Tetapi karena masalah-masalah yang menghampirinya datang secara bersamaan, ia tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri. Akibat perbuatannya itu, akhirnya Janice harus dipenjara. “ Seorang monster tinggalnya di ruang bawah tanah, pengap berdebu dan tidak berbantal. Ia bisa berubah wujud kapan saja dan menggetarkan bumi, karena siapa yang mendengar dan peduli? Salah sendiri jadi monster ketika darah meninggali. Salah sendiri menyiram air panas ke tubuh bersisik perempuan ular berkali-kali. Bisa jadi ular kehilangan perut buncit dan menggeliat-geliat dengan tangan menggapai. Yang jelas kini monster mengerang. Sepi. Sendiri. Alam tenang, monster menghilang. Kini aku kembali ke bumi. Tapi pusing bukan kepayang karena si monster merusak masa gemilang. Aku mendekap meratap diri. Hu hu..huhuhuhu… mana suamiku, mana anakku? Mana gumpalan darah dan daging yang disebut manusia, makhluk lain serupaku? Ke mana mereka? Jangan tinggalkan aku, jangan tinggalkan aku. Ingat, perempuan itu bukan hanya pembantuku bisa jadi ia memukul mereka, anak-anakku. Bukan Cuma membersihkan ttemapt tidurku, tapi mungkin juga menidurinya saat aku tidak tahu. Bisa jadi ia berhubungan badan dengan pria-pria. Mungkin Boy tahu, mungkin Mak Cik Mirah tetanggaku juga tahu. Bukankah ia pernah bertanya soal Ipah. Mungkin yang dimaksud tamu-tamu pria Ipah. Astaga jangan-jangan salah satu Universitas Sumatera Utara pria itu suamiku…ayah Boy Bukankah ia perempuan ular yang membawa bola-bola rambutnya bercampur, mungkin rambut suamiku? Apakah aku perempuan yang berhati rupawan. Mendatangkannya baik- baik dari desa entah apa. Memberinya kasur dan bantal tinggi, mungkin tidur terenak selama hidupnya. Makanan yang masuk sama dengan yang masuk ke mulutku. Membiarkannya lepas bersenang-senang dengan segala gaya yang ia suka. Lalu, ia membawa bola rambut kusut dan foto suamiku. Bros Ma tak kurang dicurinya pula. Ulahnya menenung keluargaku membuatku menjadi monster. Ketika buruk rupanya terlihat ular, aku dipaksanya menjadi monster yang tak kutahu. Ia tidak mati. Menggelepar di ruang putih di rumah sakit. Kehilangan isi perutnya, kehilangan wajah dan kulit mulusnya, terkelupas karena air yang mendidih yang disiramkan monster. Paling tidak ia tidur berbantal. Sedangakan aku? Kehilangan bantal karena ia. Siapa tahu selelah ini orang masih melihatku seperti monster dan memukuliku hingga akhirnya membiarkanku mendekam di satu ruangan untuk bertahun- tahun sampai membusuk. Menggelambir, tua. Mati. Di sini. Mana suami dan anak-anakku? Apakah mereka telahteracuni? Kemana mereka pergi? Tidakkah mereka percaya padaku? Bukankah ibu suamiku yang memberi tahu bhwa perempuan yang kusimpan dirumahku bisa jadi sundal dan membawa petaka? Mengapa aku di sini? Kemana suami dan anak-anakku? Jika mereka tidak menginginkanku, ke mana belahan hatiku yang lain? Mana Eric? percayakah ia padaku? Bukankah kami pernah berbagi tubuh,ia menyimpan secuil apa yang kurasa? Bukankah kami yin tang, pasangan sempurna? Apakah Eric percaya padahal mungkin suami, anak-anak dan yang lain tidak? Apa ia sendiri berbohong padaku?.” Rojak:169-171 3. Das Uber Ich Aspek Sosiologis Das uber ich adalah aspek sosiologis dari kepribadian yang merupakan wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana ditafsirkan orang tua terhadap anak-anaknya, yang diajarkan dengan berbagai perintah dan larangan. Das uber ich lebih merupakan kesempurnaan daripada kesenangan. Karena itu das uber ich dapat pula dianggap sebagai aspek moral dari kepribadian. Fungsinya yang pokok ialah menentukan apakah sesuatu benar atau salah, pantas atau tidak, dengan demikian pribadi dapat bertindak sesuai dengan moral masyarakat. Universitas Sumatera Utara Apa yang dilakukan Janice dengan berselingkuh dengan Eric adalah perbuatan yang melanggar norma-norma sosial yang tidak sesuai dengan moral agama dan masyarakat. Karena Janice masih sah menjadi isteri setyo. Apabila kita memandang dari segi budaya atau kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh orang Barat dengan orang Timur jelas sangat jauh berbeda. Di mana yang membedakan pemikiran orang Barat dengan orang Timur itu dapat kita lihat dari empat segi, yaitu: 1. Culture kebudayaan 2. Nature alam 3. Human right hubungan masyarakat 4. Way of life cara hidup . Sebagai wanita Timur seharusnya Janice dapat menjaga dan membatasi diri dari pandangan-pandangan dunia Barat yang tidak sesuai dengan norma-norma Timur.

4.3 Hubungan Sastra dengan Psikologi