Kebijakan Tax Planning Untuk Menyesuaikan Pendapatan Dan Beban Dalam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan

(1)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM S-1 EKSTENSI MEDAN

S K R I P S I

KEBIJAKAN TAX PLANNING UNTUK MENYESUAIKAN

PENDAPATAN DAN BEBAN DALAM PERHITUNGAN

PAJAK PENGHASILAN PADA PT. SOFARA CIPTA KIRANA

MEDAN

OLEH :

NAMA : AHMAD JUFRI HARAHAP

NIM : 060522087

DEPARTEMEN : AKUNTANSI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : “Kebijakan Tax

Planning Untuk Menyesuaikan Pendapatan dan Beban Dalam

Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan”.

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasi, atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi level Program Ekstensi S-1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas apa adanya. Dan apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh perusahaan.

Medan, 14 Januari 2009 Yang Membuat Pernyataan

Ahmad Jufri Harahap Nim : 060522087


(3)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrohim, Assalamulaikum Wr. Wb.

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, kekuatan, dan karunia-Nya penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada Universitas Sumatera Utara untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi. Adapun skripsi ini berjudu l :

“Kebijakan Tax Planning Untuk Menyesuaikan Pendapatan dan

Beban Dalam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta

Kirana Medan”.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan, baik dari segi isi maupun cara penyajiannya. Hal ini disebabkan keterbatasan kemampuan yang penulis miliki. Namun demikian, penulis akan tetap berusaha untuk memperbaiki diri lebih baik lagi dimasa yang akan datang.

Skripsi ini penulis persembahkan terutama untuk keluarga yaitu,: Ayahanda Alm. Darwis Ramlan Harahap, Ibunda Hj. Raudah Rambe, Kakanda Chairani Anita Harahap, SE, Kakanda Nellyana Harahap, AMK, Kakanda Nurhafni Harahap, AM.Keb, serta Abang Briptu Imballo Iskandar Harahap.

Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya pada semua pihak, yaitu kepada ;

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(4)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009 iii

2. Bapak Drs. Arifin Akhmad, M.Si, Ak dan Bapak Fahmi Natigor Nasution, SE, M.Acc, Ak selaku Ketua Departemen dan Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Iskandar Muda, SE, M.Si, Ak selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Drs. H. Arifin Lubis, MM, Ak dan Bapak Drs. Chairul Nazwar, M.Si, Ak selaku dosen pembanding/penguji yang telah banyak memberikan kritik dan sarannya bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Arifin Hamzah, MM, Ak selaku dosen wali penulis selama masa perkuliahan.

6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu semasa perkuliahan.

7. Manajer Personalia PT. Sofara Cipta Kirana Medan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan riset diperusahaan tersebut.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membacanya.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Medan, 14 Januari 2009 Penulis

Ahmad Jufri Harahap Nim : 060522087


(5)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

iv

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dengan jelas kebijakan tax planning untuk menyesuaikan pendapatan dan beban dalam perhitungan pajak penghasilan yang dilakukan pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku saat ini.

Jenis penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian deskriptif, jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder, teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah wawancara, dokumentasi dan metode analisis data adalah metode deskriptif, yaitu suatu metode analisis dimana metode data dikumpulkan, disusun, diinterprestasikan, dianalisis, sehingga memberikan keterangan yang lengkap bagi pemecahan masalah yang dihadapi.

Perencanaan pajak (tax planning) merupakan bagian dari manajemen pajak. Perencanaan pajak merupakan upaya legal yang dapat dilakukan oleh wajib pajak untuk penghematan (pengurangan) pajak. Kebijakan tax planning yang dilakukan pada tahun 2007, adalah dengan memaksimalkan beban fiskal yang merupakan beban untuk menagih, mendapatkan, dan memelihara penghasilan, beban makan bersama untuk seluruh pegawai di tempat kerja, beban penyediaan pakaian dan peralatan bagi pegawai bagian proyek untuk keamanan/keselamatan kerja yang diwajibkan, serta beban handphone dan voucher/pengisian pulsa terkait dengan jabatan dan pekerjaan.

Langkah tax planning yang telah ditempuh menghasilkan penghematan kas sebesar Rp 11.929.200. Apabila tanpa tax planning perusahaan harus membayar pajak penghasilan sebesar Rp 22.667.900. Sedangkan setelah melaksanakan tax planning perusahaan hanya membayar pajak penghasilan sebesar Rp 10.738.700. Perlu diperhatikan dalam tax planning adalah pihak manajemen harus benar-benar memahami peraturan perpajakan yang berlaku dan selalu mengikuti perubahan dan perkembangannya.

Kata Kunci : penghematan pajak, beban fiskal, koreksi fiskal, perencanaan pajak, pajak penghasilan.


(6)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009 v

ABSTRACT

Pursuant clarification make research that to find applying of tax planning policy for adjust income and expense on calculation income tax in PT. Sofara Cipta Kirana Medan be based on tax regulation in effect nowadays.

The research kind which to execute writer is descriptive research, data a kind which use is primary data and secondary data, techniques of kind by data collecting is writers are documentation, interview and method analyze data is descriptive method, that is method analyze where data method collected, to be compiled, interpretation, analyzed, so that give complete description for trouble shooting faced.

Tax planning is part of tax management. Tax planning is legal efforts can do it by tax payer for tax saving (decrease tax). Tax planning is applied for justifying the company’s tax saving policy. These attempts in 2007, were maximize fiscal expense there are expense collect, get, and take care of income, eating consume expense for all employee in work place, preparing battle dress and equipment project employee for job safety, handphone and voucher expense related position and job.

Tax planning applied last year has resulted in a cash saving as much as Rp 11.929.200. When without tax planning company’s must income tax pay as much as Rp 22.667.900. While implementing tax planning company’s only income tax pay as much as Rp 10.738.700. Things which should be paid attention on is that the management has to deeply understand the tax regulation related to their business. They will also have to keep an eye on the tax regulation changes and the latest development.

Keywords : tax saving, fiscal expenses, fiscal correction, tax planning, income tax.


(7)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009 vi

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Batasan Masalah ... 4

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tax Planning (Perencanaan Pajak) ... 5

1. Manfaat Tax Planning. ... 7

2. Jenis-jenis Tax Planning ... 7

B. Pajak Penghasilan ... 9

1. Subjek Pajak Penghasilan ... 9


(8)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009 vii

3. Objek Pajak Penghasilan. ... 10

C. Laba Akuntansi ... 12

D. Penghasilan Kena Pajak ... 14

E. Beda Tetap (Permanent Differences) dan Beda Waktu (Temporary Differences) ... 23

F. Koreksi Fiskal ... 26

G. Manajemen Pajak ... 34

1. Strategi Dalam Tax Planning ... 35

2. Motivasi Dilakukannya Tax Planning ... 38

3. Langkah-langkah Dalam Tax Planning ... 43

4. Kebijakan Tax Planning Untuk Pajak Penghasilan ... 50

H. Kerangka Konseptual ... 51

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Dilaksanakannya Penelitian ... 54

B. Jenis Penelitian ... 54

C. Jenis dan Sumber Data ... 54

D. Teknik Pengumpulan Data ... 55

E. Metode Analisis Data ... 55

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum PT. Sofara Cipta Kirana Medan ... 56

1. Sejarah Singkat Perusahaan... 56

2. Struktur Organisasi Perusahaan ... 57


(9)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009 viii

4. Penyajian Laporan Laba Rugi dan Neraca Sebelum

Kebijakan Tax Planning ... 62 B. Analisis Hasil Penelitian ... 65 1. Penyajian Laporan Laba Rugi dan Neraca Setelah

Kebijakan Tax Planning ... 65 2. Kebijakan Tax Planning Untuk Menyesuaikan

Pendapatan dan Beban Dalam Perhitungan Pajak

Penghasilan ... 70 3. Pajak yang Dibayar Dengan Kebijakan Tax

Planning ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 75 B. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA


(10)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009 ix

DAFTAR TABEL

Tabel Judul

Tax Planning ... 73

Halaman

Tabel 2.1 Koreksi Fiskal Atas Beban Untuk

Kepentingan Pemegang Saham ... 30 Tabel 2.2 Koreksi Fiskal Atas Pembentukan

Dana Cadangan ... 31 Tabel 2.3 Koreksi Fiskal Atas Imbalan

Dalam Bentuk Natura ... 31 Tabel 2.4 Koreksi Fiskal Atas Pembayaran

yang Melebihi Kewajaran ... 32 Tabel 2.5 Koreksi Fiskal Atas Sumbangan ... 33 Tabel 2.6 Koreksi Fiskal Atas Sanksi Ketetapan Pajak ... 34 Tabel 4.1 Penyajian Laporan Laba Rugi

Sebelum Kebijakan Tax Planning ... 63 Tabel 4.2 Penyajian Neraca Sebelum

Kebijakan Tax Planning ... 64 Tabel 4.3 Penyajian Laporan Laba Rugi

Setelah Kebijakan Tax Planning ... 66 Tabel 4.4 Penyajian Neraca Setelah

Kebijakan Tax Planning ... 67 Tabel 4.5 Pajak Penghasilan (PPh) yang Dibayar Dengan Kebijakan


(11)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009 x

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 51 Gambar 4.1 Struktur Organisasi Perusahaan


(12)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009 xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul

1 Laporan Rekonsiliasi Fiskal PT. Sofara Cipta Kirana Medan.

2 Perbandingan Pajak Penghasilan (PPh) yang Dibayar Dengan Pemberian Beban Keamanan dan Keselamatan Kerja.

3 Perbandingan Pajak Penghasilan (PPh) yang Dibayar Dengan Pemberian Beban Makan Bersama.

4 Perbandingan Pajak Penghasilan (PPh) yang Dibayar Dengan Pemberian Beban Handphone Untuk Manajer.

5 Keputusan Menteri Keuangan No.466/KMK.04/2000. 6 Keputusan Dirjen Pajak (KEP) No.213/ PJ./2001. 7 Keputusan Dirjen Pajak (KEP) No.220/ PJ/2002.


(13)

1

A. Latar Belakang Masalah

Tujuan utama yang seharusnya dicapai oleh manajemen perusahaan adalah memberikan keuntungan yang maksimum untuk jangka panjang (long term return) kepada para pemodal atau pemegang saham yang telah menginvestasikan kekayaan dan mempercayakan pengelolaannya kepada perusahaan. Keuntungan tersebut harus diperoleh dengan mematuhi peraturan perundang-undangan perpajakan, baik pajak daerah maupun pajak pusat. Sebagai wajib pajak, setiap perusahaan harus mematuhi dan melaksanakan kewajiban pajaknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, jika ada usaha-usaha yang dilakukan oleh wajib pajak baik itu orang pribadi maupun badan untuk mengatur jumlah pajak yang harus dibayar. Bagi mereka pajak dianggap sebagai biaya, sehingga perlu dilakukan usaha-usaha atau strategi-strategi tertentu untuk menguranginya. Usaha-usaha atau strategi-strategi yang dilakukan merupakan bagian dari tax planning. Tujuan yang diharapkan dengan adanya tax planning ini adalah meminimalkan pajak penghasilan untuk mencapai laba setelah pajak yang optimal dan tidak melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Misalkan saja suatu badan usaha atau perusahaan memiliki laba sebelum pajak penghasilan Rp 1 milyar, maka berdasarkan tarif progresif pajak


(14)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

penghasilan yang harus dibayar adalah Rp 282.500.000. Bagi perusahaan beban pajak penghasilan tersebut cukup besar dan memberatkan. Hal ini yang menjadi faktor pendorong bagi manajemen perusahaan untuk mengetahui dan memahami segala konsekuensi fiskal dari setiap transaksi serta setiap keputusan bisnis dan manajerialnya, apabila mereka bermaksud untuk memaksimumkan keuntungan yang dapat diberikan oleh perusahaan kepada para pemilik atau pemegang sahamnya. Dalam sistem perpajakan self asessment yang berlaku di Indonesia wajib pajak dituntut untuk aktif dalam menghitung, memungut, menyetor dan melaporkan pajaknya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. Untuk itu diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang baik oleh setiap manajemen perusahaan tentang peraturan perundang-undangan perpajakan.

PT. Sofara Cipta Kirana Medan yang merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang kontraktor dan jasa konstruksi serta developer perumahan juga memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mencapai laba yang maksimal. Namun manajemen perusahaan menginginkan agar pajak penghasilan yang dibayar dapat diminimalkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku saat ini. Maka perusahaan melakukan tax planning dengan cara menyesuaikan pendapatan dan beban dalam perhitungan pajak penghasilan yaitu dengan menyesuaikan pendapatan yang merupakan objek pajak penghasilan, dan memaksimalkan beban-beban yang dapat dikurangkan (deductable expenses) dari penghasilan bruto berdasarkan undang–undang perpajakan seperti beban yang dikeluarkan untuk menagih, mendapatkan, dan


(15)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

memelihara penghasilan; beban untuk penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai termasuk dewan direksi dan dewan komisaris di tempat kerja, beban penyediaan pakaian dan peralatan bagi pegawai bagian proyek untuk keamanan/keselamatan kerja yang diwajibkan, serta beban handphone dan voucher/pengisian pulsa terkait dengan jabatan dan pekerjaan. Dengan melaksanakan tax planning seperti di atas, perusahaan dapat meminimalkan pajak yang dibayar dengan cara yang legal dan tidak melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Sehingga laba yang diperoleh semakin kecil yang mengakibatkan pajak penghasilannya juga kecil.

Sehubungan dengan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan tax planning penting untuk diterapkan di dalam perusahaan agar dapat meminimalkan pajak penghasilan terhutang dan tidak melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan.

Dari latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk membahasnya dalam skripsi yang berjudul “Kebijakan Tax Planning Untuk Menyesuaikan

Pendapatan dan Beban Dalam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT.

Sofara Cipta Kirana Medan.”

B. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi perumusan masalah sehubungan dengan judul tersebut di atas adalah sebagai berikut :

Apakah kebijakan tax planning untuk menyesuaikan pendapatan dan beban dalam perhitungan pajak penghasilan yang dilakukan oleh perusahaan sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan ?


(16)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

C. Batasan Masalah

Sehubungan dengan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis mencoba membuat batasan masalah dalam penulisan skripsi ini, yaitu : Analisis hanya difokuskan pada Laporan Keuangan tahun 2007 yaitu Laporan Laba Rugi dan Neraca. Undang-Undang yang dipergunakan adalah Undang-Undang No.17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan dan peraturan perpajakan lainnya.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui gambaran dengan jelas kebijakan tax planning untuk menyesuaikan pendapatan dan beban dalam perhitungan pajak penghasilan yang dilakukan pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan.

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

a. Bagi penulis, memberikan tambahan pengetahuan tentang kebijakan tax planning untuk pajak penghasilan pada perusahaan.

b. Bagi perusahaan, sebagai bahan masukan untuk menerapkan kebijakan tax planning untuk pajak penghasilan dengan lebih baik.

c. Bagi pihak lain, sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengetahui dan menambah wawasan tentang tax planning untuk pajak penghasilan.


(17)

5

A. Tax Planning (Perencanaan Pajak)

Manajemen perusahaan berusaha agar dapat memaksimalkan keuntungan perusahaan dengan strategi dalam bidang perpajakan berupa strategi tax planning. Strategi tax planning ini dapat membantu dalam menyesuaikan pendapatan dan beban yang akan dijadikan dasar pengenaan pajak penghasilan sekaligus dapat menghemat pajak penghasilan yang akan dibayar. Hal ini sesuai dengan pengertian tax planning yang dikemukakan oleh Zain (2003 : 67) berikut ini.

Tax Planning atau Perencanaan Pajak adalah merupakan tindakan penstrukturan yang terkait dengan konsekuensi potensi pajak, yang tekanannya kepada pengendalian setiap transaksi yang ada konsekuensi pajaknya.Tujuannya adalah bagaimana pengendalian tersebut dapat mengefisienkan jumlah pajak yang akan ditransfer ke pemerintah, melalui apa yang disebut sebagai penghindaran pajak (tax avoidance) yang merupakan perbuatan legal yang masih dalam ruang lingkup pemajakan dan tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dan bukan penyelundupan pajak (tax evasion).

Tax planning (perencanaan pajak) merupakan awal dari proses tax management (manajemen pajak), yang menghasilkan rencana-rencana apa saja yang dapat menghemat pajak penghasilan yang didapatkan dari setiap kegiatan bisnis perusahaan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku saat ini sebagaimana dikemukakan oleh Suandy (2003 : 7) “Tax Planning (Perencanaan Pajak) adalah tahap awal dalam manajemen pajak, dimana dalam tahap ini dilakukan penelitian dan pengumpulan ketentuan peraturan perpajakan, dengan maksud dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan


(18)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

dilakukan”. Pada umumnya, tax planning (perencanaan pajak) merujuk kepada proses merekayasa usaha dan transaksi wajib pajak agar hutang pajak berada dalam jumlah yang minimal, tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan. Namun demikian, perencanaan pajak juga dapat diartikan sebagai perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap, benar, dan tepat waktu sehingga dapat secara optimal menghindari pemborosan sumberdaya. Langkah selanjutnya adalah pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation) dan pengendalian pajak (tax control). Pada tahap perencanaan pajak ini, dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan. Tujuannya adalah agar dapat dipilih jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya, penekanan tax planning (perencanaan pajak) adalah untuk meminimalisasi kewajiban pajak. Untuk dapat meminimalisasi kewajiban pajak, dapat dilakukan berbagai cara, baik yang masih memenuhi ketentuan perpajakan (lawful) maupun yang melanggar peraturan perpajakan (unlawful), seperti tax avoidance (penghindaran pajak) dan tax evasion (penggelapan pajak). Perencanaan pajak umumnya selalu dimulai dengan meyakinkan apakah suatu transaksi atau kejadian mempunyai dampak perpajakan. Apabila kejadian tersebut mempunyai dampak pajak, apakah dampak tersebut dapat diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangi jumlah pajaknya. Selanjutnya, apakah pembayaran pajak tersebut dapat ditunda.


(19)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

1. Manfaat Tax Planning

Manfaat Tax Planning itu sendiri bagi perusahaan menurut Mangonting (1999 : 46) adalah :

a. Penghematan kas keluar, pajak dianggap sebagai unsur biaya yang

dapat diminimalisasi.

b. Mengatur aliran kas, karena dengan tax planning yang dikelola

secara cermat, perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara lebih akurat, mengestimasi kebutuhan kas terhadap pajak dan menentukan waktu pembayarannya, sehingga tidak terlalu awal atau terlambat yang mengakibatkan denda atau sanksi.

2. Jenis-jenis Tax Planning

Jenis-jenis tax planning dapat berupa tax planning nasional dan tax planning internasional. Kedua jenis tax planning tersebut sama pentingnya bagi perusahaan yang ingin menghemat pajak penghasilan, tetapi perusahaan dapat memilih antara kedua jenis tax planning itu dan disesuaikan dengan kegiatan perusahaan. Apabila perusahaan hanya melakukan kegiatan bisnis di dalam negeri saja (skala nasional) cukup melaksanakan tax planning nasional, dan jika perusahaan melakukan kegiatan bisnis di dalam negeri maupun di luar negeri (skala global) dapat melaksanakan tax planning nasional dan tax planning internasional. Hal ini yang mendorong manajemen perusahaan untuk memilih jenis tax planning yang mana sesuai dengan bentuk perusahaan sebagaimana yang dikemukakan oleh Suandy (2003 : 116) sebagai berikut :

Jenis-jenis tax planning dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu perencanaan pajak nasional (national tax planning) dan perencanaan pajak internasional (international tax planning). Perencanaan pajak nasional adalah perencanaan pajak yang dilakukan berdasarkan undang-undang domestik. Dalam perencanaan pajak nasional pemilihan atas dilaksanakan atau tidak suatu transaksi hanya bergantung terhadap transaksi tersebut. Artinya untuk menghindari/mengurangi pajak, wajib pajak dapat memilih jenis


(20)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

transaksi apa yang harus dilaksanakan sesuai dengan hukum pajak yang ada misalnya akan terkena tarif pajak khusus final atau tidak. Perencanaan pajak internasional adalah perencanaan pajak yang dilakukan berdasarkan undang-undang domestik dan juga harus memperhatikan perjanjian pajak (tax treaty) dan undang-undang dari negara-negara yang terlibat. Dalam perencanaan pajak internasional yang dipilih adalah negara (yuridiksi) mana yang akan digunakan untuk suatu transaksi. Dengan kata lain, di dalam perencanaan pajak internasional seorang pembayar pajak bisa dengan bebas menentukan di negara hukum mana ia akan dikenakan pajak dan pada tingkat-tingkat berapa.

Kemudian karakteristik dari perencanaan pajak (Indonesian Tax Review : 2004) adalah sebagai berikut :

1. Merupakan sebuah proses.

2. Adalah desain atau penyusunan berbagai transaksi keuangan.

3. Berkaitan dengan upaya pencairan atau pemilihan berbagai opsi

perpajakan.

4. berkaitan dengan kapan, apakah dan bagaimana suatu transaksi

bisnis atau pribadi harus dilakukan.

5. Suatu upaya untuk meminimalisir menghilangkan atau

mengurangi beban perpajakan.

Kebijakan tax planning yang dilakukan oleh PT. Sofara Cipta Kirana Medan merupakan jenis tax planning nasional (domestik) yang dilakukan berdasarkan undang-undang perpajakan dalam negeri. Dalam melaksanakan tax planning ini PT. Sofara Cipta Kirana Medan memahami manfaat yang akan didapatkan atas pelaksanaan kebijakan tax planning tersebut. Dengan tingkat penguasaan yang baik dalam memahami peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku saat ini, maka pihak manajemen perusahaan dapat menjalankan kebijakan tax planning yang dibuat tanpa melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan. Berarti tidak ada sanksi administratif berupa denda, maupun sanksi lainnya atas kebijakan tax planning yang telah dilaksanakan.


(21)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

B. Pajak Penghasilan

Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak (orang pribadi, perusahaan atau badan hukum lainnya) atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun pajak.

1. Subjek Pajak Penghasilan

Menurut Undang Undang No.17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan, subjek pajak penghasilan adalah sebagai berikut :

a. Subjek pajak orang pribadi yaitu setiap orang yang tinggal di Indonesia atau tidak bertempat tinggal di Indonesia yang mendapatkan penghasilan dari Indonesia.

b. Subjek pajak harta warisan belum dibagi yaitu warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak.

c. Subjek pajak badan yaitu perkumpulan orang dan/atau modal baik melakukan usaha maupun tidak melakukan kegiatan usaha meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan bentuk usaha apapun seperti firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, perkumpulan, persekutuan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya. Bentuk usaha tetap yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, atau badan yang tidak


(22)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

didirikan dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di Indonesia.

2. Bukan Subjek Pajak Penghasilan

Undang Undang No. 17 tahun 2000 menjelaskan tentang apa yang tidak termasuk objek pajak sebagai berikut :

a. Badan perwakilan negara asing.

b. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat - pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

c. Organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat Indonesia ikut dalam organisasi tersebut dan organisasi tersebut tidak melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Contoh : WTO, FAO, UNICEF.

d. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak memperoleh penghasilan dari Indonesia.

3. Objek Pajak Penghasilan

Objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.


(23)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Undang-Undang Pajak Penghasilan Indonesia menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak tersebut. Pengertian penghasilan dalam Undang-Undang PPh tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan wajib pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan.

Dilihat dari penggunaannya, penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan wajib pajak. Karena Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) menganut pengertian penghasilan yang luas maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satu tahun pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya (kompensasi kerugian), kecuali kerugian yang diderita di luar negeri. Namun demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari objek pajak, maka penghasilan tersebut tidak boleh digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif umum.


(24)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

C. Laba Akuntansi

Laba akuntansi (accounting income) atau disebut juga laba komersial adalah pengukuran laba yang lazim digunakan dalam dunia bisnis. Laba akuntansi dihitung berdasarkan prinsip akuntansi yang berterima umum, di Indonesia diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Laba akuntansi tersebut penghitungannya bertumpu pada prinsip matching cost against revenue (penandingan antara pendapatan dengan biaya-biaya terkait), dalam salah satu prinsip tersebut terhadap konsep bahwa pengeluaran perusahaan yang tidak mempunyai manfaat untuk masa yang akan datang bukanlah merupakan aset oleh karena itu harus dibebankan sebagai biaya. Dengan demikian dalam akuntansi seluruh pengeluaran/beban perusahaan, sepanjang memang harus dikeluarkan oleh perusahaan diakui sebagai biaya/beban.

Berdasarkan laba akuntansi, penghasilan (income) adalah penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Penghasilan meliputi pendapatan (revenues) dan keuntungan (gains). Pendapatan adalah penghasilan yang timbul dari aktivitas perusahaan yang biasa dan dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga, dividen, royalti dan sewa.

Pendapatan timbul dari transaksi dan peristiwa ekonomi berikut : 1. Penjualan Barang

Barang meliputi barang yang diproduksi oleh perusahaan untuk dijual dan barang yang dibeli untuk dijual kembali.


(25)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009 2. Penjualan Jasa

Penjualan jasa biasanya menyangkut pelaksanaan tugas yang secara kontraktual telah disepakati untuk dilaksanakan selama suatu periode waktu yang disepakati oleh perusahaan. Jasa tersebut dapat diserahkan selama satu periode atau selama lebih dari satu periode.

3. Penggunaan aktiva perusahaan oleh pihak-pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti, dan dividen.

a. Bunga, pembebanan untuk penggunaan kas atau setara kas atau jumlah terhutang kepada perusahaan.

b. Royalti, pembebanan untuk penggunaan aktiva jangka panjang perusahaan misalnya paten, merek dagang, hak cipta, dan perangkat lunak komputer. c. Dividen, distribusi laba kepada pemegang investasi ekuitas sesuai dengan

proporsi mereka dari jenis modal tertentu.

Pendapatan harus diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat diterima. Jumlah pendapatan yang timbul dari suatu transaksi biasanya ditentukan oleh persetujuan antara perusahaan dan pembeli atau pemakai aktiva tersebut. Pada umumnya imbalan tersebut berbentuk kas atau setara kas.

Biaya adalah semua pengurang terhadap penghasilan. Sehubungan dengan periode akuntansi, pemanfaatan pengeluaran dipisahkan antara pengeluaran kapital (capital expenditure) yaitu pengeluaran yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan dicatat sebagai aktiva. Sedangkan pengeluaran penghasilan (revenue expenditure) hanya memberi manfaat untuk satu periode akuntansi yang bersangkutan dicatat sebagai beban.


(26)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) paragraf 70 (b), Beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk arus kas keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang menyebabkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal.

D. Penghasilan Kena Pajak

Penghasilan Kena Pajak (taxable income) merupakan laba yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaiamana yang diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, beserta peraturan pelaksanaannya.

Penghasilan Kena Pajak berdasarkan prinsip taxability deductability, yaitu dengan prinsip ini suatu biaya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto apabila pihak yang menerima pengeluaran atas biaya yang bersangkutan melaporkannya sebagai penghasilan dan penghasilan tersebut dikenakan pajak (taxable). Misalnya tunjangan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan dapat dianggap sebagai biaya dan mengurangi laba kotor jika karyawan yang menerima tunjangan tersebut mengakui tunjangan yang diberikan sebagai bagian dari penghasilan bruto dan dikenakan pajak (PPh Pasal 21).

Untuk menghitung penghasilan kena pajak minimal ada 5 (lima) komponen yang perlu diperhatikan, yaitu :


(27)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

1. Penghasilan yang Menjadi Objek Pajak

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk :

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini.

b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan. c. Laba usaha.

d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :

1. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya, sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.

2. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota. 3. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,

pemecahan atau pengambilalihan usaha.

4. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan


(28)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, pemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya. f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan

pengembalian hutang.

g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

h. Royalti.

i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

k. Keuntungan karena pembebasan hutang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. n. Premi asuransi.

o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.


(29)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

2. Penghasilan yang Dikecualikan Sebagai Objek Pajak

Pengecualian objek pajak diatur dalam Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan yaitu :

a. 1) Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak.

2) Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

b. Warisan.

c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.

d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang iterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah.

e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pibadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.


(30)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

f. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :

1. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

2. Bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah yang menerima dividen paling rendah 25 % (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham tersebut.

g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.

h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksudkan dalam huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan

dengan Keputusan Menteri Keuangan.

i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi. j. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5

(lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha. k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa

bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :


(31)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

1. Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan ;

2. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

3. Penghasilan yang Pajaknya Dikenakan Secara Final

Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan memberikan wewenang kepada pemerintah untuk mengatur pajak-pajak tertentu secara khusus diluar yang diatur pasal 4 ayat (1) yang dikenal dengan istilah PPh final. Final artinya pajak tersebut tidak dapat dikreditkan sebagai kredit pajak pada perhitungan PPh pada akhir tahun. Penghasilan yang pajaknya dikenakan secara final terdiri dari :

a. Transaksi penjualan efek di bursa efek, penjualan saham pendiri 0,6% x nilai transaksi dan penjualan saham biasa 0,1% x nilai transaksi.

b. Hadiah undian, 20% x jumlah bruto.

c. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia, sebesar 20% x nilai penghasilan bruto.

d. Penghasilan hak atas tanah dan bangunan oleh wajib pajak real estate, 2% x nilai penjualan dan 5% x nilai penjualan untuk lainnya.

e. Penghasilan dan sewa atas tanah/bangunan, orang pribadi : 10% x nilai sewa, badan : 6% x nilai sewa.

f. Penghasilan jasa konstruksi sebesar 2% x nilai jasa pelaksana konstruksi, 4% x nilai jasa perencanaan konstruksi dan jasa pengawasan konstruksi. Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak dan penghasilan yang


(32)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

pajaknya dikenakan final tidak perlu lagi dilaporkan pada SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan.

4. Biaya yang Boleh Dikurangi Dari Penghasilan Bruto

Biaya-biaya yang boleh dikurangkan dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak diatur dalam pasal 6 Undang-Undang Pajak Penghasilan, terdiri dari :

a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali pajak penghasilan.

b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.

c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

d. Kerugian karena penjualan atau penagihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

e. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.

f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia. g. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.


(33)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat :

1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial.

2. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan hutang antara kreditur dengan debitur yang bersangkutan.

3. Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus.

4. Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktur Jenderal Pajak.

5. Biaya yang Tidak Boleh Dikurangi Dari Penghasilan Bruto

Biaya-biaya yang tidak dapat dikurangkan dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak adalah :

a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.

c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.


(34)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

d. Premium asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan.

e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan, yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.

g. Harta yang dihibahkan, bantuan, sumbangan, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan atau wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk dan disahkan oleh pemerintah.

h. Pajak Penghasilan

i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.

j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.


(35)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan perpajakan.

l. Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dapat untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi.

E. Beda Tetap (Permanent Differences) dan Beda Waktu (Temporary

Differences).

Untuk melakukan perencanaan pajak yang baik seorang perencana pajak (tax planner) juga harus memahami dan menguasai konsep adanya beda tetap (permanent differences) dan beda waktu (temporary differences) dalam peraturan perpajakan. Dengan menguasai konsep adanya beda tetap (permanent differences) dan beda waktu (temporary differences) dalam peraturan perpajakan kita dapat menyesuaikan pendapatan dan beban yang dihasilkan oleh perusahaan yang bertujuan dalam penyusunan laporan keuangan fiskal dan SPT Tahunan PPh Badan pada akhir tahun.

Beda tetap (permanent differences) menurut Suandy (2003 : 89), adalah “perbedaan yang terjadi karena peraturan perpajakan menghitung laba fiskal

berbeda dengan perhitungan laba menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) tanpa ada koreksi dikemudian hari”.

Kemudian definisi beda tetap sebagaimana dikemukakan oleh Setiawan (2006 : 448) sebagai berikut :


(36)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

beda tetap terjadi karena perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya menurut perpajakan dan akuntansi. Perbedaan tersebut karena perpajakan lebih mengandung ketentuan hukum yang lebih spesifik dan bersifat mengatur. Misalnya penghasilan yang bukan objek pajak apapun dan berapapun jumlah penghasilan tersebut menurut perpajakan tidak perlu dihitung kembali penghasilan netonya di akhir tahun pajak, sedangkan menurut akuntansi sepanjang merupakan pendapatan, akan dihitung penghasilannya di akhir tahun buku.

Untuk melaksanakan tax planning yang baik maka diperlukan pemahaman yang baik atas peraturan perundang-undangan perpajakan. Adanya perbedaan pengakuan pendapatan dan beban antara Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan menghasilkan adanya beda tetap dan beda waktu dalam hal pengakuan penghasilan dan beban. Untuk menyusun laporan keuangan untuk kepentingan perpajakan (fiskal), dalam hal ini pelaporan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Badan dilakukan koreksi fiskal berupa koreksi positif dan koreksi negatif atas penghasilan dan beban yang disajikan dalam laporan keuangan komersial (akuntansi). Dengan menguasai konsep akuntansi perpajakan, maka perusahaan dapat menghindari adanya koreksi fiskal positif atas beban dan koreksi positif atas penghasilan yang kedua koreksi fiskal tersebut dapat menyebabkan dampak kenaikan jumlah penghasilan sekaligus menimbulkan kenaikan jumlah pajak penghasilan yang harus dibayar perusahaan. Beda tetap dapat diuraikan antara lain sebagai berikut :

1. Penghasilan yang Bukan Objek Pajak

Penghasilan yang bukan objek pajak yang terkait dengan wajib pajak badan didasarkan Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan No.17 tahun 2000.


(37)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

2. Pendapatan yang Merupakan Objek Pajak dan Bersifat Final

Pendapatan yang merupakan objek pajak dan bersifat final adalah sebagai berikut.

a. Penghasilan yang bersifat final sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan No.17 tahun 2000 yaitu penghasilan berupa bunga deposito, bunga tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, dan pengalihan hak tas tanah dan bangunan dan pendapatan tertentu lainnya diatur oleh peraturan pemerintah.

b. Penghasilan yang bersifat final sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan No.17 tahun 2000 yaitu penghasilan yang diterima oleh perusahaan jasa pelayaran dalam negeri.

c. Penghasilan yang bersifat final sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Pajak Penghasilan No.17 tahun 2000 yaitu revaluasi aktiva tetap.

Kemudian definisi beda waktu (temporary differences) menurut Suandy (2003 : 89) adalah :

Beda waktu (temporary differences) adalah perbedaan yang bersifat sementara karena adanya ketidaksamaan waktu pengakuan penghasilan dan beban antara peraturan perpajakan dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Perbedaaan waktu dapat dibagi menjadi perbedaaan waktu positif dan perbedaaan waktu negatif. Perbedaaan waktu positif terjadi apabila pengakuan beban untuk akuntansi lebih lambat dari pengakuan beban untuk pajak atau pengakuan penghasilan untuk tujuan pajak lebih lambat dari pengakuan penghasilan untuk tujuan akuntansi. Perbedaaan waktu negatif terjadi jika ketentuan perpajakan mengakui beban lebih lambat dari pengakuan beban akuntansi atau akuntansi mengakui penghasilan lebih lambat dari pengakuan penghasilan menurut ketentuan pajak.


(38)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Menurut Purba dan Andreas (2005 : 9) yang termasuk beda waktu adalah sebagai berikut :

1. Penyisihan piutang ragu-ragu berdasarkan perpajakan akan

diakui jika telah nyata-nyata tidak dapat ditagih dan diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN). Namun berdasarkan pelaporan komersial, piutang usaha disisihkan berdasarkan analisa umur piutang.

2. Berdasarkan peraturan perpajakan, aktiva yang berasal dari sewa

guna usaha pembiayaan (capital lease) tidak boleh disusutkan oleh si penyewa, sehingga angsuran pokok sewa guna usaha harus diakui sebagai biaya. Pelaporan komersial mengharuskan penyusutan bagi aktiva yang berasal dari sewa guna usaha pembiayaan (capital lease).

3. Penilaian persediaan dapat berbeda antara pelaporan perpajakan

dan komersial. Perpajakan hanya mengakui dua metode yaitu metode rata-rata (average) dan metode masuk pertama keluar pertama (FIFO), sementara dalam pelaporan komersial kita mengenal metode lain seperti masuk terakhir keluar pertama (LIFO), nilai terendah antara harga perolehan dan nilai realisasi bersih dan lain-lain.

4. Dalam perpajakan, penyusutan aktiva tetap baik yang berwujud

maupun yang tidak berwujud dikenal dengan dua metode penyusutan, yaitu metode garis lurus (straight line method) dan metode saldo menurun (declining balance method).

F. Koreksi Fiskal

Koreksi fiskal merupakan koreksi yang terjadi atas perbedaan pengakuan pendapatan dan beban antara Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Dengan adanya koreksi fiskal ini pendapatan dan beban yang ada dalam laporan keuangan komersial (akuntansi) harus disesuaikan dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan dalam hal perhitungan beban pajak penghasilan pada akhir tahun. Koreksi fiskal dapat berupa koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif. Koreksi beda waktu menurut Setiawan (2006 : 422) adalah :


(39)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

1. Penyusutan

Beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun dan dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto adalah sebagai berkut :

a. Untuk dapat dibebankan sebagai biaya,

pengeluaran-pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.

b. Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud

dan harta tidak berwujud serta pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi. Hal ini diatur dalam Pasal 9 ayat 2 dan Pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan No.17 tahun 2000.

Misalnya penyusutan aktiva, PT. MAJU JAYA membeli aktiva berupa mobil truk pada tanggal 10 Januari 2004 senilai Rp 100.000.000. Maka menurut akuntansi aktiva tersebut terserah kebijakan manajemen untuk menentukan masa manfaatnya. Jika manajemen menggunakan metode garis lurus dengan masa manfaat 4 tahun, penyusutan tersebut adalah 25 % pertahun, namun menurut pajak aktiva tersebut harus dimasukkan dalam kelompok II, dimana penyusutannya adalah 12,5 % sehingga masa manfaatnya lebih lama yakni 8 tahun. Pada dasarnya beban tersebut jumlahnya sama, namun timbul perbedaan karena waktu alokasi yang berbeda.

Contoh lainnya : Pengeluaran untuk pembangunan sebuah gedung adalah sebesar Rp 100.000.000. Pembangunan dimulai pada tanggal 1 Oktober 2002 dan selesai pada tanggal 25 Maret 2004. Misalnya menurut akuntansi gedung dikelompokkan dalam masa manfaat sepuluh tahun. Metode penyusutan yang dipakai akuntansi garis lurus. Maka, perhitungan pajak dan akuntansi adalah sebagai berikut.

Penyusutan menurut akuntansi adalah sebagai berikut :

Nilai Perolehan Rp 100.000.000

Penyusutan 10% x 9/12 x Rp 100.000.000

(Mulai April 2004) Rp 7.500.000

Nilai buku fiskal awal tahun 2005 Rp 92.500.000

Sementara itu, penyusutan menurut perpajakan adalah 10/12 x Rp 100.000.000 x 5% (asumsi bangunan permanen masa manfaat 20 tahun) = Rp 4.166.667 (Mulai Maret 2004).

Dengan demikian, tahun 2004 terdapat biaya yang berbeda menurut perpajakan dan akuntansi

Menurut akuntansi Rp 7.500.000

Menurut perpajakan Rp 4.166.667


(40)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Koreksi positif menimbulkan laba menurut pajak lebih besar dibandingkan menurut akuntansi.

Namun pada tahun ke 11, penyusutan menurut akuntansi

menjadi Rp 0

Sementara itu, menurut perpajakan adalah 5 % x Rp 100.000.000 =

2. Beban sewa lebih dari satu tahun

Rp 5.000.000 Dengan demikian, terdapat koreksi negatif

sebesar Rp 5.000.000

Koreksi negatif menimbulkan laba menurut pajak lebih kecil dibandingkan menurut akuntansi.

Pengeluaran yang menurut sifatnya merupakan pembayaran dimuka, misalnya sewa untuk beberapa tahun yang dibayar sekaligus, pembebanannya dapat dilakukan melalui alokasi. (Penjelasan pasal 6 ayat 1 huruf b UU PPh).

1. Koreksi Fiskal Positif

Koreksi fiskal positif menurut Mulyono (2006 : 146) adalah “koreksi fiskal yang mengakibatkan pengurangan biaya yang diakui dalam laporan laba rugi komersial menjadi semakin kecil, atau yang berakibat adanya penambahan penghasilan”.

Beberapa transaksi yang dapat mengakibatkan adanya koreksi fiskal positif antara lain transaksi-transaksi yang berkaitan dengan kegiatan berikut.

a. Beban yang tidak berkaitan langsung dengan kegiatan usaha perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan

Baik secara akuntansi komersial maupun secara akuntansi pajak, semua beban yang diakui untuk mengurangi penghasilan bruto adalah beban yang berkaitan langsung dengan kegiatan usaha perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. Namun demikian, secara sengaja ataupun tidak, wajib pajak bisa saja memperhitungkan pengeluaran yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan untuk mendapatkan, menagih dan


(41)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

memelihara penghasilan sebagai beban secara komersial sehingga terhadap beban tersebut harus dilakukan koreksi fiskal positif.

Contoh : PT. Yassindo yang bergerak dalam perdagangan alat kesehatan mempunyai grup PT.Yasida Construction. Dalam tahun 2003 pada PT. Yassindo terdapat pengeluaran untuk pengadaan peralatan sebesar Rp 50.000.000 yang dibebankan sebagai beban pada PT. Yasida Construction. Dengan demikian, pengeluaran tersebut menjadi tidak terdapat langsung untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, dan pengeluaran pada PT.Yasida Construction, dan beban sebesar 50.000.000 tersebut harus dilakukan koreksi fiskal positif oleh PT. Yasida Construction.

b. Beban yang tidak diperkenankan sebagai pengurang penghasilan kena pajak

Berbagai macam pengeluaran yang secara akuntansi komersial dapat dibebankan sebagai beban, tetapi secara akuntansi pajak hanya sebagian atau tidak boleh seluruhnya dibebankan sebagai beban untuk mendapatkan penghasilan kena pajak. Pengeluaran-pengeluaran tersebut antara lain seperti berikut ini :

1) Beban Untuk Kepentingan Pemegang Saham

Beban untuk kepentingan pemegang saham bukan merupakan untuk mendapatkan penghasilan kena pajak sehingga atas beban untuk kepentingan pemegang saham yang sudah diakui secara komersial harus dilakukan koreksi fiskal agar dapat diperkenankan sebagai pengurang penghasilan bruto, untuk mendapatkan penghasilan kena pajak.


(42)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Contoh : PT. Yassindo dalam tahun 2005 mengakui besarnya beban perjalanan dan transportasi sebesar Rp.200.000.000. Dari beban sebesar itu ternyata terdapat beban yang diperuntukkan bagi pemegang saham dan keluarganya dalam rangka rekreasi sebesar Rp 50.000.000. Beban perjalanan yang diakui oleh fiskus berdasarkan tabel 2.1.

Tabel 2.1

Koreksi Fiskal Atas Beban Untuk Kepentingan Pemegang Saham

No Uraian Menurut

Komersial

Koreksi Fiskal

Menurut fiskal 1 Beban perjalanan 200.000.000 50.000.000 150.000.000

Sumber : Mulyono, 2006

Koreksi fiskal sebesar Rp 50.000.000 tersebut merupakan koreksi fiskal positif karena mengurangi besarnya beban atau dengan kata lain menambah penghasilan dipandang secara komersial.

2) Pembentukan Dana Cadangan

Pembentukan dana cadangan selain pada kegiatan usaha dibidang perbankan, sewa guna usaha dengan hak opsi, dan asuransi, tidak dapat mengurangi penghasilan bruto untuk mendapatkan penghasilan kena pajak. Contoh : PT. Dewa Dewi yang bergerak dalam bidang garmen telah membebankan cadangan penghapusan piutang pada laba rugi komersialnya sebesar 2% dari rata-rata piutang dagangnya atau senilai Rp 100.000.000. Beban dana cadangan yang diakui oleh fiskus dihitung berdasarkan tabel 2.2.

Tabel 2.2

Koreksi Fiskal Atas Pembentukan Dana Cadangan

No Uraian Menurut

Komersial

Koreksi Fiskal

Menurut fiskal 1 Dana cadangan 100.000.000 100.000.000 0


(43)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Koreksi fiskal sebesar Rp 100.000.000 tersebut merupakan koreksi positif karena mengurangi besarnya biaya atau dengan kata lain menambah penghasilan dipandang secara komersial.

3) Imbalan Dalam Bentuk Natura

Imbalan yang diberikan kepada karyawan perusahaan serta yang lainnya dalam bentuk natura, seperti pemberian beras, gula, pakaian dan sebagainya tidak dapat dikurangkan sebagai beban untuk mendapatkan penghasilan kena pajak, kecuali untuk : daerah terpencil, makan bersama untuk seluruh karyawan ditempat kerja, pakaian/perlengkapan yang diwajibkan oleh perusahaan. Contoh : PT. Rosyida membebankan beban makan di tempat kerja untuk karyawan sebesar Rp 300.000.000, dimana Rp 100.000.000 diantaranya adalah beban makan selama satu tahun yang diselenggarakan di hotel-hotel dari berbagai kegiatan. Beban makan yang diakui menurut akuntansi pajak dihitung berdasarkan tabel 2.3.

Tabel 2.3

Koreksi Fiskal Atas Imbalan Dalam Bentuk Natura

No Uraian Menurut

Komersial

Koreksi Fiskal

Menurut fiskal 1 Beban makan 300.000.000 100.000.000 200.000.000

Sumber : Mulyono, 2006

Koreksi fiskal Rp 100.000.000 tersebut merupakan koreksi positif karena mengurangi besarnya biaya atau dengan kata lain menambah penghasilan dipandang secara komersial.


(44)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Pembayaran yang melebihi kewajaran dapat dilakukan oleh wajib pajak, misalnya atas pembayaran gaji terhadap direktur atau yang lainnya apabila direktur atau yang lainnya tersebut mempunyai hubungan kepemilikan dengan perusahaan. Pembayaran yang melebihi kewajaran juga dapat terjadi pada transaksi diantara grup perusahaan. Beban yang diakui secara akuntansi pajak adalah yang memenuhi kriteria kewajaran sehingga atas beban-beban yang tidak wajar tersebut harus dikoreksi fiskal. Penentuan tingkat kewajaran dari pembayaran tersebut dibandingkan dengan kegiatan atau transaksi yang sejenis. Contoh : PT. Baruna Jaya dalam beban gajinya terdapat pembayaran gaji untuk salah satu direktur perusahaan tersebut, yang ternyata adalah anak dari pemegang saham perusahaan, setiap bulannya sebesar 100.000.000. Dari data pada perusahaan tersebut dan juga dibandingkan data perusahaaan lain bahwa gaji direktur sesuai atau setingkat dengan direktur bersangkutan setiap bulannya yang wajar adalah mendapatkan gaji sebesar Rp 50.000.000. Beban gaji yang diakui secara akuntansi pajak dihitung berdasarkan tabel 2.4.

Tabel 2.4

Koreksi Fiskal Atas Pembayaran yang Melebihi Kewajaran

No Uraian Menurut

Komersial

Koreksi Fiskal

Menurut fiskal 1 Beban gaji 100.000.000 50.000.000 50.000.000 Sumber : Mulyono, 2006

5) Sumbangan

Berbagai bentuk sumbangan yang dikeluarkan oleh perusahaan yang dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto untuk bisa mendapatkan penghasilan kena pajak adalah sumbangan yang memperoleh


(45)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

persetujuan dari Presiden seperti GNOTA (Gerakan Nasional Orang Tua Asuh). Contoh : PT. Sakinah telah membebankan sumbangan yang diberikan kepada Yayasan Keagamaan Rp 50.000.000 sebagai beban. Beban yang dapat diakui sesuai dengan akuntansi pajak dihitung berdasarkan tabel 2.5.

Tabel 2.5

Koreksi Fiskal Atas Sumbangan

No Uraian Menurut

Komersial

Koreksi Fiskal

Menurut fiskal 1 Beban Sumbangan 50.000.000 50.000.000 0 Sumber : Mulyono, 2006

Koreksi fiskal sebesar Rp 50.000.000 tersebut merupakan koreksi positif karena mengurangi besarnya beban atau dengan kata lain menambah penghasilan dipandang secara komersial.

6) Sanksi Ketetapan Pajak

Sanksi Ketetapan Pajak dapat berupa bunga, yang kedua-duanya tidak dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto untuk mendapatkan penghasilan kena pajak. Contoh : Kepada PT. Amanah telah diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) atas PPh Pasal 25 dengan pokok tagihan sebesar Rp 100.000.000 dan sanksi bunganya sebesar Rp 4.000.000. Atas STP tersebut telah diakui sebagai beban yang diakui sesuai dengan akuntansi pajak dihitung berdasarkan tabel 2.6.

Tabel 2.6

Koreksi Fiskal Atas Sanksi Ketetapan Pajak

No Uraian Menurut Komersial

Koreksi Fiskal

Menurut fiskal 1 STP PPh

Pasal 25

104.000.000

4.000.000 100.000.000 Sumber : Mulyono, 2006


(46)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

Koreksi fiskal sebesar Rp 4.000.000 tersebut merupakan koreksi positif karena mengurangi besarnya biaya atau dengan kata lain menambah penghasilan dipandang secara komersial. Besarnya pokok pajak pada STP tersebut diperlakukan sebagai kredit pajak.

G. Manajemen Pajak

Menurut Zain (2005 : 5) definisi “manajemen pajak adalah merupakan suatu proses mengorganisasikan usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga hutang pajaknya baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya berada dalam posisi seminimal mungkin, sepanjang hal ini dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku”. Secara umum manajemen pajak menurut Sophar Lumbantoruan (Suandy, 2003 : 7) dapat didefinisikan sebagai berikut “manajemen pajak adalah sarana memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar (tidak melanggar undang-undang) tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan”.

Posisi tax planning (perencanaan pajak) dalam konteks manajemen perpajakan secara keseluruhan merupakan suatu sistem yang dalam didesain untuk bisa mengakomodasikan berbagai ketentuan perpajakan dari suatu pembayar pajak (Indonesian Tax Review 2004 : 78). Sistem ini terdiri dari :

1. Tax compliance, yaitu sebuah sub sistem yang mencerminkan

orientasi perpajakan dari suatu pihak dalam kapasitas sebagai pembayar pajak yang dilekati hak dan kewajiban perpajakan. Tax compliance mencakup berbagai upaya untuk sedapat mungkin memenuhi berbagai tuntutan dan ketentuan perpajakan. Hal ini meliputi administrasi bisnis, pembukuan dan dokumentasi, administrasi perpajakan, aspek aktivitas perpajakan seperti


(47)

Ahmad Jufri Harahap : Kebijakan Tax Planning Untuk Menyes uaikan Pendapatan D an Beban D alam Perhitungan Pajak Penghasilan Pada PT. Sofara Cipta Kirana Medan, 2009.

USU Repository © 2009

menghitung pajak, menyetor pajak dan melaporkan pajak, unsur pembuktian dalam pemeriksaan pajak dan sebagainya.

2. Tax planning, yaitu suatu sub sistem yang mengupayakan optimalisasi atau dalam beberapa hal minimalisasi beban perpajakan yang harus ditanggung oleh suatu pembayar pajak.

3. Tax ligitation, yaitu suatu sub sistem yang didesain khusus untuk menyelesaikan berbagai permasalahan perpajakan, hal ini timbul ketidaksesuaian pendapat antara pembayar pajak dengan otoritas pajak. Hal ini erat kaitannya dengan mekanisme arbitrase lainnya dalam perpajakan.

4. Tax reseach, yaitu suatu sub sistem intelijen perpajakan yang didesain untuk mengekplorasi sekaligus juga melakukan simulasi dan prediksi berkaitan dengan transaksi tertentu yang dikaitkan dengan konsekuensi perpajakannya. Hal ini melibatkan orientasi jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang sekaligus.

1. Strategi Dalam Tax Planning

Strategi dalam tax planning yang bertujuan mengefisienkan beban pajak penghasilan banyak jenisnya. Menurut Suandy (2003 : 119) strategi dalam tax planning dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Mengambil keuntungan dari berbagai pilihan bentuk badan hukum

(legal entity) yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan jenis usaha. Bila dilihat dari perspektif perpajakan, terkadang pemilihan bentuk badan hukum bentuk perseorangan, firma dan kongsi (partnership) adalah bentuk yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan perseroan terbatas. Pada perseroan terbatas yang pemegang sahamnya perseorangan atau badan tetapi kurang dari 25%, akan mengakibatkan pajak atas penghasilan perseroan dikenakan dua kali yakni pada saat penghasilan diperoleh oleh pihak perseroan dan pada saat penghasilan dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham perseorangan atau badan yang memiliki saham kurang dari 25%.

2. Memilih lokasi perusahaan yang akan didirikan. Umumnya

pemerintah memberikan semacam insentif pajak/fasilias perpajakan khususnya untuk daerah tertentu (misalnya di Indonesia Bagian Timur), banyak pengurangan pajak penghasilan yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 yang telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. Disamping itu juga diberikan fasilitas seperti penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, kompensasi kerugian yang lebih lama dari seharusnya.

3. Mengambil keuntungan sebesar-besarnya atau semaksimal mungkin


(1)

Pasal 5

(1)Wajib Pajak yang melakukan penanaman di daerah terpencil dapat mengajukan permohonan

penetapan sebagai daerah terpencil kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini dengan dilampiri :

a.Surat Persetujuan Tetap dari BKPM atau instansi berwenang terkait untuk Wajib Pajak penanaman modal atau rencana investasi untuk Wajib Pajak lainnya;

b.Peta Iokasi;

c.Neraca/Laporan Keuangan terakhir sebelum tahun permohonan;

d.Pernyataan mengenai keadaan sarana angkutan dan sarana sosial ekonomi dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I.a Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.

(2)Dalam hal permohonan Wajib Pajak belum lengkap, Kepala Kantor Wilayah mengirimkan Surat Permintaan Kelengkapan Permohonan Untuk Ditetapkan Sebagai Daerah Terpencil dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.

(3)Sebelum diberikan keputusan tentang penetapan sebagai daerah terpencil, Kepala Kanwil DJP yang menerima permohonan dapat melakukan pemeriksaan ke Iokasi daerah terpencil.

(4)Apabila Iokasi daerah terpencil berada di luar wilayah kerja Kanwil DJP yang bersangkutan, Kepala Kanwil DJP dimaksud dapat meminta bantuan kepada Kepala Kanwil DJP tempat Iokasi daerah

terpencil tersebut berada untuk melakukan pemeriksaan dengan tindasan kepada Kepala KPP terkait dan Wajib Pajak yang bersangkutan.

(5)Kepala Kanwil DJP memberikan keputusan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III atau Lampiran IV Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini paling lama dalam waktu

3(tiga) bulan setelah permohonan Wajib Pajak diterima secara lengkap.

(6)Keputusan Kepala Kantor Wilayah DJP sebagaimana dimaksud dalam Ayat (5) dapat diterbitkan paling lama 6 (enam) bulan dalam hal diperlukan pemeriksaan oleh Kanwil DJP lainnya.

(7)Surat permohonan Wajib Pajak diterima secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Ayat (5) adalah saat diterima permohonan beserta seluruh lampiran sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1).


(2)

(8)Apabila setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Ayat (5) atau Ayat (6), Kepala Kantor Wilayah tidak memberi suatu keputusan, permohonan penetapan sebagai daerah terpencil dianggap dikabulkan.

Pasal 6

(1)Wajib Pajak yang mengajukan permohonan atau telah diberikan Keputusan penetapan sebagai daerah terpencil, dibuatkan Buku Register pengawasan tersendiri baik di Kanwil DJP maupun di KPP dengan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.

(2)Untuk memonitor perkembangan investasi di daerah terpencil, laporan keuangan yang disampaikan oleh Wajib Pajak sebagai lampiran SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan harus diuraikan secara rinci mengenai :

a.daftar harta dan penyusutan yang memperoleh perlakuan PPh atas penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah terpencil dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V. a Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.

b.daftar penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang memperoleh perlakuan PPh atas penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah terpencil dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V.b Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 7

Permohonan penetapan sebagai daerah terpencil yang diterima sebelum Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini ditetapkan, diselesaikan sesuai dengan ketentuan sebelum berlakunya Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 8

Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 15 Maret 2001

DIREKTUR JENDERAL ttd


(3)

LAMPIRAN 7

Perihal : PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS BIAYA PEMAKAIAN TELEPON SELULER DAN KENDARAAN PERUSAHAAN

Tanggal Terbit : 18 April 2002

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 220/PJ./2002

TENTANG

PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS BIAYA PEMAKAIAN TELEPON SELULER DAN KENDARAAN PERUSAHAAN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Menimbang :

bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan dalam perlakuan pajak sebagai pelaksanaan

ketentuan Pasal 6, Pasal 9, dan Pasal 11 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, perlu

menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Biaya Pemakaian

Telepon Seluler Dan Kendaraan Perusahaan;

Menimbang :

1.Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263)sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);

2.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 138 Tahun 2000 Tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 253, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4055);

3.Keputusan Menteri Keuangan Nomor 520/KMK.04/2000 tanggal 14 Desember 2000 tentang Jenis-jenis

Harta Yang Termasuk Dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan Untuk Keperluan Penyusutan sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138/KMK.03/2002 tanggal 8 April 2002;


(4)

4.Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : Kep-545/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi;

MEMUTUSKAN : Menetapkan :

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS BIAYA PEMAKAIAN

TELEPON SELULER DAN KENDARAAN PERUSAHAAN.

Pasal 1

(1)Atas biaya perolehan atau pembelian telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah biaya perolehan atau pembelian melalui penyusutan aktiva tetap kelompok I sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 520/KMK.04/2000 Lampiran I butir 1 huruf c sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138/KMK.03/2002.

(2)Atas biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan dalam tahun pajak yang bersangkutan.

Pasal 2

(1)Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan bus, minibus, atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk antar jemput para pegawai, dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri keuangan Nomor 520/KMK.04/2000 Lampiran II butir 1 huruf b sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138/KMK.03/2002.

(2)Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan bus, minibus, atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk antar jemput para pegawai,dapat dibebankan seluruhnya sebagai biaya perusahaan dalam tahun pajak yang bersangkutan.

Pasal 3

(1)Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedan atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan


(5)

atau pekerjaannya,dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50%(lima puluh persen)dari jumlah biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar melalui penyusutan aktiva tetap kelompok II sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 520/KMK.04/2000 Lampiran II butir 1 huruf b sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138/KMK.03/2002.

(2)Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50%(lima puluh persen) dari jumlah biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin dalam tahun pajak yang bersangkutan.

Pasal 4

Apabila atas penghasilan Wajib Pajak yang dapat dibebani biaya-biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 3 dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final atau berdasarkan norma penghitungan khusus, maka pembebanan biaya-biaya tersebut telah termasuk dalam penghitungan Pajak Penghasilan yang bersifat final atau berdasarkan norma penghitungan khusus.

Pasal 5

Atas biaya-biaya yang dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 3, tidak merupakan penghasilan bagi para pegawai perusahaan yang bersangkutan.

Pasal 6

Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 April 2002

DIREKTUR JENDERAL, ttd


(6)

Dokumen yang terkait

Penerapan Tax Planning Untuk Pajak Penghasilan Sebagai Upaya Penghematan Pembayaran Pajak Badan Pada PT. Barata UUM Medan.

22 120 112

Penerapan Tax Planning Atas Pajak Penghasilan Badan Pada PT Agricon Putra Citra Optima Cabang Medan

12 119 65

Anggaran Biaya Operasi Sebagai Alat Perencanaan Dan Pengawasan Biaya Pada PT Sofara Cipta Kirana Medan

0 35 67

Analisis Perbandingan Tax Planning Pajak Penghasilan Sebelum Dan Sesudah Beban Pajak Pada PT. PLN (Persero)

4 31 110

Analisis Tax Planning Dalam Upaya Meminimalisasi Beban Pajak Penghasilan Pada Bentuk Badan Usaha (Studi Kasus Pada PT ABX)

9 87 48

Analisis Tax Planning Dalam Upaya Meminimalisasi Beban Pajak Penghasilan Pada Bentuk Badan Usaha (Studi Kasus Pada PT ABX)

0 13 52

ANALISIS PENGARUH PERENCANAAN PAJAK (TAX PLANNING) SEBAGAI UPAYA MENEKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN Analisis Pengaruh Perencanaan Pajak (Tax Planning) Sebagai Upaya Menekan Beban Pajak Penghasilan Perusahaan Terhadap Ekuitas Pada Perusahaan Perbankan Yang T

1 1 14

ANALISIS PENGARUH PERENCANAAN PAJAK (TAX PLANNING) SEBAGAI UPAYA MENEKAN BEBAN PAJAK PENGHASILAN Analisis Pengaruh Perencanaan Pajak (Tax Planning) Sebagai Upaya Menekan Beban Pajak Penghasilan Perusahaan Terhadap Ekuitas Pada Perusahaan Perbankan Yang T

0 1 13

Peranan Perencanaan Pajak (Tax Planning) dalam Meminimalkan Pajak Penghasilan Terutang (Studi Kasus pada PT X).

0 0 17

Analisis Penerapan Tax Planning dalam Upaya Meningkatkan Efisiensi Pembayaran Beban Pajak Penghasilan pada PT. Graha Mitra Sukarami - eprints3

0 0 7