yang cenderung menginvasi kavitas yang sudah ada aspergiloma atau bola fungi atau pembuluh darah. Dumasari, 2008, Mitchell,2007
Faktor resiko terjadinya infeksi aspergillosis termasuk hingga menjadi invasiv aspergillosis antara lain adalah keganasan hematologi, penggunaan
steroid, agranulocytosis intensitas dan durasi, penyakit CMV, penyakit paru termasuk PPOK, penyakit paru interstitial, dan riwayat operasi thoraks dan
tergantung status imun selama pengobatan dengan corticosteroid, alkoholisme, penyakit vascular kolagen atau Chronic granulomatous disease, dan penyakit
yang menimbulkan kavitas. Pasien yang mengalami BMT atau transplantasi organ, neutropenia setelah kemoterapi pada keganasan hematologi atau limfoma,
pasien dengan HIV stadium terakhir. Resiko timbulnya invasif aspergillosis juga berhubungan dengan derajat terpapar spora aspergillus. Garbino, 2004
2.2.3 Mikotoksin
Aspergillus fumigatus menghasilkan metabolit sekunder yang disebut
dengan mikotoksin. Metabolit sekunder yang paling sering ditemukan antara lain adalah Fumagillin, fumitoxin, fumigaclavines, fumigatin, fumitremorgins,
gliotoxin, monotrypacidin, tryptoquivaline, helvolic acid, dan dua metabolit chromophore families uncharacterized chemically
FUA dan FUB. Latge, 1999 Spesies Aspergillus pada umumnya memproduksi toksin mikotoksin yang dapat
berperan pada manifestasi klinis. Dumasari, 2008 Mikotoksin yang dihasilkan dapat menimbulkan berbagai gejala dan tanda, tergantung pada organ yang
terkena, dosis dan jenis mikotoksin yang dihasilkan. Gejalanya dapat berupa
Universitas Sumatera Utara
kematian akut, immunosupressi, lesi kulit dan tanda-tanda hepatotoxic, nephrotoxic, neurotoxic, atau genotoxic. Soyler, 2004
Gliotoxins merupakan mikotoksin yang paling sering dipelajari karena senyawa ini secara akut bersifat toxic. Latge, 1999 Gliotoxin dapat menurunkan
fungsi makrofag dan neutrophil. Dumasari, 2008 Gliotoxins memiliki aktivitas biologi sebagai antibakteri dan antivirus. Gliotoxins juga merangsang apoptosis
sel mati pada beberapa jenis sel dan toxin ini diduga memiliki peranan penting terhadap pathogenesis terjadinya invasif aspergillosis. Soyler, 2004 Selain itu
toxin ini juga dapat menghambat aktivasi sel B dan sel T dan menghambat generasi sel cytotoxic.Latge, 1999 Produksi catalase, superoxide dismutase dan
mannitol oleh Aspergillus dapat melindungi jamur tersebut dari kerusakan oxidative yang di induksi oleh sel fagositik. Selain itu, pigmen melanin dan
membran protein kakunya terdiri dari vesikel rodlet di permukaan konidia Aspergillus
yang juga dapat membuat pertahanan diri dari fagositosis. Chamilos, 2008
2.2.4 Gambaran klinis
Sejak diketahui bahwa inhalasi merupakan cara masuknya spora aspergilus ke dalam saluran pernafasan manusia, maka istilah aspergilosis sescara umum
meliputi kelompok penyakit yang gambaran klinisnya melibatkan paru-paru. 1.
Non-invasif aspergilosis a.
Bentuk alergi allergic bronchopulmonary aspergillosis ABPA Pada beberapa individu yang atopic, pembentukan antibody IgE terhadap
antigen permukaan konidia aspergilus menghasilkan reaksi asmatik segera pada
Universitas Sumatera Utara
pajanan berikutnya. Pada individu lain, konidia bergerminasi dan hifa mengolonisasi pohon bronkus tanpa menginvasi parenkim paru. Fenomena
tersebut merupakan cirri khas aspergilosis bronkopulmonal alergi, yang secara klinis ditandai dengan asma, infiltrate dada rekuren, eosinifilia, dan
hipersensitivitas uji kulit tipe I cepat dan tipe III Arthus terhadap antigen aspergillus. Banyak pasien menghasilkan sputum akibat aspergilus dan presipitin
serum. Mereka mengalami kesulitan bernapas dan timbul parut yang permanen di paru. Pejamu normal yang terpajan konidia dalam jumlah yang sangat banyak
dapat mengalami alveolitis alergi ekstrinsik. Mitchell, 2007 Allergic bronchopulmonary aspergillosis dilaporkan dijumpai pada asma
yang tergantung dengan steroid sekitar 14 dan pada pasien dengan kolonisasi aspergilus seperti cystic fibrosis dijumpai sebanyak 7. Gambaran klinis yang
sering dijumpai yaitu demam, asma dengan perbaikan klinis yang lambat, batuk yang produktif, malaise dan berat badan menurun. Dumasari, 2008 Kriteria
minimal untuk menegakkan diagnosa ABPA adalah 1 asthma; 2 immediate
cutaneous reactivity terhadap A. fumigatus; 3 total serum immunoglobulin IgE 1,000 ngml; 4 peningkatan specific IgE-AfIgG-Af; dan 5 central bronchiectasis
tanpa disertai distal bronchiectasis. Shah, 2010 Selain itu criteria lainnya adalah
dijumpai adanya A. fumigatus pada biakan sputum, batuk dengan dahak berwarna coklat atau flek, dan reaksi arthus terhadap antigen Aspergillus. Chamilos, 2008
b. Aspergiloma dan kolonisasi ekstrapulmonal
Aspergiloma fungus ball adalah berupa massa yang padat tidak berbentuk dari mycelium jamur. Aspergiloma terjadi ketika konidia yang terhirup
masuk ke dalam kavitas yang sudah terbentuk, bergerminasi, dan menghasilkan
Universitas Sumatera Utara
banyak hifa dalam ruang paru abnormal. Pasien yang menderita penyakit kavitas sebelumnya misal tuberculosis, sarkoidosis, emfisema berisiko terkena penyakit
ini. Fungus ball sering dijumpai pada lokasi bagian atas lobus paru. Terjadinya lisis yang spontan pernah dilaporkan sekitar 10 dari kasus. Dumasari, 2008,
Mitchell, 2007, Thompson dan Patterson, 2008 Beberapa pasien asimtomatik, yang lain mengalami batuk, dispnea,
penurunan berat badan, lelah, dan hemoptisis. Haemoptisis merupakan gejala klinis yang sering dijumpai sekitar 50 – 80 dari kasus dan jarang bersifat fatal.
Kasus aspergiloma jarang bersifat invasive. Infeksi local noninvasive kolonisasi oleh spesies aspergilus dapat mengenai sinus nasalis, saluran telinga, kornea, atau
kuku. Mitchell, 2007, Thompson, 2008
Gambar 2.2
Gambaran Aspergilloma pada paru A.D.A.M, 2010
2. Aspergilosis invasive
Setelah terhirup dan terjadi germinasi konidia, penyakit invasif berkembang menjadi proses pneumonia akut dengan atau tanpa penyebaran.
Pasien yang beresiko adalah mereka yang menderita leukemia mielogenosa atau
Universitas Sumatera Utara
limfositik dan limfoma, penerima transplantasi sumsum tulang, dan terutama mereka yang minum kortikosteroid. Gejala antara lain demam, batuk, dispnea, dan
hemoptisis. Hifa menginvasi lumen dan dinding pembuluh darah, menyebabkan thrombosis, infark, dan nekrosis. Dari paru penyakit ini dapat menyebar ke
saluran cerna, ginjal, hati, otak dan organ lain, menimbulkan abses dan lesi nekrotik. Tanpa pengobatan yang cepat, prognosis untuk pasien yang menderita
aspergilosis invasive sangat buruk. Individu dengan penyakit dasar yang tidak terlalu mengganggu dapat mengalami aspergilosis pulmonal nekrotikans kronik,
yang merupkan penyakit yang lebih ringan. Mitchell, 2007 Faktor resiko terjadinya Aspergillosis paru invasive adalah pada pasien
immunocompromised yang disebabkan terutama oleh keadaan neutropenia, haematopoietic stem-cell dan transplantasi organ padat, penggunaan obat
kortikosteroid yang lama dan dengan dosis tinggi, keganasan haematologi, terapi cytotoxic, AIDS, dan chronic granulomatous disease CGD.Zmeili dan Soubani,
2007
3. Semi-InvasiveChronic Necrotising Aspergillosis CNA
Spektrum penyakit ini diantara kolonisasi saprofit pada aspergilloma dan invasive aspergillosis. Panda, 2004 Penyakit ini merupakan indolent, kavitas,
dan merupakan sekunder infeksi parenkim paru terhadap invasi local jamur aspergillus. Berbeda dengan IPA, CNA memiliki progresivitas yang lambat lebih
dari beberapa minggu hingga bulan dan invasi vascular atau disseminasi organ lain tidak terjadi. Sindroma penyakit ini jarang terjadi. Zmeili dan Soubani,
2007
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3
Spektrum klinis yang dihasilkan akibat terhirupnya spora aspergillus. ICH, immunocompromised host; IPA, invasive pulmonary
aspergillosis; ABPA, allergic bronchopulmonary aspergillosis. Zmeili dan Soubani, 2007
2.2.5 Uji diagnostic laboratorium