Polymerase Chain Reaction PCR

2.2.7 Epidemiologi dan Pengendalian

Jamur Aspergillus tersebar diseluruh dunia. Konidianya dapat hidup di tanah dan di udara. Di dalam lingungan rumah sakit jamur Aspergillus spp. dapat ditemukan di udara, penampungan air, tanaman di pot. Sehingga spora jamur ini selalu dapat terhirup oleh manusia. Terjadinya infeksi aspergillus pada manusia lebih berperan pada factor daya imunitas penderita dibandingkan virulensi jamurnya sendiri. Saluran napas atas merupakan organ yang paling sering terkena infeksi jamur Aspergillus. Kumala, 2006 Pada dekade terakhir, insidens infeksi jamur meningkat. Aspergillosis invasive merupakan infeksi jamur kedua yang paling sering pada pasien kanker, setelah kadidiasis. Garbino, 2004 Untuk individu yang beresiko menderita penyakit alergi atau aspergilosis invasive, usaha yang harus dilakukan adalah menghindari pajanan terhadap konidia spesies aspergilus. Kebanyakan unit transplantasi sumsum tulang menggunakan system pendingin berfilter, mengawasi kontaminan melalui udara pada ruangan pasien, mengurangi kunjungan, dan beberapa tindakan lain untuk mengisolasi pasien dan meminimalkan resiko pasien terpajan konidia aspergilus dan kapang lain. Beberapa pasien yang beresiko untuk aspergilosis invasive diberikan profilaksis amfoterisin B atau itrakonazol dalam dosis rendah. Mitchell, 2007

2.3 Polymerase Chain Reaction PCR

PCR ditemukan oleh Kary Mullis pada tahun 1985, merupakan suatu prosedur yang efektif untuk pelipatgandaan amplifikasi DNA. Proses ini mirip dengan proses replikasi DNA dalam sel. Amplifikasi ini menghasilkan Universitas Sumatera Utara lebih dari sejuta kali DNA asli. Hasil pelipatgandaan segmen DNA ini menyebabkan segmen DNA yang dilipatgandakan tersebut mudah dideteksi karena konsentrasinya tinggi. Pendeteksian dilakukan dengan metode pemisahan molekul berdasarkan bobot molekulnya, yang disebut elektroforesis menggunakan gel agarosa Sudjadi, 2008. Proses pelipatgandaan DNA oleh PCR ini meliputi tiga tahapan proses utama, yaitu: Proses pertama melepaskan rantai ganda DNA menjadi dua rantai tunggal DNA melalui proses denaturasi. Proses denaturasi DNA dilakukan dengan cara menaikkan suhu sampai 95 o Proses kedua adalah annealing atau pemasangan 2 rantai primer pada kedua rantai DNA tersebut. Primer berfungsi sebagai pancingan awal dalam pelipatgandaan segmen DNA. Primer terdiri dari 18 - 24 deret basa nukleotida pengode DNA [adeninA, guanin G, sitosin C, dan timin T] yang disintesis secara artifisial dan biasanya dapat dipasangkan dengan DNA yang akan dideteksi. Proses pemasangan primer dengan DNA yang akan dideteksi ini membutuhkan suhu optimum sesuai kebutuhan primer tersebut. Biasanya dengan cara menurunkan suhu antara 37 C. Sebelum proses denaturasi ini, biasanya diawali dengan proses denaturasi inisial untuk memastikan rantai DNA telah terpisah sempurna menjadi rantai tunggal. o C-60 o Proses ketiga disebut ekstension atau perpanjangan. Pada proses ini deoksiribonukleotida trifosfat dNTP, yang sebelumnya telah ditambahkan dalam pereaksi, menyebabkan primer yang tadinya hanya 18 sampai 24 deret basa nukleotida akan memperoleh tambahan basa nukleotida yang terdapat di C. Universitas Sumatera Utara dNTP dan kemudian menjadi sepanjang segmen DNA yang dilipatgandakan itu. Proses ini dibantu oleh adanya enzim DNA polimerase dan enzim ini bekerja optimum pada suhu 72 o Ketiga proses ini dilakukan berulang-ulang sampai jumlah kelipatan segmen DNA sesuai dengan kebutuhan Sopian, 2006; Sudjadi, 2008. C. dNTP merupakan kumpulan 4 jenis basa nukleotida A,G,C, dan T yang terikat pada 3 gugus fosfat dan masing-masing berdiri bebas sampai enzim DNA polimerase mengkatalis pengikatannya pada primer. Setelah siklus PCR berakhir, proses final extension dilakukan selama 5-15 menit pada suhu yang sama dengan proses ekstensi untuk menjamin semua rantai tunggal DNA telah penuh terbentuk.

2.4 Elektroforesis