ANALISIS HUBUNGAN KONSEP DIRI POSITIF DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA FKIP UNIVERSITAS LAMPUNG ANGKATAN 2014 YANG BERASAL DARI LUAR PROPINSI LAMPUNG

(1)

ANALISIS HUBUNGAN KONSEP DIRI POSITIF DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA FKIP

UNIVERSITAS LAMPUNG ANGKATAN 2014 YANG BERASAL DARI LUAR PROPINSI LAMPUNG

Oleh

ASLAMA PUJI ASTUTI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan konsep diri positif dengan penyesuaian diri pada mahasiswa FKIP Universitas Lampung angkatan 2014 yang berasal dari luar Propinsi Lampung.

Metode yang digunakan adalah deskriptif dengan menggunakan teknik analisis statistik korelasi sederhana Product Moment. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 59 mahasiswa yang terdiri dari 17 mahasiswa laki-laki dan 42 mahasiswa perempuan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah skala konsep diri positif dan skala penyesuaian diri.

Hasil penelitian menunjukkan memiliki hubungan kuat dan positif dengan rxy = 0,669, dan r2= 44,756%, maka Ha diterima dan Ho ditolak, artinya ada hubungan konsep diri positif dengan penyesuaian diri pada mahasiswa.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah ada hubungan konsep diri positif dengan penyesuaian diri pada mahasiswa FKIP Universitas Lampung angkatan 2014 yang berasal dari luar Propinsi Lampung.

Saran yang diberikan (1) kepada lembaga, khususnya Universitas Lampung hendaknya memberikan penyuluhan atau bimbingan kelompok tentang budaya Lampung kepada mahasiswa dari luar Propinsi Lampung; (2) kepada para peneliti hendaknya dapat melakukan penelitian mengenai masalah yang sama tetapi menggunakan faktor analisis yang berbeda.


(2)

ANALISIS HUBUNGAN KONSEP DIRI POSITIF DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA FKIP

UNIVERSITAS LAMPUNG ANGKATAN 2014 YANG BERASAL DARI LUAR PROPINSI LAMPUNG

Oleh

ASLAMA PUJI ASTUTI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Bimbingan dan Konseling Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(3)

UNIVERSITAS LAMPUNG ANGKATAN 2014 YANG BERASAL DARI LUAR PROPINSI LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

ASLAMA PUJI ASTUTI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

GAMBAR Halaman 1.1 Daerah Asal Mahasiswa FKIP Universitas Lampung Angkatan 2014 ... 2 1.2 Paradigma Penelitian...16


(7)

Halaman DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah... 1

1. Identifikasi Masalah ... 9

2. Batasan Masalah... 10

3. Rumusan Masalah ... 10

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

1. Tujuan Penelitian... 10

2. Manfaat Penelitian... 11

D. Kerangka Pikir ... 11

E. Hipotesis... 16

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Diri Positif... 18

1. Pengertian Konsep Diri ... 19

2. Perkembangan Penggunaan Teori Konsep Diri dalam Penelitian... 21

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri ... 25

4. Dimensi-Dimensi dalam Konsep Diri ... 27

5. Konsep Diri Positif ... 32

B. Penyesuaian Diri ... 33

1. Pengertian Penyesuaian Diri... 34

2. Karakteristik Penyesuaian Diri ... 37

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri ... 39

4. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri ... 44

5. Kriteria Keberhasilan Penyesuaian Diri ... 45

C. Keterkaitan Konsep Diri Positif dengan Penyesuaian Diri yang Ber-asal dari Luar Propinsi Lampung ... 47


(8)

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 56

1. Variabel Penelitian ... 56

2. Definisi Operasional ... 57

D. Populasi dan Pengambilan Sampel ... 59

1. Populasi ... 59

2. Pengambilan Sampel ... 60

E. Teknik Pengumpulan Data ... 61

1. Skala Konsep Diri Positif ... 63

2. Skala Penyesuaian Diri... 64

F. Pengujian Instrumen Pengumpulan Data ... 66

1. Pengujian Validitas Instrumen... 66

2. Pengujian Reliabilitas Instrumen... 68

G. Teknik Analisis Data ... 71

1. Data Berasal dari Sampel Representatif ... 71

2. Uji Normalitas ... 72

3. Uji Linieritas... 73

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Prosedur Penelitian... 75

1. Persiapan Alat Ukut ... 75

2. Persiapan Administrasi... 77

3. Pelaksanaan Penelitian ... 77

4. Keterbatasan Peneliti... 79

B. Hasil Penelitian ... 80

1. Deskripsi Data ... 80

2. Uji Asumsi-Asumsi ... 83

3. Analisis Data ... 90

C. Pembahasan Penelitian ... 91

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 107

B. Saran... 108 DAFTAR PUSTAKA


(9)

Halaman

1. Kisi-Kisi Pengembangan Instrumen Penelitian ... 113

2. Hasil Penilaian Para Ahli terhadap Indikator, Deskriptor, Pernyataan dari Kisi-Kisi Instrumen Konsep Diri Positif dan Penyesuaian Diri... 116

3. Skala Konsep Diri Positif... 131

4. Skala Konsep Penyesuaian Diri ... 134

5. Hasil Perhitungan Validitas pada Masing-Masing Variabel ... 137

6. Daftar Nama Uji Coba Alat Ukur ... 140

7. Hasil Uji Coba Alat Ukur Skala Konsep Diri Positif... 141

8. Uji Reliabilitas Skala Konsep Diri Positif dengan TeknikAlpha Cronbach143 9. Hasil Uji Coba Alat Ukur Skala Penyesuaian Diri ... 144

10. Uji Reliabilitas Skala Penyesuaian Diri dengan TeknikAlpha Cronbach.145 11. Laporan Hasil Uji Ahli Instrumen... 147

12. Jumlah Mahasiswa S1 Reguler, S1 Non Reguler, Paralel, Pascasarjana FKIP UNILA Periode Maret 2015 ... 154

13. Jumlah Mahasiswa FKIP Universitas Lampung Angkatan 2014 Berdasar-kan Asal Daerah ... 156

14. Daftar Nama Mahasiswa Baru FKIP Universitas Lampung Tahun Aka-demik 2014/2015 dari Daerah Luar Propinsi Lampung... 158

15. Hasil Pengumpulan Data Skala Konsep Diri Positif... 160

16. Hasil Pengumpulan Data Skala Penyesuaian Diri ... 161 17. Perhitungan Koefisien Korelasi Konsep Diri Positif dengan Penyesuaian


(10)

siswa FKIP Universitas Lampung Angkatan 2014 yang Berasal dari Luar

Propinsi Lampung ... 165

19. Tingkat Klasifikasi Konsep diri Positif dan Penyesuaian Diri ... 166

20. Surat Izin Penelitian Pendahuluan ... 168


(11)

Tabel Halaman

3.1 Jumlah Mahasiswa FKIP Universitas Lampung angkatan 2014 ... 59

3.2 Skor Nilai Alternatif Jawaban ... 62

3.3 Kriteria Konsep Diri Positif dan Penyesuaian Diri... 63

3.4 Blue PrintSkala Konsep Diri Positif... 64

3.5 Blue PrintSkala Penyesuaian Diri ... 65

4.1 Kriteria Konsep Diri Positif dan Penyesuaian Diri... 80

4.2 Tingkat Klasifikasi Konsep Diri Positif dan Penyesuaian Diri ... 81

4.3 Tingkat Klasifikasi Hubungan antara Konsep Diri Positif dengan Penye-suaian diri... 82

4.4 Mencari Rata-Rata dan Simpangan Baku Konsep Diri Positif... 85

4.5 Uji Normalitas Konsep Diri Positif ... 86

4.6 Mencari Rata-Rata dan Simpangan Baku Penyesuaian Diri ... 87

4.7 Uji Normalitas Penyesuaian Diri ... 87

4.8 Rasio Korelasi Konsep Diri Positif dengan Penyesuaian Diri... 89

4.9 Perhitungan Rasio Korelasi untuk Regresi Konsep Diri Positif dan Penyesuaian Diri ... 89


(12)

(13)

MOTO

Apa sulitnya bagi yang Mahamulia Dengan keikhlasan do’a Dia akan melimpahkan keridhaan dan kasih sayang-Nya (Muhammad Zakariyya Al-Kandalawi)

Jangan pernah menyerah jika kamu masih igin mencoba. Jangan biarkan penyesalan datang karena kamu selangkah lagi akan menang (R.A. Kartini)


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 26 Mei 1991 di Kecamatan Baturaja Timur, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. Penulis adalah anak ketiga dari pasangan Bapak Idirman dan Ibu Rita Seridawati.

Penulis menempuh pendidikan formal yang diawali dari : TK Aisyah, lulus tahun 1997; SD Negeri 8 Ogan Komering Ulu, lulus tahun 2003; SMP Negeri 1 Ogan Komering Ulu, lulus tahun 2006; kemudian melanjutkan ke SMA Negeri 4 Ogan Komering Ulu, lulus tahun 2009. Penulis juga melanjutkan pendidikan D1 di Lembaga Bahasa Inggris Bandar Lampung (LBI-BL), lulus tahun 2010; dilanjutkan tahun 2010, penulis sempat mengajar di UMC-Aritmatika Sempoa Baturaja Timur, Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan.

Pada tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung melalui jalur Ujian Mandiri (UM). Selanjutnya, pada tahun 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Praktik Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah (PLBK-S) di SMA Negeri 2 Kotaagung, Tanggamus, kedua kegiatan tersebut dilaksanakan di Desa Kedamaian, Kecamatan Kotaagung Pusat, Kabupaten Tanggamus, Lampung. Selama kuliah penulis aktif di beberapa Lembaga Kemahasiswaan, yaitu : sebagai anggota di Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Pendidikan (Himajip) FKIP Unila tahun 2011/2012, anggota Forum Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Unila (Formabika) tahun 2012/2013. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti kegiatan sebagai volunteer dan therapist untuk anak berkebutuhan khusus (ABK) dari SNETS di bawah naungan YCHI cabang Bandar Lampung sejak tahun 2011 sampai saat ini.

Selain pendidikan formal, penulis juga aktif di pendidikan non formal, dimana sejak tahun 2001 penulis sudah bergabung dengan yayasan Universal Megabrain Center, dan sudah sering mengikuti perlombaan yang diantaranya adalah juara 2

The Abacus Mental Aritmetic Competition Tingkat Propinsi pada tahun 2001; juara 1 Olympiade Aritmatika Enfagrow Indonesia Terbuka ke III pada tahun 2002. Selanjutnya, penulis juga mengikuti Abacus Mental Arithmetic Proficiency Examination tahun 2003; dan International Standard of Abacus Computation

pada tahun 2004; serta telah diwisudah karena berhasil menyelesaikan pendidikan

International Grading Test Mental Arithmetic Grade 5 pada tahun 2008. Selain itu, penulis juga merupakan athlete di bidang olahraga catur tingkat Propinsi pada tahun 2008.


(15)

PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmanirrohim...

Dengan segala kerendahan hati, skripsi ini kupersembahkan untuk :

Orangtua ku tersayang, Ayahanda Idirman dan Ibunda Rita Seridawati,

Kakak-kakakku yang hebat: Kakak Galileo Galilei,

Ayuk Nur Ukhti Alfath dan Ayuk Trisna Harlena.

Keluarga besarku, dosen-dosenku, sahabat-sahabatku, keluarga besar Bimbingan

dan Konseling Universitas Lampung serta almamaterku.

Khususnya untuk PA ku dan dosen Pembimbing Utama, Bapak Muswardi Rosra;

dosen Pembimbing 2 ku , Ibu Ranni Rahmayanthi. Z;

serta dosen Pembahas ku, Ibu Shinta Mayasari.

Aku mencintai kalian semua karena Allah.


(16)

SANWACANA

Puji syukur kepada Allah SWT yang Maha pengasih dan Maha penyayang yang tak henti-hentinya melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang dinantikan syafaatnya di yaumul akhir nanti. Karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul “Analisis Hubungan Konsep Diri Positif dengan Penyesuaian Diri pada Mahasiswa FKIP Angkatan 2014 Universitas Lampung yang Berasal dari Luar Propinsi Lampung”. Adapun maksud penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pendidikan pada Program Studi Bimbingan dan Konseling, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;

2. Ibu Dra. Risnawati Rini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;

3. Bapak Dr. Mulyanto Widodo, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Lampung;


(17)

5. Bapak Drs. Hi. Buchori Asyik, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPS Universitas Lampung;

6. Bapak Drs. Yusmansyah, M.Si., selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Lampung;

7. Bapak Drs. Muswardi Rosra, M.Pd., selaku Pembimbing I yang telah menyediakan waktunya dalam memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik;

8. Ibu Ranni Rahmayanthi. Z, S.Pd., M.A selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan motivasi, bantuan, bimbingan dan arahan kepada penulis selama ini;

9. Ibu Shinta Mayasari, S.Psi., M.Psi., Psi., selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan, kritik dan saran yang membangun.

10. Bapak dan Ibu Dosen Bimbingan dan Konseling Universitas Lampung. Terimakasih atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan selama ini.

11. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si., selaku Wakil Dekan Akademik dan Kerja Sama FKIP yang telah banyak memberikan bantuan untuk izin penelitian penulis di Universitas Lampung.

12. Terimakasih kepada Ibu Citra Abriani Maharani, S.Pd., M.Pd., Kons., Ibu Yohana Oktarina, S.Pd., M.Pd., dan Bapak Drs. Syarifuddin Latief, M.Pd., selaku dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Lampung; dan Bapak Bambang Riyadi, M.Pd., selaku dosen Program Studi Pendidikan


(18)

13. Terima kasih yang yang tak terhingga kepada Ayahku Idirman dan Ibuku Rita Seridawati yang selalu memberikan kasih sayang, doa, dan semangat yang tak pernah berhenti kepadaku. Kakakku Galileo Galilei; Ayukku Nur Ukhti Alfath dan Trisna Harlena yang juga terus memberikan semangat dan bersedia selalu mendengarkan keluh kesahku. Serta, Keponakanku yang tersayang, Aniiqah Sajidah yang selalu dapat menghiburku.

14. Seluruh keluarga besarku : Kakek, Nenek, Uak, Makwo, Pakwo, Makcik, Pakcik, Bibi, Mamang, Kakak, Ayuk, dan Adik-Adikku.

15. Teman dekatku, Jumiyanti alias “Jeje”, terimakasih telah menjadi sahabatku dari awal semester hingga semester sekarang, selalu ada, dan selalu setia mendengarkan setiap kata-kata yang keluar dari bibirku, baik itu keluhan atau cerita yang mungkin tidak terlalu penting.

16. My soulmate di Bimbingan dan Konseling 2011, “Lita”, tidak pernah terbesit sedikit pun dalam benakku, jika saya akan bertemu dengan teman yang tahun lahirnya sama dalam angkatan 2011 ini. Terimakasih banyak sudah menjadi teman yang sepemikiran dengan saya, walaupun fashion dan style kita terkenal selalu sangat bertolak belakang.

17. Tetangga depan kosanku dan juga teman dekatku, “Ngah Firma” yang selalu membantuku setiap saat, memberikan kasih sayang, semangat, dan juga do’a. 18. Asrama Putri Difra: Mbk Eva, Novpia, Nunung, Uwie, Intan, Risti, Kristin,

Lisa, Lia, Hariy, Eva, Tiwi, Putri, Tanjung, Ade, Ipeh, Nurul, Uci, dan Iid, terimakasih atas kebersamaannya selama ini.


(19)

20. Teman-teman seperjuangan angkatan 2011: Abang Leo (selaku Ketua Angkatan), Adi Zonk, Agnes Mo, Pipit, Atu, Alum, Nindy, Ika, Desi, Diah, Mbk Eka, Mas Eko, Eca, Mami Endah, Galah, Si Ngah Firma, Hendra, Irma, Ijo, Jeje, Liana, Onta, Iman, Bang Fiqri, Maria, Lili, Unie Mela, Meli, Mery, Normen, Mbk Bro, Putria, Mama Ratih, Icut, Tara, Cici, Veni, Vila Vili, Wiwin, Eness, dan Yuyun.

21. Special untuk kedua temanku dalam seperjuangan dan berbagi, mulai dari merintis skripsi sampai skripsi ini selesai, selalu bersama, selalu menemani, yaitu: Arum Pradina Asthiningsih dan Astri Nindy Hutami.

22. Teman-temanku yang ada di SNETS YCHI Bandar Lampung, terimakasih pernah mengisi hari-hariku dalam menuntut ilmu, yaitu: Mbk Susi, Mbk Sisil, Mbk Bebby, Mbk Ajeng, Bang Irul, Taufik, Deka, Tara, Uni Diana, Fadhil, dan Lena. Anak-anak asuhku Hanana, Wahyu.alm, Zulfa, Tika, Amarah, Fatih, dan Attayah.

23. Terimakasih juga untuk teman-teman yang memiliki kegemaran dan hobby

yang sama denganku, sehingga menambah warna kegembiraan dalam kegiatan sehari-hariku dan menjadi sahabat baikku juga, yaitu: Lita, Lili, Tiara, Nana, dan Mery.

24. Terimakasih untuk sahabat-sahabatku dari bangku sekolah dulu hingga sampai saat ini, yang telah menjadi motivasiku dan pendengar setiaku walaupun tempat kita berjarak sangat jauh sekarang, tetapi kalian tetap


(20)

25. Terimakasih juga kepada kakak-kakak tingkat yang saya hormati dan adik-adik tingkat yang saya sayangi Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Lampung, dan juga khususnya untuk adik-adik FKIP Universitas Lampung angkatan 2014 yang berasal dari luar Propinsi Lampung yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membantu penelitian penulis.

26. Almamaterku tercinta.

Semoga Allah SWT membalas amal kebajikan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga bermanfaat. Amiin.

Bandar Lampung, Agustus 2015 Penulis,


(21)

A. Latar Belakang dan Masalah

Proses keberhasilan dalam pembelajaran seseorang tidak terlepas hanya dalam pendidikan di keluarga ataupun masyarakat saja, melainkan juga dalam pendidikan formal. Keberhasilan dalam pendidikan formal akan selalu terkait dengan pelaksanaan proses pembelajaran di bangku sekolah, dan selanjutnya di bangku perguruan tinggi. Perguruan tinggi merupakan pendidikan tertinggi yang memberikan gelar akademik dalam beragam program studi tertentu.

Kegiatan pembelajaran di perguruan tinggi tidak jauh berbeda dengan di bangku sekolah, hanya saja, di perguruan tinggi mahasiswa dituntut untuk bersikap lebih mandiri, lebih mampu mengeksplorasi kemampuan yang dimiliki diri sendiri, dan bersikap lebih kritis tentang perencanaan masa depan. Dan nantinya, diharapkan mahasiswa mampu mengembangkan diri secara optimal, sanggup bersaing ketika di dunia kerja yang lebih memiliki tekanan untuk mencapai target tertentu, mampu meraih kesuksesan untuk memiliki kehidupan yang lebih baik di kemudian hari baik untuk diri sendiri maupun dapat menjadi kebanggaan keluarga, menjadi sumber daya manusia yang berguna bagi orang terdekatnya, masyarakat, bangsa dan Negara.


(22)

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika banyak orang mencoba masuk perguruan tinggi yang mereka inginkan. Dan biasanya perwujudan untuk mendapatkan pendidikan di perguruan tinggi terbaik tidak didapatkan di daerah asal atau kota sendiri karena perguruan tinggi yang ada di Indonesia, khususnya perguruan tinggi Negeri banyak berada di perkotaan bukan di pedesaan.

Hal ini juga sejalan dari hasil penelitian pendahuluan yang diperoleh peneliti, dimana daerah asal mahasiswa FKIP Universitas Lampung angkatan 2014 dapat dikategorikan menjadi 3 daerah asal, yaitu lebih dari 50% berasal dari luar daerah Bandar Lampung dengan jumlah 850 mahasiswa, lebih dari 4% berasal luar Propinsi Lampung dengan jumlah 64 mahasiswa, dan selebihnya berasal dari Bandar Lampung dengan jumlah 400 mahasiswa. Adapun gambar 1.1 yang menunjukkan daerah asal mahasiswa FKIP Universitas Lampung angkatan 2014 adalah sebagai berikut:

Gambar 1.1: Daerah Asal Mahasiswa FKIP Universitas Lampung Angkatan 2014

Sumber: Kemahasiswaan FKIP Universitas Lampung

0 50 100 150 200 250 300

IP PBS P. MIPA P. IPS

Bandar Lampung

Luar daerah Bandar Lampung

Luar Propinsi Bandar Lampung


(23)

Berdasarkan gambar 1.1 di atas, dapat dilihat untuk jumlah keseluruhan mahasiswa FKIP Universitas Lampung angkatan 2014 adalah 1314 mahasiswa, yang terdiri dari jumlah jurusan Ilmu Pendidikan (IP) adalah 437 mahasiswa, jumlah jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni (PBS) adalah 230 mahasiswa, jumlah jurusan Pendidikan MIPA (P. MIPA) adalah 316 mahasiswa, dan jumlah jurusan Pendidikan IPS (P. IPS) adalah 331 mahasiswa.

Mahasiswa baru S1 FKIP Universitas Lampung angkatan 2014 rata-rata berkisar dari umur 18-20 tahun dengan tahun kelahiran dari 1994-1996. Pada usia ini, menandakan bahwa mahasiswa sudah memasuki masa remaja. Secara garis besar, masa remaja dapat dibagi ke dalam empat periode, yaitu periode praremaja, remaja awal, remaja tengah, dan remaja akhir. Seseorang yang memasuki masa remaja akan menghadapi perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional yang terjadi dalam dirinya. Dimana mereka akan mengalami pubertas, munculnya kemampuan-kemampuan berpikir yang lebih matang, proses memulai hubungan sosial secara lebih luas, proses pencarian jati diri, minat karier, dan lain sebagainya. Untuk seseorang yang sudah memasuki usia 18-20 tahun, hal ini menandakan seseorang tersebut sudah memasuki masa periode remaja akhir. Selanjutnya, akan mulai memasuki masa dewasa, mereka harus mulai mampu menunjukkan pemikiran, sikap, dan perilaku yang semakin dewasa (Ali, 2008:65).

Mahasiswa baru sebagai remaja akhir juga memiliki tugas perkembangan yang harus dicapai dalam kehidupannya, antara lain: dituntut perubahan besar


(24)

dalam pola perilaku mereka, menekankan perkembangan keterampilan intelektual, serta mengembangkan perilaku sosial yang bertanggungjawab (Hurlock, 2003:209). Sehingga, diharapkan proses interaksi remaja akhir ini akan semakin baik dengan lingkungan sekitarnya.

Interaksi adalah satu pertalian sosial antar individu sedemikian rupa sehingga individu yang bersangkutan saling mempengaruhi satu sama lainnya (Chaplin, 2008:254). Interaksi ini dilakukan dengan orang tua, masyarakat, atau tempat tinggal mereka, dan begitu juga interaksi yang dilakukan oleh mahasiswa baru FKIP Universitas Lampung angkatan 2014. Proses interaksi ini dapat dilakukan dengan mudah jika terjadi banyak kesamaan, antara lain sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin yang sama, pola asuh orangtua yang sama, pengalaman yang dirasakan sebelumnya sama, penampilan fisik yang sama, pandangan yang sama, asal daerah yang sama, program studi yang sama, usia homogen, status sosial ekonomi yang tidak jauh berbeda, atau budaya daerah yang sama. Dan sebaliknya, perbedaan yang ada akan membuat proses interaksi ini akan terasa lebih sulit bagi mahasiswa baru tersebut.

Proses interaksi yang dilakukan akan membantu mengajarkan mahasiswa baru bagaimana mengendalikan reaksi-reaksi emosional dan pemecahan masalah dalam suatu kelompok sosial, berusaha memahami dan menguraikan dalam perasaan, mempercayai, memiliki kemauan melakukan suatu tindakan, mampu memberikan aspirasi untuk orang lain. Khususnya mahasiswa yang berasal dari luar Propinsi Lampung.


(25)

Mahasiswa baru yang berasal dari luar Propinsi Lampung atau mahasiswa merantau merupakan mahasiswa yang pergi atau berpindah dari satu daerah asal ke daerah lain untuk meraih kesuksesan dengan kualitas pendidikan yang lebih baik pada bidang yang diinginkan. Mahasiswa ini tentu lebih memiliki tantangan dan tekanan tersendiri sebagai calon guru masa depan dibandingkan dengan mahasiswa yang berasal dari Bandar Lampung atau luar daerah Bandar Lampung.

Hal ini dapat terjadi dikarenakan mereka harus hidup berjauhan lebih lama dengan orangtua atau orang-orang terdekat sebelumnya karena dipisahkan jarak tempuh yang terlalu jauh, harus siap menghadapi lingkungan baru yang memiliki tradisi budaya berbeda yang dimana tentunya ada perbedaan tradisi budaya antara di pulau Sumatera dengan di pulau Jawa ataupun di pulau Papua, latar belakang sosial ekonomi yang berbeda-beda, suasana lingkungan yang berbeda dimana ada lingkungan yang terasa lebih panas seperti di Sumatera Selatan, dan perbedaan daerah tempat tinggal dari desa ke kota.

Dimana dari semua perbedaan itu, diharapkan interaksi yang dilakukan mahasiswa baru dengan orang-orang yang ada berasal dari Bandar Lampung atau luar daerah Bandar Lampung tetap dapat berjalan dengan baik, khususnya mereka memiliki konsep diri positif yang baik dari lingkungan tempat tinggal mereka sebelumnya dengan lingkungan sekelilingnya sekarang.

Konsep diri yang dimiliki seseorang selalu memiliki keunikan tersendiri. Menurut Agustiani (2009:138) konsep diri adalah


(26)

“gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari pengalaman yang terus menerus dan terdiferensiasi.”

Sehingga, konsep diri yang terbentuk pada mahasiswa mampu membantu untuk mempersepsikan dirinya sendiri, pikiran, maupun opini pribadi, memahami bagaimana perbedaan antara individu dengan yang lain. Dan seseorang dikatakan memiliki konsep diri positif bukanlah suatu kebanggaan yang besar tentang diri tetapi berupa penerimaan diri dan identitas diri (Sulivan dalam Thalib, 2010:121).

Selanjutnya, jika seseorang mampu memunculkan konsep diri positif pada dirinya maka akan cenderung memiliki harapan dalam membantu mencapai keberhasilan dalam melakukan suatu tugas karena ia berani mengambil resiko untuk meningkatkan harga dirinya, mampu menerima diri apa adanya, memiliki kecakapan dan pengetahuan yang bermanfaat dalam kehidupannya, serta memahami konsep yang telah dipelajari untuk membantu dirinya saat menghadapi masalah. Dan tentunya ini juga akan berdampak pada kognitif dan afektif mereka. Dimana perkembangan kognitif dan afektif seseorang itu juga merupakan komponen dari konsep diri (Rakhmat, 1989:113).

Selain itu juga, kondisi lingkungan baru di mana remaja hidup juga akan membentuk pola kepribadian, dan lingkungan itu akan terus mempengaruhi konsep diri remaja (Hurlock, 2003:234). Jadi mereka juga akan berusaha memunculkan alternatif solusi, kemudian memilih salah satu solusi dengan pertimbangan yang matang, bertanggungjawab atas pilihan yang telah ia buat,


(27)

dan diharapkan hal tersebut dapat membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan di masyarakat sekitar mereka. Sehingga, hal ini juga menjelaskan jika konsep diri positif dapat membantu seorang mahasiswa baru untuk dapat melakukan penyesuaian diri terhadap kondisi lingkungan baru.

Schneinders (dalam Ali, 2008:173) menyatakan tentang pengertian penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu:

“(1) penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation), (2) penyesuaian diri

sebagai bentuk konformitas (comformity), dan (3) penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery).”

Dan seseorang dikatakan memiliki kemampuan penyesuaian diri yang positif menurut Sunarto (dalam Rumini, 2004:68) adalah jika ia mampu untuk tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional atau mekanisme psikologis, tidak adanya frustasi pribadi, memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri, mampu dalam belajar, menghargai pengalaman, dan bersikap realistis serta obyektif.

Kemudian, diharapkan ini akan mampu membantu mahasiswa baru melakukan penyesuaian diri dalam mengeluarkan tenaga dan waktu sehemat mungkin, serta dapat mengatasi konflik mental, frustasi, dan kesulitan pribadi. Disamping itu juga, mahasiswa baru dapat mengembangkan dan menentukan perilaku yang sesuai dengan tujuan-tujuan yang ingin dicapai, serta tidak mengganggu keadaan sosial yang ada, baik ketika ia berada di lingkungan perguruan tinggi Universitas Lampung, ataupun lingkungan tempat tinggal ia bersama saudara yang ada di Bandar Lampung atau hanya mengekos sendirian.


(28)

Dengan demikian, hal ini juga menjelaskan jika seseorang memiliki konsep diri positif yang baik maka dapat membantu melakukan penyesuaian diri dengan baik juga. Dan sebaliknya, jika memiliki konsep diri positif yang buruk maka penyesuaian diri yang dilakukan juga akan buruk, dimana penyesuaian diri yang buruk dapat ditandai dengan sikap dan tingkah laku yang serba salah, tidak terarah, emosional, sikap yang tidak realistik, membabi buta, dan sebagainya (Fatimah, 2010:197). Sehingga, nantinya cenderung dapat berakibat pada remaja menjadi rendah diri, tertutup, suka menyediri, kurang adanya percaya diri, dan hal ini tentunya juga akan berkaitan dengan konsep diri positif yang dimiliki oleh seseorang.

Akan tetapi, dalam proses yang terjadi di lapangan dari hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan peneliti, terdapat beberapa mahasiswa saat perkuliahan, misalnya ketika harus melakukan persentasi di depan kelas, yang sebelumnya ia selalu merasa memiliki kepercayaan diri di bangku sekolah tetapi sekarang di bangku perguruan tinggi merasa tidak dapat dilakukan dengan baik lagi. Selain itu juga, ada mahasiswa yang masih suka membolos pada saat jam perkuliahan, sering datang terlambat saat perkuliahan padahal saat di bangku sekolah beberapa teman mengakuinya sebagai anak yang rajin tepat waktu saat datang ke sekolah, mencontek pekerjaan teman, mengerjakan tugas kuliah di perguruan tinggi, sering mengobrol atau bermain handphone

saat dosen sedang mengajar di depan kelas, berteman dengan teman yang selalu sama ketika berada di kelas, masih menggunakan bahasa ibu saat berbicara dengan orang lain dalam pergaulan sehari-hari, dan tidak berusaha mencari teman lain yang berbeda program studi dari dirinya.


(29)

Dan ini juga diperkirakan oleh peneliti disebabkan oleh mahasiswa bertemu banyak orang yang mempunyai latar belakang yang berbeda-beda di lingkungan baru mereka, ia harus berhadapan dengan harapan dan tuntutan tertentu dari lingkungan yang harus dipenuhinya sekarang, sedangkan kemungkinan belum tentu ia pernah merasakan di lingkungan sebelumnya.

Berdasarkan hal di atas, skripsi ini disusun untuk mengetahui apakah konsep diri positif mempunyai hubungan dengan penyesuaian diri pada mahasiswa baru. Maka peneliti melakukan penelitian untuk skripsi ini dengan judul

“Analisis Hubungan Konsep Diri Positif dengan Penyesuaian Diri pada

Mahasiswa FKIP Universitas Lampung Angkatan 2014 yang berasal dari Luar Propinsi Lampung”.

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah-masalah yang ada dalam penelitian ini dapat di identifikasi sebagai berikut:

a. Terdapat beberapa mahasiswa yang merasa tidak nyaman untuk bergaul dengan mahasiswa yang berasal program studi sendiri. b. Ada beberapa budaya mahasiswa yang menggunakan intonasi suara

berbeda saat berbicara dengan orang lain dalam pergaulan sehari-hari.

c. Beberapa mahasiswa luar Propinsi Lampung berteman dengan kelompok teman yang baru mereka kenal, sedangkan mahasiswa dari Propinsi Lampung sudah ada beberapa kelompok yang mereka kenal di lingkungan perguruan tinggi.


(30)

d. Ada beberapa mahasiswa masih menggunakan bahasa Ibu dalam pergaulan sehari-hari di perguruan tinggi.

e. Mahasiswa luar Propinsi Lampung adalah mahasiswa perantau sehingga belum terbiasa hidup mandiri, jauh dari orang tua atau keluarga.

2. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka batasan masalah dalam penelitian ini yaitu “analisis hubungan konsep diri positif dengan penyesuaian diri pada mahasiswa FKIP Universitas Lampung Angkatan 2014 yang berasal dari luar daerah Propinsi Lampung.”

3. Rumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini adalah penyesuaian diri mahasiswa FKIP Universitas Lampung angkatan 2014 yang berasal dari luar Propinsi Lampung yang masih rendah, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada hubungan konsep diri positif dengan penyesuaian diri pada mahasiswa FKIP Universitas Lampung Angkatan 2014 yang berasal dari luar Propinsi Lampung?”

B. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan konsep diri positif dengan


(31)

penyesuaian diri pada mahasiswa FKIP Universitas Lampung angkatan 2014 yang berasal dari luar Propinsi Lampung.

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi yang bermanfaat secara teoritis maupun manfaat secara praktis kepada semua jurusan di FKIP Universitas Lampung khususnya pada Program Studi Bimbingan dan Konseling.

2.1 Secara teoretis

Penelitian tentang konsep diri positif dan penyesuaian diri pada mahasiswa ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dan memperkaya wawasan pada Program Studi Bimbingan dan Konseling.

2.2 Secara praktis

Jika penelitian ini terbukti, diharapkan hasil penelitian ini nantinya dapat bermanfaat untuk semua jurusan di FKIP, khususnya Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Lampung tentang konsep diri positif dan penyesuaian diri pada mahasiswa.

C. Kerangka Pikir

Istilah penyesuaian mengacu pada sejauh mana kepribadian seseorang berfungsi secara efiesien dalam lingkungan masyarakat yang ada. Dimana seseorang itu tidak dapat hidup sendiri dan harus mampu berinteraksi dengan


(32)

lingkungan sekitarnya. Jika seseorang mampu berinteraksi dengan baik maka ia dapat dikatakan memiliki penyesuaian diri yang baik, sehingga ia mampu memiliki hubungan yang harmonis dengan lingkungan sosial di sekelilingnya, dan ia akan memiliki semacam kepuasan terhadap dirinya sendiri.

Penyesuaian diri berhubungan dengan kemampuan untuk membuat rencana dan juga mengorganisasi respon-respon sedemikian rupa. Penyesuaian diri diharapkan dapat mengatasi segala macam konflik, frustasi karena terhambat kebutuhan dalam dirinya, dan diharapkan dapat mencapai keselerasan dalam diri dengan tuntutan lingkungan.

Penelitian Zakiyah, dkk., (2010) tentang hubungan antara penyesuaian diri dengan prokrastinasi akademik siswa sekolah berasrama SMP Negeri 3 Peterongan Jombang, yang tinggal di asrama dengan jumlah 20 orang dalam satu kamar. Menunjukkan mereka membutuhkan penyesuaian diri dengan baik agar tidak menimbulkan masalah-masalah saat menghadapi perkembangan di asrama. Jika penyesuaian diri tidak dilakukan dengan baik maka akan menimbulkan konsekuensi negatif, seperti waktu menjadi terbuang sia-sia dan tugas juga menjadi terbengkalai. Siswa akan merasa tertekan dan mengahadapi banyak konflik dalam menghadapi tuntutan lingkungan, serta dapat menyebabkan menurunnya motivasi belajar. Dengan demikian, menurut Zakiyah dkk., semakin tinggi penyesuaian diri, maka semakin rendah kecenderungan melakukan prokrastinasi, begitu juga sebaliknya, semakin rendah penyesuaian diri, maka akan semakin tinggi kecenderungan melakukan prokrastinasi.


(33)

Demikian juga halnya dengan masalah penyesuaian diri yang harus dihadapi oleh mahasiswa baru dengan teman satu kelas atau satu angkatan dengan jumlah lebih dari 20 orang mahasiswa baru atau ketika mereka bertemu dengan orang-orang baru, dan harus merasakan penerimaan yang berbeda sebagai teman baru dan mereka terdiri dari jenis kelamin yang berbeda, latar belakang budaya yang berbeda, dan sosial ekonomi yang berbeda-beda juga. Mereka juga memiliki sikap, perilaku, dan persepsi yang berbeda-beda. Mereka mengalami situasi yang menekan pada diri mereka untuk mampu beradaptasi dengan cepat dan baik terhadap sesama mereka. Ditambah lagi, mereka harus belajar merubah kebiasaan yang mereka miliki ketika duduk dibangku sekolah dikarenakan sistem belajar di perguruan tinggi akan berbeda dengan di bangku sekolah.

Tetapi masalah penyesuaian diri tidak hanya itu saja, melainkan masalah yang paling sulit dialami oleh mahasiswa baru FKIP Universitas Lampung angkatan 2014 yang berasal dari luar daerah Propinsi Lampung. Mahasiswa yang berasal dari luar Propinsi Lampung adalah sama dengan mahasiswa perantau. Dimana mahasiswa ini dituntut untuk dapat bersikap lebih mandiri ketika memutuskan untuk pergi atau berpindah dari satu daerah asal ke daerah lain untuk meraih kesuksesan dengan kualitas pendidikan yang lebih baik pada bidang yang diinginkan. Dan seketika itu juga mereka harus menyadari jika ada jarak tempuh yang jauh yang akan memisahkan antara ia dengan keluarganya yang berada di daerahnya atau dengan orang-orang terdekat mereka sebelumnya, sehingga tidak akan mudah untuk ia mengunjungi keluarganya sesering mungkin.


(34)

Selain itu juga, sebagai mahasiswa baru yang berasal dari luar Propinsi Lampung yang mengikuti pendidikan di perguruan tinggi, ia harus dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan bersama mahasiswa lain, ia harus ikut aktif berpartisipasi walaupun ia mengalami kesuliatan juga, misalnya ketika berbicara dengan orang lain masih ada yang menggunakan bahasa ibu, atau juga merasakan perbedaan-perbedaan lainnya, seperti perbedaan suku, budaya, maupun tradisi yang ada di lingkungan sekarang dengan lingkungan sebelumnya. Sehingga, mahasiswa yang berasal dari luar daerah Propinsi Lampung memiliki tantangan dan tekanan yang lebih dibandingkan dengan mahasiswa yang berasal dari Bandar Lampung atau luar daerah Bandar Lampung.

Jika mahasiswa gagal dalam melakukan penyesuaian diri akan berdampak pada perilaku mereka seperti menjadi rendah diri, lebih tertutup dengan orang lain, suka menyendiri, serta kurang percaya diri sehingga akan cepat timbul rasa malu dan merasa asing jika berdekatan atau bertemu orang lain. Ia juga dapat menggunakan mekanisme pertahanan seperti rasionalisasi, proyeksi, agresi, permainan peran, dan sebagainya.

Sehingga, untuk mengindari penyesuaian diri yang negatif maka diharapkan mahasiswa memiliki konsep diri positif. Konsep diri adalah pandangan dan penilaian individu tentang dirinya sendiri yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh melalui interaksi dengan lingkungan. Pengalaman yang ia rasakan dan ia dapatkan dari kecil sampai sekarang. Konsep diri terbentuk sangat dipengaruhi dari orang lain dan kelompok rujukan.


(35)

Orang lain merupakan bagian sangat penting dalam kehidupan. Seseorang tidak akan pernah bisa hidup secara sendirian tanpa membutuhkan penilaian, bantuan, ataupun penghargaan dari orang lain. Dari merekalah, secara perlahan-lahan seseorang membentuk konsep dirinya sendiri. Orang lain adalah orangtua, saudara kandung, orang yang tinggal satu rumah dengan kita, atau saudara sekandung. Merekalah yang berusaha membentuk perasaan, pikiran, dan perilaku kita bahkan semenjak kita dari kecil.

Selanjutnya, konsep diri juga dipengaruhi oleh kelompok rujukan. Saat seseorang sudah beranjak dari anak-anak menuju remaja dan bahkan menuju dewasa, ia akan berusaha ikut berpastisasi dalam anggota kelompok tertentu. Berusaha menunjukkan pemikiran, sikap, dan perilaku yang semakin baik, memiliki kreativitas, cita-cita, dan pengalaman hidup berinteraksi dengan orang lain agar dapat mudah diterima oleh lingkungan yang ada sekitarnya. Sehingga, ia akan mengalami kematangan usia, pemantapan akan penampilan diri, mendapatkan nama dan julukan, hubungan dengan teman-teman sebaya, dan hubungan dengan masyarakat yang terjalin dengan baik.

Selain itu juga, keuntungan yang dapat diperoleh sebagai mahasiswa baru yang memiliki konsep diri positif yang baik adalah ia dapat membantu menerima dirinya apa adanya tanpa merasa tertekan dan terbebani dengan keadaan dirinya maupun pandangan orang lain terhadapnya. Sedangkan, seseorang yang memiliki konsep diri positif yang buruk akan mengalami penurunan kepercayaan diri kepercayaan diri, cenderung tidak dapat menerima kelemahan-kelemahan dirinya. Sehingga ia menjadi cepat frustrasi,


(36)

cenderung berpikir negatif, selalu khawatir, dan sulit beradaptasi dengan baik. Dengan memiliki konsep diri positif, ia akan dapat menerima kelebihan dan memperbaiki kekurangan dirinya yang ia diperoleh dari proses pengalaman yang ia lalui sebelumnya, serta membantu mempermudah ia melakukan penyesuaian diri dengan baik.

Untuk lebih jelas dilihat dalam gambar dibawah ini:

Gambar 1.2: Paradigma Penelitian

Berdasarkan gambar 1.2 kerangka pikiran di atas maka untuk variabel bebas adalah konsep diri positif, dan variabel terikat adalah penyesuaian diri. Hal ini berarti jika seseorang memiliki konsep diri positif maka akan mudah bagi seseorang untuk melakukan penyesuaian diri secara positif, dan begitu juga sebaliknya.

D. Hipotesis

Menurut Sugiyono (2013:96) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah hubungan konsep diri positif dengan penyesuaian

Konsep Diri Positif (X)

Penyesuaian Diri (Y)


(37)

diri pada mahasiswa FKIP Universitas Lampung Angkatan 2014 yang berasal dari luar Propinsi Lampung.

Berdasarkan hipotesis penelitian tersebut, maka hipotesis statistik yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ha : Ada hubungan konsep diri postif dengan penyesuaian diri pada mahasiswa FKIP Universitas Lampung Angkatan 2014 yang berasal dari luar Propinsi Lampung.

Ho : Tidak ada hubungan konsep diri postif dengan penyesuaian diri pada mahasiswa FKIP Universitas Lampung Angkatan 2014 yang berasal dari luar Propinsi Lampung.

Jenis data penelitian ini adalah kuantitatif. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan jenis penelitian menurut metodenya adalah survei (survey research), dan jenis penelitian menurut tingkat eksplanasinya (penjelasan) adalah penelitian asosiatif/hubungan (korelasi).


(38)

Pada bab ini akan dibahas mengenai tinjauan pustaka atau landasan teori tentang penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Teori merupakan alur logika atau penalaran, yang merupakan konsep, definisi, dan proposisi yang disusun secara sistematis (Sugiyono, 2013:81). Dengan adanya landasan teori ini, dapat lebih menjelaskan bagaimana peneliti mendapatkan data secara ilmiah untuk penelitian ini. Berikut ini, peneliti akan membahas landasan teori sesuai dengan judul yang diambil oleh peneliti yaitu mengenai konsep diri positif dan penyesuaian diri, serta keterkaitan antara konsep diri positif dengan penyesuaian diri yang berasal dari luar Propinsi Lampung.

A. Konsep Diri Positif

Seseorang dikatakan memiliki konsep diri positif bukanlah seseorang yang memiliki kebanggaan terhadap dirinya melainkan ia dapat menerima dirinya apa adanya dan ia juga mampu untuk menerima dirinya di lingkungan sosial sehingga timbul rasa percaya diri ketika melakukan penyesuaian diri. Jadi, sangat penting seseorang memiliki konsep diri pada dirinya sendiri. Untuk lebih jelasnya maka peneliti akan berusaha menjabarkan mengenai konsep diri lebih mendalam.


(39)

1. Pengertian Konsep Diri

Konsep diri merupakan suatu pandangan ataupun persepsi individu mengenai dirinya sendiri yang terbentuk dari pengalaman interaksi dengan lingkungan serta berpengaruh terhadap aktivitas kehidupan individu tersebut dalam melakukan penyesuaian diri.

Menurut Chaplin (2008:451), istilah konsep diri memiliki arti gambaran, evaluasi individu mengenai diri sendiri; penilaian atau penaksiran mengenal diri sendiri oleh individu yang bersangkutan. Istilah diri berarti individu sebagai mahluk yang sadar, milik sendiri, kesadaran pada individu mengenai identitas, kesinambungan, dan usaha atau perjuangan.

Agustiani (2009:138) mengemukakan yang dimaksud dengan konsep diri adalah

“gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan.”

Jadi konsep diri merupakan sesuatu yang terbentuk dari sebuah pengalaman seseorang yang berkembang terus menerus dan menjadi dasar mempengaruhi tingkah laku seseorang tersebut, bukan sesuatu yang dibawa sejak lahir.

Kemudian, Santrock (2007:183) menyatakan bahwa konsep diri juga merujuk pada evaluasi yang menyangkut bidang-bidang tertentu dari diri. Remaja melakukan evaluasi diri dalam berbagai akademik, atletik, penampilan fisik, dan sebagainya. Jadi konsep diri merupakan tugas untuk


(40)

mengembangkan kemampuan pada diri untuk menjadi seorang pribadi yang baik dan memiliki ciri khas dalam keterampilan tertentu, sehingga seseorang memiliki peran di dalam kompetensi akademik, kompetensi atletik, penampilan fisik, penerimaan sosial, persahabatan, kompetensi pekerjaan, dan sebagainya.

Feist (2011:9-10) juga menjelaskan bahwa konsep diri adalah aspek dalam keberadaan pengalaman seseorang yang disadari (walaupun tidak selalu akurat) oleh individu tersebut. Konsep diri tidak identik dengan diri organismik.

Jadi konsep diri yang sudah terbangun tidak mungkin tidak membuat perubahan dan pembelajaran sama sekali. Perubahan biasanya paling mudah terjadi ketika ada penerimaan dari orang lain, yang membantu seseorang untuk mengurangi kecemasan dan ancaman. Juga untuk mengakui dan menerima pengalaman-pengalaman yang sebelumnya ditolak.

Sedangkan, Fitts (dalam Agustiani, 2009:138) juga mengemukakan tentang konsep diri.

“Konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksidengan lingkungan.”

Jadi konsep diri merupakan pengaruh kuat yang dimiliki seseorang untuk membentuk sebuah gambaran tentang dirinya, memberikan arti dan penilaian terhadap dirinya sendiri untuk ditunjukkan dan dinilai oleh lingkungan.


(41)

Farozin (2004:16) juga mendefinisikan tentang konsep diri merupakan penilaian seorang terhadap dirinya sendiri. Jadi konsep diri merupakan konsep seseorang tentang dirinya yang sebagaian besar ditentukan oleh peran dan hubungannya dengan orang lain serta partisipasi tentang penilaian orang lain terhadap dirinya.

Dan menurut Soemanto (2012:185) konsep diri adalah pikiran atau persepsi seseorang tentang dirinya sendiri, merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi tingkah laku. Jadi konsep diri merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri dari tingkah laku yang ia munculkan ketika berinteraksi dengan lingkungan sehari-hari.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwasanya konsep diri adalah sebuah pandangan, gambaran, evaluasi, atau pun persepsi individu mengenai dirinya sendiri yang terbentuk dari pengalaman-pengalaman yang dilakukan secara sadar dan terus menerus saat berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, konsep diri bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir, melainkan ciri khas tersebut diperoleh seseorang dari pengalaman-pengalaman yang mengajarkan ia untuk percaya terhadap apa yang ia pikirkan dan ia rasakan itulah gambaran mengenai dirinya sendiri.

2. Perkembangan Penggunaan Teori Konsep Diri dalam Penelitian Teori konsep diri tidak dapat diabaikan begitu saja oleh seseorang dikarenakan hal ini sudah sangat membantu beberapa peneliti terdahulu dalam memahami bagaimana konsep diri yang dimiliki seseorang. Untuk itu sangat penting bagi seseorang untuk mengetahui dan memahami


(42)

bagaimana perkembangan penggunaan teori konsep diri dalam penelitian dari tahun ke tahun.

Pada tahun 1900, Sigmund Freud menerbitkan sebuah buku yang menjadi lahirnya aliran psikologis. Sebagai ilmuwan, Freud melihat bahwa proses mental dapat dilakukan kepada seseorang. Freud mengembangkan konsep struktur mind adalah konstruk yang paling penting dalam menentukan perilaku manusia. Menurut Freud tidak satupun peristiwa terjadi secara random dan kebetulan, semuanya memiliki sebab dan akibat dari peristiwa yang terjadi (Komalasari, 2011:60). Dan konsep ini terus dikembangkan oleh Freud untuk memungkinkan individu untuk berhubungan dengan lingkungan secara efisien dan memuaskan.

Adapun struktur kepribadian Freud, yaitu: id, ego, superego (Nasrudin, 2010:266).

“Id adalah struktur paling mendasar dari kepribadian, seluruhnya tidak didasari dan bekerja menurut prinsip kesenangan, tujuannya pemenuhan kepuasan yang segera. Selanjutnya, ego berkembang dari id, struktur kepribadian yang mengontrol kesadaran dan mengambil keputusan atas perilaku manusia. Dan terakhir, superego, yaitu merefleksikan nilai-nilai sosial dan menyadarkan individu atas tuntunan moral.”

Teori perkembangan ego dari Freud ini pun terus berkembang terutama dalam dunia terapi dan konseling. Selanjutnya, Erik Erikson pada tahun 1939 juga menggunakan ego dalam teorinya, tetapi Erikson sedikit berbeda dengan Freud. Erikson menekankan perkembangan ego lebih penting daripada id dan perkembangan itu sangat dipengaruhi oleh


(43)

lingkungan sosial yang sangat besar, dan mengemukkan jika perkembangan ego itu melalui delapan tahapan.

Sama halnya dengan pengertian Feist (2011:9) yang menyatakan bahwa konsep diri adalah aspek dalam keberadaan pengalaman seseorang yang disadari. Begitu juga dengan Erikson, ego mengorganisasi dan menyintesis pengalaman sekarang dengan pengalaman diri masa lalu dan dengan masa yang akan datang.

Erikson mengemukakan tiga aspek ego yang saling berhubungan, yakni:

body ego,ego ideal,ego identity(Nasrudin, 2010:268).

“(1) body ego: mengacu pada pengalaman orang dengan tubuh/ fisiknya sendiri; (2) ego ideal: gambaran mengenai bagaimana seharusnya diri sesuatu yang bersifat ideal; (3) ego identity: gambaran mengenai diri dalam berbagai peran sosial.”

Selanjutnya, Dr. Carl Rogers pada tahun 1947 juga mencoba mengembangan konsep diri. Rogers mencoba mengembangakan konsep

kepribadian itu dengan pola “self”. Self yaitu interaksi antara organisme

atau individu dengan phenomenal field akan membentuk self

(“I”/”me”/saya). Kesadaran akan self dapat membantu seseorang

membedakan dirinya dengan orang lain (Komalasari, 2011:263). Dikarenakan menurut Rogers, bayi mulai mengembangkan konsep diri yang samar saat sebagian pengalaman mereka telah dipersonalisasikan dan dibedakan dalam kesadaran pengalaman sabagai “aku” atau “diriku”

(“me”). Dan hanya manusia yang memiliki konsep tentang diri (self)


(44)

Rogers juga berasumsi pada dasarnya manusia dapat dipercaya dan memiliki potensi untuk memahami dirinya sendiri (Komalasari, 2011:261-262). Sehingga, manusia memiki kekuatan kreatif untuk mampu menyelesaikan masalah, mengubah konsep diri mereka menjadi lebih baik, dan menjadi lebih terarah.

Selanjutnya tahun 1971, Fitts (dalam Agustiani, 2009:139) juga mengemukakan tentang konsep diri. Ia mengatakan bahwa konsep diri sangat berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang. Dengan mengetahui konsep diri seseorang, kita akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku orang tersebut.

Teori konsep diri semakin berkembang, pada tahun 1980 Hurlock juga mengaitkan konsep diri dengan perubahan kepribadian pada seorang remaja. Pola kepribadian pada remaja sudah terbentuk selama masa kanak-kanak, tetapi pola kepribadian yang di luar pengendalian akan berhubungan dengan hasil lingkungan di mana remaja hidup dan akan terus mempengaruhi konsep diri remaja, kecuali lingkungaan remaja itu tetap stabil hingga sekarang.

Dan pola konsep diri umum pada seseorang semakin diminati oleh banyak peneliti hingga sekarang, mereka menyadari betapa pentingnya mempelajari konsep diri karena konsep diri sangat mempengaruhi perilaku individu. Sehingga banyak peneliti mengembangkan suatu cara bagaimana agar dapat menguatkan konsep diri untuk menjadi lebih baik, salah satu


(45)

contohnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Dr. Hendriati Agustiani pada tahun 2009.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Konsep diri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor ini akan membantu seseorang lebih memahami bagaimana konsep diri dapat terbentuk dan sangat berpengaruh dalam diri seseorang.Menurut Rakhmat (1989:113-117) faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang terdiri dari dua jenis yaitu faktor yang dipengaruhi oleh orang lain dan faktor yang dipengaruhi oleh kelompok rujukan.

a. Orang lain

Orang lain merupakan bagian sangat penting dalam kehidupan. Seseorang tidak akan pernah bisa hidup secara sendirian tanpa membutuhkan penilaian, bantuan, tanggapan, ataupun penghargaan dari orang lain. Dari merekalah, secara perlahan-lahan yang akan membantu seseorang dalam membentuk konsep dirinya sendiri.

Mead (dalam Rakhmat 1989:114) menyebut orang lain yang sangat penting ketika seseorang masih kecil, mereka adalah orang tua kita, saudara-saudara kita, orang yang tinggal satu rumah dengan kita. Dari merekalah, secara perlahan-lahan kita membentuk konsep diri. Senyuman, pujian, penghargaan, pelukan mereka menyebabkan kita menilai diri kita sendiri secara positif. Ejekan, cemoohan, dan hardikan membuat kita memandang diri kita secara negatif.


(46)

Jadi orang lain yang awalnya akan mempengaruhi perilaku, pikiran, dan perasaan seseorang adalah orang terdekatnya. Orang lain yang dengan mereka, ia mempunyai ikatan emosional (Dewey dalam Rakhmat, 1989:114). Dari kecil, mereka berusaha mulai membentuk pikiran dirinya dan menyentuh dirinya secara emosional. Mereka secara perlahan-lahan membentuk konsep diri ia, apakah ia akan menjadi seseorang yang “cerdas” dengan banyak pujian dan

penghargaan ataukah ia selalu mendengar kata “bodoh” dari orang

-orang terdekatnya, sehingga ia merasa menjadi -orang yang bodoh dan tidak berguna.

Sullivan (dalam Rakhmat, 1989:114) menjelaskan bahwa jika kita diterima orang lain, dihormati, dan disenangi karena keadaan diri kita, kita akan cenderung bersikap menghormati dan menerima diri kita. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan kita, menyalahkan kita dan menolak kita, kita akan cenderung tidak akan menyenangi diri kita. Artinya harga diri seseorang akan mulai terbentuk sesuai dengan penilaian orang-orang terdekatnya terlebih dahulu, seperti dari orangtua kita, saudara-saudara kita, atau orang yang tinggal satu rumah dengan kita. Dimana ia akan berusaha memandang dirinya sendiri seperti orang lain memandang dirinya tersebut sampai ia tumbuh menjadi dewasa. Selanjutnya barulah ia akan mencoba menilai diri secara ulang terhadap penilaian yang pernah ia terima dari semua orang yang pernah berhubungan dengan kita dikarenakan ia mulai bergaul dengan banyak lingkungan yang baru.


(47)

b. Kelompok Rujukan (Reference Group)

Saat seseorang sudah beranjak dari anak-anak menuju remaja, ia akan berusaha ikut berpastisasi dalam anggota kelompok tertentu. Berusaha menunjukkan pemikiran, sikap, dan perilaku yang semakin baik agar dapat mudah diterima oleh lingkungan yang ada sekitarnya. Kelompok rujukan adalah kelompok yang akan mengikat emosional diri, dan sangat berpengaruh dalam pembentukan konsep diri.

Jadi dapat diartikan, bahwa kelompok ini, akan mengarahkan diri seseorang untuk menjadi bagian yang sama dalam kelompok tersebut. Misalnya, jika seseorang tinggal dan bergaul di lingkungan sekolah, maka besar kemungkinan orang tersebut akan menjadikan standar norma yang ada pada dirinya dengan berperilaku seperti guru. Sedangkan jika di perguruan tinggi ia akan berusaha bertindak berdasarkan keyakinan pada kemampuannya, prinsip-prinsip tertentu dengan berusaha peka pada kebutuhan dan kebiasaan sosial teman-temannya, dosen, dan lingkungan masyarakat sekitar agar dapat diterima dan mempertahanakannya walaupun menghadapi pendapat atau perbedaan kelompok yang kuat.

4. Dimensi-Dimensi dalam Konsep Diri

Dimensi juga merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam memahami tentang konsep diri. Dikarenakan dimensi dibutuhkan untuk mengukur bagaimana konsep diri pada seseorang dapat terbentuk. Fitts


(48)

(dalam Agustiani, 2009:139-143) membagi konsep diri dalam dua dimensi pokok, sebagai berikut:

4.1 Dimensi Internal

Dimensi internal adalah penilaian yang dilakukan individu yakni penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya. Dimensi ini terbagi dari tiga bentuk:

a. Diri Identitas (identity self)

Bagian ini adalah bagian mendasar pada konsep diri, dikarenakan mengacu pada pertanyaan, “siapakah saya?” Dan hal ini bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dalam membangun identitas dan juga membantu orang lain untuk mengetahuinya. Selain itu, pengetahuan ia akan dirinya sendiri akan bertambah lebih banyak, sehingga ia dapat melengkapi identitas dirinya.

Menurut Erikson (dalam Hurlock, 2003:208) identitas yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya dalam masyarakat. Apakah ia seorang anak atau apakah ia seorang dewasa? Apakah ia mampu percaya diri sekalipun latar belakang ras atau agama atau nasionalnya membuat orang merendahkannya?

Jadi identitas dapat digambarkan, baik secara positif atau secara negatif, sebagaimana ia memutuskan apa yang ia inginkan dan apa


(49)

yang ia yakini. Dan hal inilah yang akan menjadi gambaran tentang konsep diri pada dirinya yang akan dinilai oleh orang lain.

b. Diri Pelaku (behavioral self)

Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisikan segala kesadaran mengenai “apa yang dilakukan oleh diri”. Dan hal ini selalu berkaitan erat dengan diri identitas dengan diri pelaku.

Menurut Watson (dalam Farozin, 2004:72) asumsi dasar mengenai tingkah laku menurut teori behaviorisme adalah bahwa tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh aturan-aturan, bisa diramalkan, dan bisa dikendalikan. Jadi tingkah laku akan selalu berkaitan dengan upaya pengkondisian dan kesadaran tentang apa yang akan dilakukan dikarenakan tidak akan pernah terlepas pandangan lingkungan sekitar.

c. Diri Penerimaan/ Penilai (judging self)

Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu sadar, dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara diri identitas dan diri pelaku. Dan biasannya akan cenderung berkaitan dengan yang persepsi seseorang. Oleh karena itu, label-label yang dikenakan pada diri seseorang bukanlah semata-mata menggambarkan dirinya, tetapi juga sarat dengan nilai-nilai yang berkaitan dengan tindakan yang akan ditampilkan.


(50)

Diri penilai akan menentukan kepuasaan diri seseorang dan hal ini akan berhubungan dengan harga diri (self esteem) seseorang. Jika seseorang dapat menerima dirinya maka akan menimbulkan kepuasaan diri yang tinggi. Sehingga akan lebih memungkinkan untuk ia melupakan keadaan dirinya, kemudian memfokuskan energi perhatian ke luar dirinya dan akhirnya dapat berfungsi lebih konstruktif. Sedangkan, seseorang tidak dapat menerima dirinya maka akan memiliki kepuasaan diri yang rendah. Sehingga, ia akan mengembangkan ketidakpercayaan yang mendasar.

Harga diri menurut Santrock (2007: 183) adalah suatu dimensi evaluatif global mengenai diri; disebut juga martabat diri atau citra diri. Jadi harga diri selalu mencerminkan atau memperlihatkan beberapa perilaku positif atau negatif untuk dapat memberikan petunjuk kepada orang lain mengenai harga diri yang dimiliki seorang remaja. Dan hal ini juga akan selalu berkaitan dengan persepsi yang tidak selalu sesuai dengan realitas.

4.2 Dimensi Eksternal

Dimensi ini merupakan sesuatu yang luas. Dimensi ini berkaitan dengan individu pada dirinya melalui hubungan aktivitas sosialnya baik di lingkungan tempat ia tinggal, perguruan tinggi, maupun lingkungan bermain, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal di luar dirinya. Dimensi eksternal menurut Fitts (dalam Agustiani, 2009:141-143) dibedakan menjadi lima bentuk:


(51)

a. Diri Fisik (physical self)

Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap dirinya secara fisik. Dalam hal ini mengenai kesehatan dirinya, penampilan dirinya (cantik, jelek, menarik, tidak menarik), dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk, atau kurus).

b. Diri Etika-Moral (moral-ethical self)

Bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini juga berhubungan dengan Tuhan, kepuasaan seseorang akan kehidupan keagamannya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan buruk.

c. Diri Pribadi (personal self)

Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain, tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana individu merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat dengan penuh rasa percaya diri.

d. Diri Keluarga (family self)

Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Hal ini menunjukkan seberapa dekat hubungan dirinya sebagai anggota


(52)

keluarga, serta peran dan fungsinya yang ia jalankan sebagai anggota keluarga.

e. Diri Sosial (social self)

Diri sosial berhubungan penilaian dan interaksinya dengan orang lain. Dikarenakan seseorang tidak dapat begitu saja menilai bahwa ia memiiki fisik yang baik tanpa ada reaksi dari orang lain yang ada di sekitarnya, dan begitu juga dengan kepribadian yang dimiliki seseorang. Semuanya membutuhkan tanggapan dan reaksi dari orang lain di sekitarnya.

5. Konsep Diri Positif

Konsep diri positif adalah bagian dari konsep diri. Konsep diri pasti dimiliki oleh setiap orang yang ada di dunia ini. Pengalaman yang dimiliki seseoranglah akan memunculkan dirinya memiliki konsep diri positif atau konsep diri negatif. Dan seseorang pasti diharapkan memiliki konsep diri positif. Seseorang dikatakan memiliki konsep diri positif bukanlah suatu kebanggaan yang besar tentang diri tetapi berupa penerimaan diri dan identitas diri (Sulivan dalam Thalib, 2010:121). Sehingga, ia berani mengambil resiko untuk percaya diri dalam meningkatkan harga dirinya.

Menurut Chaplin (2008:451) menyatakan penerimaan diri adalah

“sikap yang pada dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, kualitas-kualitas dan bakat-bakat sendirian, pengakuan akan keterbatasan-keterbatasan sendiri, dan terus bersikap optimis akan kemampuan yang ia miliki.”


(53)

Jadi penerimaan diri adalah seseorang yang dapat mengenal dan memahami diri sendiri dengan baik. Hal inilah yang menyebabkan seseorang dapat menerima diri apa adanya, baik kelebihan dan kekurangan yang ia miliki, sehingga ia mampu memperbaiki kekurangannya diri sendiri, bukan dengan menyalahkan atau mencari alasan dikarenakan orang-orang yang ada di sekitarnya, dan terus bersikap optimis dengan kehidupan yang ia jalani saat ini.

Seseorang yang memiliki konsep diri positif menurut Brooks (dalam Rakhmat, 1989:119) ditandai dalam lima hal:

“Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah; (b) Ia merasa setara dengan orang lain; (c) Ia menerima pujian tanpa rasa malu; (d) Ia menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan, dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat; (e) Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.”

Sehingga, ia meyakini betul nilai-nilai dan prinsip-prinsip tertentu yang harus ia pertahankan untuk mendapatkan penilaian yang baik dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Dan ia tidak perlu mencemasakan sesuatu dan menghabiskan waktu agar orang lain menerima semua keinginananya, karenak ia sanggup menerima diri dan peka akan kebutuhan orang lain.

B. Penyesuaian Diri

Masa remaja dianggap masa labil, dimana individu akan berusaha mencari jati dirinya atau akan berusaha menemukan identitas dirinya sendiri. Selain


(54)

itu, mereka juga dihadapkan pada situasi yang menuntut mereka harus mampu menyesuaikan diri bukan hanya pada dirinya sendiri tetapi juga pada lingkungan sekitarnya secara baik. Untuk itu sangat penting bagi peneliti untuk menjelaskan lebih dalam tentang penyesuaian diri.

1. Pengertian Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri menuntut kemampuan seseorang untuk dapat hidup dan bergaul secara wajar dengan lingkungannya. Penyesuaian diri merupakan suatu proses yang dilakukan seseorang untuk mengubah tingkah laku individu berdasarkan norma-norma yang ada agar dapat terjadi hubungan yang sesuai antara individu dengan lingkungannya tanpa menimbulkan konflik.

Menurut Agustiani (2009:146) penyesuaian diri adalah cara pandang tertentu yang dilakukan oleh individu untuk bereaksi terhadap tuntutan dalam diri maupun situasi eksternal yang dihadapinya. Jadi penyesuaian diri merupakan kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial tertentu yang menjadi kebutuhan, harapan, dan tuntutan dirinya sebagai mahluk sosial. Ia harus mampu menentukan sikap dan perilaku secara tepat.

Fatimah (2010:194) juga menyatakan penyesuaian diri dapat diartikan sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan juga mengorganisasi respon-respon sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala masalah macam konflik, kesulitan, dan frustasi-frustasi secara efektif. Individu memiliki kemampuan menghadapi realitas hidup


(55)

dengan cara yang kuat dan memenuhi syarat. Jadi penyesuaian diri adalah kemampuan seseorang untuk merencanakan sesuatu dengan sedemikian rupa, sesuai dengan kebutuhan dan kesulitan yang ia hadapi di lingkungan sekitarnya. Sehingga mampu bertanggungjawab ketika sedang mengahadapi masalah tersebut dengan baik dan tidak cepat putus asa.

Kemudian, Schneiders (dalam Agustiani, 1009:146) mengemukakan bahwa penyesuaian diri merupakan proses yang mencakup respon-respon mental dan tingkah laku, yang merupakan usaha individu agar berhasil mengatasi kebutuhan, ketegangan, konflik, dan frustasi yang dialami di dalam dirinya. Jadi penyesuaian diri adalah seseorang yang dapat menunjukkan respon-respon dengan baik, dengan keterbatasan yang dimilikinya, ia mampu bereaksi dan menunjukkan sikap sesuai dengan tuntutan yang ada di lingkungan sekitarnya secara efisen dan bermanfaat. Sehingga, ia mampu mengurangi tingkat kesulitan pribadi dan sosial tanpa mengalami kesulitan yang begitu berat.

Selain itu, menurut Sunarto (dalam Rumini, 2004:68) penyesuaian diri yang positif adalah

“(a) tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional, (b) tidak menunjukkan adanya mekanisme psikologi, (c) tidak adanya frustasi pribadi, (d) memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri, (e) mampu dalam belajar, (f) mengahargai pengalaman, (g) bersikap realitas dan obyektif.”

Jadi penyesuaian diri memperlancar hidup bersama orang lain dan menentukan citra diri seseorang. Dikarenakan dia harus mengerti lingkungan yang baik buruk, benar-salah, yang diperbolehkan oleh agama


(56)

dan lingkungan sosialnya. Mereka harus juga mempertimbangkan moral yang ada dengan kesesuaian antara ideal dengan prakteknya, walaupun ia kadang-kadang menghadapi rintangan-rintangan, baik dari dalam dirinya maupun dari lingkungan luar dirinya.

Dan pengertian penyesuaian diri (adaptasi) menurut Darwin (dalam Fatimah 2010:194) adalah tingkah laku manusia dapat dipandang sebagai reaksi terhadap berbagai tuntutan dan tekanan lingkungan ia hidup, seperti cuaca dan berbagai unsur alamiah lainnya.

Jadi penyesuaian diri adalah penguasaan dan kematangan emosional ketika seseorang melakukan proses alamiah. Dimana mereka yang telah siap beradaptasi dengan keadaan lingkungan alam maka ia akan dapat menghadapinya. Dan dengan kemampuannya, ia dapat menolong dirinya sendiri.

Selanjutnya, Schneinders (dalam Ali, 2008:173) menyatakan tentang pengertian penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu

“(1) penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation), (2) penyesuaian

diri sebagai bentuk konformitas (comformity), dan (3) penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery).”

Jadi penyesuaian diri sebagai adaptasi adalah penyesuaian diri yang berkaitan dengan seseorang yang pindah tempat dari daerah satu ke daerah lain. Dengan demikian, seseorang akan merasakan yang namanya lingkungan baru, terkadang lingkungan itu sangat asing untuk orang tersebut dikarenakan belum pernah kesana sama sekali. Selanjutnya,


(57)

penyesuaian diri sebagai bentuk komformitas adalah hal yang berkaitan dengan norma. Dimana seseorang akan merasakan beberapa tekanan kuat yang berhubungan dengan perilaku agar tidak melanggar moral, sosial, maupun emosional yang menyimpang dari norma yang ada.

Dan terakhir, penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan, yaitu: kemampuan untuk merencakan dan mengorganisasikan respons dalam cara-cara tertentu sehingga kesulitan, dan frustasi tidak terjadi. Dan juga dituntut untuk mengembangkan diri sehingga emosi dan kebiasaan menjadi terkendali dan terarah.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwasanya penyesuaian diri adalah cara pandang tertentu untuk mampu beradaptasi, komformitas, dan penegasan dalam merencanakan dan mengoranisasi respon-respon sesuai dengan kebutuhan. Selanjutnya, juga menunjukkan sikap sesuai dengan tuntutan yang ada agar dapat berhasil mengatasi kebutuhan, ketegangan, konflik, dan frustasi. Selain itu, sebaiknya tidak menunjukkan ketegangan emosional, memiliki pertimbangan rasional, bersikap realitas, dan objektif walaupun sedang mengahadapi tekanan dari lingkungan sekitar.

2. Karakteristik Penyesuaian Diri

Selama rentang kehidupan, seseorang akan selalu mengalami perubahan. Penyesuaian diri merupakan cara yang paling efektif bagaimana seseorang mengatasi perubahan dalam hidupnya. Dan penyesuaian diri di kalangan


(58)

remaja pun juga memilki karakteristik. Adapun karakteristik penyesuaian diri menurut Ali (2008:179) adalah

a. Penyesuaian Diri terhadap Pendidikan

Terkadang mahasiswa baru sering berpikir ingin sukses dalam pendidikan tetapi dengan cara yang mudah dan tidak perlu belajar. Krisis identitas atau masa topan dan badai pada diri mahasiswa sebagai remaja seringkali menimbulkan kendala dalam penyesuaian diri terhadap kegiatan belajar. Sebenarnya, seorang mahasiswa baru sangat memahami jika ingin berhasil harus berusaha dan rajin belajar tetapi dikarenakan upaya untuk mencari identitas diri sering kali menyebabkan ia senang untuk mencari-cari kegiatan yang lain selain belajar.

b. Penyesuaian Diri terhadap Peran dan Identitasnya

Perkembangan masa remaja merupakan peralihan dari masa kanak-kanak menjadi masa dewasa. Tujuannya adalah memperoleh identitas diri yang semakin jelas dan dapat dimengerti serta diterima oleh lingkungannya, baik lingkungan keluarga, universitas, ataupun masyarakat. Sehingga penyesuaian diri dapat berperan sebagai subjek yang kepribadiannya memang berbeda dengan anak-anak.

c. Penyesuaian Diri terhadap Kehidupan Seks

Secara fisik, mahasiswa baru sebagai remaja telah mengalami kematangan pertumbuhan fungsi seksual sehingga perkembangan dorongan seksual juga semakin kuat. Jadi, penyesuaian diri dalam


(59)

konteks ini adalah mamahami kondisi seksual dirinya dan lawan jenisnya, serta mampu bertindak untuk menyalurkan dorongan seksualnya yang dapat dimengerti dan dibenarkan oleh norma sosial dan agama, sehingga terbebas dari kecemasan psikoseksual.

d. Penyesuaian Diri terhadap Norma Sosial

Penyesuaian diri pada konteks ini mengarah pada dua dimensi, yaitu:

Pertama, remaja ingin diakui keberadaannya dalam masyarakat luas, yang berarti remaja harus mampu menginternalisasikan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.

Kedua, remaja ingin bebas menciptakan aturan-aturan tersendiri yang lebih sesuai untuk kelompoknya, tetapi menuntut agar dapat dimengerti dan diterima oleh masyarakat dewasa.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri

Faktor-faktor penyesuaian diri sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menentukan kepribadian itu sendiri, baik internal maupun eksternal (Fatimah, 2010:199). Faktor-faktor itu dikelompokkan sebagai berikut.

3.1 Faktor Fisiologis

Faktor fisiologis berhubungan dengan kondisi fisik, seperti struktur fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembangannya secara instrinsik berkaitan erat dengan suasana tubuh. Shekdon (dalam Fatimah, 2010:199) mengemukakan bahwa


(60)

terdapat korelasi yang positif antara tipe-tipe bentuk tubuh dengan tipe-tipe temperamen.

Jadi faktor fisiologis berpengaruh kuat terhadap penyesuaian diri seseorang dikarenakan merupakan sistem utama bagi tubuh. Kondisi kesehatan jasmaniah yang baik akan membantu proses penyesuaian dirinya. Dan sebaliknya, jika kondisi kesehatan seseorang terganggu maka akan menimbulkan kurang kepercayaan diri, perasaan rendah diri, rasa ketergantungan, perasaan ingin dikasihi, dan sebagainya.

3.2 Faktor Psikologis

Faktor psikolgis akan berpengaruh terhadap pengalaman, hasil belajar, kebutuhan-kebutuhan, aktualisasi diri, frustasi, depresi, dan sebagainya.

a. Faktor pengalaman merupakan sesuatu untuk mencari makna. Dikarenakan pengalaman yang menangkan, seperti memperoleh hadiah akan menimbulkan perasaan proses penyesuaian diri yang baik. Sebaliknya, pengalaman yang traumatik akan menimbulkan penyesuaian diri yang keliru dan salah.

b. Faktor belajar merupakan faktor untuk memperoleh pola-pola respon yang membentuk kepribadian seseorang untuk membantunya berkembang. Sebagian besar orang, belajar merupakan suatu proses modifikasi tingkah laku dari fase-fase awal dan terus sepanjang hanyat dengan kematangan.


(61)

c. Determinasi diri merupakan faktor untuk mencapai taraf penyesuaian diri yang tinggi dan atau merusak diri. Determinasi diri mempunyai peran dalam pengendalian arah dan pola penyesuaian diri. Keberhasilan atau kegagalan penyesuaian diri ditentukan oleh kemampuan individu dalam mengarahkan dan mengendalikan dirinya, meskipun sebetulnya situasi dan kondisi tidak menguntungkan bagi penyesuaian diri.

d. Faktor konflik merupakan motivasi seseorang untuk meningkatkan kegiatan dan penyesuaian dirinya. Ada orang yang mengatasi konflik dengan cara meningkatkan usaha, akan tetapi ada juga dengan cara melarikan diri.

3.3 Faktor Perkembangan dan Kematangan

Dengan bertambahnya usia, perubahan, dan perkembangan respons, tidak hanya diperoleh melalui proses belajar, tetapi juga perbuatan individu telah matang untuk melakukan respons dan ini menentukan pola penyesuaian dirinya. Kondisi-kondisi perkembangan dan kematangan mempengaruhi setiap aspek kepribadian individu, seperti emosional, sosial, moral, keagamaan, dan intelektual.

3.4 Faktor Lingkungan

a. Pengaruh lingkungan keluarga merupakan faktor yang sangat menentukan dikarenakan merupakan media sosialisasi bagi seseorang.


(62)

b. Pengaruh hubungan dengan orangtua merupakan pola yang mempunyai pengaruh yang positif terhadap proses penyesuaian diri. Dimana ada pola menerima, menghukum dan disiplin yang berhubungan, memanjakan dan melindungi seseorang secara berlebihan, dan terakhir adalah penolakan.

c. Hubungan saudara merupakan hubungan yang saling mengajarkan untuk saling menghormati, penuh kasih sayang, berpengaruh terhadap penyesuaian diri yang lebih baik, dan penuh persahabatan. Tetapi, sebaliknya jika hubungan di atas tidak dapat dicapai maka dapat menimbulkan kesulitan dan kegagalan dalam penyesuaian diri seseorang.

d. Lingkungan masyarakat merupakan keadaan yang menunjukkan dan menentukan proses dan pola-pola penyesuaian diri yang dimiliki seseorang.

e. Lingkungan sekolah merupakan berperan sebagai media sosialisasi, yaitu mempengaruhi kehidupan, intelektual, sosial, dan moral seseorang.

3.5 Faktor Budaya dan Agama

Faktor budaya akan mempengaruhi lingkungan kultur tempat tinggal individu berada dan berinteraksi dalam menentukan pola-pola penyesuaian dirinnya. Selain itu perbedaan budaya yang dirasakan seseorang tentu akan membuat seseorang mengalami kaget budaya


(63)

(culture shock). Kaget budaya adalah istilah psikologis untuk menggambarkan keadaan dan perasaan seseorang menghadapi kondisi lingkungan sosial dan budaya yang berbeda Sulaeman (1995:32).

Culture shock dapat dialami siapa saja setelah sekian lama menetap atau tinggal di suatu tempat kemudian mereka harus berpindah tempat karena suatu hal yang memiliki perbedaan budaya. Dan perpindahan seseorang ke lingkungan yang baru dapat menimbulkanculture shock. Menurut Oberg (dalam Sulaeman, 1995:32) ada 4 fase dalam culture shock yaitu fase arrival, fase culture shock, fase recovery, dan fase

adaptation. Fase arrivalpada umumnya terjadi pada 1-2 bulan setelah kedatangan seseorang ke tempat yang baru, ia mulai tertarik ingin mencoba semua hal yang baru yang ia temui di tempat baru tersebut. Selanjutnya, faseculture shock, dimana ia akan merasakan perbedaan ini merepotkan yang dapat terjadi 8-12 bulan. Lamanya fase ini hingga ia dapat beradaptasi dengan baik. Fase recovery adalah fase stress mereka mulai berkurang dikarenakan usaha yang mereka rasakan sudah mulai tampak membuahkan hasil. Dan terakhir, fase

adaptation atau adaptasi, ia mulai merasakan tidak ada masalah sebagai seorang pendatang dengan perbedaan budaya di tempat barunya dan tidak merasakan stress lagi.

Sedangkan, agama akan memberikan suasana psikologis tertentu dalam mengurangi konflik, frustasi, dan ketegangan lainnya. Agama juga memberikan suasana damai dan tenang bagi seseorang. Ajaran


(64)

agama ini merupakan sumber nilai, norma, kepercayaan, dan pola-pola tingkah laku yang akan memberikan tuntutan bagi arti, tujuan, dan kestabilan hidup seseorang.

4. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri

Menurut Runyon (dalam Irene, 2013) menyebutkan bahwa penyesuaian diri yang dilakukan individu memiliki lima aspek sebagai berikut:

a. Persepsi yang akurat terhadap realita

Individu tersebut mengubah persepsinya tentang kenyataan hidup dan kemudian menginterpretasikannya, sehingga individu mampu menentukan tujuan realistik sesuai dengan kemampuannya serta mampu mengenali konsekuensi dan tindakannya agar dapat menuntun pada perilaku yang sesuai.

b. Kemampuan untuk mengatasi stress dan kecemasan

Mempunyai kemampuan mengatasi stress dan kecemasan berarti individu mampu mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam hidup dan mampu menerima kegagalan yang dialami.

c. Self-image positif

Penilaian diri yang kita lakukan harus bersifat positif dan negatif. Kita tidak boleh terjebak pada satu penilaian saja terutama penilaian yang tidak diinginkan, kita harus berusaha memodifikasi penilaian positif dan negatif tersebut menjadi suatu perubahan yang lebih luas dan lebih baik. Individu seharusnya mengakui kelemehan dan


(1)

74

c. Menghitung distribusi frekuensi yang diperoleh dari diagram pencar. d. Menghitung rasio korelasi untuk regresi konsep diri positif dengan

penyesuaian diri. Untuk lambang X dirubah menjadi X’, sedangkan fx dirubah menjadiηc.

e. Menghitung Y’ dengan cara menghubungkan nilai X dengan nilai fx pada diagram pencar. Kemudian nilai batas kelas dikali dengan nilai f pada garishorizontal; dijumlahkan dan dibagi dengan nilaiηc.

f. Mencari nilai yang diperoleh dari rata-rata antara konsep diri positif dengan penyesuaian diri.

g. Mencari nilai sy’ dengan rumus ; =

( )

( )

h. Menghitung nilai = ; sy= simpangan baku. i. Mencari nilai r2(koefisien korelasi).

j. Menghitung nilai F pada linieritas dengan menggunakan rumus:

= ( )

1 ( 2)

keterangan :

rη2 = rasio korelasi antara regresi pada variabel X dan Y r2 = korelasi antara variabel X dan Y

k = kelas interval , N = jumlah responden

k. Menentukan nilai Fhitungdan Ftabel, jika Fhitung> Ftabel, maka Ha diterima dan Ho ditolak.


(2)

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan penelitian ini mendapatkan hasil:

1. Ada hubungan yang kuat antara konsep diri positif dengan penyesuaian diri pada mahasiswa FKIP Universitas Lampung angkatan 2014 yang berasal dari luar Propinsi Lampung (rxy= 0,669 = 0,67).

2. Ada hubungan yang positif antara konsep diri positif dengan penyensuaian diri. Hal ini berarti semakin baik konsep diri positif yang dimiliki maka akan semakin baik penyesuaian diri yang dilakukan, dan sebaliknya, semakin rendah konsep diri positif, maka akan semakin buruk penyesuaian diri pada mahasiswa.

3. Konsep diri positif memberikan kontribusi sebesar 44,76% terhadap penyesuaian diri pada mahasiswa FKIP Universitas Lampung angkatan 2014 yang berasal dari luar Propinsi Lampung. Kondisi ini mencerminkan bahwa konsep diri positif berpengaruh pada peningkatan penyesuaian diri pada mahasiswa. Sedangkan sisanya 55,24% ditentukan oleh variabel lain.


(3)

108

4. Mahasiswa FKIP Universitas Lampung angkatan 2014 yang berasal dari luar Propinsi Lampung yang dilihat dari tingkat klasifikasi faktor lingkungan dan gender dapat disimpulkan jika mahasiswa laki-laki lebih lebih baik dalam memantapkan konsep diri dan melakukan penyesuaian diri dengan baik dibandingkan mahasiswa perempuan.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Kepada lembaga, khususnya Universitas Lampung

Mahasiswa yang berasal dari luar Propinsi Lampung yang ingin kuliah di perguruan tinggi Universitas Lampung diharapkan dapat diberikan penyuluhan terlebih dahulu khususnya tentang budaya yang ada di Lampung agar tidak terjadi culture shock yang berlebihan. Selain itu juga, mahasiswa ini dapat juga mengikuti konseling center untuk program bimbingan kelompok untuk mengurangi perasaan culture shock yang mereka alami.

2. Kepada para peneliti selanjutnya

Bagi peneliti yang tertarik dengan topik yang sama, diharapkan dapat lebih memperkaya penelitian ini, yaitu dengan melihat faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap keadaan psikologis mahasiswa dari luar Propinsi Lampung. Misalnya, faktor fisiologis, psikologis, dan lain-lain.


(4)

Agustiani, Hendriati. 2009. Psikologi Perkembangan (Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja). Bandung: PT. Refika Aditama.

Ali, Muhammad, dkk. 2008. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimin. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Azwar, Saifuddin. 2013. Penyusunan Skala Psikologi Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Azwar, Saifuddin. 2013. Reliabilitas dan Validitas Edisi 4. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Basrowi, dkk. 2007. Manajemen Penelitian Sosial. Kediri: CV. Jenggala Pustaka Utama.

Chaplin, P. J. 2008. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Creswell, W. John. 2012. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Fatimah, Enung. 2010. Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik). Bandung: CV. Pustaka Setia.

Farozin, Muh, dkk. 2004. Pemahaman Tingkah Laku Buku Pegangan Kuliah. Jakarta: PT. Asdi Mahastya.

Feist, Jess. 2011. Buku 2 Teori Kepribadian Theories of Personality Edisi 7. Jakarta: Salemba Humanika.

Furqon. 2011.Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Hurlock, B. Elizabeth. 2003. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.


(5)

110

Irene, L. 2013.Perbedaan Tingkat Kemandirian dan Penyesuian Diri Mahasiswa Perantauan Suku Batak Ditinjau Dari Jenis Kelamin. Jurnal Psikologi. Vol. 01. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Komalasari. 2011.Teori dan Teknik Konseling.Jakarta : PT. Indeks.

Kusdiyati, Sulisworo, dkk. 2011. Penyesuaian Diri di Lingkungan Sekolah pada Siswa Kelas XI SMA Pasundan 2 Bandung. Jurnal Humanistik. Vol. VIII Nomor 2. Bandung: Universitas Islam Bandung.

Nasrudin, Edin. 2010.Psikologi Manajemen. Bandung: CV. Pustaka Setia. Nazir, Moh. 2014.Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Nurhadi, Amalia. 2013.Hubungan antara Konsep Diri dengan Penyesuaian Diri pada Remaja di Islamic Boarding School SMPIT Daarul Himah Bontang. Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang. amaliarizka04@gmail.com

Rakhmat, Jalaluddin. 1989. Psikologi Komunikasi Edisi Revisi. Bandung: Remadja Karya.

Rumini, Sri, dkk. 2004. Perkembangan Anak dan Remaja Buku Pengangan Kuliah. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Rusman, Teddy. 2008. Aplikasi Statistik Penelitian dengan SPSS Edisi Revisi. Bandar Lampung:

-Santrock, W, John. 2007.Remaja Edisi 11 Jilid 1. Jakarta : Erlangga.

Siregar, Syofian. 2013. Statistik Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif Dilengkapi dengan Perhitungan Manual dan Aplikasi SPPS Versi 17. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Sobur, Alex. 2013.Psikologi Umum dalam Lintas Sejarah. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Soemanto, Wasty. 2012. Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja Pemimipin Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana. 2005.Metoda Statistika. Bandung: PT. Tarasito.

Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Sulaeman, M. Munandar. 1995.Ilmu Budaya Dasar: Suatu Pengantar. Bandung: PT. Eresco.


(6)

Suryabrata, Sumadi. 2005. Pengembangan Alat Ukur Psikologi. Yogyakarta: CV. Andi Offset (Penerbit Andi).

Thalib, SB. 2010. Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Emipiris Aplikatif. Jakarta: Kencana Perdana Media Grup.

Zakiyah, Naili, dkk. 2010. Hubungan antara Penyesuaian Diri dengan Prokrastinasi Akademik Siswa Sekolah Berasrama SMP Negeri 3 Peterongan Jombang. Jurnal Psikologi Undip Vol. 8, No. 2. Semarang: Universitas Diponegoro.


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA MAHASISWA YANG BERASAL DARI Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Komunikasi Interpersonal Pada Mahasiswa Yang Berasal Dari Provinsi X.

0 5 20

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA MAHASISWA Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Komunikasi Interpersonal Pada Mahasiswa Yang Berasal Dari Provinsi X.

0 3 17

PENDAHULUAN Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Komunikasi Interpersonal Pada Mahasiswa Yang Berasal Dari Provinsi X.

0 2 10

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI MAHASISWA PERANTAU ASAL LAMPUNG Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Penyesuaian Diri Mahasiswa Perantau Asal Lampung.

0 4 18

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI MAHASISWA PERANTAU ASAL LAMPUNG Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Penyesuaian Diri Mahasiswa Perantau Asal Lampung.

0 2 18

PEMBENTUKAN KONSEP DIRI MAHASISWA LUAR JAWA (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Pembentukan Konsep Diri Mahasiswa Pembentukan Konsep Diri Mahasiswa Luar Jawa (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Pembentukan Konsep Diri Mahasiswa Angkatan 2014 yang Beras

0 3 11

PEMBENTUKAN KONSEP DIRI MAHASISWA LUAR JAWA Pembentukan Konsep Diri Mahasiswa Luar Jawa (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Pembentukan Konsep Diri Mahasiswa Angkatan 2014 yang Berasal Dari Luar Jawa di Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 1 12

A. Latar Belakang Masalah Pembentukan Konsep Diri Mahasiswa Luar Jawa (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Pembentukan Konsep Diri Mahasiswa Angkatan 2014 yang Berasal Dari Luar Jawa di Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 1 36

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PADA MAHASISWA BARU Hubungan antara kepercayaan diri dengan Penyesuaian sosial pada mahasiswa baru Angkatan 2013 universitas muhammadiyah Surakarta.

0 2 20

Penyesuaian diri mahasiswa (studi diskriptif pada mahasiswa angkatan 2018 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma yang berasal dari Luar Jawa) - USD Repository

0 1 108