Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian

11 sendiri tanpa atau menggunakan alat bantu mendengar. Orang kurang dengar adalah seseorang yang kehilangan kemampuan mendengar pada tingkat 35 dB sampai 69 dB sehingga ia kesulitan dalam mengerti pembicaraan orang lain. Untuk saat ini seseorang yang masih memiliki sisa pendengaran dapat dioptimalkan kemampuannya dengan membiasakan anak berbahasa ujaran dan pengenalan sejak dini tentang persepsi bunyi. Selanjutnya penggunaan alat bantu dengar juga memiliki pengaruh besar pada kemampuan berbahasa anak. Pada tingkatan berat atau 70 dB keterampilan pada berbahasa isyarat yang lebih diutamakan, karena setiap tingkatan ketunarunguan memiliki kebutuhan yang berbeda. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa anak tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran dari ringan sampai berat karena ketidak berfungsian organ dengar, sehingga berdampak kesulitan dalam berkomunikasi dan memahami percakapan dengan orang lain.

2. Karakteristik Anak Tunarungu

Karakteristik anak tunarungu memiliki berbagai pengertian dari berbagai ahli yang mengemukakannya. Berdasarkan berat ringannya, The commite on Conservation of hearing dalam Sadjaah 2005 mengklasifikasikan anak tunarungu atau Deaf adalah kehilangan ketajaman pendengaran diatas 70 dB. Dengan klasifikasinya adalah sebagai berikut: 1. Not significant, berada pada derajat 0 dB – 25 dB 2. Slight Handicap, pada derajat 25 dB – 40 dB, mulai kesulitan berbahasa dan berbicara 3. Mild Handicap, pada derajat 40 dB – 55 dB, memahami percakapan pada jarak 3-5 kaki secara berhadapan. 12 4. Mark Handicap pada jarak 55 – 70 dB, lemah dalam berbicara, lemah dalam penggunaan bahasa dan percakapan serta terbatasnya perbendaharaan kata. 5. Severe Handicap antara 70 – 90 dB. Dapat mendengar suara yang diperkeras pada jarak 1 kaki 30 cm. 6. Extreme Handicap 90 dB atau lebih. Ketajaman pengelihatan lebih baik dari pendengarannya sebagai alat berkomunikasi. Karakteristik lain anak tunarungu dari segi dampak ketunarunguan memiliki ciri unik yang tampak dan berbeda dengan anak normal lainnya. Dilihat secara fisik anak tunarungu tidak berbeda seperti anak normal tetapi dari segi intelegensi dan sosial emosi anak tunarungu menunjukkan perilaku yang khas. Perilaku atau karakteristik anak tunarungu menurut Somad dan Tati Hernawati 1996: 35 yaitu: a. Karakteristik dalam segi intelegensi Kemampuan intelektual anak tunarungu pada umumnya sama seperti anak yang normal pendengarannya. Kemampuan intelegensi anak tunarungu anak yang tinggi, rata-rata, dan rendah. Perkembangan intelegensi anak tunarungu sangat dipengaruhi oleh perkembangan bahasa, akan tetapi kesulitan anak tunarungu dalam memahami bahasa menyebabkan anak tunarungu memiliki prestasi yang rendah jika dibandingkan dengan anak normal untuk pelajaran yang diverbalisasikan. Rendahnya kemampuan verbal anak disebabkan karena kemampuan intelegensi dalam verbal mengalami hambatan sehingga tidak dapat berkembang secara maksimal. Kemampuan lain seperti motorik anak tunarungu tidak mengalami banyak hambatan karena aspek intelegensi anak bersumber pada pengelihatan.