2.1.4. Faktor Resiko
Lima kelompok dewasa telah diidentifikasi mempunyai faktor resiko untuk mengembangkan AIDS Robbins and Cotran, 2010 :
• Kelompok homoseksual atau biseksual
• Kelompok penyalahguna narkoba intravena
• Kelompok haemophiliacs
• Kelompok penerima darah dan komponen darah
• Kelompok heteroseksual
2.1.5. Patogenesis dan Gejala Klinis
Meskipun berbagai sel dapat menjadi target dari HIV, namun ada dua target utama infeksi HIV yaitu sistem imunitas tubuh dan sistem saraf pusat.
Mekanisme utama infeksi HIV adalah melalui perlekatan selubung glikoprotein virus gp 120 pada molekul CD4. Partikel HIV yang berikatan dengan molekul
CD4 akan kemudiannya masuk ke sel hospes melalui fusi antara membran virus dengan membran sel hospes dengan bantuan gp 41 yang terdapat pada permukaan
virus. Molekul CD4 banyak terdapat pada sel limfosit T helper, namun sel lain
seperti makrofag dan sel dendritik dapat juga terinfeksi HIV dengan kombinasi virus-antibodi. Partikel virus yang terinfeksi akan terbentuk pada saat sel limfosit
T teraktivasi. Aktivasi sel T CD4+ akan mengakibatkan aktivasi provirus. Karena protein virus dibentuk dalam sel hospes, maka membran plasma sel hospes akan
disisipi oleh glikoprotein virus yaitu gp 41 dan gp 120. RNA virus dan protein akan membentuk membran dan menggunakan membran plasma sel hospes yang
telah dimodifikasi dengan glikoprotein virus, membentuk selubung virus dalam proses yang dikenal “budding”.
Menurut CDC Centre for Disease Control fase perjalanan infeksi HIV dapat dibagi kepada tiga tahap yaitu:
1. Tahap infeksi akut HIV
Dalam waktu 2- 4 minggu setelah terinfeksi virus HIV, kebanyakan tapi tidak semua orang mengalami gejala mirip flu yang digambarkan “worst flu ever. Fase
ini terdapat pada 40-90 kasus yang merupakan keadaan klinis yang bersifat
sementara yang berhubungan dengan replikasi virus pada stadium tinggi dan ekspansi virus pada respon imun spesifik. Proses replikasi tersebut menghasilkan
virus-virus baru yang jumlahnya jutaan dan menyebabkan terjadinya viremia yang memicu timbulnya sindroma infeksi akut atau “primary HIV infection”. Gejalanya
bisa berupa demam yaitu yang paling umum, pembengkakan kelenjar, sakit tenggorokan, ruam, kelelahan, nyeri otot dan sendi dan sakit kepala. Gejala ini
dapat berlangsung dari beberapa hari sampai beberapa minggu.Virus ini menggunakan sel CD4 untuk mereplikasi dan menghancurkan sel tersebut dan ini
menyebabkan jumlah CD4 menurun dengan cepat. Oleh karena ini, respon kekebalan tubuh akan mulai membawa tingkat virus tubuh kembali ke tingkat
yang disebut viral set point yang merupakan tingkat relatif stabil virus dalam tubuh. Pada titik ini, jumlah CD4 mulai meningkat, tetapi kemungkinan tidak
kembali ke tingkat pra-infeksi.
2. Tahap Klinikal Latensi
Setelah tahap infeksi akut HIV, penyakit ini kemudian berubah ke fasa yang dikenali sebagai latensi klinikal. Latensi berarti suatu periode di mana virus hidup
atau berkembang dalam tubuh manusia tanpa gejala. Selama tahap ini, orang yang terinfeksi HIV tidak memiliki gejala terkait HIV atau hanya yang ringan atau
dikenali sebagai tahap asimptomatik atau infeksi kronik HIV. Virus HIV terus memproduksi pada tingkat yang sangat rendah, meskipun virusnya aktif. Dengan
pengambilan ART, orang yang terinfeksi HIV dapat hidup dengan klinik latensi selama beberapa dekade karena pengobatan membantu menjaga virus dari
memproduksi lagi. Bagi orang yang tidak mengambil ART, tahap klinik latensi berlangsung rata-rata 10 tahun, tetapi beberapa orang mungkin maju tahap ini
dengan lebih cepat. Orang dalam tahap bebas gejala ini masih dapat menularkan HIV kepada orang lain bahkan dengan pengambilan ART walaupun ART
mengurangi resiko penularan. Selama periode laten, HIV dapat berada dalam bentuk provirus yang
berintegrasi dengan genom DNA hospes, tanpa mengadakan transkripsi. Ada beberapa faktor yang dapat mengaktivasi proses transkripsi. Monosit pada orang
yang terinfeksi HIV cenderung melepaskan sitokin dalam jumlah besar sehingga