Pohon Tarumenyan sebagai Pohon Suci.

55 dan tulang belakang dari kuburan tersebut, ketika turis itu sampai di penginapan tulang- tulang tersebut bergerak dengan sendirinya, sehingga turis tersebut mengembalikan kembali tulang-tulang tersebut dan melapor kepada kepala desa dan kepala adat sehingga diupacarai agar turis tersebut tidak diganggui lagi oleh dewa penjaga kuburan tersebut yang tidak suka dengan hal yang tidak baik yang dilakukan di kuburan tersebut, dan arwah-arwah orang meninggal yang dikuburkan disitu. Dalam upacara tersebut orang yang mencuri meminta maaf kepada dewa penghuni kuburan, dan kepada keluargamasyarakat desa Trunyan. Aturan-aturan tersebut hadir dan dibuat karena tempat tersebut merupakan tempat yang disakralkan oleh masyarakat Trunyan sebagai tempat penghormatan terhadap leluhur dan arwah orang yang sudah meninggal. Desa Trunyan memang merupakan desa Tua di Bali, yang masih memegang teguh warisan dan tradisi leluhur. Sehingga sistim penguburan yang berbeda dengan daerah- daerah yang lain tetap terus dipelihara oleh masyarakat Trunyan. Masyarakat Trunyan yang menganut agama Hindu yang juga mempercayai adanya hukum karma, sehingga masyarakat Trunyan berusaha untuk menjalani kehidupan mereka dengan melakukan segala yang baik agar hal yang baik pula boleh mereka terima serta anak cucu mereka di kehidupan dan generasi selanjutnya.

3.4.3.2. Pohon Tarumenyan sebagai Pohon Suci.

15 Nama Desa Trunyan diambil dari nama pohon yang disebut Taru Menyan, yang terletak di tengah desa Trunyan induk, pohon Trunyan yang dipercaya oleh masyarakat 15 Hasil wawancara dengan Kepala Adat Desa Trunyan dan hasil observasi 56 Trunyan sebagai pohon yang mampu untuk memberikan aroma yang harum di desa tersebut, masyarakat juga percaya kalau terjadi sesuatu yang baik di desa tersebut maka aroma harum pohon tersebut bisa sampai di kota Denpasar, sebaliknya ketika ada hal buruk terjadi di desa tersebut maka aroma tidak enak akan tercium di desa tersebut. Pohon ini juga yang dipercaya oleh masyarakat Trunyan sebagai pohon yang menyerap bau dari mayat-mayat yang dikuburan di kuburan utama atau sema wayah, sehingga tidak tercium bau bangkai mayat. Di kuburan utama, atau sema wayah, juga terdapat pohon yang namanya Taru Kruya. Pohon ini sering disamakan bahkan disebut sebagai pohon Tarumenyan. Akan tetapi pohon Tarumenyan yang sebenarnya adalah pohon yang tumbuh di desa induk Trunyan. Pohon Tarumenyan tersebut telah tumbang ± 5 tahun yang yang lalu. Sekarang tempat pohon itu tumbuh telah dibangun Pura desa Trunyan, sehingga tempat pohon tersebut tetap menjadi sesuatu yang disakralkan oleh masyakarat. Pura ini menjadi tempat masyarakat berkumpul dan berjumpa dalam pengalaman jiwa mereka dengan para dewa- dewa sesuai keyakinan masyarakat. Sekalipun pohon Tarumenyan telah tumbang tetapi kepercayaan masyarakat bahwa pohon tersebut telah menyatu dengan alam, dan dengan dewa yang baik masih bertahan. Mereka masih mempercayai bahwa aroma harum dari pohon tersebut masih tercium dan terus memberikan aroma yang harum untuk desa tersebut. Oleh karena itu tempat penguburan yang mayatnya tetap diletakkan diatas tanah, dan masih tidak mengeluarkan bau yang tidak enak. Masyarakat percaya ini disebabkan karena pengaruh 57 jiwa yang dimiliki Pohon Tarumenyan. Karena bagi masyarakat Trunyan semua yang ada di alam mempunyai jiwa, termasuk tumbuhan dan pohon Tarumenyan. Ketika orang yang berkunjung ke Desa Trunyan terlebih ke kuburan utama dan mempunyai niat burukjahat maka akan tercium bau yang tidak enak seperti bau bangkai. Sebaliknya ketika orang yang berkunjung memiliki niat baik maka akan tercium bau yang sangat harum.

3.5. Norma atau Aturan-aturan Hidup Masyarakat Trunyan