37
dirinya sendiri sebagai tempat untuk mengundang roh atau dewa masuk ke dalam tubuhnya.
3.3.2. Upacara Kelahiran
9
Kepercayaan orang Trunyan terhadap orang yang sedang mengandung mempunyai aturan-aturan tersendiri, Larangan atau aturan ini terutama berlaku pada
perempuan yang sedang mengandung. la misalnya selalu harus membawa jimat penolak bahaya yang diberikan
balian usada
dukun, ia dilarang mengadakan kontak dengan orang cacat tubuh, karena jika dilanggar sifat buruk itu akan diperoleh anaknya yang akan
dilahirkan. Untuk memperlancar proses kelahiran anaknya, satu upacara khusus yang disebut
toya penyeseg
, pada waktu kandungannya berusia empat bulan. Pada upacara itu ia diberi air suci yang disebut
toya penyeseg
untuk diminum oleh sang dukun. Kelahiran di Trunyan, seperti halnya di Bali pada umumnya, adalah masalah kaum laki-laki. Hal ini
disebabkan karena bidan tradisional disana adalah laki-laki, bukan perempuan. Kelahiran anak di Trunyan, sebenarnya adalah masalah keluarga pada umumnya masyarakat,
karena anak-anak kecil pun dari keluarga-keluarga yang lain itu diperbolehkan untuk turut menyaksikan proses alamiah itu. Pintu depan rumah perempuan yang sedang
melahirkan anak dibuka lebar-lebar selama kelahiran anak, maka anak-anak kecil tetangga dapat kita lihat berkerumun di muka pintu untuk mengamati proses kelahiran
tersebut. Hal ini merupakan bagian dari tradisi kelahiran masyarakat Trunyan karena sangat erat berhubungan dengan status anak itu nanti ketika ia meninggal nanti apakah ia
masuk dalam kategori orang yang sempurna atau tidak, untuk itu kelahiran seorang anak
9
Hasil wawancara dengan Kepala Adat
38
dalam masyarakat Trunyan perlu disaksikan oleh orang banyak karena itu juga menjadi masalah dan urusan masyarakat yang ada.
Apabila terjadi komplikasi selama kelahiran, maka sang bidan akan meminta bantuan dukun pengobatan
balian usada,
yang memang sudah berada di dalam ruang itu, untuk mengucapkan mantera-mantera yang dapat melancarkan kelahiran, sambil
memercikan air suci. Pada malam kelahiran anak bayi, satu upacara selamat datang yang disebut
pemapag rare
diadakan. Pada upacara ini roh si bayi diberi sesajian oleh orang tuanya melalui bidan yang melaksanakan upacara itu. Selain upacara
pemapag rare
tersebut masih ada serentetan upacara yang berhubungan dengan kelahiran seorang anak di Trunyan.
Tutug Telu:
Upacara ini dilakukan pada malam hari, ketika si bayi berusia tiga hari. Upacara ini dilaksanakan oleh bidan laki-laki. Tutug telu menjadi penting, karena
berupa upacara untuk pemberian nama bagi si bayi. Dalam upacara pemberian nama ini, dipercaya bahwa roh si anaklah yang akan memilih namanya. Sang bidan akan membakar
tiga batang lidi terbuat dari bambu, yang telah dililitkan dengan kapas yang telah dicelupkan di dalam minyak kelapa. Setiap lidi mewakili suatu nama yang diberikan oleh
orang tua si bayi, dan lidi yang terakhir padam berarti merupakan pilihan roh si bayi. Upacara selanjutnya adalah
Tutug Wol.
Upacara ini diadakan pada waktu si bayi berusia delapan hari; dan upacara ini khusus dilakukan bagi dewa penjaga anak bayi yang
disebut
Empu Rare. Tutug Duadasa:
Upacara ini dilaksanakan pada waktu si bayi berusia duabelas hari. Pada kesempatan itu kupingtelinga dari bayi laki-laki maupun perempuan ditindik.
39
Sejak hari itu si bayi baru diperbolehkan untuk pertama kali keluar rumahnya untuk melihat matahari, karena dianggap sudah cukup kuat untuk menghadapi pengaruh roh
jahat.
Tutug Bulan Pitung Dina
atau
Lepas Berata:
Upacara ini di adakan pada waktu si bayi berusia 42 hari. Fungsi upacara ini adalah untuk membebaskan orang tua si bayi
dari segala pemali, yang dikenakan sejak si anak berusia tiga hari.
Tutug Telu Bulanan:
Upacara ini dilakukan pada waktu si bayi berusia tiga bulan. Upacara ini dilakukan pada malam hari. Usia tiga bulan adalah sangat penting, karena
sejak usia itu roh si anak dianggap akan mendiami tubuh kasarnya secara permanen. Pada hari itu si bayi untuk pertama kalinya diperbolehkan memakai pakaian baru dan perhiasan
tubuh. Untuk kesempatan ini seekor anak babi panggang disajikan kepada roh pribadi si bayi.
Tutug Enem Bulanan Otonan
atau upacara hari jadi: Upacara ini dilakukan pada waktu si bayi mencapai usia enam bulan.
Otonan
inilah hari jadi atau hari ulang tahun orang Bali, karena hari jadi orang Bali bukan dirayakan dua belas bulan sekali, melainkan
enam bulan sekali. Guna upacara ini terutama adalah ditujukan kepada empat saudara si bayi, agar mau berkumpul kembali di dekat si bayi, dan selain itu juga untuk
mendamaikan roh pribadi si bayi agar bersedia untuk tetap menempati tubuh kasarnya yang sekarang lebih lama lagi.
Tutug Dua Da si Bulanan:
Upacara ini dilakukan pada waktu si bayi berusia 12 bulan. Pada upacara ini rambut si bayi digunting untuk pertama kali. Jadi upacara ini
mempunyai dua fungsi, pertama sebagai hari jadi dan kedua untuk upacara pemotongan
40
rambut untuk pertama kali. Upacara menjadi lebih penting apabila rambut si anak menjadi gembel, yang menunjukan bahwa rohnya sangat kotor.
Upacara ini upacara terakhir yang ada hubungan dengan kelahiran seorang bayi, dan sejak itu seorang individu akan diupacarai tiap enam bulan sekali, dengan upacara
hari jadi yang di Bali disebut
otonan
terakhir diadakan bagi seorang adalah enam bulan sesudah ia wafat.
Rangkaian upacara-upacara kelahiran wajib untuk dilakukan oleh masyarakat Trunyan karena upacara-upacara tersebut merupakan suatu acuan untuk dapat
menentukan baik-buruknya kehidupan anak itu nantinya bahkan setelah ia meninggal.
3.3.3. Upacara Perkawinan