11
Universitas Sumatera Utara
epidemiologi. Namun kelemahannya, IMT tidak dapat menjelaskan tentang distribusi lemak dalam tubuh seperti pada obesitas sentral maupu n obesitas
abdominal maupun menggambarkan jaringan lemak viseral. Nilai IMT berbeda dalam rasetnis tertentu dan tidak membedakan antara laki-laki
maupun perempuan. Nilai IMT yang tinggi belum tentu karena jaringan lemak tapi dapat juga karena jaringan otot Thang et al., 2006.
2.5. Obesitas
2.5.1. Definisi
Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologis dan
spesifik. Secara fisiologis, obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa
sehingga dapat mengganggu kesehatan Sugondo, 2009.
2.5.2. Etiologi
Berat badan bergantung pada keseimbangan antara asupan kalori dan pemakaiannya. Obesitas terjadi jika asupan kalori melebihi pemakaiannya
Ganong, 2008. Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial, yang terjadi akibat akumulasi jaringan lemak berlebihan, sehingga dapat mengganggu
kesehatan. Obesitas terjadi bila besar dan jumlah sel lemak bertambah pada tubuh seseorang. Bila seseorang bertambah berat badannya maka ukuran sel lemak akan
bertambah besar dan kemudian jumlahnya bertambah banyak Sugondo, 2009. Hal lain yang berperan dalam meningkatkan kejadian obesitas adalah :
2.5.2.1 Faktor Genetik
Obesitas cenderung berlaku dalam keluarga. Ini disebabkan oleh faktor genetik, pola makan keluarga, dan kebiasaan gaya hidup.
Walaupun begitu, mempunyai anggota keluarga yang obesitas tidak menjamin sesorang itu juga akan mengalami obesitas Galletta, 2012.
2.5.2.2 Faktor emosional
Universitas Sumatera Utara
12
Universitas Sumatera Utara
Sebagian masyarakat mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang banyak karena depresi, putus asa, marah, bosan, dan banyak alasan lain
yang tidak ada hubungannya dengan rasa lapar. Ini tidak berarti bahwa penderita obesitas mengalami lebih banyak masalah emosional
daripada orang normal yang lain. Tetapi hanya berarti bahwa perasaan seseorang mempengaruhi kebiasaan makan dan membuat seseorang
makan terlalu banyak Galletta, 2012.
2.5.2.3 Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang paling memainkan peranan adalah gaya hidup seseorang. Kebiasaan makan dan aktivitas seseorang
dipengaruhi oleh masyarakat sekitarnya. Makan terlalu banyak dan aktivitas yang pasif tidak aktif merupakan faktor resiko utama
terjadinya obesitas Galletta, 2012.
2.5.2.4 Faktor Jenis Kelamin
Secara rata-rata, lelaki mempunyai massa otot yang lebih banyak dari wanita. Lelaki menggunakan kalori lebih banyak dari wanita
bahkan saat istirahat karena otot membakar kalori lebih banyak berbanding tipe-tipe jaringan yang lain. Dengan demikian, perempuan
lebih mudah bertambah berat badan berbanding lelaki dengan asupan kalori yang sama Galletta, 2012.
2.5.2.5 Faktor Usia
Semakin bertambah usia seseorang, mereka cenderung kehilangan massa otot dan mudah terjadi akumulasi lemak tubuh. Kadar
metabolisme juga akan menurun menyebabkan kebutuhan kalori yang
diperlukan lebih rendah Galletta, 2012.
2.5.2.6 Faktor Kehamilan
Universitas Sumatera Utara
13
Universitas Sumatera Utara
Pada wanita, berat badannya cenderung bertambah 4 – 6 kilogram setelah kehamilan dibandingkan dengan berat sebelum kehamilan. Hal
ini bisa terjadi setiap dari kehamilan dan kenaikan berat badan ini mungkin akan menyebabkan obesitas pada wanita Galletta, 2012.
2.5.3. Prevalensi dan Epidemiologi
Saat ini kita hidup pada masa dimana berat badan lebih dan obesitas sudah menjadi suatu epidemi, dengan dugaan bahwa peningkatan prevalensi obesitas
akan mencapai 50 pada tahun 2025 bagi negara – negara maju Sugondo, 2009. Prevalensi obesitas di Indonesia sebesar 15,4 dengan prevalensi terendah
di provinsi Nusa tenggara Timur 6,2 dan tertinggi di Sulawesi Utara 24,0. Prevalensi obesitas penduduk laki-laki dewasa 18 tahun sebanyak 19,7, lebih
tinggi dari tahun 2007 13,9 dan tahun 2010 7,8. Prevalensi terendah di Nusa Tenggara Timur 9,8 dan tertinggi di provinsi Sulawesi Utara 34,7.
Prevalensi obesitas perempuan dewasa 18 tahun 32,9, naik 18,1 dari tahun 2007 13,9 dan 17,5 dari tahun 2010 15,5. Prevalensi terendah di Nusa
Tenggara Timur 5,6, dan tertinggi di provinsi Sulawesi Utara 19,5. RISKESDAS, 2013
Di dunia ada diperkirakan sekitar 35 orang dewasa di atas 20 tahun mengalami overweight = 25 kgm, sedang sekitar 10 laki-laki dan 14
perempuan di dunia menderita obesitas = 30 kgm pada tahun 2008 WHO, 2013
Prevalensi obesitas berhubungan dengan urbanisasi dan mudahnya mendapatkan makanan serta banyaknya jumlah makanan yang tersedia.
Urbanisasi dan perubahan status ekonomi yang terjadi di negara – negara yang sedang berkembang berdampak pada peningkatan prevalensi obesitas pada
populasi di negara – negara ini, termasuk di Indonesia Sugondo, 2009.
2.5.4. Manajemen Berat Badan
Penurunan berat badan mempunyai efek yang menguntungkan terhadap komorbid obesitas. Bahkan, penurunan berat badan sebesar 5 sampai 10 persen
Universitas Sumatera Utara
14
Universitas Sumatera Utara
dari berat badan awal dapat mengakibatkan perbaikan kesehatan secara signifikan Sugondo, 2009.
Walaupun belum ada penelitian retrospektif yang menunjukkan perubahan pada angka kematian dengan penurunan berat badan pada pasien obese, dengan
penurunan berat badan, pengurangan pada faktor risiko ini dianggap akan menurunkan perkembangan diabetes tipe 2 serta kardiovaskular Sugondo, 2009.
Tidak ada terapi tunggal yang efektif untuk orang dengan kelebihan berat badan dan obesitas, dan masalah cenderung muncul setelah penurunan berat badan.
Harapan penurunan berat badan dari seseorang seringkali melebihi kemampuan dari program yang ada sehingga untuk mencapai keberhasilan semakin sulit
Sugondo, 2009.
Terapi penurunan berat badan yang sukses meliputi empat pilar, yaitu diet rendah kalori, aktivitas fisik, perubahan perilaku dan obat-obatanbedah.
Terapi diet. Pada program manajemen berat badan, terapi diet
direncanakan berdasarkan individu. Terapi diet ini harus dimasukkan kedalam status pasien overwight. Hal ini bertujuan untuk membuat defisit 500 hingga
1000kcalhari menjadi bagian yang tak terpisahkan dari program penurunan berat badan apapun. Sebelum menganjurkan defisit kalori sebesar 500 hingga 100
kcalhari sebaiknya diukur kebutuhan energi basal pasien terlebih dahulu. Disamping itu pengurangan lemak jenuh, total lemak seharusnya kurang dan sama
dengan 30 persen dari total kalori Sugondo, 2009.
Aktivitas fisik. Peningkatan aktivitas fisik merupakan komponen penting
dari program penurunan berat badan. Aktivitas fisik yang lama sangat membantu pada pencegahan peningkatan berat badan. Keuntungan tambahan aktivitas fisik
adalah terjadi pengurangan risiko kardiovaskular dan diabetes lebih banyak dibandingkan dengan pengurangan berat badan tanpa aktivitas fisik saja. Untuk
pasien obese, terapi harus dimulai secara perlahan, dan intensitas sebaiknya ditingkatkan secara bertahap.
Universitas Sumatera Utara
15
Universitas Sumatera Utara
Pasien dapat memulai aktivitas fisik dengan berjalan selama 30 menit dalm jangka waktu 3 kali seminggu dan dapat ditingkatintensitasnya selama 45 menit
dalam jangka 5 kali seminggu. Dengan regimen ini, pengeluaran energi tambahan sebanyak 100 sampai 200 kalori per hari dapt dicapai Sugondo, 2009.
Terapi perilaku. Terapi perilaku kognitif telah dipakai untuk membantu
perubahan dan menyokong terapi diet dan aktivitas fisik. Strategi terapi antara lain pengawasan mandiri terhadap kebiasaan makan dan aktivitas fisik, manajemen
stress, mengontrol stimulus contohnya : makan dengan menggunakan piring yang kecil, tidak makan di depan televisi, pemecahan masalah, contigency
management,cognitive restructuring dan dukungan sosial Flier dan Maratos- Flier, 2008.
Farmakoterapi :
Sibutramine ditambah diet rendah kalori dan aktivitas fisik terbukti efektif menurunkan berat badan dan mempartahankannya. Dengan pemberian
sibutramine dapat muncul peningkatan tekanan darah dan denyut jantung. Orlistat menghambat absorpsi lemak sebanyak 30 persen. Dengan
pemberian orlitas, dubutuhkan penggantian vitamin larut lemak karena terjadi malabsorpsi parsial. Semua pasien harus dipantau untuk efek samping yang
timbul Sugondo, 2009.
Terapi bedah. Terapi bedah merupakan salah satu pilihan untuk
menurunkan berat badan. Terapi ini hanya diberikan kepada pasien obesitas berat secara klinis dengan BMI
≥40 atau ≥35 dengan kondisi komorbid. Terapi bedah ini harus dilakukan sebagai alternatif terakhir untuk pasien yang gagal dengan
farmakoterapi dan menderita komplikasi obesitas yang ekstrim Sugondo, 2009. Terapi bedah ini terdiri dari dua kategori: restriksi dan restriksi-
malabsorpsi. Terapi bedah restriksi membatasi jumlah makanan yang dapat ditampung lambung dan menurunkan kecepatan waktu pengosongan lambung.
Salah satu contohnya adalah vertical banded gastroplasty VBG, tetapi metode
Universitas Sumatera Utara
16
Universitas Sumatera Utara
ini menunjukkan efektivitas yang rendah pada long-term trials. Saat ini VBG telah digantikan oleh laparoscopic adjustable silicone gastric banding LASGB
Flier dan Maratos-Flier, 2008. Ketiga prosedur restriksi-malabsorpsi bypass menggabungkan elemen dari
restriksi gastrik dan malabsorpsi selektif. Prosedur itu antara lain Roux-en-Y gastric bypass RYGB, biliopancreatic diversion BPD, dan biliopancreatic
diversion with duodenal switch BPDDS. RYGB merupakan pilihan terapi yang paling sering dilakukan Flier dan Maratos-Flier, 2008.
2.6. Hubungan Obesitas dengan Peningkatan Tekanan Intraokuli
The Beaver Dam Eye Study melaporkan hubungan positif yang signifikan antara tekanan intraokuli dengan beberapa faktor termasuk indeks massa tubuh.
Hal ini sesuai dengan penemuan dari studi sebuah hospital-based yang menyatakan bahwa risiko terjadinya hipertensi okuli secara signifikan lebih besar
pada orang dengan indeks massa tubuh 30 atau lebih, dan tidak tergantung umur dan jenis kelamin Cheung et al., 2009.
Pemaparan yang jelas tentang patofisiologi untuk hubungan obesitas dengan tekanan intraokuli saat ini masih kurang. Kedua teori etiologi ‘mekanik’
dan ‘vaskular’ dari glaukoma dapat berhubungan dengan obesitas. Berdasarkan teori mekanik, obesitas telah dikatakan memberi pengaruh terhadap peningkatan
tekanan intraokuli dengan menyebabkan peningkatan jaringan adiposa intraorbital, meningkatkan viskositas darah, meningkatkan tekanan vena episklera
Cheung et al., 2009. Penimbunan lemak pada obesitas menyebabkan penurunan fasilitas aliran keluar aqueous humor Pedro-Egbe et al., 2013.
Obesitas meningkatkan viskositas darah dengan meningkatkan jumlah sel darah merah, haemoglobin, dan hematokrit, sehingga meningkatkan tahanan aliran
keluar vena episklera. Lebih jauh, obesitas juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya hipertensi. Peningkatan tekanan darah dapat meningkatkan tekanan
intraokuli dengan meningkatkan tekanan arteri siliaris dan ultrafiltrasi dari aqueous humor Mori et al., 2000.
Universitas Sumatera Utara