Sisi-sisi Pendidikan Islam Vokal Panjang

- 68 - si-fungsi fisik agar dapat bekerja –dipergunakan- se– cara optimal dan maksimal dengan memelihara dan merawatnya secara baik. Pendidikan semacam ini lebih menekankan pada segi kuantitatif dari segi kualitatif – nya dengan penguasaan berbagai macam keterampilan motorik. Struktur kehidupan seseorang secara indvidual maupun kolektif telah dibentuk dengan pendidikan yang selama ini –dalam praktik- didominasi pada pendidikan eksternal yang berhubungan dengan pem – bentukan dan pengembangan fisik dan psikis. Pendi – dikan semacam ini lebih cenderung untuk tidak banyak berusaha mengaktualkan fungsi-fungsi spiritual se- hingga aspek ini terbengkalai kecuali pada beberapa individu yang masih mempuyai kepedulian. Seseorang mungkin mengetahui sesuatu dari du – nia eksternal bahkan sebelum ia mengadakan inves – tigasi dan mengetahui keadaan pribadi dan pikirannya sendiri. Maka menjadi relevan anggapan orang bahwa pendidikan yang bersifat material adalah menempati posisi lebih depan dan disajikan terlebih dahulu sebe – lum yang lain. Namun demikian pendidikan terhadap aspek fisik disusun sebagai tangga bagi pendakian pendidikan yang lebih tinggi yaitu untuk pengemba – ngan aspek kognitif rasional; selanjutnya kedua-dua – nya menjadi tangga bagi perolehan pengalaman spiritual. Lebih-lebih pengamatan empirik dapat menjadi sumber inspirasi dan tanda –isyarat, i tibar - 69 - serta ayat- untuk menolong nalar supaya dapat ber – pikir tentang berbagai macam fenomena kebenaran. Pendidikan harus tetap bergerak dinamis melaku – kan suatu kegiatan dari yang paling mudah dicapai kepada yang lebih berat dan lebih sulit diketahui dan dialami. Dalam prosesnya bisa dimulai dari yang te- rendah menuju kepada yang tertinggi sesuai dengan fase perkembangan seseorang. Dalam hubungannya dengan pengalaman spiritual pendidikan harus men – coba melakukan sesuatu yang dianggap lebih dekat kepada pemahaman empirik dari isue problematik sampai kepada pemahaman dan penghayatan terhadap hilangnya –kehampaan- identitas personal dan masuk dalam wilayah absolut. Pada awalnya seseorang lebih menonjolkan peran fisik, kemudian nalar dan terkahir spiritual. Seperti terlihat pula dalam usaha mencapai pengalaman spiritual, muja hadah berusaha dengan sungguh sebagai rentetan usaha mencapai pengala – man itu tidak pernah lepas dari peran fisik dan nalar. Berdasar tesis ini banyak para ahli pendidikan yang memulai pengajarannya dengan hal-hal yang ber – sifat fisik dan empirik kemudian meningkat ke meta – fisik yang memerlukan kecanggihan nalar. Dalam kon – disi seperti ini pendidikan yang bersifat eksternal dan aksidental tidak harus merupakan terminal akhir. Da – lam proses perjalanan panjangnya pendidikan perlu dikaitkan dengan yang lebih substansial dan menyen – tuh bagian dalam diri seseorang bersifat esoterik. De – - 70 - ngan cara pandang demikian maka karir pendidikan tak mengalami pembatasan pada suatu atau beberapa aspek melainkan untuk semua aspek kepribadiannya. Dalam pendidikan yang hanya berorientasi ekster – nal dan formal maka ketajaman visi spiritual tak men – dapat tempat yang wajar dan perhatian yang memadai karena seseorang hanya dipandang dari segi fisik dan psikis semata. Pendidikan yang seperti ini hanya mem- bebaskan seseorang dari kebutuhan sesaat dan bisa mengarah pada dehumanisasi. Selama ini, tidak banyak orang yang memerhatikan aspek spiritualnya karena kontribusinya terhadap kehidupan fisik dan psikis di – anggap kurang memadai. Namun efeknya tampak nyata bahwa pendidikan yang menafikan aspek spiri – tualnya tak mungkin dapat melahirkan nilai-nilai pen – didikan yang terpancar dari aspek esoteriknya dan memuat dimensi penghayatan keilahian secara menda – lam. Seperti moralitas yang menjadi dasar dan ujung tombak semua prilaku dan perbuatan seseorang hen – daknya didasarkan kepada pengalaman spiritual yang dengan pengalaman itu akan dicapai pula kemajuan material. Oleh karena itu rasa ingin tahu sebagai fitrah seseorang termasuk pengetahuan dan pengenalan ke – pada Tuhan tidak harus dibatasi pada pengetahuan dan atau pengenalan inderawi maupun penalaran. - 71 - Sesungguhnya dunia adalah ladang akhirat 14 dan sebagai tempat seseorang mengimplementasikan ajaran agama. Tujuan agama tidak bisa dicapai kecuali den – gan perantaraan dunia tetapi dunia bukanlah tempat pemberhentian terkahir. Selama orientasi hidup dan kehidupan hanya berorientasi dan terfokus pada kehi – dupan dunia maka pengembangan spiritual dianggap tidak penting; dan demikian sebaliknya. Namun suatu kenyataan bahwa diantara banyak orang ada yang menganggap dunia hanya sebagai tabir terhadap kehi – dupan akhirat supaya ia dapat menghindarkan diri da – ri kealpaan terhadap tujuan akhir, sedangkan yang lainnya berpandangan sebaliknya. Apabila klaim ten- tang kehidupan material benar dan sebenar klaim kehidupan spiritual maka pendidikan yang berorein – tasi pada kehidupan spiritual harus menjadi kenyataan di samping pendidikan material. Pandangan semacam ini akan melahirkan usaha dan proses pendidikan un – tuk membentuk dan mempengaruhi sikap dan perbua- tan seseorang dari dua arah untuk semua aspeknya.. Peningkatan peran spiritual dalam kehidupan tentunya dimulai dari masing-masing individu dengan memberikan arah dan corak, yaitu sikap, pemahaman, 14 Abu H}amid Muha}mmad bin Muh}ammad al Ghazali, Ih} ya Ulum al - Din, juz I, ...; hlm. 19; dan Murtadla Muthahhari dan SMH al- Thabathabai, Menapak Jalan Spiritual, penterj.: Nasrullah, Bandung: Hidayat, 1995, hlm. 66. - 72 - dan prilaku yang selalu berorientasi pada aspek spi – ritual. Kehidupan spiritual mempunyai implikasi seca – ra luas terhadap seluruh kehidupan seseorang. Untuk mendapatkannya diperlukan sikap, pemahaman, dan prilaku yang dapat mengadaptasi dan mengadopsi kondisi yang berdasarkan nilai etik yang baik karena tanpa demikian akan mengganggu perjalanan spiritual- nya. Tetapi dengan pengalaman spiritual maka nilai etik yang mengejala dalam kehidupan seseorang de- ngan sikap dan prilaku yang tidak wajar akan tereduk – si; bahkan dapat dieliminasi dengan peningkatan proses peran spiritualtasnya. Dengan pengembangan aspek spiritual maka agama sebagai sumber ajaran mo- ral dan nilai tidak dijadikan legitimasi terhadap pema- haman dan prilakunya untuk melakukan perbuatan yang merugikan banyak pihak. Kecintaan terhadap Tuhan berimplikasi kecintaan terhadap semua makh- luk-Nya sehingga ia dapat menjunjung tinggi nilai ketuhanan, kemanusiaan, keadilan dan kesejahteraan bersama atas dasar egalitarianisme, kebersamaan, dan sikap saling menghormati. Selanjutnya bahwa setidak – nya transfer dan transformasi pembentukan fisik dan pengetahuan kognitif yang didasarkan dan berorientasi pada pendidikan yang diperoleh dari pengalaman spi – ritual dapat membentuk sikap dan prilaku sedemikian rupa; kemantapan pengetahuan dan pengalaman yang diterimanya dari aspek fisik dan psikis disamping se- cara spiritual. Ia telah berhubungan dengan sesuatu ide dasar tentang semua realitas sehingga ia dapat men- - 73 - junjung tinggi nilai ketuhanan, kemanusiaan, keadilan dan kesejahteraan bersama atas dasar egalitarianisme, kebersamaan, dan sikap saling menghormati. Di pihak lain bahwa keimanan pada Tuhan seba- gai prioritas dalam pendidikan Islam yang dibahas da – lam tataran empirik dan logis harus mendapatkan pe – ngesahan dari pengalaman spiritual. Pendidikan ke – imanan yang dibahas dalam perspektif pengetahuan inderawi dan nalar sifat deskriptifnya sama dengan objek empiris maupun rasional. Namun bila hal ini ha – rus dialami sendiri maka substansi objek itu berbeda dengan objek empirik dan rasional. Keimanan yang substansial tak akan pernah mengalami erosi dan abra – si bila didasarkan pada pengalaman spiritual دهافش لا penyaksian dan دهاش لا pengenalan pada Tuhan. Pengenalan terhadap Tuhan tidak akan pernah mampu dijamah makhluknya dengan hanya meng – andalkan kemampun penginderaan dan penalaran se- mata karena alam semesta lenyap ketika ia mendaki menuju bentuk ketiadan ekstensial dan berakhir de- ngan marifah. Namun ilmu yang dicapai oleh peng – inderaan maupun penalaran adalah peta bagi perjala – nan marifah; sedangkan marifah adalah realitas yang tergambarkan dalam peta itu sendiri sehingga marifah merupakan pengejawantahan seluruh potensi kemanu – siaan yang bersifat lahiriyah dan ruhaniyah secara akumulatif. - 74 - Pada suatu pihak pendidikan spiritual yang telah mencapai hasilnya dapat memberikan kenyamanan psikis karena tiada beban yang ditanggung kecuali di- oreintasikan dan pasrah pada Tuhan yang menjadi pembimbing hidupnya. Akibatnya pendidikan spiritual menjadi jalan untuk mengurangi tingkat kejahatan secara maksimal karena kepasrahannya kepada Tuhan dibangun di atas landasan tanpa kejahatan. Maka as – pek jasmaniah maupun ruhaniyah saling membangun hubungan yang saling menguntungkan dan saling mempertajam perolehannya.

D. Tujuan Pendidikan dalam Perspektif Aspek

Spiritual Pendidikan bukan merupakan penjinakan domis – tication dan pengekangan terhadap potensi yang seha – rusnya dikembangkan. Perkembangan segenap potensi yang ada pada seseorang memerlukan arah dan sasa – ran untuk mencapai hasil yang diinginkan. Tujuan pendidikan sebagai arah atau sasaran telah ditetapkan dalam program dan perencanaannya; bahkan selalu dinilai setiap mencapai tahapan-tahapan dalam proses – nya; dan merupakan hasil ketika pendidikan selesai dilaksanakan. Dengan demikian tujuan itu merupakan sasaran dan hasil dari proses pendidikan. Tujuan pendidikan pada dasarnya adalah mening – katkan kualitas individu baik fisik, psikis maupun spi- - 75 - ritualnya dalam bingkai norma yang diakui kebenaran – nya. Tujuan hidup dan kehidupan -termasuk di dalam – nya tujuan pendidikan- haruslah menanamkan penge – tahuan dan pengalaman yang baik dan fungsional da- lam meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan yang lebih baik. Untuk maksud ini seseorang mungkin harus tahu bagaimana mengggunakan pengetahuan untuk kemajuan hidup dan kehidupan baik material maupun spiritualnya. Arti penting tujuan seperti ini dapat dili – hat dari konsep dan praktik pendidikan Islam yang berusaha untuk mencapai dan meningkatkan kesada – ran dan pengalaman keagamaan yang lebih membe – rikan makna terhadap hidup dan kehidupan di dunia maupun di akhirat. Pada tataran operasionalnya dapat ditunjukkan adanya usaha-usaha pengenalan masalah ketuhanan di berbagai tingkat pendidikan walaupun hasilnya kadang-kadang verbalisme. Seluruh pengala – man keagamaan sebenarnya lebih memberikan makna terhadap kehidupan seorang dibandingkan sekedar pengetahuan kognitif sehingga seorang perlu dipro – yeksikan pada tujuan seperti ini. Tujuan yang bersifat material sebagai sarana untuk mencapai tujuan akhir. 15 Oleh karena itu tujuan spiritual harus mendapatkan prioritas karena manusia adalah makhluk spiritual. 16 15 Muh}ammad Fadlil al Jamali, Konsep Pendidikan dalam al- Qur an, pentrj. Djudi al Falasani, Solo: Ramadlani, 1993, hlm. 14. 16 Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam, Penterj.: Sori Siregar, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993, hlm. 4.